• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG KUATNYA PARTAI ACEH DI ACEH TIMUR

W. Faktor Tokoh Kharismatik Partai Aceh (PA)

2. Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar (Ketua Majelis Tuha Peut Partai Aceh)

Nama tgk. Malik Mahmud Al-Haytar yang sebenarnya Malik Khaidir Mahmud. Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar lahir dan dibesarkan di Singapura. Baru menginjak Aceh setelah penandatangan MoU Helsinki. Ibunya berasal dari Lampreh, Lambaro. Ayahnya Haji Mahmud berasal dari Lampuuk, Banda Aceh – asli Aceh. Lari ke Singapura ketika mau ditangkap Belanda. Oleh karenanya, Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar adalah Ketua Majelis Tuha Peut Partai Aceh (PA). Oleh karenanya peneliti akan menguraikan tentang Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar, yaitu:

a. Peran Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar Dalam Partai Aceh (PA)

Peran Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Ketua Tuha Peut Partai Aceh (PA). Sebagai Mejelis Tuha Peut Aceh, yang selanjutnya disebut Majelis Tertinggi Tingkat Aceh merupakan Penasehat dan Pembina Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) yang mempunyai wewenang untuk mengontrol Organisasi Pemerintahan Partai Aceh (PA) dan berwenang membuat rancangan keputusan untuk kepentingan Partai Aceh (PA) sebagaimana disebut dalam anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Aceh (PA).275

Dalam Undang-Undang Partai Aceh Nomor: 008/DPA/PA/IV/2008, Pasal 1 menjelaskan kedudukan Tuha Peut Aceh merupakan majelis tertinggi Aceh. Tuha Peut Aceh merupakan lembaga pembina dan penasewat Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA). Tuha Peut Aceh terbentuk dengan sendirinya karena sejarah perjuangan Aceh.276

Pasal 3 fungsi dan tugas Tuha Peut Aceh meliputi: (1). Mengajukan rancangan keputusan dan membuat kebijakan-kebijakan politis dan strategis untuk dilaksanakan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA); (2). Mengambil keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan politis dan strategis terhadap 274 Ibid. 275 UU Partai Aceh., h. 4 276 Ibid., h. 8

pelaksanaan kerja Pimpinan Partai Aceh, yang secara kolektif dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA); dan (3). Menjadi mediator dan fasilitator untuk menyelesaikan konflik dan sengketa internal partai dengan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA).277

Sedangkan Pasal 4 Kewenangan Tuha Peut Aceh meliputi: (1). Kewenangan politik tentang proses lahirnya partai sebagaimana yang diatur didalam MoU Helsinki dan Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah yang berlaku tentang Partai Politik Lokal di Aceh; (2). Berwewenang dalam penetapan keputusan kepenggurusan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) pada pembentukan pertama Dewan Pimpinan Aceh; (3). Berwewenang dalam penetapan pergantian atau dilakukan perubahan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) bila mendadak dilakukan promosi jabatan kejabatan lain bila diperlukan. Perubahan dilakukan setelah melakukan koordinasi, masukan dari ketua umum dan sekretaris jenderal Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA); (4). Melantik dan mengesahkan kepenggurusan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) dengan satu surat keputusan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA), yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal atas persetujuan Ketua Majelis Tuha Peut Aceh; dan (5). Pengukuhan dan pelantikan kepenggurusan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh sesuai bunyi poin 4 (empat) di atas yang dilakukan dan dilaksanakan oleh Majelis Tuha Peut Aceh atau orang yang ditunjuk untuk itu dengan suatu surat tugas ketua Majelis Tuha Peut Aceh kepada Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) yaitu ketua umum dan atau sekretaris jenderal.278

b. Hubungan Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar Dengan Masyarakat Aceh Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar dikukuhkan sebagai Wali Nanggroe Aceh IX pada hari senin tanggal 16 Desember 2013 melalui Sidang Paripurna Istimewa DPR Aceh. Dalam pengukuhan dirinya sebagai Wali Nanggroe IX, Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar menyatakan bahwa Aceh kembali mengukir sejarah baru, yakni dimulainya kebangkitan peradaban Aceh sebagai wujud dari komitmen

277

Ibid., h. 9

278

seluruh pemangku kepentingan Aceh dalam menjalankan amanah MoU Helsinki dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Selain itu, pada pengukuhan Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Wali Nanggroe IX, masyarakat Aceh yang sejak pagi sudah memadati didepan Gedung DPR Aceh tanpa dikomandoi dan bersorak-sorak meminta dikibarkan bendera Bulan Bintang ditiang yang sudah dipersiapkan dihalaman Gedung DPR Aceh.279

Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Wali Nanggroe IX mempunyai hubungan yang dekat dengan masyarakat Aceh. Hubungan dengan masyarakat Aceh dalam menjalankan Lembaga Wali Nanggroe. Dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nnggroe menyebutkan bahwa Wali Nanggroe adalah seorang pemimpin yang bersifat personal dan independen yang memimpin Lembaga Wali Nanggroe. Lembaga Wali Nanggroe adalah lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat independen, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, bahasa dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.280

Dalam pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pembentukan Lembaga Wali Nanggroe adalah untuk mempersatukan rakyat Aceh, meninggikan dinul Islam, mewujudkan kemakmuran rakyat, menegakkan keadilan, dan menjaga perdamaian, menjaga kehormatan dan kewibawaan politik, adat, tradisi sejarah, dan tamadun Aceh dan mewujudkan pemerintahan rakyat Aceh yang sejahtera dan bermartabat.281

c. Kharismatik Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar

Kharismatik Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Wali Nanggroe IX digelar dengan Al Mukkaram Maulana Al Mudabbir Al Malik. Gelar Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik dalam literatur sejarah Aceh dipakai pembesar kerajaan baik kepada sultan maupun untuk Wali Nanggroe sebelumnya. Seperti

279M. Anshar “Malik Resmi Bertakhta” dalam Serambi Indonesia, Tanggal 17 Desember 2013

280

Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe, h. 3

281

halnya Wali Nanggroe Teungku Mahyiddin dan Teungku di Buket Ibnal-Mukarram Maulana al-Mudabbir al-Malik Teungku di Tiro yang merupakan Wali Nanggroe ke VI 11 pada Desember 1910 - 3 Juni 1911.282

Al Mukarram artinya yang mulia, yang diberikan untuk seorang anak laki-laki yang mendapatkan kepujian. Maulana yang artinya tuanku, kata ini adalah kata kehormatan yang diberikan kepada seseorang laki-laki yang dihormati dan ahli dalam ilmu agama Islam. Al Mudabbir artinya pengatur, yakni seseorang yang mempunyai kekuasaan dalam mengatur sesuatu hal. Sedangkan Al Malik

artinya memerintah, yakni seseorang yang dapat memerintah dengan kewenangannya dalam suatu kekuasaan.

Jadi, Al Mukkaram Maulana Al Mudabbir Al Malik merupakan seseorang yang mendapat kemuliaan, kehormatan, seseorang yang dapat mengatur dan memerintah. Oleh karena itu, Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar yang mendapat gelar Al Mukkaram Maulana Al Mudabbir Al Malik adalah kharismatik yang ada pada dirinya sebagai Wali Nanggroe IX di Provinsi Aceh.