• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN MANAJEMEN KONFLIK SECARA KONSTRUKTIF PADA KARYAWAN COFFEE SHOP DI SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN MANAJEMEN KONFLIK SECARA KONSTRUKTIF PADA KARYAWAN COFFEE SHOP DI SLEMAN"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KONFLIK SECARA KONSTRUKTIF PADA

KARYAWAN

COFFEE SHOP

DI SLEMAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Sony Hendarto Munindro

NIM : 019114120

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

MANAJEMEN KONFLIK SECARA KONSTRUKTIF PADA

KARYAWAN

COFFEE SHOP

DI SLEMAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Sony Hendarto Munindro

NIM : 019114120

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

(3)
(4)
(5)

Waktu ibarat pohon rindang yang berbuah lebat. Beberapa orang berebut untuk mendapatkan buahnya, sementara sebagian lainnya menunggu jatuhnya buah dibawah. Ada juga yang duduk dibawahnya untuk berteduh, dan ada sebagian lagi yang berlalu begitu saja tanpa peduli.

(Iwa K)

Fa'ina ma'al 'usri yusran, sesudah kesulitan akan datang kemudahan (Alam Nasrah: 6)

Don't forget just pretends, time of sorrow soon will end. It's not so easy

(Dramagods, Something about You)

After years of expensive education. A car full of books and anticipation. I'm an expert on Shakespeare and that's a hell of a lot. But the world don't need scholars as much as I thought.

(Jamie Cullum, Twentysomething)

Hidup seseorang takkan pernah berarti, sebelum dia berhasil memperjuangkan sesuatu.

(Dr. Martin Luther King. Jr)

Life for nothing, or die for something (John Rambo, Rambo IV)

Jazz is a mental attitude rather than a style. It uses a certain process of the mind expressed spontaneously through some musical instrument. I'm concerned with retaining that process.

(Billy Evans)

(6)

Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang telah melimpahkan segala Rahmat,

Hidayah, nikmat dan inspirasi yang takkan pernah terhitung dari kelahiran

hingga kematianku kelak

Bapakku, Eddy Munindro, Mamah, Venny Hendrastuti

Tidak ada balasan yang sebanding jika aku diminta untuk membalas segala

yang telah kalian berikan padaku dari kecil hingga sampai saat ini, takkan

pernah cukup, sungguh sebuah karunia besar, seluruh usaha kalian untukku.

I love you forever.. :')

Saudaraku, Ninuk, Ciput, Unggul, Keke, Aufa, yang telah mengingatkanku,

membantuku dalam suka dan duka, lifes like rock, keep struggling!

Semua guru dan dosen, yang telah menanamkan berbagai macam ideologi

dalam otak ini, hingga pada akhirnya aku membuktikan manisnya gula... Kalian

lah yang membukakan cakrawala, mengenalkanku tentang pengetahuan dan

kebenaran

WAP, seseorang yang selalu hadir dalam kegundahan hati. “...” (speechless)

(7)
(8)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN

MANAJEMEN KONFLIK SECARA KONSTRUKTIF PADA KARYAWAN

COFFEE SHOP DI SLEMAN

Sony Hendarto Munindro

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Coffee shop sebagai tempat bernaungnya karyawan, menciptakan interaksi antar individu didalamnya. Perbedaan latar belakang di antara karyawan membentuk persepsi dan pola pikir, sehingga dalam interaksi sosial para karyawan cenderung terjadi perbedaan pendapat, kegagalan komunikasi, dan konflik. Dengan kecerdasan emosional, karyawan diharapkan bisa mengelola konflik yang terjadi secara konstruktif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dan manajemen konflik secara konstruksif pada karyawan coffee shop di Sleman. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dan manajemen konflik secara konstruktif pada karyawan coffee shop

di Sleman. Arah hubungannya adalah semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi manajemen konflik secara konstruktif, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional semakin rendah manajemen konflik secara konstruktifnya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Subjek penelitian adalah karyawan coffee shop yang tersebar di berbagai tempat di Sleman. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang bekerja part-time, berjumlah 64 orang.

Penelitian ini menggunakan Skala Kecerdasan Emosional dan Skala Manajemen Konflik secara Konstruktif. Diperoleh reliabilitas alat ukur sebesar 0,938 untuk skala Kecerdasan Emosional, dan 0,923 untuk skala Manajemen Konflik secara Konstruktif.

Hasil analisis data menyatakan bahwa sebaran data normal dan memiliki korelasi linier. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi

Product Moment dari Pearson melalui program SPSS for windows versi 13.00, dengan taraf signifikansi 0,05 (1 ekor), diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,505 dengan probabilitas 0,000 (p < 0,05). Artinya ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dan manajemen konflik secara konstruktif pada karyawan coffee shop di Sleman.

Kata Kunci: Kecerdasan Emosional, Manajemen Konflik secara Konstruktif, Karyawan, Coffee Shop

(9)

THE CORRELATION BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE AND CONSTRUCTIVE CONFLICT MANAGEMENT OF COFFEE SHOP

EMPLOYEES ON SLEMAN

Sony Hendarto Munindro

Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

Coffee shop as work place, giving social interaction to employees inside. Differences between employees forming perception, so an social interaction sometimes they put on confrontation, and conflict. With emotional intelligence, employee should managed conflict with constructive approach.

The purpose this study as to examining the correlation between emotional intelegence and constructive conflict management of coffee shop employees on Sleman. The research hypothesis was there is a positive correlation between emotional intelligence and constructive conflict management of coffee shop employees on Sleman. The higher emotional intelligence, the higher constructive conflict management. On the contrary, the lower emotional intelligence, the lower constructive conflict management level.

The research type was a correlation research. The subject of this research were coffee shop employee who part-time work on coffee shops was distributed in any place in Sleman. The subject on this research is 64 subjects. This research using Emotional Intelligence scale and Constructive Conflict Management scale. Reliability on Emotional Intelligence scale is 0,938, then for Constructive Conflict Management scale obtained 0,923.

The result of this study showed that the data distribution is normal and had a linear correlation. The research data was analysis used Pearson’s product moment through SPSS program for windows version 13.00, with significant standard 0,05 (one-tailed). The correlation coefficient (r) was 0,505 with probability 0,000 (p<0,05). The result means that there was a positive correlation between emotional intelligence and constructive conflict management of coffee shop employees on Sleman.

Keywords: Emotional Intelligence, Constructive Conflict Management, Employees, Coffee Shop

(10)
(11)

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah dan rahmatNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan antara Kecerdasan

Emosional dan Manajemen Konflik secara Konstruktif pada Karyawan Coffee

Shop di Sleman. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Penulis menyadari adanya berbagai

permasalahan dan kendala yang muncul saat melaksanakan dan menyusun

penelitian ini. Proses penulisan ini dari awal sampai akhir sangat banyak

melibatkan kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si sebagai Dekan, dosen wali. Terima

kasih atas bimbingan dan bantuannya selama ini.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si sebagai Kaprodi Fakultas

Psikologi USD. Terima kasih atas nasihat dan motivasinya selama ini.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si sebagai dosen pembimbing

skripsi. Terima kasih untuk bantuan dan bimbingan yang amat singkat dan

sungguh berarti.

4. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si sebagai dosen penguji skripsi. Terima kasih

banyak untuk bantuan, masukan, dan revisi selama dan setelah ujian

skripsi.

(12)

kasih untuk bantuan, masukan, dan revisi selama dan setelah ujian skripsi.

6. Segenap kru Sekretariat, laboratorium, dan ruang baca Fakultas Psikologi

USD, Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, Mas Muji, Pak Gik. Terima

kasih untuk segala hospitality dan bantuan yang telah diberikan selama

menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi ini.

7. Semua dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengetahuan dan

kebijaksanaan selama 8 tahun ini.

8. Orang tuaku, Eddy Munindro dan Venny Hendrastuti. Terima kasih telah

mendukung dengan sepenuh hati anak laki-lakimu ini, dengan keringat dan

cucuran air mata. Akhirnya aku bisa mewujudkan impian kalian menjadi

manusia seutuhnya. I Love You All... :)

9. Saudaraku, Ninuk, Ciput, Unggul, Keke, dan Aufa (welcome in the world,

my cousin). Yang ikut mendoakan keberhasilanku ini. Secepatnya kita

akan segera berkumpul lagi.

10. Teman-teman penghabisan di Psikologi. Mira, Anas, Dessy, Aris, Seto,

Dion, Silva, Jelly, Rini, Gibon, Aconk dan yang belum disebutkan.

Akhirnya, kita bisa keluar dari “neraka” ini. Hahahahaha....

11. Sahabat-sahabatku, Anita, Yayack, Adi, Carlo Deny, Rini, Drian, Een,

Adrie, Maria, Mayang, Shela, Ul2, Handung, dan masih banyak lagi

lainnya, Terima kasih untuk doa dan dukungannya. I miss you all, d'you

missed me?

(13)

kasih untuk doannya. Kapan kita sing a song hyuk??

13. The best friend, Mira. Makasih mie, untuk segala motivasi, dukungan,

doanya selama ini.

14. Brexia Anwar “Awank” Baihaqi, Thanks dab untuk inspirasinya “with

honours”. 150 hari menjelang deadline...

15. Klaten homebase, Anggie, devid, Tya... Weh, sanji saiki lulus!! Sanjingan

wis dadi wong saiki!! Alhamdulillah.

16. Teman TK yang masih tersisa, Ibnu “Jhonny Saizhoku” Purwo Nuriman.

Jon, sekarang aku lulus lho... Makasih buat pinjeman propertinya :D

17. Sahabat selama di Jogja, Vendy Widyanto. Maturnuwun, untuk segala

dukungan dan bantuannya, segala kesalahan mohon dimaafkan.

18. Riantri Suwasono dan Tony Widagdo di Gorontalo. Sukses bro ning

perantauan!

19. Ronny “Awank” Matuda, dan semua kru Bjong Coffee Shop. Mas, aku

saiki wis dadi tukang insinyur. Bjong is de best lah pokokmen :)

20. Fitri, Alaf, Michael, Inung, Indra, Galih, sebagai “mata-mata” di tiap

coffee shop. Terimakasih untuk bantuan “ilegal”nya menyebarkan skala

penelitian ini dari “belakang”. Terimakasih sudah membantu konspirasiku.

21. Teman-teman kost “wisma 240”, ayik, edo, galih, wawan, ian, risal, edo,

andika, ikbal, pak aris, ari, indra, candra, roy, unggul, dito, bapak ibu kost,

dan semua teman yang belum disebutkan. Terimakasih untuk dukungan

(14)

Senang tinggal bersama kalian disini...

22. Mbah google... mbah sudah memberikan berbagai macam kebijaksanaan,

pengetahuan, dan sebuah dunia tanpa batas, di mana segala sesuatu bisa

didapatkan hanya dengan memasukan kata kunci dalam kotak search.

Harus saya akui, bahwa mbah lah yang sebenarnya menjadi dosen

pembimbing skripsi saya :D

23. statistikpsikologi.blogspot.com. Blog statistiknya pak agung. Terimakasih

untuk tutorial SPSSnya, asumsi linear, korelasi, regresi, uji T, uji

normalitas, komolgorov smirnov, dll

24. Teman-teman blogger di blogspot, wordpress, multiply, terimakasih untuk

inspirasinya. Pendidikan dan pengetahuan sekarang tak lagi harus dengan

bangku sekolahan.

25. Pak Rudi “Momo” Muliyono, Hipnoterapis. Terimakasih pak, untuk

terapinya pada tanggal 19 Januari 2009. Efeknya, saya selalu mendapatkan

apa yang saya perjuangkan. Hingga saya berhasil membuktikan, bahwa

pikiran adalah energi terbesar di alam semesta ini, ternyata Tuhan adalah

Mental energy itu sendiri. Manusia adalah ciptaan terbaik berdasarkan

CitraNya.

26. OCers dimanapun kalian berada. Kalian telah memberikan inspirasi paling

ekstrim... Overclock otak!! Otakku kini bekerja pada frekuensi 4.8 Ghz,

setara dengan core 2 quad extreme!!

(15)

kamu lah, skripsi ini berawal dan berakhir. Terimakasih kekasih

elektronikku...

28. Seluruh karyawan coffee shop dimanapun kalian berada. Upah kalian besar

di sorga. Semoga dengan berhasilnya skripsiku ini, kalian juga

mendapatkan reward dari manajer masing-masing berupa kenaikan upah,

hahahaha...

29. Persaudaraan Mason. Inspirasi terbesar akan Tuhan, manusia adalah

ciptaan terbaik berdasarkan CitraNya. We'll the Creator on little scale.

30. My true love, WAP. 'til I realized, life meant to be... I love you more than

all :'(

31. Dan semua pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu...

Terimakasih atas segala bantuannya...

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga

kritik dan saran akan penulis terima dengan terbuka. Akhir kata, semoga tulisan

ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Oktober 2009

Hormat Saya,

Sony Hendarto Munindro

(16)

HALAMAN JUDUL...

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional...

B. Manajemen Konflik secara Konstruktif...

1. Pengertian Konflik...

2. Konflik Kerja pada Karyawan...

(17)

5. Aspek-aspek Manajemen Konflik secara Konstruktif...

C. Karyawan Coffee Shop...

1. Pengertian Coffee Shop...

2. Pengertian Karyawan...

D. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Manajemen

Konflik secara konstruktif pada Karyawan Coffee Shop di

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data...

1. Skala Kecerdasan Emosional...

2. Skala Manajemen Konflik secara Konstruktif...

F. Validitas dan Reliabilitas...

I. Uji Coba Alat Penelitian...

(18)

a) Analisis Aitem...

b) Reliabilitas...

Bab IV Pelaksanaan dan Hasil Penelitian...

(19)

Tabel 1

Blue Print Skala Kecerdasan Emosional...

Blue Print Skala Manajemen Konflik secara Konstruktif...

Penyebaran Aitem Skala Kecerdasan Emosional Sebelum Uji

Coba...

Penyebaran aitem skala Manajemen Konflik secara Konstruktif

(20)

Lampiran A

Lampiran B

Lampiran C

Lampiran D

Lampiran E

Lampiran F

Skala Penelitian (Sebelum Uji Coba)...

Tabulasi Uji Coba...

Uji Validitas dan Reliabilitas...

Skala Penelitian (Setelah Uji Coba)...

Tabulasi Penelitian...

Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Hipotesis...

60

61

62

63

64

65

(21)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen

(subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (interdependence) satu

sama lain dan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast &

Rosenzweigh dalam Robbins, 1996). Dalam proses interaksi antara suatu

subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi

kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan

dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi.

Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya ketidakcocokan atau

ketegangan, antara lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan,

kegagalan komunikasi, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan

inilah yang akhirnya membawa individu ke dalam suasana konflik.

Memasuki tahun 2007, perkembangan coffee shop di Yogyakarta meningkat

pesat. Coffee shop menjadi sebuah tempat alternatif lain bagi mereka yang

menginginkan suasana santai tanpa alkohol, dengan menu utama kopi (“Warung

Kopi Kian Menjamur di Jogja”, 2007). Coffee shop sebagai sebuah

kecenderungan baru kehidupan di Yogyakarta telah memberikan sebuah warna

baru dalam kewirausahaan, di mana memberikan peluang bisnis dan kesempatan

kerja.

(22)

Coffee shop sebagai sebuah perusahaan mempekerjakan karyawan sebagai

motor penggerak usaha mereka. Coffee shop sebagai tempat bernaungnya

karyawan, menciptakan interaksi antar individu didalamnya. Perbedaan latar

belakang di antara karyawan membentuk persepsi dan pola pikir, sehingga dalam

interaksi sosial para karyawan cenderung terjadi perbedaan pendapat, kegagalan

komunikasi, dan konflik.

Konflik sebagai bagian dari proses sosial melibatkan individu atau

kelompok, dimana segala yang berhubungan dengan usaha pencapaian tujuan

hampir dipastikan akan selalu berhadapan dengan berbagai pertentangan atau

konflik yang melibatkan antar kelompok (Miyarso, 2004). Konflik yang terjadi

dalam interaksi sosial antar karyawan coffee shop merupakan konflik

interpersonal, walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi konflik antar

kelompok (gap) dalam keseluruhan total karyawan.

Dampak terjadinya konflik menurut Soekanto (1990) antara lain adalah

bertambahnya solidaritas dalam kelompok, retaknya kesatuan, perubahan

kepribadian para individu, munculnya akomodasi, dominasi, dan takluknya salah

satu pihak. Dampak tersebut tentunya mempengaruhi kinerja karyawan dan

kelangsungan hidup perusahaan, dalam hal ini coffee shop.

Konflik interpersonal mempengaruhi emosi pihak-pihak yang terlibat,

sehingga tidak jarang perasaan atau emosi lebih cenderung meluap saat konflik

terjadi, dalam hal ini marah. Marah, keadaan emosional yang tidak stabil

(23)

antara pihak-pihak yang terlibat semakin buruk, hal ini tentunya akan

mempengaruhi kinerja dan stabilitas perusahaan.

Sebagai contoh dalam lingkungan coffee shop, konflik cenderung terjadi

akibat kegagalan komunikasi dan sikap kurang hormat salah satu karyawan

terhadap karyawan lain, dimana karyawan ini merasa memiliki kemampuan yang

lebih, sehingga menjadi sombong dan memandang rendah karyawan lain.

Hasilnya, pekerjaan yang seharusnya dilakukan berkelompok (team work), pada

akhirnya berjalan sendiri-sendiri, dan hubungan antar pihak-pihak yang terlibat

kian renggang, karena tidak ada kepedulian untuk membuat keadaan menjadi

lebih baik. Berdasarkan fenomena tersebut, konflik yang tidak terselesaikan, atau

tidak berakhir secara menang-menang mengakibatkan produktivitas menurun, dan

hubungan antar karyawan menjadi renggang.

Menurut sumber yang didapat dari pengelola coffee shop, konflik yang

terjadi pada karyawan coffee shop cenderung merupakan konflik interpersonal.

Konflik terjadi antara karyawan satu dengan lainnya, akibat dari ketidakcocokan

individu, sehingga pada akhirnya konflik ini menyebabkan pihak yang kalah,

merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk keluar dari coffee shop. Kondisi

seperti ini hampir ditemukan dalam setiap coffee shop yang diteliti. Konflik

merupakan bagian dari suatu proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya

interaksi sosial (Soekanto, 1990).

Dibutuhkan kecerdasan emosional di antara pihak-pihak yang terlibat untuk

(24)

Kemampuan untuk mengelola konflik secara positif, dimana semua kepentingan

pihak-pihak yang terlibat di dalamnya bisa terpenuhi disebut dengan manajemen

konflik secara konstruktif

Kemampuan seseorang menangani emosi atau suasana hatinya dengan baik

sehingga dapat dikelola secara efektif merupakan bagian dari kecerdasan emosi.

Salovey dan Mayer (dalam Hariwijaya, 2005; Stein & Book, 2004)

mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi merupakan himpunan bagian dari

kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi

baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan

menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Goleman

(1999) mengatakan bahwa tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa

menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif sesuai dengan potensi yang

maksimal.

Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, akan mampu

mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, mampu mengelola emosinya

sehingga mampu untuk menunda kepuasan atau kenikmatan sebelum tercapainya

suatu tujuan, mampu bertahan menghadapi kegagalan dan berusaha bangkit,

memiliki rasa percaya diri, sadar akan kemampuan diri, mampu menggerakkan

hasrat menuju sasaran, cermat membaca situasi sosial, serta memiliki

keterampilan untuk bekerja sama (Hariwijaya, 2005).

Dari uraian di atas secara ringkas dapat dikatakan bahwa dengan kecerdasan

(25)

dan menyelesaikan konflik yang terjadi secara konstruktif. Banyaknya

pengalaman dalam interaksi sosial mengenai pengambilan keputusan berat

sebelah dalam penyelesaian konflik yang dirasa membuat sebagian pihak merasa

dikalahkan, inferior, sementara pihak yang lain merasa menang dan berkuasa,

sementara win-win solution sepertinya jarang bisa didapatkan, menjadi dasar

penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Maka, penulis ingin membuktikan

apakah ada hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dengan manajemen

konflik secara konstruktif, dalam hal ini pada karyawan coffee shop di Sleman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan yang positif antara

kecerdasan emosional dan manajemen konflik secara konstruktif pada karyawan

coffee shop di Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang positif antara

kecerdasan emosional dan manajemen konflik secara konstruktif pada karyawan

coffee shop di Sleman.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

(26)

kecerdasan emosional dan manajemen konflik secara konstruktif,

khususnya dalam bidang psikologi Industri dan Organisasi.

2. Secara Praktis

Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan pemahaman dan

informasi bagi karyawan tentang kecerdasan emosi dalam manajemen

konflik secara konstruktif, sehingga ketika terjadi konflik di antara

karyawan, pengelolaan konflik akan bersifat konstruktif dan menciptakan

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan

diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam

berhubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Goleman (dalam Mutadin,

2002) mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial

yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati

individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat

emosional yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan

sosial serta lingkungannya.

Sementara Howes dan Herald (dalam Mutadin, 2002) mengatakan pada

intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang

menjadi pintar menggunakan emosi. Pendapat yang sejalan dikemukakan Salovey

dan Mayer (dalam Hariwijaya, 2005; Stein & Book, 2004) yang mendefinisikan

kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau, mengenali emosi, dan

mengendalikan emosi sendiri dan orang lain, serta menggunakan emosi-emosi itu

untuk memadukan pikiran dan tindakan, sehingga membantu perkembangan

emosi dan intelektual.

(28)

Cooper dan Sawaf (dalam Mutadin, 2002) mengatakan bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang

manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar

mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya

dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam interaksi sosial.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

emosional adalah serangkaian kemapuan dalam menerapkan kepekaan emosi

untuk mengenali perasaan diri sendiri atau orang lain dan mengelolanya dalam

berinteraksi dengan lingkungan sosial. Hal ini juga berarti menempatkan emosi

dalam porsi yang tepat dalam mengendalikan perasaan positif atau negatif,

sehingga membantu individu dalam bersosialisasi dengan orang lain dalam

lingkungan dan menyikapi masalah hidupnya.

2. Aspek-aspek kecerdasan emosional

Dari berbagai teori tentang kecerdasan emosional yang ada, penulis

mengacu pada teori kecerdasan emosional milik Goleman (1999), karena dengan

jelas menyebutkan komponen tentang kecerdasan emosional.

Goleman (1999) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi terdiri dari lima

komponen atau aspek-aspek, antara lain :

a. Mengenali emosi diri

(29)

dengan kesadaran diri yang baik akan mampu mengenali emosi yang sedang

mereka rasakan dan mengapa, menyadari keterkaitan antara perasaan mereka

dengan yang mereka pikirkan, perbuat dan katakan, mengetahui bagaimana

perasaan mereka mempengaruhi kinerja, serta mempunyai kesadaran yang

menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran-sasaran mereka.

b. Mengelola emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap

dengan tepat. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri

ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan, dan bangkit

kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk

kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan

perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan

dirinya sendiri.

c. Memotivasi diri

Memotivasi diri berarti dapat memanfaatkan emosi yang dimiliki sehingga

dapat mencapai tujuan. Dalam hal ini kemampuan menata emosi sebagai alat

untuk mencapai tujuan. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi, kemungkinan

untuk mencapai tujuan yang diharapkan juga tinggi.

Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai

berikut:

(1) Kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati agar tidak menghambat

(30)

(2) Kemapuan untuk mengurangi derajat kecemasan yang berpengaruh

terhadap unjuk kerja seseorang.

(3) Kekuatan berpikir positif.

(4) Kemampuan untuk optimis, dan

(5) Keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa

yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek.

Kunci motivasi adalah memanfaatkan emosi sehingga mendukung kesuksesan

seseorang.

d. Mengenali emosi orang lain

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran

diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia

akan terampil memahami perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak

mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan

mampu memahami perasaan orang lain. Mengenali emosi orang lain berarti

memahami orang lain, mengindra perasaan dan perspektif orang lain serta

secara aktif menunjukkan minat terhadap kepentingan-kepentingan mereka

(Goleman, 1999). Individu yang mampu berempati dengan baik, akan

memperhatikan isyarat-isyarat emosi dan mendengarkannya dengan baik,

menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain, serta

membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang

lain.

(31)

Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan

sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa

memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan

sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan

semacam inilah yang menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh,

mengganggu, atau tidak berperasaan. Individu yang memiliki ketrampilan

sosial mampu mengendalikan emosi dengan baik ketika berhubungan dengan

orang lain, cermat membaca situasi, berinteraksi dengan lancar, mampu

memimpin dan mengorganisir orang lain, serta pintar menangani perselisihan

yang muncul dalam setiap interaksi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional berbeda dengan kecerdasan intelektual. Seperti yang

telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa kecerdasan intelektual

merupakan pembawaan sejak lahir, dan cenderung tetap atau sulit untuk diubah

(Goleman, 1999). Tidak demikian halnya dengan kecerdasan emosional,

kecerdasan emosional bisa terus dilatih menjadi semakin baik seiring

bertambahnya umur. Hal-hal

yang mempengaruhi kecerdasan emosi secara garis besar terbagi dua, yakni :

a. Faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Faktor yang bersumber dari dalam individu, seperti susunan saraf pusat atau

(32)

seseorang. Stimulus yang diterima oleh indera ditransfer dan diproses menjadi

informasi yang kita pahami. Respon yang dihasilkan melibatkan nalar dan

emosi, seperti respon bersedih saat melihat sesuatu yang mengharukan, takut

atau marah saat merasa terancam. Seseorang yang bisa mengatur keadaan

emosionalnya seperti misalnya bisa segera bangkit dari kesedihan berarti

memiliki susunan saraf yang baik, karena dengan susunan saraf yang baik, dia

dapat menerjemahkan informasi yang masuk menjadi persepsi yang positif.

b. Faktor yang berasal dari luar diri individu.

Faktor dari luar individu diantaranya adalah pengalaman, proses belajar,

perlakuan orang sekitar, serta hal lain yang dapat mempengaruhi individu untuk

mengubah sikap, baik dari lingkungan langsung, maupun media-media lain

seperti buku, film dan lain sebagainya. Lebih lanjutnya, seperti faktor

pengalaman, misalnya reaksi individu terhadap suatu peristiwa di masa lalu

yang memiliki muatan emosi seperti peristiwa traumatis akan muncul kembali

di masa sekarang, jika individu dihadapkan pada hal yang dapat

mengingatkannya kembali pada peristiwa di masa lalu, walaupun kapasitasnya

berbeda ataupun kejadiannya tidak sama persis. Selain itu yang turut

berpengaruh terhadap kualitas kecerdasan emosi adalah perlakuan orang sekitar

terhadap individu yang bersangkutan, seperti keluarga sebagai lingkungan

terdekat, perlakuan orang-orang di lingkungan tempat individu meperoleh

pendidikan, dan perlakuan dari lingkungan masyarakat sekitar. Individu yang

(33)

perkembangan kecerdasan emosinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosi terbagi menjadi dua, yakni; berasal dari dalam

dan dari luar individu. Faktor yang berasal dari dalam diri individu meliputi

susunan syaraf pusat, sedangkan faktor yang berasal dari luar diri individu atau

lingkungan, yakni: pengalaman, perlakuan orang-orang sekitar terhadap dirinya,

proses belajar, dan hal lain yang dapat mempengaruhi individu untuk mengubah

sikapnya, baik lingkungan langsung maupun tidak, seperti informasi dari pihak

lain.

B. Manajemen Konflik secara Konstruktif

1. Pengertian Konflik

Kata konflik berasal dari bahasa latin confligere, conflictum yang berarti:

saling berbenturan (Kartono, 1985). Kartono (1985) mengemukakan 2 pengertian

konflik, yaitu:

1) Pengertian yang negatif, dikaitkan dengan: sifat binatang yang buas,

kekerasan barbarisme, destruktif, penghancuran, irrasionalisme, tidak

adanya kontrol emosional, pemogokan, huru-hara, perang, dll.

2) Pengertian yang positif, dikaitkan dengan pengertian petualangan,

hal-hal baru inovasi, pembersihan, pemurnian, pembaharuan, pencerahan,

kreasi, pertumbuhan, rasionalitas yang dialektis, mawas diri, tawakal,

(34)

Johnson (dalam Supratiknya, 1995) mengatakan bahwa konflik adalah

situasi dimana tindakan salah satu pihak menghalangi, menghambat, atau

mengganggu tindakan pihak lain. Kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat

tidak sepaham, dan saling berlawanan.

Robbins (1996) menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi

yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang)

yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun

pengaruh negatif. Pendapat ini sejalan dengan definisi Luthans (1981), konflik

adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan.

Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri

diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan

permusuhan.

Dampak terjadinya konflik menurut Soekanto (1990) antara lain adalah

bertambahnya solidaritas antar individu dalam kelompok, retaknya kesatuan,

perubahan kepribadian para individu, munculnya kompromi, akomodasi, dominasi

dan takluknya salah satu pihak. Dampak konflik dapat bersifat positif ataupun

negatif, tergantung penyelesaiannya.

Dari beberapa definisi konflik diatas dan dampak yang ditimbulkan, dapat

disimpulkan bahwa konflik adalah situasi di mana terjadi suatu pertentangan

dalam interaksi sosial karena salah satu pihak menghalangi, menghambat, tidak

(35)

2. Konflik Kerja pada Karyawan

Konflik kerja pada karyawan diidentifikasikan menurut jenis konflik.

Stoner dan Wankel (dalam Winardi, 1994) mengidentifikasikan ada 3 jenis

konflik, yaitu: konflik intrapersonal, konflik interpersonal, dan konflik organisasi.

1. Konflik Intrapersonal terjadi karena adanya inkonsistensi pada

elemen-elemen kognitif seseorang (Roloff dalam Winardi, 1994). Menurut

Festinger dalam Theory of Cognitive Dissonance, adanya

keyakinan-keyakinan yang tidak konsisten bersifat meresahkan bagi mereka yang

mengalaminya (Winardi, 1994), seperti perasaan tidak mampu

menjalankan peran dan tanggung jawab yang dipikulnya.

2. Konflik interpersonal merupakan konflik yang terjadi antara individu

dengan individu lainnya. Konflik interpersonal terjadi karena perbedaan

persepsi dan kegagalan komunikasi antar individu. Orang-orang dalam

satu tempat kerja yang sama jelas berbeda satu sama lain, termasuk peran

dan tingkat pengalamannya (Edelman dalam Isenhart & Spangle, 2000).

3. Konflik Organisasi adalah konflik perilaku antar kelompok dalam

organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan dominasi,

membandingkan dengan kelompok lain dan mereka menganggap bahwa

kelompok lain tidak sejalan dengan pandangan mereka atau menghalangi

tujuan dan harapan-harapan mereka.

Dari ketiga jenis konflik diatas, konflik kerja pada karyawan adalah jenis

(36)

sebuah perusahaan. Konflik kerja antar karyawan merupakan konflik yang terjadi

antara karyawan satu dengan karyawan lain.

3. Pengertian Manajemen Konflik

Manajemen konflik atau pengelolaan konflik adalah cara seseorang

menghadapi konflik (Winardi, 1994). Dalam penelitian ini, penulis membatasi

jenis manajemen konflik secara konstruktif.

Manajemen konflik dikatakan konstruktif bila penanganannya dilakukan

terbuka, mempunyai alasan yang kuat, serta dilakukan secara tenang dan rasional

(Edelman dalam Isenhart & Spangle, 2000). Manajemen konflik juga dikatakan

konstruktif apabila pihak-pihak yang terlibat dalam konflik puas akan hasilnya

dan masing-masing mendapatkan apa yang diperjuangkannya, dan hubungan antar

mereka tetap baik (Hardjana, 1996). Kondisi puas antara keduabelah pihak

(menang-menang) meniadakan alasan untuk melanjutkan atau menimbulkan

konflik yang ada, karena tidak adanya hal yang perlu dihindari ataupun ditekan.

Semua persoalan-persoalan yang relevan dibicarakan secara terbuka (Winardi,

1994). Manajemen konflik secara konstruktif adalah cara seseorang mengelola

konflik dengan terbuka, melibatkan kerja sama antar pihak, dan hasil yang didapat

bersifat menang-menang.

4. Gaya Manajemen Konflik.

(37)

manajemen konflik :

a. Kompetisi

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak mencoba memaksakan

kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa

sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,

kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan tersebut sangat vital.

Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan

terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi

konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan

atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan

organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b. Menghindari konflik

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut

secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik

yang terjadi. Situasi menang-kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa

dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana,

mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika

pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah

satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan

persoalan tersebut.

c. Akomodasi

(38)

pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai

self sacrifying behavior. Hal ini dilakukan jika satu pihak merasa bahwa

kepentingan pihak lain lebih utama atau ada pihak yang ingin tetap menjaga

hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan

pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

d. Kompromi

Tindakan ini dapat dilakukan jika keduabelah pihak merasa bahwa kedua hal

tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.

Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk

mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).

e. Kolaborasi

Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.

Dari 5 jenis gaya manajemen konflik diatas, pendekatan yang dipandang

paling berhasil untuk mengelola konflik secara konstruktif adalah gaya

Kolaborasi/ kerjasama. Gaya kolaborasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan

hasil kerjasama dari keduabelah pihak yang terlibat konflik (Winardi, 1994).

5. Aspek-Aspek Manajemen Konflik secara Konstruktif

Gaya Kolaborasi dipandang merupakan pendekatan yang paling berhasil

dalam menangani konflik karena bersifat paling konstruktif, yaitu

mengoptimalkan hasil bersama dari pihak-pihak yang berkonflik dan bersifat

(39)

secara konstruktif adalah gaya manajemen konflik kolaboratif.

Filley (dalam Winardi, 1994) mengidentifikasikan ciri-ciri orang yang

mengelola konflik secara kolaboratif, yaitu:

1) Memandang konflik sebagai sesuatu yang wajar dan dapat menyebabkan

timbulnya suatu pemecahan yang lebih kreatif apabila ditangani secara tepat.

2) Memberikan kepercayaan kepada pihak lain dan mengakui adanya persoalan

perasaan dalam hal mencapai keputusan-keputusan.

3) Beranggapan bahwa sikap dan posisi setiap orang perlu diperhatikan dan

menyadari bahwa apabila konflik diselesaikan hingga memuaskan semua

pihak, maka komitmen terhadap pemecahan tersebut kiranya akan

dibangkitkan.

4) Beranggapan bahwa setiap orang memiliki peranan sama dalam hal

memecahkan konflik yang dihadapinya dan bahwa pandangan-pandangan serta

pendapat-pendapat setiap pihak memiliki bobot yang sama.

5) Tidak mengorbankan seseorang demi kebaikan suatu organisasi

C. Karyawan Coffee Shop

1. Pengertian Coffee Shop

Coffee shop adalah suatu usaha di bidang makanan yang dikelola secara

komersial yang menawarkan pada tamu makanan atau minuman ringan dengan

pelayanan dan dalam suasana tidak formal tanpa diikuti suatu aturan servis yang

(40)

harganya lebih murah (Melteka dalam Sugiarto & Sulartiningrum, 1996).

Pengertian coffee shop atau warung kopi dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2001) adalah sebuah tempat yang menjual kopi dan jenis minuman

lain, serta makanan-makanan kecil dengan harga yang murah.

Dari dua pengertian diatas maka coffee shop berarti sebuah usaha

komersial yang menawarkan kopi, jenis minuman lain beserta makanan-makanan

ringan dengan harga murah dan pelayanan serta suasana yang tidak formal.

Ciri-ciri coffee shop menurut Soekresno (2000) adalah sebagai berikut:

1). Harga makanan dan minuman relatif murah.

2). Penerimaan pelanggan tanpa sistem penerimaan tempat.

3). Para pelanggan yang datang tidak terikat menggunakan pakaian

formal.

4). Sistem penyajian makanan dan minuman yang dipakai adalah

American service/ ready plate atau self service bahkan counter

service.

5). Tidak menyediakan live music.

6). Penataan meja dan bangku cukup rapat antara satu dengan yang lain.

7). Daftar menu oleh pramusaji tidak dipresentasikan kepada tamu atau

pelanggan namun dipasang di counter atau langsung di setiap meja

makan untuk mempercepat proses pelayanan.

8). Menu yang disediakan sangat t erbatas dan membatasi menu-menu

(41)

9). Jumlah tenaga service relatif sedikit dengan standar kebutuhan.

Dalam perkembangannya dan sesuai dengan kenyataan yang ada

dilapangan, ciri-ciri coffee shop diatas tidaklah baku, namun menyesuaikan

dengan konsep dan selera pengelola, dan di disain untuk menarik minat dan

memberi kenyamanan pada pelanggan.

2. Pengertian Karyawan

Karyawan dalam perusahaan dibagi menjadi 2, yaitu karyawan

administrasi dan karyawan lapangan (Atmosudirjo, 1995).

Karyawan administrasi adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga,

kantor, perusahaan dengan mendapatkan gaji di mana dalam kesehariannya

pekerjaannya dikerjakan sendiri atau berkelompok sesuai perintah atasan dan

memiliki wewenang dalam mengambil keputusan (Poerwadarminta, 2001).

Setiap perusahaan atau organisasi memerlukan tata usaha guna

melakukan pengelolaan secara teratur dan terorganisir. Dengan adanya keteraturan

dan tata kerja, tujuan perusahaan atau organisasi akan mudah tercapai. Orang yang

memberikan suatu gerakan dalam tata kerja disebut atministrator, yaitu orang

yang mampu memimpin perusahaan atau organisasi untuk tumbuh dan

berkembang sesuai dengan tujuannya (Atmosudirjo, 1995). Administrator dalam

coffee shop disebut manajer.

Karyawan Lapangan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga,

(42)

langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah atasan

(Poerwadarminta, 2001). Karyawan lapangan bekerja langsung dibawah kendali

administrator atau manajer. Dalam perusahaan, karyawan lapangan disebut buruh,

pegawai atau pekerja, melakukan tugas dibawah perintah manajer. Karyawan

lapangan dalam coffee shop disebut karyawan.

Coffee shop sebagai sebuah usaha komersil, mempekerjakan karyawan

untuk melakukan tugas masing-masing sesuai dengan bidang pekerjaan. Manajer

memiliki wewenang dan peran penting dalam menentukan tata kerja dan

kebijakan, dalam rangka mencapai tujuan coffee shop, sementara karyawan

melakukan pekerjaan langsung yang diberikan atasan (manajer).

D. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Manajemen Konflik secara

Konstruksif pada Karyawan Coffee Shop

Coffee shop sebagai sebuah perusahaan mempekerjakan karyawan sebagai

motor penggerak usaha mereka. Coffee shop sebagai tempat bernaungnya

karyawan, menciptakan interaksi antar individu didalamnya. Perbedaan latar

belakang di antara para karyawan membentuk persepsi dan pola pikir, sehingga

dalam interaksi sosial para karyawan cenderung terjadi perbedaan pendapat,

kegagalan komunikasi dan konflik. Konflik merupakan bagian dari suatu proses

sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial (Soekanto, 1990).

Konflik dalam sebuah perusahaan memberi berbagai dampak antara lain

(43)

kesatuan, perubahan kepribadian para karyawan, munculnya kompromi,

akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak. Dampak konflik dapat

bersifat positif ataupun negatif, tergantung penyelesaiannya.

Perusahaan memiliki sebuah tujuan, di mana tiap-tiap elemen didalamnya

(karyawan) memiliki andil dalam mencapai tujuan. Konflik antar karyawan dalam

perusahaan, dalam hal ini yaitu coffee shop, terjadi lantaran kegagalan

komunikasi, perbedaan persepsi, dan perbedaan karakter. Orang-orang dalam satu

tempat kerja yang sama jelas berbeda satu sama lain, termasuk peran dan tingkat

pengalamannya (Edelman dalam Isenhart & Spangle, 2000).

Banyak orang memandang konflik sebagai faktor yang merusak hubungan.

Pada kenyataannya, justru rusaknya hubungan lebih karena kegagalan mengelola

konflik secara konstruktif (Supratiknya, 1995). Dalam sebuah perusahaan,

tiap-tiap karyawan yang terlibat konflik berusaha untuk mengelola dan menyelesaikan

konflik yang terjadi. Penyelesaian dilakukan dengan cara dan ide masing-masing

pihak, di mana ide-ide mereka saling bertentangan satu sama lain. Dan ketika

tidak ada kata sepakat, atau salah satu kepentingan pihak harus dikalahkan, salah

satu pihak merasa konflik telah selesai, sementara pihak yang lain tidak puas dan

merasa dikalahkan, menganggap konflik diantara mereka kian panas. Dari sini

hubungan pihak yang terlibat konflik menjadi rusak, hal ini adalah salah satu

contoh pengelolaan konflik yang destruktif.

Manajemen konflik dikatakan konstruktif bila penanganannya dilakukan

(44)

(Edelman dalam Isenhart & Spangle, 2000). Manajemen konflik juga dikatakan

konstruktif apabila pihak-pihak yang terlibat dalam konflik puas akan hasilnya

dan masing-masing mendapatkan apa yang diperjuangkannya, dan hubungan antar

mereka tetap baik (Hardjana, 1996).

Dalam manajemen konflik secara konstruktif, dibutuhkan sebuah

keterbukaan, saling memahami, pengendalian emosi, dan pikiran rasional.

Keterbukaan diantara pihak-pihak yang terlibat, memandang konflik sebagai

sesuatu adversity (peluang, bukan hambatan), memahami emosi diri sendiri dan

orang lain. Kemampuan seseorang menangani emosi atau suasana hatinya dengan

baik sehingga dapat dikelola secara efektif merupakan bagian dari kecerdasan

emosi. Kemampuan ini yang dibutuhkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik,

sehingga konflik menjadi sebuah pembelajaran yang membangun bagi mereka.

Salovey dan Mayer (dalam Hariwijaya, 2005; Stein & Book, 2004)

mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi merupakan himpunan bagian dari

kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi

baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan

menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Goleman

(1999) mengatakan bahwa tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa

menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif sesuai dengan potensi yang

maksimal.

Dari uraian tersebut, secara singkat bisa disimpulkan bahwa untuk mencapai

(45)

bertambah erat, kondisi puas antara keduabelah pihak (menang-menang), dan

meniadakan alasan untuk melanjutkan atau menimbulkan konflik yang ada,

dibutuhkan kecerdasan emosional untuk mencapainya. Dalam manajemen konflik

secara konstruktif, dibutuhkan sebuah keterbukaan, saling memahami,

pengendalian emosi, dan pikiran rasional. Keterbukaan pihak-pihak yang terlibat,

memandang konflik sebagai sesuatu adversity (peluang, bukan hambatan),

memahami emosi diri sendiri dan orang lain, sehingga diharapkan konflik dapat

diselesaikan dengan hasil puas diantara pihak-pihak yang terlibat

(menang-menang).

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara kecerdasan

emosional dan manajemen konflik secara konstruktif pada karyawan coffee shop.

Semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki maka akan semakin tercapai

(46)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional. Jenis penelitian korelasional

merupakan jenis penelitian yang berbentuk hubungan antara dua variabel.

Penelitian korelasional bertujuan untuk menganalisis variasi pada satu variabel

berkaitan dengan variabel pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien

korelasi (Azwar, 1999a). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara dua variabel yaitu kecerdasan emosional dan manajemen konflik secara

konstruktif.

B.Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : Kecerdasan Emosional

2. Variabel tergantung : Manajemen Konflik secara Konstruktif

C. Definisi Operasional

1. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu mengenali perasaan diri

sendiri dan perasaan orang lain, memahami diri sendiri, kemampuan memotivasi

(47)

diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

dalam berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional diteliti dengan

menggunakan skala Kecerdasan Emosional, yang berisi pernyataan-pernyataan

yang mengacu pada komponen-komponen kecerdasan emosional, meliputi :

a. Mengenali emosi diri

Mengenali perasaan dalam diri sewaktu perasaan itu terjadi, memahami

mengapa perasaan itu muncul, menyadari keterkaitan antara perasaan dengan

yang dipikirkan, diputuskan, diperbuat, dan dikatakan.

b. Mengelola emosi

Kemampuan mengungkapkan perasaan dengan tepat, kemampuan mengelola

perasaan seperti tidak berlarut dalam kesedihan, dapat menahan amarah.

c. Memotivasi diri

Kemampuan memanfaatkan emosi atau menggunakannya secara efektif

sehingga mendukung kesuksesan seseorang, dapat dilihat antara lain melalui:

kekuatan berpikir positif, optimis, kemampuan untuk fokus pada suatu objek

atau pekerjaan, kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati, supaya tidak

menghambat pemikiran

d. Mengenali emosi orang lain

Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, kemampuan untuk

menunjukkan minat terhadap kepentingan orang lain, membantu orang lain

berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

(48)

Memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang baik dengan orang lain, seperti:

kemampuan untuk membina kedekatan hubungan, kemampuan untuk

meyakinkan dan mempengaruhi orang lain, kemampuan untuk membuat orang

lain merasa nyaman, kemampuan untuik menangani perselisihan dalam setiap

kegiatan manusia, kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain

dengan cukup lancar.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan semakin tinggi

kecerdasan emosinya. Semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka

menunjukkan semakin rendah kecerdasan emosinya.

2. Manajemen Konflik secara Konstruktif

Manajemen Konflik secara konstruktif berarti mengelola konflik secara

terbuka, dimana terdapat interaksi positif didalamnya yaitu : ada rasa saling

percaya, memandang sikap dan posisi orang lain, kerjasama diantara pihak-pihak

yang terlibat, dan tidak mengorbankan seseorang demi kepentingan. Manajemen

konflik dikatakan konstruktif bila penanganannya dilakukan terbuka, mempunyai

alasan yang kuat, serta dilakukan secara tenang dan rasional, pihak-pihak yang

terlibat puas akan hasilnya dan masing-masing mendapatkan apa yang

diperjuangkannya, dan hubungan antar mereka tetap baik. Manajemen konflik

secara konstruktif diteliti dengan menggunakan skala manajemen konflik secara

konstruktif, yang berisi pernyataan-pernyataan yang mengacu pada

(49)

1. Memandang konflik sebagai sesuatu yang wajar dan dapat

menyebabkan timbulnya suatu pemecahan yang lebih kreatif apabila

ditangani secara tepat.

2. Memberikan kepercayaan kepada pihak lain dan mengakui adanya

persoalan perasaan dalam hal mencapai keputusan-keputusan.

3. Beranggapan bahwa sikap dan posisi setiap orang perlu diperhatikan

dan menyadari bahwa apabila konflik diselesaikan hingga memuaskan

semua pihak, maka komitmen terhadap pemecahan tersebut kiranya akan

dibangkitkan.

4. Beranggapan bahwa setiap orang memiliki peranan sama

dalam hal memecahkan konflik yang dihadapinya dan bahwa

pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat setiap pihak memiliki bobot yang

sama.

5. Tidak mengorbankan seseorang demi kebaikan suatu organisasi.

Skor yang tinggi menunjukkan tingkat manajemen konflik secara konstruktif

yang tinggi, dan skor yang rendah menunjukkan tingkat manajemen konflik

secara konstruktif yang rendah juga pada subjek.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah karyawan beberapa coffee shop di Sleman,

dimana sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa atau mahasiswi yang

(50)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran skala

penelitian secara langsung kepada subjek yang akan diteliti. Skala penelitian

tersebut berupa pernyataan-pernyataan, dimana subjek yang diteliti diminta untuk

memilih jawaban yang paling sesuai dengan keadaan dirinya. Setiap aitem

pernyataan diharuskan untuk diisi/dijawab oleh subjek penelitian.

Subjek diberikan 4 alternatif jawaban dan diminta untuk memilih salah

satunya saja. Jawaban tersebut terdiri dari : “SS’ (sangat sesuai), “S” (sesuai),

“TS” (tidak sesuai), “STS” (sangat tidak sesuai). Jenis skala seperti ini merupakan

skala Likert, yang dimodifikasi menjadi tipe skala dengan menyajikan hanya 4

alternatif jawaban. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk

menghindari bias, karena alternatif kelima diartikan sebagai netral, ragu-ragu,

jarang, kadang-kadang tidak. Selain itu, jawaban tengah bisa menimbulkan

central tendency effect, dimana subjek akan cenderung untuk memilih jawaban

yang ada di tengah (Hadi, 2000).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu

skala Kecerdasan Emosional dan skala Manajemen Konflik secara Konstruktif

yang disusun dengan menggunakan metode summated rating (rating yang

dijumlahkan). Metode summated rating adalah metode penskalaan yang

menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar,

1999).

(51)

Konstruktif disusun dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable.

Pernyataan favorable adalah pernyataan yang mendukung objek sikap dalam

skala. Pernyataan unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung objek

sikap dalam skala. Setiap jawaban dalam tiap item pada kedua skala diberi nilai

masing-masing. Jawaban atas pernyataan favorable memiliki nilai sebagai

berikut : “SS” diberi nilai 4, “S” diberi nilai 3, “TS” diberi nilai 2, “STS” diberi

nilai 1. Untuk pernyataan unfavorable adalah sebagai berikut : “SS” diberi nilai 1,

“S” diberi nilai 2, “TS” diberi nilai 3, “STS” diberi nilai 4. Lebih jelasnya

dipaparkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.

Skor jawaban pada skala Kecerdasan Emosional dan skala Manajemen konflik secara konstruktif

Kategori Sangat Sesuai (SS)

Sesuai (S)

Tidak Sesuai (TS)

Sangat Tidak Sesuai (STS)

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

Untuk menjaga supaya pembuatan aitem terarah pada tujuan maka

disertakan tabel spesifikasi. Tabel ini memuat uraian isi yang akan diungkap pada

kedua skala, antara lain :

1. Skala kecerdasan emosional

Skala ini dibuat untuk mengukur tingkat kecerdasan emosional subjek.

Pernyataan-pernyataan dalam skala Kecerdasan Emosional ini disusun

berdasarkan 5 aspek kecerdasan emosional, yang terdiri dari :

(52)

2) Mengelola emosi

3) Memotivasi diri

4) Mengenali emosi orang lain

5) Membina hubungan dengan orang lain

Jumlah aitem yang direncanakan untuk masing-masing aspek yang hendak

diukur beserta penyebarannya dalam skala akan dipaparkan dalam tabel blue print

berikut ini :

Tabel 2.

Blue Print Skala Kecerdasan Emosional

Aspek Kecerdasan Emosional Favorable Unfavorable Total

1 Mengenali emosi diri 7 7 14

(20%)

2 Mengelola emosi 7 7 14

(20%)

3 Memotivasi diri 7 7 14

(20%)

4 Mengenali emosi orang lain 7 7 14

(20%) 5 Membina hubungan dengan

orang lain

7 7 14

(20%)

Total 35 35 70

(100%)

2. Skala Manajemen Konflik secara Konstruktif

Skala ini dibuat untuk mengukur tingkat manajemen konflik secara

konstruktif pada subjek. Pernyataan-pernyataan dalam skala manajemen konflik

secara konstruktif ini disusun berdasarkan 5 aspek manajemen konflik secara

konstruktif, yang terdiri dari :

(53)

2) Saling percaya

3) Memperhatikan sikap dan posisi orang lain

4) Peran yang sama dalam konflik

5) Tidak mengorbankan orang lain

Jumlah aitem yang direncanakan untuk masing-masing aspek yang hendak

diukur beserta penyebarannya dalam skala akan dipaparkan dalam tabel blue print

berikut ini :

Tabel 3.

Blue Print Skala Manajemen Konflik secara Konstruktif Aspek Manajemen Konflik

2 Saling percaya 7 7 14

(20%) 3 Memperhatikan sikap dan

posisi orang lain

7 7 14

(20%) 4 Peran yang sama dalam

konflik

melakukan fungsi ukurnya (Hadi, 1991). Sebuah alat ukur dapat dikatakan valid

jika alat ukur tersebut dapat memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud

(54)

sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang

hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak

diukur (Azwar, 1999b).

2. Analisis aitem

Analisis aitem dilakukan untuk memilih aitem-aitem yang berkualitas,

yang dapat digunakan dalam pengambilan data penelitian serta membuang

aitem-aitem yang tidak lolos seleksi dan tidak dapat digunakan dalam pengambilan data

penelitian. Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi antara aitem-total

(rix) dengan teknik korelasi product moment dari program SPSS for Windows ver.

13.0. Sebagai kriteria digunakan batasan rix ≥ 0,30. Aitem dengan rix minimal

0,30 dianggap memuaskan, sedangkan aitem dengan rix kurang dari 0,30

memiliki daya diskriminasi rendah.

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah proporsi variabilitas skor tes yang disebabkan oleh

perbedaan yang sebenarnya diantara individu, sedangkan ketidakreliabelan adalah

proporsi variabilitas skor tes yang disebabkan oleh eror pengukuran (Azwar,

2003). Dengan demikian, dapat dikatakan reliabel apabila hasil pengukuran dalam

beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama

diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek

memang belum berubah. Dalam hal ini relatif sama berarti tetap adanya toleransi

terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran.

(55)

dipercaya dan dikatakan tidak reliabel. Pendekatan yang digunakan dalam

perhitungan reliabilitas alat tes ini adalah reliabilitas koefisien alpha dari

Cronbach, sebab koefisien alpha mempunyai nilai praktis dan efisien yang tinggi

karena hanya dilakukan satu kali pada kelompok subjek.

G. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah

analisis korelasi Product Moment dari Pearson untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dan variabel tergantung. Teknik ini dipilih karena data yang

dihasilkan berjenis interval, yaitu angka-angka skala yang memiliki jarak yang

sama (Hadi, 1984). Intensitas hubungan antar variabel Kecerdasan Emosional dan

variabel Manajemen Konflik secara Konstruktif dinyatakan dalam koefisien

korelasi. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows ver.

13.0.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat alat ukur penelitian, yaitu skala kecerdasan emosional dan skala

manajemen konflik secara konstruktif dengan metode rating yang

dijumlahkan (summated rating) untuk diuji cobakan pada kelompok uji coba

yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok subjek

(56)

2. Melakukan uji coba. Penelitian ini memakai try out data terpakai, di mana

data yang didapatkan tetap dipakai setelah uji validitas dan reliabilitas.

3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas skala untuk mendapatkan aitem yang

sahih dan data yang reliabel. Aitem yang sahih adalah aitem tersisa dari skala

setelah aitem yang gugur setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4. Mengolah data penelitian dengan menggunakan SPSS for Windows versi

13.0 dengan teknik korelasi product moment dari Pearson.

5. Membuat pembahasan dan kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut.

I. Uji Coba Alat Penelitian

1. Pelaksanaan Uji Coba Alat Penelitian

Uji coba skala Kecerdasan Emosional dan skala Manajemen Konflik

secara Konstruktif yang telah dijadikan satu dalam bentuk bundel, dibagikan

kepada responden pada tanggal 26 dan 27 agustus 2009, lalu tanggal 7 dan 8

september 2009. Pengambilan data penelitiaan secara keseluruhan dilakukan di

beberapa coffee shop di Sleman yaitu: Goeboex Coffee Selokan Mataram, Grisse

Coffee and Tea Kledokan, Mato Kopi Selokan Mataram, Kedai Kopi Yogyakarta

Selokan Mataram dan Ringroad, Bjong coffee shop Nologaten, Peacock Coffee

Hotel Mustokoweni, Djendelo Koffie Tiga Serangkai, dan Dhimana Cafe Jl.

Tantular Selokan Mataram.

Skala yang dibagikan kepada responden berjumlah 75 buah, namun hanya

Gambar

Tabel 1.Skor jawaban pada skala Kecerdasan Emosional dan skala Manajemen konflik
Tabel 2.Blue Print Skala Kecerdasan Emosional
Tabel 3.Blue Print Skala Manajemen Konflik secara Konstruktif
Tabel 4.Penyebaran aitem skala Kecerdasan Emosional sebelum uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi dari setiap variabel independen akan berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel

digunakan adalah jenis penelitian kualitatif Deskriftif. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pendekatan penelitian ini

Ikan gurame Osphronemous gouramy sebagai komoditas ikan air tawar memiliki alat pernapasan tambahan berupa labirin yang mulai terbentuk pada umur 18–24 hari sehingga dapat

Maka berdasarkan pengujian black box yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sistem informasi pemetaan strata desa siaga aktif dengan metode AHP telah

AAA mempunyai petani mitra dengan lahan yang menghasilkan sayuran dalam tiap periode tertentu, oleh karena itu masalah yang dihadapi dilapangan adalah bagaimana menyiapkan

b) Pengawasan terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari hari di rumah anak tersebut dilakukan oleh jaksa; sedangkan pemberian bimbingan dilakukan oleh

disertai dengan kesimpulan dan usulan-usulan penyelesaian sengketanya. Usulan ini sifatnya tidak mengikat. Oleh karena itu, diterima tidaknya usulan tersebut bergantung

Strategi koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan. masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap