• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Makrofauna Tanah yang Ditemukan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada lahan pertanian anorganik dan lahan pertanian organik di Kabupaten Karo, ditemukan berbagai macam makrofauna tanah seperti yang tercantum pada Tabel 4.1. Deskripsi dari makrofauna tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

Filum &

Kelas Ordo Famili Spesies

Nama Indonesia

Lokasi I II

I. Annelida

1. Hirudinea 1. Hirudinida 1. Haemadipsidae 1. Haemadipsa sp. Pacet - + 2. Oligochaeta 2. Haplotaxida 2. Glossoscolecidae 2. Pontoscolex

corethrurus Cacing tanah + +

3. Megascolecidae 3. Amynthas gracilis Cacing tanah + + 4. Megascolex sp. Cacing tanah - + 5. Pheretima sp. Cacing tanah + +

II. Arthropoda

3. Arachnida 3. Araneae 4. Lycosidae 6. Trochosa canapii Laba-laba tanah + + 4. Chilopoda 4. Geophilomorpha 5. Geophilidae 7. Geophilus sp. Lipan/kelabang + + 5. Lithobiomorpha 6. Lithobiidae 8. Lithobius sp. Lipan/kelabang - + 6. Scolopendromorpha 7. Scolopendridae 9. Scolopendra sp. Lipan/kelabang + + 5. Diplopoda 7. Julida 8. Julidae 10. Julus sp. Kaki seribu - + 8. Polydesmida 9. Polydesmidae 11. Polydesmus sp. Kaki seribu + + 6. Insecta 9. Blattodea 10. Blattidae 12. Blatta orientalis Kecoak tanah + +

11. Ectobiidae 13. Blattella

germanica Kecoak jerman + +

10. Coleoptera 12. Carabidae 14. Calosoma sp. Kumbang kotoran + + 15. Stenolophus sp. Kumbang jamur + + 13. Dryophthoridae 16. Rhynchophorus

bilineatus

Kumbang

moncong - + 14. Elateridae 17. Hypnoidus sp. Kumbang klik - + 15. Melolonthidae 18. Phyllophaga sp. Kumbang tanah + + 16. Nitidulidae 19. Nitidula rufipes Kumbang tanah + + 11. Dermaptera 17. Carcinophoridae 20. Euborellia sp. Cecopet pisang + + 12. Diptera 18. Tipulidae 21. Tipula sp. Lalat tanah - + 13. Hymenoptera 19. Formicidae 22. Odontoponera

denticulata Semut hitam + +

14. Orthoptera 20. Gryllotalpidae 23. Gryllotalpa sp. Anjing tanah + + 21. Gryllidae 24. Gryllus sp.1 Jangkrik + + 25. Gryllus sp. 2 Jangkrik + - 7. Malacostraca 15. Isopoda 22. Armadillidiidae 26. Armadillidium

vulgare Udang lipan + +

III. Mollusca

8. Gastropoda 16. Stylommatophora 24. Arionidae 28. Hemphillia sp. Siput telanjang + - 25. Bradybaenidae 29. Bradybaena

similaris Siput darat + +

26. Hygromiidae 30. Monacha sp. Siput darat + + 27. Subulinidae 31. Lamellaxis

gracilis Siput darat - +

17. Systellommatophora 28. Veronicellidae 32. Leidyula sp. Siput telanjang - +

Jumlah Total spesies yang Ditemukan 23 30

Keterangan: Lokasi I = Lahan Pertanian Anorganik, Lokasi II = Lahan Pertanian Organik, (+) = Ditemukan, (-) = Tidak Ditemukan

Data pada Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa makrofauna tanah yang ditemukan pada lokasi I terdiri atas 3 filum, 7 kelas, 12 ordo, 20 famili, dan 23 spesies. Pada lokasi II makrofauna tanah yang ditemukan terdiri atas 3 filum, 8 kelas, 17 ordo, 27 famili dan 30 spesies. Total makrofauna tanah yang ditemukan pada kedua lokasi terdiri atas 3 filum, 8 kelas, 17 ordo, 28 famili, dan 32 spesies. Filum yang paling mendominasi adalah Arthropoda yang terdiri atas 5 kelas, 13 ordo, 20 famili, dan 22 spesies. Filum Annelida hanya ditemukan 2 kelas, 2 ordo, 3 famili dan 5 spesies sedangkan filum Mollusca hanya ditemukan 1 kelas, 2 ordo, 5 famili dan 5 spesies. Lebih banyaknya filum Arthropoda yang ditemukan dikarenakan filum tersebut merupakan filum terbesar dengan jumlah anggota terbanyak dari kingdom Animalia (Campbell & Reece, 2010).

Dari 5 kelas pada filum Arthropoda tersebut yang paling banyak ditemukan adalah pada kelas Insecta yang terdiri atas 6 ordo, 12 famili, dan 14 spesies. Banyaknya makrofauna tanah dari kelas Insecta yang ditemukan pada kedua lokasi penelitian dikarenakan Insecta merupakan kelompok fauna yang memiliki jumlah spesies yang banyak dan penyebaran yang sangat luas. Beberapa penelitian mengenai makrofauna tanah seperti yang telah dilakukan oleh Sugiyarto et al., (2002), Muhammad (2007), Nusroh (2007), Prasetio (2008), Ariani (2009), dan Peritika (2010) juga menunjukkan bahwa makrofauna tanah dari kelas Insecta merupakan yang paling banyak ditemukan dari kelas makrofauna tanah lainnya.

Selain kelompok makrofauna tanah yang ditemukan, pada Tabel 4.1 dapat dilihat pula bahwa makrofauna tanah yang paling banyak ditemukan adalah pada lokasi II, yaitu sebanyak 30 spesies. Adapun pada lokasi I hanya ditemukan sebanyak 23 spesies. Hasil ini menunjukkan bahwa lokasi II memiliki daya

dukung yang lebih baik untuk kehidupan berbagai spesies makrofauna tanah. Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh John (2011) yang mendapatkan spesies makrofauna tanah lebih banyak pada biotop pertanian organik dibandingkan dengan biotop pertanian anorganik. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada masing-masing lokasi tersebut juga berbeda. Dari total 23 spesies makrofauna tanah yang ditemukan pada lokasi I, jumlah spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada lokasi ini berjumlah 2 spesies, yaitu: Gryllus sp. 2, dan Hemphillia sp. Pada lokasi II dari total 30 spesies yang ditemukan, jumlah spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada lokasi ini berjumlah 9 spesies, yaitu: Megascolex sp.,

Haemadipsa sp., Lithobius sp., Julus sp., Rhynchophorus bilineatus, Hypnoidus

sp., Tipula sp., Lamellaxis gracilis, dan Leidyula sp.

Faktor yang dapat berpengaruh terhadap jumlah spesies yang hanya ditemukan pada masing-masing lokasi diantaranya adalah aktivitas dan kemampuan tiap spesies makrofauna tanah yang berbeda antara satu dengan yang lain (Hanafiah et al., 2005) serta dipengaruhi jenis tanaman yang ditanam (Sugiyarto, 2005). Spesies Gryllus sp. 2 misalnya, spesies ini hanya ditemukan pada lokasi I diduga karena beberapa spesies Gryllus sp. lebih menyukai lahan tanpa perlakuan bahan organik seperti halnya lokasi I. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian Sugiyarto et al. (2007) yang menemukan populasi Gryllus sp. lebih banyak pada lokasi tanpa perlakuan bahan organik. Hemphillia sp. merupakan spesies yang unik, hal ini dikarenakan mereka memiliki distribusi yang cukup membingungkan. Untuk memahami kecenderungan populasi, status spesies, dan hubungan habitat, para peneliti saat ini mencoba untuk memahami perbedaan dan persamaan antara habitat, ekologi, dan biologinya (Burke, 2005). Spesies Megascolex sp., Julus sp., dan Rhynchophorus bilineatus merupakan makrofauna tanah Saprophagous yang membutuhkan bahan organik yang cukup sebagai makanannya, lokasi II menyediakan hal tersebut dari perlakuan kompos yang digunakan sebagai pupuk. Sementara itu, spesies

Haemadipsa sp., Lithobius sp., dan Hypnoidus sp. merupakan makrofauna tanah Carnivore yang bahan makanannya berupa hewan lain namun hanya ditemukan

yang cukup sebagai habitatnya meskipun tidak memakannya. Lamellaxis gracilis, dan Leidyula sp. merupakan makrofauna Phytophagous sp. pemakan tumbuhan. Penggunaan pestisida kimia pada tumbuhan yang ditanam diduga menjadi penyebab tidak ditemukannya spesies-spesies tersebut di lokasi I. Yulipriyanto (2010) menyatakan bahwa pestisida memiliki efek toksik dan langsung terhadap tanaman dan tanah yang diaplikasikan. Spesies Tipula sp. menurut Wallwork (1970) merupakan makrofauna tanah yang bersifat Temporary yang meletakkan telurnya di tanah. Telur-telur tersebut membutuhkan bahan organik sebagai makanan untuk pertumbuhannya serta tidak tahan terhadap bahan-bahan kimia. Jenis tumbuhan yang hanya ditanam pada lokasi I dan lokasi II juga diduga turut mempengaruhi makrofauna tanah yang ditemukan. Menurut Handayanto & Hairiah (2009), spesies makofauna tanah tertentu terkadang hanya berasosiasi dengan tanaman tertentu pula.

Lebih banyaknya jumlah spesies makrofauna tanah yang ditemukan dan yang hanya ditemukan pada lokasi II dibandingkan lokasi I juga berkaitan dengan faktor fisik dan kimia tanah pada lokasi tersebut. Hasil dari pengukuran faktor fisik dan kimia tanah pada kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah Pada Setiap Lokasi Penelitian

No. Parameter Satuan Lokasi I Lokasi II

1. Suhu Tanah °C 15,4 15

2. Kelembaban % 53,7 62,7

3. pH - 6,8 6,9

4. Kadar Air Tanah % 31 33,5

5. C-Organik % 2,86 2,89

6. N-total % 0,79 0,49

7. P- tersedia ppm 38,67 41,56

8. K-tukar m.e/100 g 0,473 0,506

9. C/N - 3,62 5,90

Keterangan: Lokasi I = Lahan Pertanian Anorganik, Lokasi II = Lahan Pertanian Organik

Sistem pengelolaan lahan yang berbeda antara lokasi I dan lokasi II diduga menjadi penyebab perbedaan nilai faktor fisik dan kimia tanah yang didapatkan. Sistem pengelolaan lahan secara organik pada lokasi II menjadikan kelembaban tanah, kadar air tanah, kandungan C-Organik, P-tersedia, K-tukar, dan nisbah C/N pada lokasi ini nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi I yang dikelola secara anorganik. Hanya suhu tanah dan N-total yang nilainya lebih

tinggi pada lokasi I dibandingkan lokasi II (Tabel 4.2). Namun, hanya kelembaban tanah, kadar air tanah, P-tersedia, N-total, dan nisbah C/N yang menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor fisik dan kimia tersebut merupakan faktor yang sangat besar dalam menentukan keberadaan makrofauna tanah pada kedua lokasi.

Kelembaban tanah misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Sugiyarto (2000b) serta Mas’ud & Sundari (2011) menemukan bahwa spesies-spesies makrofauna tanah berhubungan sangat erat terhadap kelembaban tanah. Makrofauna tanah terutama kelompok Annelida lebih menyukai kelembaban tanah yang tinggi (Yulipriyanto, 2010). Begitu pula dengan kadar air tanah, karena berhubungan dengan kation-kation dalam tanah, dekomposisi bahan organik, dan kehidupan organisme tanah, diantaranya makrofauna tanah dari kelompok Annelida (Suin, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sugiyarto (2005) diketahui bahwa kandungan P pada tanah berkorelasi nyata dengan keanekaragaman jenis makrofauna tanah khususnya yang berada di dalam tanah. Nisbah C/N juga memberikan pengaruh terhadap makrofauna tanah walaupun berdasarkan penelitian Setiawan et al., (2003) korelasinya cukup rendah.

Faktor lain yang juga mempengaruhi jumlah spesies makrofauna tanah yang ditemukan ialah adanya penggunaan bahan kimia baik sebagai pupuk maupun pestisida serta adanya aktivitas pembakaran rumput dan sisa tanaman pada lokasi I sehingga menekan keberadaan makrofauna tanah di lokasi tersebut. Penggunaan pupuk kimia pada lokasi I diduga menjadi penyebab lebih tingginya kadar N-total pada lokasi tersebut (Tabel 4.2). Kadar N yang tinggi pada dasarnya meningkatkan keberadaan dan jumlah spesies makrofauna tanah (Handayanto & Hairiah, 2009). Namun, sumber N yang berasal dari pupuk kimia tidak menambah humus pada tanah yang menyebabkan jumlah nutrisi dan makanan bagi organisme tanah diantaranya makrofauna tanah tidak bertambah sehingga jumlah spesies dan keberadaanya tidak meningkat (Yulipriyanto, 2010). Aktivitas Pembakaran juga dapat mengurangi jumlah serasah penutup tanah dan mengurangi habitat mikro, yang berarti juga mengurangi jumlah dan diversitas organisme perombak, termasuk makrofauna tanah (Handayanto & Hairiah, 2009). Begitu pula halnya

dengan penggunaan pestisida kimia dalam bidang pertanian yang ternyata berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Sodiq (2010) juga berpengaruh negatif terhadap organisme tanah termasuk makrofauna tanah.

Dokumen terkait