• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Lafad Zikir Pada Ayat Makiyah dan Madaniyah

























25. pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim (14): 25)

Kemudian dijelaskan juga pada ujung ayat 25, tentang perumpamaan yang indah supaya manusia ingat, perumpamaan pohon yang baik, agar bibit pohon itu yang telah ada dalam jiwa dan akal sejak kita dilahirkan ke dunia jangan sampai layu. Biar dia tumbuh dengan suburnya. Kewajiban rumahtangga memelihara pohon al-hayah ini pada seisi rumahtangga, kewajiban orangtua memupuknya pada anak. Dia harus dipelihara terus. Pemeliharaan itulah yang di dalam bahasa arab disebut Taqwa, berasal dari kalimat wiqayah, artinya pemeliharaan. Jangan ada yang menghambatnya dari cahaya matahari. Cahaya matahari itu diambil dengan mengerjakan sembahyang, sehingga sampailah dahan dan cabang kayu itu ke langit. Segala amal yang shalih, budi yang mulia, cinta dan kasih kepada manusia, tangan yang murah memberi, dan lainnya, itulah buahnya.

Zikir yang berarti memikirkan fenomena alam, yakni mengingat-Nya yang dilakukan dengan mengingat sambil menyebut nama-Nya dengan selalu ingat kepada Allah sebanyak-banyaknya di manapun, kapanpun dan dalam suasana apapun dengan selalu berzikir mengagungkan nama-Nya, menyatakan syukur, mengakui kesucian dan kemuliaan Allah di dalam semua gerak ciptaan-Nya. Serta memikirkan tentang kebesaran Allah di alam dunia, dengan adanya tanda-tanda berbagai macam warna serta banyak perumpamaan yang ada di alam dunia ini menunjukan suatu keindahan pencipta-Nya.

C. Makna Lafad Zikir Pada Ayat Makiyah dan Madaniyah

Setelah diuraikan ayat-ayat zikir yang telah disebutkan diatas, kemudian penulis menganalisis Makna zikir pada beberapa ayat makiyah dan madaniyah yang akan penulis jelaskan. Berikut penjelasannya di bawah ini:

a. Ayat Makiyah

Dalam QS. Thahaa (20): 14, tergolong pada ayat makiyah tengah, Allah berfirman:

























14. Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.(QS. Thahaa (20): 14)

Dalam Kitab Tafsir At-Tibyan Fi I‟rabil Qur‟an, bahwa Lam yang terdapat pada سكرن bekaitan dengan lafad مقا, dan pentaqdirannya adalah يسكذ دىع ياٌ إ.41 Menurut Imam Mujahid, maksud ayat tersebut adalah اهٍف ىوسك رتن ةلاّصنا مقا.42 Sedangkan Hamka mengatakan ayat diatas bahwa pangkal segala pokok risalat dan nubuwwat adalah Tuhan, yang terlebih dahulu diwahyukan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul Allah. Ayat ini berisi tentang perintah Allah kepada Nabi Musa untuk mempercayai Tuhan, dengan disembah, dikhidmat dan dipuja, yang bertujuan untuk menguatkan jiwa bagi Musa sebagai seorang Rasul Allah dan untuk menjadikan diri selalu ingat kepada Allah.43

Kemudian terdapat juga pada QS. Al-Araf (7): 63, ayat ini termasuk pada golongan makiyah akhir, Allah berfirman:





























63. Dan Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar Dia memberi peringatan kepadamu dan Mudah-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat? (QS. Al-A‟raaf (7): 63).

Lafad مك ءاج نأ مكّبز همسكذ bermakna تناسسنا ةىّبو (risalah kenabian).44 Hamka mengatakan bahwa ayat diatas berisi tentang peringatan atau teguran kepada kaum yang tidak percaya bahwa seorang manusia dari kalangan mereka sendiri atau saudara mereka sendiri diangkat menjadi Rasul dan mereka tidak percaya kepada manusia yang mengatakan mendapat wahyu Ilahi, menyampaikan ancaman neraka bagi yang musyrik, dan tidak percaya bahwa manusia itu menyeru bertaqwa kepada Allah, mereka pun tidak percaya dengan mereka yang mengatakan bahwa Allah akan melimpahkan rahmat

41 Maktabah Syameela, At-Tibyan Fi I‟rab Al-Qur‟an, Juz 2, hlm. 887.

42 Maktabah Syameela, Al-Kafyf Wal Bayan „An Tafsir al-Quran, Juz 6, hlm. 240.

43 Hamka, Tafsir-Al Azhar Juz XVI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), hlm. 133.

44 Maktabah Syameela, Al-Kafyf Wal Bayan „An Tafsir al-Quran, Juz 4, hlm. 244.

kepada orang-orang yang bertaqwa. Intinya, mereka sangat tercengang jika di ajak bertauhid, dan mereka masih senang dengan syirik.45

Kemudian terdapat juga pada QS. Shaad (38): 1, ayat ini termasuk pada golongan makiyah tengah, Allah berfirman:

1. Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan.(QS. Shaad (38): 1)

Lafad سكرنا menurut Sayidina Ibnu Abbas bermakna ن اٍبنا يذ (yang memiliki penjelasan).46 Hal tersebut berdasarkan firman Allah Swt, dan menurut pendapat yang lain mengatakan bahwa lafad سكرنا bermakna زّهجو ّزع اللهسكذ يذ.47 Hamka mengatakan maksud ayat di atas adalah tuntunan atau bimbingan yang berisi suatu peringatan tentang berita orang yang dahulu, orang yang sekarang dan masa yang akan datang, yakni peringatan tentang dunia dan akhirat, bahwa untuk kebahagiaan hidup di akhirat, isilah baik-baik hidup di dunia ini dengan perbuatan dengan amalan yang shalih. Al-Quran juga mempunyai arti, yakni sebagai syarif, yang berarti muliawan, dan kariim yang berarti kemurahan Ilahi dan majiid yang berarti kurniawan. Tiga di antara sifat Allah yang mulia ditumpahkan menjadi sifat dari al-Quran, karena dia dalam bimbingan Ilahi bagi insan seluruhnya.48

b. Ayat Madaniyah

Beberapa ayat yang termasuk pada madaniyah, yakni QS. Al-Hadid (57): 16, QS.

Al-Imran (3): 7 dan QS. Al-Munafiqun (63: 9. Berikut penjelasannya:

16. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas

45 Hamka, Tafsir-Al Azhar Juz VIII, (Jakarta: Pusaka Panjimas, 1984), hlm. 272-273.

46 Maktabah Syameela, Al-Kafyf Wal Bayan „An Tafsir al-Quran, Juz 8, hlm. 176.

47 Maktabah Syameela, Al-Kafyf Wal Bayan „An Tafsir al-Quran, Juz 8, Loc., Cit.

48 Hamka, Tafsir-Al Azhar Juz XXIII, (Jakarta: Pusaka Panjimas, 1983), hlm. 188.

mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.

(QS. Al-Hadid (57): 16)

Maksud dari lafad سكرن tersebut berkaitan dengan lafad عشخت.49 Lafad اللهسكرن merupakan masdar, dan taqdirnya adalah قحنا مٌزىتو اللهسكرن artinya, supaya mengingat Allah dan menurunkan kebenaran.50 Hamka menjelaskan dalam ayat ini berupa pertanyaan, dan pertanyaan itu dihadapkan kepada orang yang telah mengaku beriman sendiri. Hendaknya sesudah kita mengakui diri kita beriman, hendaklah terbukti pada sikap hidup kita sendiri. Terutama bahwa orang yang beriman itu hati mereka selalu khusyu‟ kepada Allah. Maksudnya Khusyu‟ dengan hati yang rendah dan tunduk kepada Tuhan, yang insaf akan kerendahan dan kelemahan diri berhadapan dengan kuat kuasa Ilahi. Seperti hati yang khusyu‟ apabila mengingat Allah, apabila nama Tuhan disebut orang, dan mendengar orang membaca al-Quran.51

 muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Al-Imran (3): 7)

Pada ayat diatas وyang terdapat pada lafad سك ّرٌ امو, adalah لاحو dan ام menafikan lafad سك ّرٌ.52 Lafad سك ّرٌ امو , bermakna ناسقنا ًف امب ظعتٌ امو , yakni sesuatu yang diajarkan di dalam al-Quran.53 Hamka mengatakan pada ayat diatas berisi tentang ayat-ayat dalam al-Quran ada dua macam, yakni ayat-ayat muhkam dan ayat-ayat mutasyabbih.

Misalnya ayat-ayat yang mengenai hukum, memerintahkan sembahyang, membayar zakat, mengerjakan puasa, naik haji dan sebagainya. Demikian juga tentang pembagian

49 Maktabah Syameela, Kitab Al Jadwal Fi I‟rabil Quran, juz 27, hlm. 148.

50 Maktabah Syameela, Kitab Al-Tafsir Al-Munir, juz 7, hlm. 312.

51 Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu‟XXVII, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas), hlm. 289.

52 Maktabah Syameela, I‟rab Al-Quran Al-Karim, Juz 1, hlm. 124.

53 Maktabah Syameela, Tafsir Al-Baghowy, Juz 1, hlm. 412.

waris harta pusaka, sebab jelas diterangkan, misalnya laki-laki mendapat dua kali sebanyak yang diterima oleh perempuan. Ayat-ayat yang muhkam disebut sebagai ibu dari kitab. Ibu kitab artinya yang menjadi sumber hukum, yang tidak bisa diartikan lain lagi. Tetapi ada lagi ayat yang mutasyabbih. Arti yang asli dari kata mutasyabbih ialah serupa-serupa, macam-macam, tidak tepat kepada suatu arti dan panjang lebar mengenai perbincangan ulama tentang maksud mutasyabbih itu.54





































9. Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.

Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. (QS. Al-Munafiqun (63: 9).

Secara gramatikal bahasa Arab, Lafad اللهسكذ هع, berkaitan dengan fi‟il dan lafad الله di mudhofkan kepada lafad ٌسكذ .55 Dan lafad ٌسكذ , bermakna سمخنا ثاىهصنا.56 Kemudian dalam Tafsir al-Qurtubi, lafad اللهسكذ هع bermakna haji dan zakat, membaca al-Quran, melanggengkan zikir, dan shalat lima waktu. Dan menurut pendapat al-Hasan adalah semua ibadah fardhu.57 Kemudian dalam tafsir ar-Razi, lafad اللهسكذ هع bermakna sesuatu yang di fardhukan oleh Allah seperti, shalat, zakat, haji, taat kepada Allah, shalat lima waktu.58 Hamka mengatakan bahwa Tuhan memberikan ingat kepada orang yang mengaku beriman agar mereka jangan sampai terperosok ke dalam suasana kemunafikan. Di antara sebab yang terpenting ialah karena hidup telah diliputi dengan kebimbangan. Di antara yang menyebabkan munculnya perasaan bimbang adalah harta benda dan keturunan. Karena mereka menyangka kekayaan itu ialah harta yang menumpuk. Mereka lupa bahwa kekayaan benda akan kosong yang bersifat sementara.

Artinya, kalau tidak ada kekayaan jiwa dengan senantiasa ingat kepada Allah orang yang demikian, bagaimanapun banyaknya harta dan berkembangbiak, keturunannya, dia

54 Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz III, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 108.

55 Maktabah Syameela, I‟rab al-Quran Al-Karim, Juz 3, hlm. 346.

56 Maktabah Syameela, Tafsir Al-Baghowy, Juz 5, hlm. 101.

57 Maktabah Syameela, Tafsir Al-Qurtubi, Juz 18, hlm. 129.

58 Maktabah Syameela, Tafsir Ar-Razi, Juz 30, hlm. 17.

adalah rugi, sebab kekayaan harta tanpa kekayaan batin adalah kemiskinan dan siksa yang tidak berkeputusan.59

Dari penjelasan beberapa ayat diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

No

Ayat Makiyah

Surat Ayat Makna

1

QS. Thahaa (20):

14    Mengingat QS. Al-Araf (7):

63     Risalah kenabian QS. Shaad (38): 1   

Yang memiliki penjelasan

2 Ayat

Madaniyah

QS. Al-Hadid

(57): 16     

Sesuatu yang diajarkan dalam

al-Quran QS. Al-Imran (3):

7    

Mendirikan shalat QS.

Al-Munafiqun (63: 9      Mengingat

a. Ayat makiyah yang terdapat pada QS. Thahaa (20): 14, QS. Al-Araf (7): 63, QS.

Shaad (38): 1, yakni jelas ayatnya pendek-pendek dan mengandung kata-kata sumpah, menjelaskan tentang perintah atau ajakan beribadah kepada Allah seperti memerintahkan sembahyang, mengajak bertauhid dan bertaqwa kepada Allah, menceritakan tentang nabi dan umat terdahulu serta perjuangan Nabi Muhammad dalam menghadapi tantangan-tantangan kaum musyrik.

b. Sedangkan ayat madaniyah yang terdapat pada QS. Al-Hadid (57): 16, QS. Al-Imran (3): 7 dan QS. Al-Munafiqun (63: 9, yakni surat dan sebagian ayatnya panjang-panjang, mengandung seruan-seruan terhadap kaum munafik, menerangkan tentang ayat-ayat muhkam dan mutasyabbih yang mengandung ibadah, hukum, membayar zakat, mengerjakan puasa, naik haji, warisan, dan keutamaan berjihad.

59 Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu‟XXVII, (Jakarta: PT. Pustaka Islam Surabaya, 1975), hlm. 272.

Dokumen terkait