• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Lembaga Perkawinan Masyarakat Batak Toba

BAB IV INTEPRETASI DATA

4.3. Hasil Interpretasi Data …

4.3.1. Makna Lembaga Perkawinan Masyarakat Batak Toba

Perkawinan adalah merupakan implementasi perintah Tuhan yang melembaga dalam masyarakat untuk membentuk rumah tangga dalam ikatan kekeluargaan, sama konsepnya dengan pasal 1 ayat(1) undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974, mengatakan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa”

Perkawinan tidak saja menimbulkan hubungan hukum antara suami dan isteri akan tetapi juga menimbulkan hubungan hukum terhadap anak-anak dan harta kekayaan dalam perkawinan, karena itu keharmonisan dalam suatu keluarga harus benar-benar di pertahankna sehingga tujuan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia dapat terwujud. Perkawinan yang hanya mengandalkan kekuatan cinta tanpa disertai oleh persiapan yang matang untuk melanjutkan proses penelusuran kehidupan akan banyak mengalami kelemahan. Jadi untuk memasuki suatu perkawinan bukan hanya cinta sejati yang dibutuhkan melainkan pemikiran rasional dan dapat meletakkan dasar-dasar lebih kokoh dari suatu perkawinan, sedangkan perkawinan itu sendiri merupakan suatu proses awal dari perwujudan bentuk-bentuk kehidupan manusia.

Perkawinan bukanlah sekedar ritus untuk mengabsahkan hubungan seksual antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan penting untuk menjaga keutuhan lembaga tersebut. Setiap perkawinan mempunyai

tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Kebahagian lahir dan bathin menjadi dambaan setiap manusia.

Perkawinan pada hakikatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam suatu masyarakat yang di bawah suatu peraturan khusus yang diperhatikan baik oleh agama, negara maupun adat. Artinya bahwa dari peraturan tersebut betujuan untuk mengumumkan status baru kepada orang lain sehingga suatu pasangan dapat diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah menurut hukum, baik agama, Negara dan adat

Berikut adalah hasil pernyataan informan yang ditemukan dilapangan mengenai pandangan masyarakat tentang perkawinan sebagaimana dikemukakan oleh informan R.S (Pr,38 tahun)

“perkawinan itu menurut saya adalah suatu hubungan yang suci yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang membentuk satu keluarga dan untuk meneruskan keturunan”

Informan A.S (Pr, 43 tahun) mengemukakan juga tentang perkawinan adalah : “ikatan antara suami dan isteri yang dimana telah membuat janji dan membentuk sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia, dan bersama-sama menanggung baik suka, maupun duka, sampai maut memisahkannya. Suami mencari nafkah untuk keluarga , melindungi keluarga, isteri juga harus berbakti pada suami dan menjalankan fungsi isteri sebagai ibu untuk anak-anaknya dan isteri bagi suaminya”

Hal serupa juga dikatakan oleh Pdt.M.P (Lk,48 tahun) sebagai berikut “Perkawinan adalah hal yang sangat sakral dan suci, karena perkawinan/pernikahan hanya dialami sekali dalam seumur hidup, dan itu jugalah yang diajarkan setiap agama, agama apa pun mengajarkan perkawinan kalau boleh sekali dalam seumur hidup”

Secara umum dalam masyarakat dapat ditemukan beberapa pengertian perkawinan yaitu:

- Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri

- Ikatan lahir bathin ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah tangga )yang bahagia , kekal dan sejahtera.

- Dasar ikatan lahir bathin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan pada KeTuhanan Yang Maha Esa.

Menurut adat pada umumnya di indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai ‘perikatan perdata’ tetpi juga merupakan ‘perikatan adat’ dan sekaligus ‘perikatan kekerabatan dan kekeluargaan’. Perkawinan dalam arti’perikatan adat’ adalah perkawinan yang mempunyai hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan . dalam hal ini pasangan yang telah menikah mendapat perhatian dari orang tua untuk dapat membina dan memelihara perkawinan yang mereka jalani agar tercipta keluarga yang rukun, utuh dan kekal selama-lamanya.

Masalah perkawinan adalah masalah yang pokok dalam kehidupan manusia , karena dengan perbuatan itu, mempunyai pengaruh yang besar terhadap roda penghidupannya. Demikian juga halnya pada masyarakat Batak Toba, masalah perkawinan adalah masalah yang berpengaruh besar didalam hidupnya dan malah kadang-kadang merupakan fase yang menentukan didalam perjalanan hidup seseorang. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan perkawinan atau pernikahan itu sendiri, sehingga dinamakan begitu penting didalam penghidupan masyarakat

Batak Toba . Berikut ada juga pandangan informan tentang tujuan atau makna dari pernikahan itu adalah:

Bapak B.S ( Lk, 57 tahun) mengemukakan

” Pernikahan itu penyatuan dua hati yang saling mengikat janji satu sama lain dalam kesusahan dan kebahagian bersama-sama.... Dan juga sampai maut yang memisahkan keduanya....”

Hal yang sama juga dikemukakan oleh informan St.R.S (Lk, 39 tahun) mengatakan “Menyatukan dua orang, dengan kepribadian serta latar belakang yang berbeda dalam satu komitmen. Persatuan dua perbedaan yang akan mencapai satu tujuan demi kebahagiaan bersama, pernikahan tempat saling berkorban, menangis, tertawa, memahami, mengalah satu sama lain, dua untuk menuju satu yang akhirnya mendapat keturunan ”

Dalam sistem kekerabatan patrilinial, corak utama perkawinan dalam sistem kekeluargaan ini adalah perkawinan dengan jujur (Sinamot=Batak). Pemeberian jujur dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan adalah sebagai lambang diputuskannya hubungan kekeluargaan isteri dengan orang tuanya dan juga nenek moyangnya. Dengan kata lain, diputuskan dari kerabat dan persekutuannya. Setelah perkawinan, isteri masuk sama si lelaki dalam keluarga suaminya. Jadi perkawinan jujur dalam sistem kekeluargaan patrilinial ini, yang membeli si isteri bukan hanya suaminya melainkan juga keluarga dari suaminya. Dengan demikian anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan masuk menjadi keluarga suamninya dan memakai marga keluarga suami. Hubungan anak dengan keluarga ayahnya dianggap lebih penting derajatnya.

Perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan Dalihan Na Tolu, dan upacara agama serta catatan sipil hanya pelengkap belaka. Perkawinan orang Batak yang hanya diabsahkan dengan upacara serta catatan sipil

boleh dikatakan masih dianggap perkawinan gelap oleh masyarkat Batak dilihat dari sudut adat Dalihan Na Tolu. Buktinya adalah apabila timbul keretakan didalam suatu rumah tangga demikian, maka sudah pasti Marga dari masing-masing pihak tidak merasa ada hak dan kewajiban untuk mencampurinya.

Dalam suku Batak Toba yang menganut sistem patrilinial yang lebih mengutamakan kedudukan anak laki-laki , apabila seorang isteri telah melahirkan anak laki-laki maka posisinya sudah kuat didalam keluarga, akan tetapi jika hanya ada anak perempuan maka keluarga itu dianggap punah karena tidak ada anak laki-laki yang meneruskan marga ayahnya.

Berikut adalah hasil wawancara dengan B.S(Lk,52 tahun)

“perkawinan bertujuan mempertahankan garis keturunan bapak, sehingga anank laki-laki harus melaksanakan bentuk perkawinan ambil isteri dengan membayar jujur (Tuhor=Batak)” Hal serupa juga dikatan oleh informan M.S(Lk,38 tahun)

“bahwa tujuan perkawinan itu juga adalah meneruskan bagian clan,suku dan keluarga”

Sedangkan tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut “garis-garis kebapakan atau keibuan atau keibubapakan untuk kebahagiaan rumah tangga, keluarga/kerabat, dan untuk memeroleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian dan juga mempertahankan kewarisan”. Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antara suku bangsa Indonesia yang satu dan yang lainnya berbeda-beda pula, termasuk lignkungan hidup dan agama yang dianut berbeda, maka tujuan perkawinan adat bagi masyarakat adat berbeda-beda diantara suku bangsa yang satu

dengan suku bangsa yang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, serta akibat hukum dan upacara perkawinannya berbeda-beda.

Dalam suku Batak Toba bahwa perkawinan juga mempunyai fungsi untuk medapatkan keturunan, meneruskan marga dan juga akan diperhitungkan dalam adat. Perkawinan yang telah dilakukan bukan berarti mereka sudah diperhitungkan dalam adat. Sebelum keluarga tersebut mempunyai anak maka mereka belum dikatan keluarga yang gabe yang belum memiliki anak.

Berikut adalah hasil wawancara saya dengan informan saya B.P (48 tahun) mengatakan

“bahwa anak merupakan simbol dari keluarga yang sudah gabe. Terutama anak laki-laki, tanpa kehadiran anak maka keluarga ini tidak akan diprhitungkan dalam keluarga lainnya”

Hal serupa juga dikatakan R.S (Pr, 45 tahun)

“anak laki-laki sangat diperhitungkan dalam orang Batak, makanya ada yang cerai atau mencari isteri yang lain gara-gara tidak memilik anak, apalagi anak laki-laki”

Maka, dengan dilaksanakannya perkawinan diharapkan mendapatkan keturunan yang menjadi penerus silsilah orang tuanya, tetapi perkawinan menurut hukum adat itu tidak semata-mata berarti suatu ikatan anatara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk masksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan pihak suami.

Masyarakat Batak Toba memiliki sistem sosial budaya yang khas dan hanya terdapat dimasyarakat Batak saja yaitu yang disebut dalihan Na Tolu. Dalihan Na

Tolu meupakan ikatan kekerabatan adat istiadat pada suku Batak . Dalihan Na Tolu disebut juga Tungku Nan Tiga yang artinya adalah merupakan ungkapan yang menyatatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak.

Dalihan Na Tolu terdiri dari :

1. Boru/ putri : pihak keluarga menantu berfungsi sebagai parhobas/pelayan yang mengurus segala kepentingan acara "elek marboru" yang berarti harus perduli dan menyayangi pihak menantu.

2. Dongan sabutuha/teman seperut artinya dari rahim yang sama : kakak beradik, saudara setali-sedarah kakak beradik dalam garis patrilineal, merupakan sumber utama pendanaan dari suatu acara misalnya pernikahan. "Manat mardongan tubu/sabutuha" harus hati2 menghadapi kakak beradik.

3. Hula-hula somba marhula-hula/ hormat terhadap besan dalam hal ini kita berada dalam pihak wanita atau istri.

Seperti hal yang ditemukan dalam informan P.P (Lk,52 tahun) mengatakan bahwa fungsi dari Dalihan Na Tolu itu adalah

”dalihan natolu itu untuk menjaga keseimbangan... kalo salah satu kakinya pincang pasti periuk yang diatasnya akan miring dan masakannya ga akan mateng secara merata...makanya perlu ada keseimbangan itu...”

Hal yang sama juga dikatakan informan R.Pasaribu (Lk,55 tahun) tentang Dalihan Na Tolu

“dalihan Na Tolu itu merupakan penggerak adat dalam masyarakat Batak Toba, dan berfungsi untuk memberi keseimbangan dalam proses adat, baik itu hula-hula,boru dan hahanggi yang salah satunya tidak boleh tidak ada. Sehingga dalam

adat Batak Toba itu, baik itu anak laki-laki maupun boru diwajibkan untuk menikah, karena satu pihak saja tidak ada maka adat itu tidak terlaksana”

Dalihan Na Tolu juga berfungsi untuk menyelesaikan dan bereperan untuk mengusahakan perdamaian apabila terjadi perelisihan dianatara suami isteri , diantara yang bersaudara dan juga dalam hal upacara perkawinan.

Dokumen terkait