• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Makna Leksikal dan Makna Kultural yang Terangkum dalam Bahasa dan Budaya Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Bangsri,

2. Makna Kultural Aktivitas Pertanian Padi

Makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki bahasa sesuai dengan konteks budaya penuturnya (Subroto dalam Abdullah, 2014: 20). Konsep makna kultural ini dimaksudkan untuk lebih dalam memahami makna ekspresi verbal maupun nonverbal suatu masyarakat yang berhubungan dengan sistem pengetahuan (cognition system) terkait pola-pikir,

pandangan hidup (way of life) serta pandangan terhadap dunianya (world view) suatu masyarakat (Abdullah, 2014: 20).

1. Dêrêp [d|r|p]

Makna kultural dêrêp menurut informan berasal dari jarwa dhosok diêrêp-êrêp yang bermakna diharap-harapkan, karena dêrêp yang selalu diharap-harapkan oleh buruh tani saat panen tiba agar nantinya mendapatkan bawon. Dêrêp dilakukan dengan mengunduh padi1 dengan cara membantu atau menjadi buruh saat panen pada petani lain saat panen dan mendapat upah yang disebut bawon2. Bawon yaitu gabah „bulir-bulir padi‟ sebagai upah.

2. Gêbug kawul [g|bUg kawUl]

Makna kultural gêbug kawul dikarenakan aktivitas ini menggunakan pemukul dan jika dipukul akan terdengar suara bug-bug-bug sehingga dinamakan gêbug dan yang dipukul-pukul adalah sisa-sisa dedaunan padi yang jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg „dirontokkan‟ yang biasa disebut kawul. Jadi dinamakan gêbug kawul.

Gêbug kawul dilakukan setelah ngaraki, gêbug kawul dilakukan dengan cara memukul-mukul kawul „sisa-sisa dedaunan padi yang jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg‟ hasil arakan yang telah disendirikan3 dengan menggunakan kayu. Gêbug kawul dilakukan karena ada bulir-bulir padi yang tidak dapat pisah dengan batang padi

1

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 2

Informan: Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016. 3

saat dirèntèg maka petani melakukan gêbug kawul, agar hasil panennya tidak terbuang sia-sia.

3. Kêrik [k|rIk]

Makna kultural kêrik dikarenakan aktivitas ini dilakukan dengan membersihkan, meratakan dan menghaluskan ler-leran dengan papan serupa dengan saat mencukur sedikit dan menata bersih rambut atau alis menggunakan pisau kecil yang dikenal dengan istilah ngêrik. Kêrik dilakukan setelah ler-leran „sawah yang siap untuk ditanami‟ sudah diluku dan digaru4. Kêrik dilakukan dengan menggunakan alat yaitu blabak „papan kayu‟, kayu, bethek5 kemudian blabak „papan kayu‟atau kayu atau bethek dipegang menggunakan dua tangan dan diletakkan pada endhut „tanah sawah yang basah‟ kemudian disamping kanan, kirikan kemudian dimundurkan, hal ini dilakukan agar ler-leran rata dan halus6. Kêrik dilakukan agar tanah rata dan halus dan akan memudahkan petani untuk menanam padi.

4. Macul [mAcUl]

Makna kultural macul menurut informan berasal dari akronim mangipatke barang kang mendhucul yang artinya menyingkirkan bagian yang mendugul atau bagian yang tidak rata. Macul merupakan

4

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016. 5

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman Sularto, 9 Mei 2016.

6

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman Sularto, 9 Mei 2016; Warsino, 16 Mei 2016.

salah satu aktivitas para petani yang dilakukan dengan cara mengaduk-aduk tanah dengan pacul (pacul berwujud lempengan besi dan gagang panjang yang terbuat dari kayu sebagai pegangan) agar tanah menjadi gembur dan subur7. Macul dilakukan dengan cara mbegagah (melebarkan kedua kaki) untuk menjaga kekuatan fisik dan tubuh agak membungkuk kemudian mengayunkan cangkul ke tanah lalu menariknya sambil memastikan tanah terbalik dengan sempurna dan hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang untuk seluruh petakan sawah.

5. Matun [mAtUn]

Makna kultural matun menurut informan berasal dari akronim mangilangake suket kang kemruntun „menghilangkan banyak rumput‟. Hal ini dikarenakan tujuan para petani melakukan aktivitas matun adalah untuk menghilangkan rumput-rumput penganggu yang ada di seluruh petakan sawah.

Matun dilakukan setelah tandur, karena mulai banyak rumput yang tumbuh berdekatan dengan tanaman padi8. Matun adalah mencabut rumput penganggu9, rumput didakuri dan dirawuti menggunakan tangan. Matun dilakukan agar rumput tidak menganggu pertumbuhan tanaman padi, karena rumput akan menyerap nutrisi, pupuk yang

7

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.

8

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 9

diberikan untuk tanaman padi. 6. Mbabat dangkèl damèn

Makna kultural mbabat dikarenakan saat melakukan aktivitas ini petani memangkas dangkèl „sisa pangkasan tanaman padi saat panen‟ menggunakan sabit, karena mamangkasnya dengan cepat maka terdengar bunyi bat-bat-bat maka dinamakan mbabat.

Mbabat dangkèl damèn dilakukan setelah panen dan sebelum petani menggarap sawah. Mbabat dangkèl damèn dilakukan karena masih ada sisa-sisa yakni dangkèl damèn „sisa pangkasan padi yang masih tertanam di sawah‟ di sawah. Mbabat dangkèl damèn dilakukan dengan cara memangkas dangkèl damèn menggunakan sabit10. Mbabat dangkèl damèn dilakukan agar dangkèl damèn hilang dan nantinya sawah bisa digarap kembali.

7. Mbanjari [mbAnjAri]

Makna kultural mbanjari menurut informan berasal dari akronim karêbèn sajajar gampang olèhe nanduri yang bermakna agar tertata mudah untuk menanami, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas mbanjari dilakukan dengan membagi-bagi benih padi sesuai luas petakan dan ditata pada sawah yang siap ditanami hal itu akan memudahkan petani saat menanamnya karena benih padi sudah tertata dan ada didekatnya, maka dinamakan mbanjari.

10

Mbanjari dilakukan setelah benih padi didhaut kemudian dipocongi setelah itu benih dibawa ke sawah, tempat yang siap untuk ditanami11. Makna kultural mbanjari adalah melemparkan pocongan benih ke sawah yang siap untuk ditanami12, kemudian benih dijèjèr „ditata sejajar‟13

. Mbanjari dilakukan agar benih padi rata untuk dibagikan pada setiap petakan14.

8. Mberok [mberOk]

Makna kultural mberok berasal dari kata berok yang bermakna menulis, hal ini dikarenakan mberok menurut informan dilakukan dengan menancapkan tanaman padi dengan menggunakan bantuan kentheng „tali panjang dengan bulatan-bulatan kecil yang masing-masing jarak bulatan kecil kira-kira 20 cm‟ seperti menulis menggunakan penggaris15. Kentheng diulur memanjang satu garis lurus pada kedhokan „petakan sawah‟ kemudian pegangan kentheng ditancapkan pada endhut kedhokan „tanah yang basah di petakan sawah‟16

. Di samping setiap bulatan-bulatan kecil ditanami bibit padi terlebih dahulu mengikuti satu garis lurus kentheng17.

11

Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 12

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman Sularto, 9 Mei 2016.

13

Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 14

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 15

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016.

16

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016. 17

Mberok dilakukan sebelum ngêblak „menanam padi dengan menggunakan blak‟. Mberok dilakukan agar bibit padi yang ditanam bisa sejajar18 dan bisa menjadi acuan saat melakukan ngêblak.

9. Mbongkok pari [mbOGkO? pAri]

Makna kultural mbongkok menurut informan berasal dari akronim bombong anggone ndokok. Bombong sama artinya dengan kêpenak „menjadi enak, nyaman‟. Jadi bombong anggone ndokok bermakna petani menjadi lebih nyaman ketika menaruh padi di kepala atau dipinggul untuk membawanya pulang, hal ini dikarenakan aktivitas mbongkok pari dilakukan dengan cara mengumpulkan terlebih dahulu batang-batang padi kemudian ditaruh pada lembaran krèsèk „karung‟19

, hal ini dilakukan agar bulir-bulir padi pada batang padi tidak berjatuhan di jalan saat dibawa, kemudian batang tersebut diikat melingkar menggunakan senar atau debog „pohon pisang‟20, Mbongkok pari dilakukan agar memudahkan petani untuk membawa batang padi tersebut21.

10. Meme gabah [meme gAbAh]

Makna kultural meme menurut informan bermakna mengeringkan. Hal ini dikarenakan aktivitas meme gabah dilakukan dengan cara

18

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016.

19

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016. 20

Informan: Warsino, 16 Mei 2016 21

menjemur gabah „bulir-bulir padi‟ yang diratakan tipis-tipis pada krèsèk klasa „karung yang lebar‟ di tempat yang panas22. Meme gabah bertujuan agar gabah bisa cepat kering. Setelah gabah kering, gabah bisa cepat disêlèpne atau disimpan23 untuk persediaan makanan bulan-bulan yang akan datang atau untuk dijadikan benih kembali.

11. Mluku [mluku]

Makna kultural mluku menurut informan berasal dari kata wluku ‘alat pertanian berupa kayu dengan penyacat yang lancip’, hal ini dikarenakan saat melakukan aktivitas mluku para petani menggunakan alat wluku untuk membalikkan tanah agar tanah gembur.

Mluku dilakukan sebelum masa menanam padi dan setelah macul24. Kalau dahulu mluku menggunakan sapi atau kerbau namun sekarang karena zaman sudah maju dan adanya alat yang lebih canggih, mluku menggunakan mesin yaitu traktor25. Mluku dilakukan dengan cara membalik tanah menggunakan luku26. Tanah yang diluku itu sama saja seperti tanah yang baru dicangkul27. Luku berupa kayu dengan besi yang menggunakan penyacat, Mluku dilakukan petani dengan memasukkan traktor ke sawah, kemudian traktor dipasangi luku dan

22

Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016

23

Informan: Mami, 29 April 2016. 24

Informan: Kamiyem, 27 April 2016. 25

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.

26

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016. 27

mesin traktor dihidupkan, lalu petani menaiki traktor dan mebawanya mengitari bolak-balik seluruh petakan sawah28. Mluku bertujuan agar tanah menjadi gembur dan membuat tanaman padi menjadi subur. 12. Mocongi [mOcOGi]

Makna kultural mocongi berasal dari kata pocong yang bermakna ikatan, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas mocongi dilakukan dengan mengikat benih padi menggunakan tali. Mocongi dilakukan setelah benih padi didhaut „dicabut‟29 menggunakan dua tangan secara bergantian kemudian apabila sudah mendapat sapocong „satu ikatan‟ kemudian ditali menggunakan tali pring „tali bambu‟30

. Setelah mocongi selesai artinya pocongan winih bisa dilemparkan ke sawah yang disebut dengan mbanjari.

13. Mopok [mOpO?]

Makna kultural mopok dikarenakan saat melakukan aktivitas ini blêthok „gumpalan tanah‟ yang ditaruh di galengan „pematang sawah‟ lalu digacrokne „dipukul-pukul‟ menggunakan cangkul akan terdengar bunyi pok-pok-pok, jadi dinamakan mopok.

Mopok dilakukan setelah galengan „pematang sawah‟ sudah dialisi31. Mopok dilakukan dengan cara menaruh blêthok „gumpalan tanah‟ ditaruh di galengan „pematang sawah‟ lalu digacrokne „dipukul-

28

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 29

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 30

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016. 31

pukul‟ menggunakan cangkul dan dihalus-haluskan32

. Para petani melakukan mopok untuk memperbaiki pematang sawah agar menjadi baru33 serta air dapat menggenang dipetakan sawah dan air tidak bocor ke petakan sawah lain34.

14. Mulung gabah [mulUG gAbAh]

Makna kultural mulung berasal dari kata pulung yang bermakna mengambil, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas mulung dilakukan dengan mengambil gabah „bulir-buli padi‟ yang dijemur kemudian dimasukkan ke dalam karung.

Mulung gabah dilakukan petani dengan cara mengumpulkan kemudian memasukkan gabah „bulir-buli padi‟ dalam krèsèk „karung‟35

. Mulung gabah dilakukan setelah meme gabah „menjemur bulir-bulir padi‟. Jika gabah mulai mengering maka gabah bisa dipulung „diangkat‟ dan bisa dimasukkan ke dalam krèsèk namun mulung gabah bisa juga dilakukan pada saat meme gabah namun tiba-tiba hujan atau tidak ada terik sinar matahari maka gabah harus dipulung agar tidak basah lagi.

15. Nampingi [nAmpiGi]

Makna kultural nampingi berasal dari kata tamping yang bermakna

32

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.

33

Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 34

Informan: Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016. 35

tepi, tanggul. Hal ini dikarenakan menurut informan nampingi dilakukan dengan cara mencangkul galengan „pematang sawah‟ yang tinggi bagian tepi, sebagai tanggul agar air tidak bocor36. Tanah pada galengan bagian tepi/tanggul dikurangi sedikit menggunakan cangkul. Nampingi dilakukan petani agar galengan bersih dari rumput dan rumput tidak tumbuh kembali37.

16. Ndhaut [nDAUt]

Makna kultural ndhaut menurut informan berasal dari kata dhaut yang bermakna lepas, karena ndhaut dilakukan agar benih yang ditanam dapat lepas dari êndhut „tanah basah‟ di sawah.

Ndhaut dilakukan setelah bibit padi yang sudah disebar telah tumbuh. Ndhaut dilakukan petani dengan menggunakan kedua tangan untuk mencabut benih padi masing-masing satu genggaman tangan kemudian jika sudah mendapat satu genggam tanah yang masih menempel pada bibit padi diplirit agar tanahnya hilang38.

17. Ndhêdhêt [nD|D|t]

Makna kultural ndhêdhêt menurut informan berasal dari jarwa dhosok padhêt-padhêt yang bermakna padat. Jadi ndhêdhêt bermakna agar tanah di sawah padat dan bisa menutupi lubang sehingga dapat

36

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.

37

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Warsino, 16 Mei 2016.

38

tersumbat dan air tetap menggenangi petakan sawah.

Ndhêdhêt dilakukan dengan cara menginjak-injak lubang di kedhokan „petakan sawah‟ agar lubang bisa tersumbat, hal ini dilakukan agar air

tetap di kedhokan dan tidak kemana-mana39. Ndhêdhêt dilakukan agar kedhokan digenangi air dan tanaman padi tidak kekeringan.

18. Nêbaske pari [n|bAske pAri]

Makna kultural nêbas menurut informan berasal dari akronim ngêdol tur bablas „menjual dan tanpa berhenti‟, maksudnya menjual padi di sawah tanpa memanennya sendiri, Hal ini dikarenakan para petani melakukan nêbaske pari dengan cara menjual padi yang sudah menguning kepada pembeli40 namun dalam keadaan tanaman padi masih di sawah, tanpa harus memanennya sendiri dan langsung mendapatkan hasil berupa uang41.

19. Ngalisi [GAlisi]

Makna kultural ngalisi menurut informan berasal dari kata kalis yang memiliki arti lain yaitu ora bisa têlês, ora bisa campur, hal ini dikarenakan banyak rumput yang berada di galêngan „pematang sawah‟, rumput tersebut tidak boleh menyatu dengan galengan maka sebagian galêngan harus disingkirkan, jadi saat menyingkirkan sebagian galêngan agar rumput tidak lagi tumbuh dinamakan ngalisi. Ngalisi dilakukan sebelum mopok, ngalisi dilakukan petani dengan

39

Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 40

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016. 41

cara mencangkul galengan yang rendah bagian samping42, tanah galengan yang rendah pada bagian samping dikurangi setengahnya menggunakan cangkul dan hal itu dilakukan untuk seluruh petakan sawah yang rendah. Ngalisi bertujuan agar galengan bersih dari rumput-rumput43.

20. Ngaraki [GArAki]

Makna kultural ngaraki berasal dari kata arak yang bermakna mengantarkan bersama-sama, hal ini dikarenakan menurut informan ngaraki dilakukan dengan cara mengumpulkan sisa dedaunan yang jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg kemudian secara bersama-sama sisa dedaunan dibawa untuk aktivitas selanjutnya yakni gêbug kawul.

Ngaraki dilakukan setelah padi dirèntèg „merontokkan padi dengan rèntèg‟44

, saat padi dirèntèg, gabah jatuh bersamaan dengan kawul/ uwuh, kawul atau uwuh adalah sisa-sisa dedaunan padi yang jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg. Ngaraki dilakukan dengan cara mengambil dan mengumpulkan kawul atau uwuh yang jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg45. Setelah ngaraki kemudian para petani memukul-mukul kawul tersebut yang biasanya disebut

42

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016. 43

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Warsino, 16 Mei 2016.

44

Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016. 45

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.

dengan istilah gêbug kawul. 21. Ngasaki [GAsA?i]

Makna kultural ngasak, dikarenakan saat mencari dan mengambil padi yang tertinggal setelah padi dipangkas akan terdengar suara kumrasak, jadi dinamakan ngasak, karena dilakukan berulang-ulang menjadi ngasaki.

Ngasaki dilakukan dengan mencari-cari, menggosok-gosok untuk mengambili padi yang tertinggal saat ngerit „memangkas padi menggunakan sabit‟46

. Ngasaki dilakukan agar padi tidak terbuang sia-sia karena nantinya bisa untuk tambahan makanan47.

22. Ngayaki [GAyA?i]

Makna kultural ngayaki berasal dari kata ayak yang bermakna menyaring, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas ngayaki dilakukan dengan cara menyaring gabah menggunakan tampah yang berlubang kecil-kecil agar gabah dapat terpisah dari sisa dedaunan padi.

Ngayaki dilakukan setelah padi dirèntèg „merontokkan padi dengan rèntèg‟. Ngayaki dilakukan untuk membuang uwoh „sisa-sisa daun padi yang ikut tercampur setelah dirèntèg‟ agar gabah bersih dari uwoh. Kalau sudah bersih tinggal mengeringkan tanpa

46

Informan: Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016 47

membersihkannya lagi48. Ngayaki dilakukan dengan cara menaruh gabah hasil rèntègan ke irig „tampah bolong-bolong‟ kemudian memutar-mutarnya dengan kedua tangan49.

23. Ngêblak [G|blA?]

Makna kultural ngêblak berasal dari kata êblak yang bermakna membuat pola, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas ngêblak dilakukan dengan cara menanam benih padi satu per satu menggunakan papan kayu yang sudah diberi garis yang masing-masing garis berjarak sama.

Ngêblak dilakukan setelah petani melakukan mberok50. Ngêblak yaitu menanam padi menggunakan blak51, blak adalah papan panjang yang terbuat dari bambu yang memiliki garis-garis warna, yang masing-masing garis mempunyai jarak 20-25 cm52. Ngêblak dilakukan petani dengan cara meletakkan papan panjang di samping kentheng namun dengan arah terbalik. Jika kentheng diletakkan secara horizontal maka blak diletakkan secara vertikal, kemudian petani dapat menancapkan benih padi pada êndhut „tanah yang basah‟ di samping garis-garis pada blak yang telah disediakan53, jika sudah selesai satu garis lurus

48

Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016

49

Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016. 50

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016

51

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; 52

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016 53

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016

pada blak maka petani akan memindahkan blak ke belakang ke acuan padi yang sudah diberok sebelumnya. Hal itu dilakukan secara berulang-ulang sampai sakêdhokan „sepetak‟ penuh dan berlaku untuk seluruh petakan sawah. Ngêblak dilakukan agar tanaman padi bisa sejajar jaraknya54, dengan begitu akan memudahkan petani untuk melakukan aktivitas selanjutnya yaitu nyosrok „membersihkan rumput pada petakan sawah menggunakan alat yaitu sosrok‟ serta hasil padi yang didapat bagus55 karena tanaman padi bisa tumbuh sama dengan pupuk yang merata.

24. Ngêdhos [G|DOs]

Makna kultural ngêdhos berasal dari kata êdhos yang bermakna kêpenak „membuat enak‟, hal ini dikarenakan menurut informan sebelum ada cara merontokkan padi dengan cara ngêdhos, petani merontokkan padi dengan cara nggêpyoki „memukul-mukulkan‟. Petani menganggap cara ngêdhos jauh lebih enak dari pada merontokkan padi dengan cara nggêpyoki, karena ngêdhos lebih cepat dan tidak terlalu membutuhkan terlalu banyak tenaga seperti saat nggêpyoki.

Ngêdhos sama saja ngrèntèg56, Ngêdhos dilakukan dengan menaruh kaki pada ayuhan „alat perontok padi‟ kemudian mengayuhnya57

54

Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016.

55

Informan: Kamiyem, 27 April 2016. 56

Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 57

dengan cepat agar bulatan kayu dengan paku-paku yang menempel di dalam rèntèg dapat berputar dan dapat merontokkan batang padi yang dimasukkan ke dalam rèntèg.

25. Ngêkum gabah [G|kUm gAbAh]

Makna kultural ngêkum berasal dari kata kum yang bermakna merendam, hal ini dikeranakan aktivitas ngêkum gabah dilakukan dengan cara merendam gabah di dalam air.

Ngêkum gabah dilakukan petani untuk mempersiapkan benih padi yang akan disebar. Terlebih dahulu gabah „bulir-bulir padi‟ dijemur sampai kering di bawah terik sinar matahari58. Cara ngêkum gabah yang dilakukan petani satu dan petani lainnya berbeda-beda, ada yang setelah dijemur kering langsung dimasukkan ke dalam ember yang berisi air dingin, ada pula yang menggunakan air mendidih saat ngêkum gabah, yang sebelumnya air mendidih dimasukkan garam sedikit setelah itu gabah dimasukkan, garam dipercaya dapat memperbanyak dan mempercepat tumbuhnya gabah59. Gabah dikum selama satu hari satu malam dalam ember atau bak, kemudian setelah itu gabah bisa dientas „diangkat‟ untuk selanjutnya dipêp dalam karung60.

58

Informan: Tinem, 30 April 2016. 59

Informan: Tinem, 30 April 2016. 60

26. Ngêlêpi [G|l|pi]

Makna kultural ngêlêpi berasal dari kata lêp. Lêp menurut informan berasal dari akronim klêlêp yang bermakna masuk ke dalam air, hal ini dikarenakan aktivitas ngêlêpi dilakukan dengan cara memasukkan air ke sawah agar tanaman padi dapat terkena dan digenangi air, yang nantinya diharapkan tanah menjadi basah, tanaman padi dapat hidup dan tumbuh subur61. Ngêlêpi dilakukan untuk mengaliri sawah62 dengan air sungai, terlebih dahulu petani nurut banyu „mengikuti arus air‟ di sungai, kalau air sudah mengalir di sungai, galengan paling atas dibedah agar air dapat mengaliri sawah63.

27. Ngênèni [G|nEni]

Ngênèni dilakukan sebelum para petani mengenal ngêrit „memangkas batang padi menggunakan sabit‟64

, namun sekarang sudah tidak ada lagi petani yang melakukan aktivitas ngênèni65. Makna kultural ngênèni menurut informan berasal dari kata èni yang bermakna panen, petik atau unduh, hal ini dikarena aktivitas ngênèni dilakukan untuk memanen padi dengan cara memetik batang padi dengan menggunakan ani-ani66, kayu dilengkungkan kemudian diberi ani-ani

61

Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 62

Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 63

Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016. 64

Informan: Paiman Sularto, 9 Mei 2016. 65

Informan: Tinem, 30 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman Sularto, 9 Mei 2016.

66

Informan: Tinem, 30 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman Sularto, 9 Mei 2016.

dan diberi pegangan dari bambu67. Ngênèni dilakukan dengan cara memetik satu per satu batang yang terdapat buli-bulir padi tanpa mengikutkan daunnya68. Batang padi digenggam tangan kri sedangkan tangan kanan memegang ani-ani kemudian memangkas batang padi dalam genggaman menggunakan ani-ani69. Setelah mendapatkan satu

Dokumen terkait