• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI DAN MAKNA MEDITASI PADA KEBAKTIAN KEAGAMAAN BUDDHA THERAV ĀDABAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI MEDAN

5.2 Makna Meditasi pada Kebaktian Keagamaan Buddha bagi Masyarakat Tionghoa di Medan

5.2.3 Makna Meditasi Samatha dengan objek Ā n āpānasati

Penulis membagi makna meditasi samatha dengan objek Ānāpānasatikepada dua bagian, yaitu makna posisi lotus atau teratai, dan makna melakukan meditasi Ānāpānasati. Pembagian berdasarkan penanda dan petanda yang berbeda pada kedua bagian meditasi samatha dengan objek Ānāpānasatitersebut ditinjau menurut teori semiotik Barthes.

5.2.3.1 Makna Posisi lotus atau teratai

Sebelum melakukan meditasi samatha dengan subjek Ānāpānasati, seorang yogi atau yogini terlebih dahulu memulai dengan posisi duduk. Terdapat posisi duduk ketika melakukan meditasi Ānāpānasati, yaitu dengan duduk bersila diatas matras duduk dengan posisi lotus atau teratai. Posisi lotus yaitu Kaki kanan diletakkan diatas kaki kiri, kedua tangan diletakkan di atas paha dengan posisi telapak tangan kanan menghadap ke atas dan telapak tangan kiri berada di bawahnya. Posisi tubuh tegak namun tetap rileks, dan menutup mata. Apabila seorang yogi atau yogini merasa lelah atau kurang nyaman, dapat mengganti posisi duduk dengan perlahan-lahan tanpa menimbulkan kebisingan dan mengganggu konsentrasi. Posisi lotus saat melakukan meditasi ānāpānasati diilustrasikan seperti pada gambar 5.8 di bawah.

Gambar 5.8

Posisi lotus atau teratai

(sumber: http://susanshancyu.blogspot.co.id/2012/07/meditasi-anapanasati.html)

Berdasarkan teori Barthes, duduk dengan posisi lotus adalah penanda yang merupakan petanda lotus atau bunga teratai. Bunga teratai adalah petanda dari kesempurnaan ajaran yang diajarkan sang Buddha.

Bunga teratai adalah lambang kesempurnaan dalam Buddhisme. Teratai dapat tumbuh keatas meskipun akarnya berada dibawah lumpur. Hal tersebut merupakan petanda pencerahan spiritual. Meskipun akarnya berada di dalam lumpur, teratai tumbuh ke atas dan naik menuju cahaya, ibarat perjalanan dari kegelapan menuju terang yang penuh dengana pengetahuan dan kebijaksanaan.

Tangan kanan melambangkan nibbbana sedangkan tangan kiri melambangkan samsara atau siklus perputaran kehidupan. Telapak tangan kanan yang diletakkan di atas adalah penanda yang merupakan petanda bahwa nibbana adalah jalan tertinggi atau pencapaian tertinggi dalam Buddhisme. Telapak tangan kiri yanag diletakkan di bawah adalah penanda yang merupakan petanda

samsara atau siklus perputaran kehidupan yang terus menerus berlangsung dapat dihentikan dengan tercapainya nibbana. Dengan demikian, duduk dengan posisi lotus atau terartai adalah penanda yang merupakan petanda kesempurnaan ajaran sang Buddha yaitu dapat mencapai pencerahan meskipun menghadapi segala bentuk kekotoran batin menurut teori semiotik Barthes.

5.2.3.2 Makna melakukan meditasi Ānāpānasati

Meditasi Ānāpānasati adalah meditasi perhatian penuh pada nafas.Objek yang difokuskan dalam meditasi Ānāpānasatiadalah nafas, sehingga seorang yogi atau yogini hanya boleh berkonsentrasi pada nafas tanpa memikirkan hal apapun. Tujuannya adalah agar konsentrasi tidak terpecah dan lama kelamaan dapat memasuki jhana atau arus mental. Jhana memiliki empat tingkatan, jika telah sampai pada jhana tingkat keempat, maka akan timbul kebijaksanaan atau panna. Tercapainya panna merupakan tanda akan tercapainya nibbana dan pemutusan reinkarnasi.

Berdasarkan teori barthes, melakukan meditasi Ānāpānasati atau perhatian penuh pada nafas adalah penanda yang merupakan petanda bahwa kesadaran dapat dikendalikan dengan menyadari nafas, sehingga lama kelamaan pikiran akan dapat dengan mudah fokus atau berkonsentrasi pada suatu objek saja, yaitu nafas. Menyadari nafas dan tidak memikirkan hal apapun selain nafas, berarti seseorang telah mampu mengendalikan kesadarannya secara penuh.

Meditasi Ānāpānasatiadalah salah satu dari ketiga jalan menuju nibbana. Melakukan meditasi Ānāpānasati berarti seorang yogi atau yogini berusaha mencapai nibbana dengan mengendalikan kesadarannya secara penuh terhadap nafas. Apabila seseorang telah mampu mengendalikan kesadarannya secara

penuh, otomatis batinnya akan mendapatkan ketenangan. Batin yang tenang akan menjauhkan seorang yogi atau yogini dari segala bentuk kekotoran batin seperti kebencian, keserakahan, dan lain sebagainya.

Memasuki jhana, berarti seorang yogi atau yogini telah benar benar berkonsentrasi penuh dan memasuki arus mental atau kesadarannya. Memasuki jhana tingkat pertama, seorang yogi atau yogini telah mampu melihat cahaya yang statis dan tidak bergerak-gerak ketika melakukan meditasi Ānāpānasati, cahaya merupakan tanda memasuki jhana atau yang disebut dengan nimitta. Hal tersebut merupakan pertanda bahwa seorang yogi atau yogini telah memasuki kesadaran awalnya. Hal tersebut berlangsung hingga memasuki jhana tingkat keempat. Memasuki jhana tingkat keempat, seorang yogi atau yogini telah dapat melihat nafasnya sebagai suatu objek yang jelas bentuknya, warnanya, serta sifatnya ketika melakukan meditasi Ānāpānasati. Dengan keadaan tersbut, seorang yogi atau yogini telah benar benar dapat memasuki kesadarannya secara penuh dan tidak akan terpengaruh dengan gangguan-gangguan batin yang dapat merusak konsentrasi.

Tercapainya kesadaran manunggal, adalah tanda munculnya panna atau kebijaksanaan. Kesadaran manunggal artinya kesadaran yang telah benar benar dapat dimasuki secara penuh, kesadaran hanya pada satu objek saja tanpa terpecah dan terbagi pada objek lain. Kebijaksanaan yang dimaksud adalah mengetahui apa saja bentuk kekotoran batin dan bagaimana cara menghilangkannya serta bersumber darimana kekotoran batin tersebut. Seorang yogi atau yogini yang telah memiliki kebijkasanaan atau panna, tentu telah dapat dikatakan mencapai arahat atau kesucian. Ketika telah menjadi arahat, maka

pada saat meninggal seseorang telah dapat dikatakan mencapai nibbana dan memutuskan reinkarnasi.

Dengan demikian, melakukan meditasi Ānāpānasatiatau perhatian penuh pada nafas adalah penanda. Petanda bahwa kesadaran dapat dikendalikan dengan menyadari nafas, sehingga lama kelamaan pikiran akan dengan mudah fokus hanya pada satu objek saja, dan mencapai kesadaran manunggal. Tercapainya kesadaran manunngal menimbulkan panna atau kebijaksanaan yang menjadikan seorang yogi atau yogini mencapai arahat atau kesucian. Menjadi arahat, petanda bahwa seorang akan mencapai nibbana ketika ia wafat dan tidak akan terlahir kembali atau bereinkarnasi.

BAB VI

Dokumen terkait