• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Mbaru Niang

1. Makna Mbaru Niang

Secara etimologis, mbaru niang dalam bahasa Manggarai Wae Rebo adalah mbaru yang berarti rumah dan niang berarti berbentuk kerucut.

Sehingga mbaru niang adalah rumah yang berbentuk kerucut. Makna mbaru niang untuk masyarakat Wae Rebo adalah sebagai simbol persatuan kampung dan melambangkan seorang ibu yang selalu melindungi penghuni rumah (Keling, 2016).

Lebih lanjut, mbaru niang inti di kampung Wae Rebo berjumlah tujuh buah, dengan salah satunya merupakan rumah adat atau dalam bahasa setempat disebut mbaru tembong/mbaru gendang karena di rumah ini disimpan benda pusaka, seperti gong, gendang, dan lain-lain yang digunakan ketika acara adat. Sedangkan 6 mbaru niang lainnya disebut niang gena (rumah biasa). Penghuni mbaru tembong merupakan

perwakilan dari masing-masing keturunan leluhur Wae Rebo yang berjumlah 8 kepala keluarga. Selanjutnya, 6 niang gena di huni oleh 6 hingga 7 kepala keluarga. Selain itu, niang gena juga digunakan sebagai rumah penginapan untuk para tamu maupun wisatawan yang berkunjung ke Wae Rebo.

Gambar 2.2 Posisi mbaru niang Wae Rebo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Struktur bangunan mbaru niang mengandung filosofi layaknya seorang ibu antara lain:

1.1. Persambungan pada konstruksi rumah melambangkan perkawinan suami dan istri yang membentuk sebuah keluarga.

Niang Gena Mando

Niang Gena Maro Niang Gena Jintam Niang Gena Ndorom Niang Gena Pirung

Mbaru Tembong

Gambar 2.3 Persambungan konstruksi mbaru niang (Sumber: Antar, 2010)

1.2. Rumah adat Wae Rebo memiliki 9 tiang utama melambangkan jumlah bulan ketika seorang ibu mengandung.

Gambar 2.4 Sembilan tiang utama mbaru niang (Sumber: Antar, 2010)

1.3. Di atas tungku perapian terdapat leba telu (tiga buah tempat penyimpanan makanan ditunjukkan oleh nomor 1, 2 dan nomor 3 pada gambar 2.4) dengan hiasan bulatan di setiap ujungnya yang menyerupai kepala, melambangkan sebuah persalinan secara normal harus didahului kepala. Ruangan ini digunakan untuk menyimpan makanan siap saji melambangkan bahwa seorang bayi sepatutnya selalu mendapat kehangatan dan dekat dengan sumber makanan yang baik.

Gambar 2.5 Leba telu dan rangkung (Sumber: Dokumentasi pribadi) 2. Ruang pada Mbaru Niang

Mbaru niang Wae Rebo memiliki lima tingkat, seperti tingkat pertama disebut lutur, tingkat kedua disebut leba, tingkat ketiga disebut lentar, tingkat keempat disebut lempa rae, dan tingkat kelima disebut hekang kode.

2.1. Tingkat pertama (lutur) merupakan tempat yang dipakai oleh para penghuni mbaru niang untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, beristirahat, tidur menerima tamu, memasak, dsb. Lantai ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu molang dan lutur. Molang merupakan (area privat/area untuk penghuni rumah) adalah tempat untuk beraktifitas untuk penghuni rumah, seperti memasak dan beristirahat.

Di area inilah terdapat bilik-bilik (kamar) tempat masyrakat untuk istirahat dan tungku untuk memasak. Sedangkan lutur (area publik) adalah tempat untuk tamu beraktivitas dan istirahat. Adanya pembagian

1

2

3

area (molang dan lutur) di lantai satu menunjukkan rasa saling menghormati antara penduduk setempat dengan pendatang.

Gambar 2.6 Tingkat pertama mbaru niang (Sumber: Antar, 2010).

2.2. Tingkat kedua merupakan loteng atau disebut lobo yang berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan makan dan macam-macam barang kebutuhan sehari-sehari penghuni rumah.

Gambar 2.7 Tingkat kedua mbaru niang (Sumber: Antar, 2010).

2.3. Tingkat ketiga merupakan lentar yang berfungsi untuk menyimpan benih-benih, seperti jagung, padi, dan kacang-kacangan.

Gambar 2.8 Tingkat ketiga mbaru niang (Sumber: Antar, 2010).

2.4. Tingkat keempat merupakan lempa rae yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan persediaan cadangan makanan apabila terjadi gagal panen atau kekeringan.

Gambar 2.9 Tingkat keempat mbaru niang (Sumber: Antar, 2010).

2.5. Tingkat kelima merupakan hekang kode yang digunakan untuk menyimpan langkar (anyaman bambu berbentuk persegi untuk menyimpan sesajian kepada leluhur).

Gambar 2.10 Tingkat kelima mbaru niang (Sumber : Antar, 2010)

3. Struktur Mbaru Niang

Adapun bagian-bagian yang membentuk mbaru niang adalah fondasi mbaru niang, kayu-kayu yang digunakan untuk membangun mbaru niang, dan atap mbaru niang.

3.1. Fondasi mbaru niang tersusun dari hiri haung (tiang kolong rumah) menggunakan kayu worok (salah satu jenis kayu terkeras yang tumbuh di hutan Wae Rebo). Kayu worok ditanam masuk ke dalam tanah dan ujung kayu yang ditanam dilapisi ijuk agar kayu tidak lapuk.

3.2. Kayu-kayu pada mbaru niang

Kayu-kayu yang pakai pada pembuatan mbaru niang adalah kayu yang tumbuh di hutan yang berjarak 10 km dari kampung Wae Rebo dengan umur sekitar 70 tahun digunakan untuk tiang-tiang utama mbaru niang, seperti kayu uwu dan kayu worok. Kayu worok dipakai untuk fondasi mbaru niang, sedangkan kayu worok dipakai sebagai balok untuk tenda atau lantai pertama mbaru niang. Lebih lanjut, terdapat kayu ajang yang digunakan sebagai papan pada lantai satu

mbaru niang, dan kayu rukus dan kayu moak berfungsi sebagai balok yang ditempatkan di atas hiri mehe (sembilan tiang utama mbaru niang)

3.3. Wehang (atap sekaligus diding mbaru niang) menggunakan alang-alang yang terlebih dahulu telah diikatkan pada ijuk. Untuk setiap satuan alang-alang dan ijuk akan diikatkan ke buku (kerangka terluar mbaru niang yang terbuat dari bambu) menggunakan rotan.

Pemasangan wehang dimulai dari lantai satu mbaru niang hingga terakhir pada pada lantai lima mbaru niang. Namun, sebelum wehang menutupi mbaru niang akan diadakan acara ancam bobong/raket bobong (adalah upacara untuk menutup atap sekaligus dinding mbaru niang yang menjadi kunci kekuatan atap).

C. Etnomatematika 1. Hakikat Matematika

Secara etimologis, istilah matematika berasal dari istilah bahasa Latin yaitu Mathematica yang awalnya mengambil istilah Yunani yaitu Mathematike yang berarti relating to learning yang berhubungan dengan pembelajaran. Kata Mathema dalam bahasa Latin berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu atau pengetahuan (knowledge).

Sedangkan kata Mathematike dalam bahasa Yunani yang berarti belajar (to learn). Jadi, berdasarkan asal-usul kata matematika dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar (Haryono, 2014).

Sejarah perkembangan matematika menjelaskan bahwa matematika berasal dari penggunaan matematika dalam memecahkan masalah-masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Menurut P.

Hilton (dalam Prabowo, 2009) matematika lahir dan berkembang karena hasrat manusia untuk mensistematiskan pengalaman hidupnya, membuatnya mudah dimengerti, menatanya dengan baik agar dapat meramalkan serta mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa depan. Lebih lanjut, sejarah perkembangan matematika menurut Berlinghoff dan Gouvea (2004),

“Anthropologists have found many prehistoric artifacts that can, perhaps, be interpreted as mathematical. The oldest such artifacts were found in Africa and date as far back as 37,000 years. They show that men and women have been engaging in mathematical activities for a long time. Modern anthropologists and students of ethnomathematics also observe that many cultures around the world show a deep awareness of form and quantity and can often do quite sophisticated and difficult things that require some mathematical understanding. These range all the way from laying out a rectangular base for a building to devising intricate patterns and designs in weaving, basketry, and other crafts”. Artinya, sekumpulan antropologi menemukan peninggalan artefak matematika tertua di dunia ditemukan di negara Afrika yang berusia 37.000 tahun. Mereka menjelaskan bahwa pria dan wanita telah terlibat dalam aktivitas matematika untuk waktu yang lama. Kemudian para sejarwan modern dan mahasiswa matematika mengamati bahwa banyak budaya di seluruh dunia telah menggunakan konsep matematika dalam kehidupan mereka. Misalnya, membuat dasar bangunan berbetuk persegi panjang hingga merancang pola dan desain rumit dalam tenun, keranjang, dan kerajinan lainnya.

Selain itu, Berlinghoff dan Gouvea (2004) menjelaskan bahwa:

“By about 5000 B.C., when writing was first developing in the Ancient Near East, mathematics began to emerge as a specific activity. As societies adopted various forms of centralized government, they needed ways of keeping track of what was produced, how much was owed in taxes, and so on. It became important to know the size of fields, the volume of baskets, the number of workers needed for a particular task. Units of measure, which had sprung up in a haphazard way, created many conversion problems that sometimes involved difficult arithmetic”. Artinya sekitar 5000 SM, ketika aktivitas menulis pertama kali berkembang di Timur Kuno, matematika mulai muncul sebagai aktivitas spesifik. Aktivitas spesifik yaitu merujuk pada aktivitas perdagangan yang dilakukan pada waktu itu, seperti mereka membutuhkan cara untuk melacak apa yang diproduksi, berapa banyak yang terutang pajak, dan sebagainya.

Menjadi penting untuk mengetahui ukuran ladang, volume keranjang, jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk tugas tertentu.

2. Etnomatematika

D’Ambrssio adalah seorang matematikawan Brasil yang pertama kali memperkenalkan etnomatematika pada tahun 1977.

Secara etimologis, kata etnomatematika terdiri atas awalan “ethno”

yang berarti sebagai sesuatu yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, kode perilaku, mitos, simbol, bahkan cara-cara tertentu yang digunakan masyarakat untuk bernalar dan menyimpulkan. Sedangkan kata dasar “mathema” berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran 'tics' berasal dari kata techne dan bermakna teknik (D’Ambrosio, 1997).

Definisi etnomatematika menurut D’Ambrosio adalah:

“The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths, and symbols.

The derivation of mathema is difficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling.

The suffix tics is derived from techné, and has the same root as technique” (Rosa & Orey, 2011).

Lebih lanjut, etnomatematika berarti: “The mathematics which is practiced among identifiable cultural groups such as national - tribe societies, labour groups, children of certain age brackets and professional classes”. Artinya matematika yang dipraktekkan diantara kelompok budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional, suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas professional (D’Ambrosio, 1985). Lebih lanjut, menurut D’Ambrosio (1985) etnomatematika adalah studi tentang matematika yang memperhitungkan pertimbangan budaya dimana matematika muncul dengan memahami penalaran dan sistematika matematika.

3. Kajian Teori Eksplorasi Etnomatematika

Bishop (1988) mengemukakan 6 fundamental mathematical activities (6 aktivitas dasar matematika), yang dapat digunakan untuk membantu kita mengeksplorasi aspek-aspek matematika apa saja yang

ada dalam suatu budaya tertentu. Keenam aktivitas dasar matematika itu adalah:

3.1. Counting (perhitungan)

Aktivitas ini pada awal mulanya berkembang dikarenakan adanya kebutuhan dari masyarakat untuk membuat suatu catatan yang didasarkan pada harta dan benda yang dimilikinya. Oleh karena itu, aktivitas ini awalnya untuk membantu masyarakat dalam merepresentasikan suatu objek yang dimilikinya dengan objek lain yang memiliki nilai yang sama. Pada aktivitas counting terdapat beberapa hal yang ada yaitu kuantifikasi/kuantor, nama-nama bilangan, penggunaan jari dan bagian tubuh untuk menghitung, bilangan, nilai tempat, basis 10, operasi bilangan, akurasi, pendekatan, kesalahan dalam membilang, desimal, positif, negatif, besar tidak terhingga, kecil tidak terhingga, limit, pola bilangan, pangkat, diagram panah, representasi aljabar, probabilitas, representasi frekuensi.

3.2. Locating (lokasi)

Aktivitas ini pada awalnya untuk membantu masyarakat dalam menentukan lokasi berburu yang cocok, menentukan arah dengan menggunakan kompas pada saat melakukan perjalanan, serta dengan menentukan lokasi yang didasarkan pada objek benda langit. Pada aktivitas locating terdapat beberapa hal yaitu preposisi (misalnya letaknya di luar atau di dalam) dalam hal ini bisa dalam

bentuk titik maksimum, titik minimum, deskripsi rute/lintasan, lokasi lingkungan, arah mata angin, atas/bawah, depan/belakang, jarak, garis lurus/garis lengkung, sudut sebagai penanda perputaran, sistem lokasi, koordinat kutub, koordinat 2D/3D, pemetaan, lintang/bujur, tempat kedudukan (lokus), penghubungan, lingkaran, elips, dan spiral.

3.3. Measuring (pengukuran)

Aktivitas ini pada awalnya untuk membandingkan suatu objek dengan objek lainnya yang dilakukan oleh masyarakat untuk menentukan suatu berat, volume, kecepatan, waktu, serta hal-hal lainnya. Pada aktivitas measuring terdapat beberapa hal yaitu pembanding kuantitas (misalnya lebih cepat atau lebih kurus), mengurutkan, kualitas, pengembangan dari satuan, keakuratan satuan, estimasi, waktu, volume, area, temperatur, berat, satuan konvensional, satuan standar, sistem satuan, uang, satuan majemuk.

3.4. Designing (desain)

Aktivitas ini pada awalnya untuk melihat bentuk dari keanekaragaman bentuk suatu objek yang berupa gedung atau untuk melihat pola-pola yang berkembang dalam berbagai tempat yang ada. Pada aktivitas designing ada beberapa hal yaitu rancangan, abstraksi, bentuk (geometris), bentuk secara umum, estetika/keindahan, objek yang dibandingkan berdasarkan

bentuknya yang besar maupun kecil, kesebangunan, kekongruenan, sifat-sifat dari bangun, bentuk geometri yang umum, jaringan, gambar dan benda, permukaan, pengubinan, simetri, proporsi, perbandingan, pembesaran dengan skala, kepadatan dari suatu benda.

3.5. Playing (permainan)

Awalnya aktivitas ini untuk melihat suatu keanekaragaman yang terdapat pada permainan anak-anak yang berupa aspek-aspek matematis seperti bentuk bangun datar, sehingga melalui proses pengamatan tersebut maka anak-anak diajak untuk berpikir lebih kritis mengenai objek-objek yang membangun permainan tersebut.

Pada aktivitas playing ada beberapa hal yaitu puzzle, memodelkan, aktivitas yang didasarkan pada aturan, paradoks, prosedur, permainan, permainan berkelompok, permainan secara sendiri, strategi, pilihan, prediksi, penentuan hipotesis misalnya peluang.

3.6. Explaining (penjelasan)

Awalnya aktivitas ini untuk membantu masyarakat dalam menganalisis pola grafik, diagram, maupun hal lainnya yang memberikan suatu arahan untuk menuntun masyarakat dalam mengolah suatu representasi yang diwujudkan oleh keadaan yang ada. Pada aktivitas explaining ada beberapa hal yaitu kesamaan dalam bentuk benda-benda, klasifikasi, klasifikasi yang didasarkan pada hierarki, penjelasan cerita, logika koneksi (misalnya dan,

atau, serta yang lainnya), eksplanasi/penjelasan, penjelasan dengan simbol-simbol, diagram, matriks, pemodelan matematika.

D. Materi Matematika

Mbaru niang yang terdapat di kampung Wae Rebo kaya akan konsep matematika, seperti bentuk mbaru niang menyerupai bangun ruang kerucut, konstruksi mbaru niang menyerupai konsep prisma segi delapan, keterkaitan posisi compang, mbaru niang dan hiri bongkok membentuk konsep lingkaran serta terdapat ilmu membangun mbaru niang yang cukup baik hanya dimiliki oleh masyarakat Wae Rebo.

Sehingga mendorong penulis untuk mengkaji mbaru niang dan budaya Wae Rebo dengan matematika dalam penelitian ini melalui materi Kerucut, Kesebangunan, Lingkaran, Prisma, Segitia, Satuan, dan Sudut.

1. Elips

1.1. Definisi elips

Elips adalah tempat kedudukan titik-titik sedemikian hingga jumlah jaraknya dari pasangan dua titik tertentu (titik fokus/titik api) adalah konstan (Suarsana, 2014).

Gambar 2.11 Elips 1.2. Unsur-unsur Elips

Berdasarkan gambar 2.11, terdapat unsur-unsur elips sebagai berikut:

1.2.1. Garis yang melalui kedua fokus elips dinamakan sumbu utama elips.

1.2.2. Segmen garis yang menghubungkan kedua titik puncak disebut sumbu mayor (sumbu panjang) elips dengan panjang 2𝑎 satuan (𝑎 adalah satuan setengah panjang sumbu mayor).

1.2.3. Segmen garis yang menghubungkan titik potong elips dengan sumbu 𝑦 yaitu titik 𝐶(0, −𝑏) dan 𝐷(0, 𝑏) disebut sumbu minor (sumbu pendek) elips, dengan panjang 2𝑏 satuan (𝑏 adalah panjang setengah sumbu minor).

𝐹(−𝑐, 0) 𝐹(𝑐, 0)

1.2.4. Titik-titik tetap 𝐹 (𝑐, 0) dan 𝐹(−𝑐, 0) terletak pada sumbu mayor disebut titik fokus (titik api) elips.

1.2.5. Titik persekutuan elips dengan sumbu utamanya disebut titik puncak elips, seperti titik 𝐴(−𝑎, 0) dan titik 𝐵(𝑎, 0).

1.2.6. Titik pada sumbu utama yang terletak di tengah-tengah kedua titik puncak disebut titik pusat elips (titik 𝑀(0,0)).

1.2.7. Titik 𝑃(𝑥, 𝑦) adalah sembarang titik yang terletak pada elips.

1.2.8. Tali busur yang melalui salah satu titik fokus elips dan tegak lurus dengan sumbu mayor disebut latus rektum (tali busur 𝐿𝑀̅̅̅̅ dan 𝑁𝑂̅̅̅̅, dimana panjang latus rektum |𝐿𝑀̅̅̅̅| = |𝑁𝑂̅̅̅̅| =

2𝑏2 𝑎 .

1.2.9. Persamaan elips pada gambar 2.11 adalah 𝑥

2 𝑎 +𝑦2

𝑏 = 1.

2. Kerucut

2.1. Definisi kerucut

Kerucut adalah suatu garis lurus yang bergerak, yang selalu melalui puncak bidang kerucut (titik T pada gambar 2.11) dan memotong suatu garis lengkung yang diketahui (alas kerucut).

Kerucut dapat dibentuk oleh suatu segitiga siku-siku TOA yang berputar mengelilingi sisi siku-siku TO dan terdapat garis lurus TA yang bergerak, yang selalu melalui titik T dan memotong suatu garis lengkung yang diketahui disebut garis pelukis (Thijn, 1953).

Gambar 2.12 Kerucut 2.2. Unsur-unsur kerucut

Berdasarkan gambar 2.12, diperoleh unsur-unsur kerucut sebagai berikut:

2.2.1. Titik A melukis lingkaran (alas kerucut) yang disebut rusuk kerucut

2.2.2. Garis TA yang melukis suatu bagian dari bidang kerucut disebut garis pelukis (s).

2.2.3. T adalah puncak kerucut

2.2.4. Suatu bagian dari bidang kerucut yang dilukis oleh garis TA (garis pelukis) adalah selimut kerucut.

2.2.5. TO merupakan tinggi kerucut

3. Lingkaran

3.1. Definisi lingkaran

Lingkaran adalah himpunan semua titik pada bidang datar yang berjarak sama dari suatu titik tertentu atau titik pusat lingkaran (Alexander & Koeberlein, 2011).

3.2. Unsur-unsur lingkaran

Gambar 2.13 Lingkaran

Berdasarkan gambar 2.13, diperoleh unsur-unsur lingkaran sebagai berikut (Thijn, 1953):

3.2.1. 𝐵𝐷̅̅̅̅ adalah diameter lingkaran

3.2.2. 𝐴𝐵̅̅̅̅ , 𝐴𝐶̅̅̅̅, dan 𝐴𝐷̅̅̅̅ adalah jari-jari lingkaran 3.2.3. 𝐸𝐹̅̅̅̅ adalah tali busur lingkaran

3.2.4. Garis lengkung diantara titik E dan titik F adalah busur lingkaran

3.2.5. Juring adalah bagian luas lingkaran yang dibatasi oleh dua buah jari-jari dan sebuah busur, seperti juring BAC.

3.2.6. Tembereng adalah bagian luas lingkaran yang dibatasi oleh tali busur dan sebuah busur, seperti tembereng EF.

3.2.7. Apotema adalah garis tegak lurus yang ditarik dari pusat lingkaran kesebuah tali busur, seperti garis AD

4. Prisma

4.1. Definisi prisma

Prisma adalah suatu benda yang dibatasi oleh dua buah bidang yang sejajar dan kongruen serta oleh beberapa bidang dengan garis-garis potong sejajar (Thijn, 1953).

Gambar 2.14 Prisma segilima

Bidang-bidang yang sejajar itu dinamakan bidang alas dan bidang atas. Berdasarkan gambar 2.14, ABCDE adalah bidang alas dan FGHIJ adalah bidang atas dan AF, BG, CH, DI, dan EJ dinamkan rusuk tegak. Dikatakan segilima karena mempunyai lima buah sisi tegak.

4.2. Jenis-jenis prisma

Adapun pemberian nama prisma disesuaikan dengan bidang alas dan bidang atas prisma seperti pada tabel 2.1 Berikut (Sukestiyarno & Rahmawati, 2019):

5. Segitiga

5.1. Definisi segitiga

Segitiga adalah sebuah bangun datar yang terbentuk jika terdapat tiga buah titik yang tidak segaris (kolinear) dalam suatu bidang dihubungkan dengan garis lurus. Sebuah segitiga mempunyai tiga buah sudut yang terbentuk oleh pasangan sisi-sisi dan ketiga titiknya disebut titik sudut (Balai Pendidikan Guru,

5.2.1. Jenis segitiga berdasarkan panjang sisi

5.2.1.1. Segitiga sama sisi (equaliteral triangle) adalah segitiga yang ketiga sisinya sama panjang.

𝐴 𝐵

5.2.1.2. Segitiga sama kaki (isosceles triangle) adalah segitiga yang dua sisinya sama panjang.

5.2.1.3. Segitiga sembarang (scalene triangles) adalah segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang.

5.2.2. Jenis segitiga berdasarkan besar sudut

5.2.2.1. Segitiga lancip (acute triangles) adalah segtiga yang semua sudutnya lancip.

5.2.2.2. Segitiga siku-siku (right triangles) adalah segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku.

5.2.2.3. Segitiga tumpul (obtuse triangles) adalah segitiga yang salah satu sudutnya adalah sudut tumpul.

5.2.2.4. Segitiga sama sudut adalah segitiga yang semua sudutnya sama.

6. Pengukuran (Satuan Panjang) 6.1. Definisi pengukuran

Menurut Reynolds (2003) pengukuran adalah kumpulan aturan untuk menetapkan suatu bilangan yang mewakili karakteristik, objek, sifat, dan tingkah laku (dalam Maftukhah, 2015).

6.2. Satuan panjang

Ada dua unsur yang terdapat pada satuan panjang yaitu alat ukur satuan panjang dan satuan panjang (Maftukhah, 2015).

6.2.1. Alat ukur satuan panjang yang digunakan berdasarkan kesepakatan internasional adalah mistar, meteran, dan lain.

6.2.2. Satuan panjang dibagi menjadi dua yaitu satuan panjang tidak baku dan satuan panjang baku.

6.2.2.1. Satuan panjang tidak baku adalah satuan yang tumbuh dan berkembang dalam suatu daerah/komunitas tertentu untuk menyatakan ukuran panjang suatu objek menggunakan satuan ukur yang mereka sepakati. Satuan ukur yang mereka gunakan adalah anggota tubuh dan alat bantu, seperti depa, jengkal, telapak kaki, langka, potongan kayu, dll. Ukuran tersebut dikatakan tidak baku karena ukurannya tidak sama.

6.2.2.2. Satuan panjang baku adalah satuan ukuran yang ditetapakan melalui perjanjian internasional atau Satuan Internasional yang sifatnya tetap. Satuan ukur panjang (Satuan Internasional) meliputi kilometer (km), hektometer (hm), dekameter (dam), meter (m), desimeter (dm), sentimeter (cm) dan millimeter (mm).

7. Sudut

7.1. Definisi sudut

Sudut adalah suatu bangun yang dibentuk oleh dua sinar garis yang bertemu disatu titik. Titik pertemuan tersebut dinamakan titik sudut dan sinar garis tersebut dinamakan sisi

sudut. Sudut juga terbentuk apabila dua buah bidang berpotongan (Smith & Ulrich, 1956).

7.2. Macam-macam sudut

Ada dua macam sudut yaitu sudut berdasarkan besar sudut dan posisi sudut (Balai Pendidikan Guru, 1954).

7.2.1. Sudut berdasarkan besar sudut meliputi:

7.2.1.1. Sudut lurus adalah sebuah sudut yang mempunyai kaki-kaki yang terletak pada perpanjangan satu dan yang lain. Besar sudut lurus adalah 180° atau 𝑚∠180°. 7.2.1.2. Sudut siku-siku adalah setengah bagian dari sudut

lurus. Besar sudut siku-siku adalah 90°atau 𝑚∠90°. 7.2.1.3. Sudut lancip adalah sudut yang memiliki besar sudut

lebih kecil dari sudut siku atau dapat ditulis 0°< 𝑥 <

90°.

7.2.1.4. Sudut tumpul adalah sudut yang memiliki besar sudut lebih dari sudut siku-siku dan kurang dari sudut lurus atau dapat ditulis 90° < 𝑥 < 180°.

7.2.2. Sudut berdasarkan posisi sudut meliputi:

7.2.2.1. Sudut suplementer adalah dua buah sudut yang jika dijumlahkan adalah 180°.

7.2.2.2. Sudut berdampingan adalah sudut yang mempunyai titik sudut yang sama dan mempunyai sisi yang bersekutu.

7.2.2.3. Sudut komplementer adalah dua sudut yang jika dijumlakan besar sudutnya 90°.

7.2.2.4. Sudut bertolak belakang adalah sudut yang berlawanan (tidak saling berdampingan), yang terbentuk dari perpotongan garis.

E. Kerangka Berpikir

Penelitian ini dilakukan dengan alasan ingin mengetahui dan mendeskripsikan keterkaitan mbaru niang dari sudut pandang budaya dan sudut pandang matematika yang diwariskan oleh leluhur Wae Rebo, serta ingin mengetahui dan mendeskripsikan keterkaitan mbaru niang sebagai budaya Wae Rebo dengan matematika. Lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu metode dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah yang berada di kabupaten Manggarai dengan menerapkan pembelajaran kontekstual berdasarkan budaya Wae Rebo dan mbaru niang supaya pembelajaran matematika lebih menarik dan bervariasi.

F. Penelitian Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah

Dokumen terkait