• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

B. Manajemen Konflik secara Konstruktif

1. Pengertian Konflik

Kata konflik berasal dari bahasa latin confligere, conflictum yang berarti: saling berbenturan (Kartono, 1985). Kartono (1985) mengemukakan 2 pengertian konflik, yaitu:

1) Pengertian yang negatif, dikaitkan dengan: sifat binatang yang buas, kekerasan barbarisme, destruktif, penghancuran, irrasionalisme, tidak adanya kontrol emosional, pemogokan, huru-hara, perang, dll.

2) Pengertian yang positif, dikaitkan dengan pengertian petualangan, hal-hal baru inovasi, pembersihan, pemurnian, pembaharuan, pencerahan, kreasi, pertumbuhan, rasionalitas yang dialektis, mawas diri, tawakal, dst.

Johnson (dalam Supratiknya, 1995) mengatakan bahwa konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain. Kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat tidak sepaham, dan saling berlawanan.

Robbins (1996) menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pendapat ini sejalan dengan definisi Luthans (1981), konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.

Dampak terjadinya konflik menurut Soekanto (1990) antara lain adalah bertambahnya solidaritas antar individu dalam kelompok, retaknya kesatuan, perubahan kepribadian para individu, munculnya kompromi, akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak. Dampak konflik dapat bersifat positif ataupun negatif, tergantung penyelesaiannya.

Dari beberapa definisi konflik diatas dan dampak yang ditimbulkan, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah situasi di mana terjadi suatu pertentangan dalam interaksi sosial karena salah satu pihak menghalangi, menghambat, tidak sepaham dengan pihak lainnya, yang berakibat dampak positif atau negatif.

2. Konflik Kerja pada Karyawan

Konflik kerja pada karyawan diidentifikasikan menurut jenis konflik. Stoner dan Wankel (dalam Winardi, 1994) mengidentifikasikan ada 3 jenis konflik, yaitu: konflik intrapersonal, konflik interpersonal, dan konflik organisasi.

1. Konflik Intrapersonal terjadi karena adanya inkonsistensi pada elemen-elemen kognitif seseorang (Roloff dalam Winardi, 1994). Menurut Festinger dalam Theory of Cognitive Dissonance, adanya keyakinan-keyakinan yang tidak konsisten bersifat meresahkan bagi mereka yang mengalaminya (Winardi, 1994), seperti perasaan tidak mampu menjalankan peran dan tanggung jawab yang dipikulnya.

2. Konflik interpersonal merupakan konflik yang terjadi antara individu dengan individu lainnya. Konflik interpersonal terjadi karena perbedaan persepsi dan kegagalan komunikasi antar individu. Orang-orang dalam satu tempat kerja yang sama jelas berbeda satu sama lain, termasuk peran dan tingkat pengalamannya (Edelman dalam Isenhart & Spangle, 2000). 3. Konflik Organisasi adalah konflik perilaku antar kelompok dalam

organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan dominasi, membandingkan dengan kelompok lain dan mereka menganggap bahwa kelompok lain tidak sejalan dengan pandangan mereka atau menghalangi tujuan dan harapan-harapan mereka.

Dari ketiga jenis konflik diatas, konflik kerja pada karyawan adalah jenis konflik antar karyawan (konflik interpersonal) dalam hubungan kerja dalam

sebuah perusahaan. Konflik kerja antar karyawan merupakan konflik yang terjadi antara karyawan satu dengan karyawan lain.

3. Pengertian Manajemen Konflik

Manajemen konflik atau pengelolaan konflik adalah cara seseorang menghadapi konflik (Winardi, 1994). Dalam penelitian ini, penulis membatasi jenis manajemen konflik secara konstruktif.

Manajemen konflik dikatakan konstruktif bila penanganannya dilakukan terbuka, mempunyai alasan yang kuat, serta dilakukan secara tenang dan rasional (Edelman dalam Isenhart & Spangle, 2000). Manajemen konflik juga dikatakan konstruktif apabila pihak-pihak yang terlibat dalam konflik puas akan hasilnya dan masing-masing mendapatkan apa yang diperjuangkannya, dan hubungan antar mereka tetap baik (Hardjana, 1996). Kondisi puas antara keduabelah pihak (menang-menang) meniadakan alasan untuk melanjutkan atau menimbulkan konflik yang ada, karena tidak adanya hal yang perlu dihindari ataupun ditekan. Semua persoalan-persoalan yang relevan dibicarakan secara terbuka (Winardi, 1994). Manajemen konflik secara konstruktif adalah cara seseorang mengelola konflik dengan terbuka, melibatkan kerja sama antar pihak, dan hasil yang didapat bersifat menang-menang.

4. Gaya Manajemen Konflik.

manajemen konflik : a. Kompetisi

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan tersebut sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b. Menghindari konflik

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang-kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.

c. Akomodasi

pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai

self sacrifying behavior. Hal ini dilakukan jika satu pihak merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau ada pihak yang ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

d. Kompromi

Tindakan ini dapat dilakukan jika keduabelah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).

e. Kolaborasi

Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.

Dari 5 jenis gaya manajemen konflik diatas, pendekatan yang dipandang paling berhasil untuk mengelola konflik secara konstruktif adalah gaya Kolaborasi/ kerjasama. Gaya kolaborasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan hasil kerjasama dari keduabelah pihak yang terlibat konflik (Winardi, 1994).

5. Aspek-Aspek Manajemen Konflik secara Konstruktif

Gaya Kolaborasi dipandang merupakan pendekatan yang paling berhasil dalam menangani konflik karena bersifat paling konstruktif, yaitu mengoptimalkan hasil bersama dari pihak-pihak yang berkonflik dan bersifat menang-menang (win-win solution). Dalam penelitian ini, manajemen konflik

secara konstruktif adalah gaya manajemen konflik kolaboratif.

Filley (dalam Winardi, 1994) mengidentifikasikan ciri-ciri orang yang mengelola konflik secara kolaboratif, yaitu:

1) Memandang konflik sebagai sesuatu yang wajar dan dapat menyebabkan timbulnya suatu pemecahan yang lebih kreatif apabila ditangani secara tepat. 2) Memberikan kepercayaan kepada pihak lain dan mengakui adanya persoalan

perasaan dalam hal mencapai keputusan-keputusan.

3) Beranggapan bahwa sikap dan posisi setiap orang perlu diperhatikan dan menyadari bahwa apabila konflik diselesaikan hingga memuaskan semua pihak, maka komitmen terhadap pemecahan tersebut kiranya akan dibangkitkan.

4) Beranggapan bahwa setiap orang memiliki peranan sama dalam hal memecahkan konflik yang dihadapinya dan bahwa pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat setiap pihak memiliki bobot yang sama.

5) Tidak mengorbankan seseorang demi kebaikan suatu organisasi

Dokumen terkait