BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Kanker Payudara
2.1.1 Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara adalah gangguan dalam pertumbuhan sel normal dimana sel
abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang cepat dan menginfiltrasikan
jaringan limfe dan pembuluh darah di dalam payudara (Carpenito, 1999). Kanker
payudara merupakan salah satu terbanyak ditemukan di Indonesia, biasanya kanker ini
ditemukan pada umur 40-49 tahun dan letak terbanyak di kuadran lateral atas
(Mansjoer, 2000).
Penyebaran kanker terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan
tumbuh di kelenjar aksila ataupun supraklavikula. Kemudian melalui pembuluh darah
kanker menyebar ke organ lain seperti paru, hati, tulang dan otak (Luwia, 2003).
2.1.2 Penyebab Kanker Payudara
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya kanker
payudara, tetapi beberapa kemungkinan penyebabnya sebagai berikut (Tim
CancerHelps, 2010) :
1. Faktor Usia
Kejadian kanker payudara akan semakin meningkat setelah usia remaja.
2. Faktor Genetik
Ada dua jenis gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 yang sangat mungkin menjadi factor
payudara, maka kemungkinan akan memiliki resiko untuk terkena penyakit
payudara dua kali lipat.
3. Pemakaian Obat-obatan
Sebagai contoh, seorang wanita yang menggunakan terapi obat hormon pengganti
(hormone replacement therapy atau HRT) seperti hormone ekstrogen akan
menyebabkan peningkatan resiko menderita penyakit kanker payudara.
4. Diet
Faktor diet dapat juga sebagai kemungkinan terjadinya kanker payudara. hal ini
berhubungan dengan tingginya diet asam lemak jenuh dan kurang mengkonsumsi
vitamin C. tingginya intake alcohol mungkin juga berhubungan dengan
meningkatnya perkembangan kanker payudara
5. Trauma
Penggunaan BH yang terbuat dari bahan kawat, akibat terjadi benturan dari bahan
tumpul, penggunaan bahan karsinoge
2.1.3 Gambaran Klinis Kanker Payudara
Gambaran klinis yang dapat ditemukan (NJ Ye, 2011 dalam Churchill,
1990), yaitu:
1. Benjolan pada payudara, keras atau lembut.
2. Nyeri, yang bervariasi dengan siklus haid dan independen dari siklus haid
3. Perubahan pada kulit payudara:
a. Skin dimpling
b. Skin ulcer
c. Peau d'orange
a. Puting tertarik ke dalam
b. Eksim (ruam yang melibatkan puting atau areola, atau keduanya)
c. Putting discharge
2.1.4 Jenis-Jenis Kanker Payudara
Jenis-jenis kanker payudara sebagai berikut (Tim CancerHelps, 2010):
1. Duktal Karsinoma In Situ (DCIS)
Jenis ini merupakan tipe kanker payudara non invasif paling umum. DCIS
berarti sel-sel kanker berada di dalam duktus dan belum menyebar keluar
dinding duktus ke jaringan payudara di sekitarnya. Sekitar satu hingga lima
kasus baru kanker payudara adalah DCIS. Hampir semua wanita dengan
kanker tahap ini dapat disembuhkan. Mammografi merupakan cara terbaik
untuk mendeteksinya.
2. Lobular Karsinoma In Situ (LCIS)
LCIS bukan kanker, tetapi LCIS terkadang digolongkan sebagai tipe kanker
payudara non invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu,
tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mammografi rutin sangat
disarankan pada tipe kanker payudara ini.
3. Invasif atau Infiltrating Duktal Karsinoma (IDC)
IDC merupakan jenis kanker payudara yang paling umum dijumpai.
Timbulnya sel kanker bermula dari duktus, menerobos dinding duktus, dan
berkembang ke dalam jaringan lemak payudara. Kanker akan menyebar ke
organ tubuh lainnya melaui sistem getah bening dan aliran darah. Sekitar
8-10 kasus kanker payudara invasif merupakan jenis ini.
Kanker jenis ini dimulai dari lobulus. Seperti IDC, ILC dapat menyebar atau
bermetastasis ke bagian lain di dalam tubuh.
5. Kanker payudara terinflamasi (IBC)
IBC merupakan jenis kanker payudara invasif yang jarang terjadi. Hanya
sekitar 1-3% dari semua kasus kanker payudara adalah jenis IBC. Jenis IBC
biasanya tidak terjadi benjolan tunggal atau tumor pada payudara.
sebaliknya, kanker jenis ini membuat kulit payudara terlihat merah dan terasa
hangat. Kulit payudara juga tampak tebal dan mengerut seperti kulit jeruk.
2.1.5 Stadium Kanker Payudara
Stadium Keterangan
0 Stadium ini disebut kanker payudara non-invasif. Ada dua tipe,
yaitu: DCIS (Ductal Carcinoma In Situ) dan LCIS (Lobular
Carcinoma In Situ).
I Kanker invasive kecil, ukuran tumor kurang dari 2 cm dan tidak
menyerang kelenjar getah bening.
II Kanker invasive, ukuran tumor 2-5 cm dan sudah menyerang
kelenjar getah bening.
III Kanker invasive besar, ukuran tumo lebih dari 5 cm dan benjolan
sudah menonjol ke permukaan kulit, pecah, berdarah atau
bernanah.
IV Sel kanker sudah bermetastasis atau menyebar ke organ lain,
seperti paru-paru, hati, tulang, atau otak.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, yaitu
2007) :
1. Biopsi payudara (jarum atau eksisi) : membrikan diagnosa defenitif terhadap
massa dan berguna untuk klasifikasi histology pertahapan dan seleksi terapi
yang tepat.
2. Foto thoraks : dilakukan untuk mengkaji adanya metastase.
3. PU THM : untuk mengevaluasi ukuran tumor
4. CT Scan dan MRI : teknik scan yang dapat mendeteksi penyakit payudara,
khususnya massa yang lebih besar, atau tumor kecil, payudara mengeras
yang sulit diperiksa dengan mammografi.
5. Ultrasonografi (USG) : dapat membantu dalam membedakan antara massa
padat dan kista dan pada wanita yang jaringan payudaranya keras ; hasil
komplemen dari mammografi.
6. Mammografi : memperlihatan struktur internal payudara untuk mendeteksi
kanker yang tak teraba atau tumor yang terjadi pada tahap awal.
2.1.7 Komplikasi Kanker Payudara
Menurut Carpenito (1999) dan R. Sjamsuhidayat (2004), komplikasi kanker
payudara adalah :
1. Gangguan Neurovaskular.
2. Metastasis : otak, pleura, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra, iga, tulang
panjang.
3. Fraktur patologi.
5. Kematian.
2.1.8 Penatalaksanaan Kanker Payudara
Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan
meliputi : pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan terapi imunologi
(NJ Ye, 2011). Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi
perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman jenis
terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara individual (WHO, 2003).
1. Pembedahan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur
pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada
tahapan penyakit, tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum.
Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy), mengangkat sebagian
payudara yang mengandung sel kanker atau pengangkatan seluruh payudara
(mastectomy). Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya
diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi,hormon atau kemoterapi.
2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk
membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
3. Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon
dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada
stadium akhir.
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut
penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi bisa
digunakan secara tunggal atau dikombinasikan. Salah satu diantaranya adalah
Capecitabine, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada
sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja.
5. Terapi Imunologik
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu
pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini,
trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2
dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien
sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi
dengan trastuzumab.
2.2 Mekanisme Koping
Dalam keperawatan konsep koping sangat penting karena semua pasien
mengalami stres, sehingga sangat perlu kemampuan untuk dapat mengatasinya dan
kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stres yang merupakan faktor penentu
yang penting dalam kesejahteraan manusia (Yasmin, 1999).
2.2.1 Pengertian Mekanisme Koping
Pada dasarnya, setiap individu yang berada pada situasi yang tidak
menyenangkan akan berusaha keluar dari situasi tersebut dengan cara menyesuaikan
diri dengan situasi tersebut. Usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi keadaan
yang menekan, menantang atau mengancam, serta menimbulkan emosi-emosi yang
tidak menyenangkan disebut sebagai tingkah laku koping (Lazarus, 1976 dalam
menangani masalah dan situasi (Kozier, 2011). Koping adalah mekanisme untuk
mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban
tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. Apabila
mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan
atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima (Nursalam, 2007). Apabila mekanisme koping
berhasil, maka orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.
Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi, dan kognisi serta
latar belakang budaya/norma tempatnya dibesarkan (Nursalam, 2007 dalam Carlson,
1994).
Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala).
Koping dapat dikaji melalu berbagai aspek yaitu fisiologis dan psikologis (Devi, 2008
dalam Keliat, 1990). Koping yang efektif menghasilkan adaptasi sedangkan koping
yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif.
1. Fisiologis
Manifestasi stress pada aspek fisik tergantung pada :
a. Persepsi/penerimaan individu pada stress
b. Keefektifan strategi koping
2. Psikososial
Stuart dan Sundeen (1991) mengidentifikasi 2 kategori koping yang biasa
dipakai untuk mengatasi kecemasan :
a. Reaksi berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction)
Cara ini digunakan untuk meyelesaikan masalah, meyelesaikan konflik dan
Perilaku Menyerang
Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan. Pada prilaku menyerang, individu menggunakan
energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan
integritas pribadinya. Prilaku yang di tampilkan dapat merupakan tindakan
konstruktif maupun destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap
obyek, dapat berupa benda, barang, orang lain atau bahkan terhadap diri
sendiri.
• Perilaku Menarik Diri
Perilaku menarik diri digunakan secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan sesorang dari sumber stress.
• Perilaku Kompromi
Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoprasikan, menggani tujuan, mengorbankan aspek kebutuhan personal
seseorang. Lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau
negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Secara umum
kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
b. Reaksi yang berorientasi pada ego (Ego Oriented Reaction)
Sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Reaksi ini
berguna untuk melindungi diri yang merupakan garis pertahanan jiwa pertama.
Denial (menyangkal)
Menghindarkan realitas ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau menolak
untuk mengenalinya.
Mengaitkan pikiran atau impuls dirinya terutama keinginan yang tidak dapat di
toleransi, perasaan emosional, atau motivasi kepada orang lain.
• Regresi
Menghindari stress terhadap karakteristik perilaku dari tahap perkembangan
lebih awal
Displacement/Mengalihkan
Mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan kepada orang atau benda
tertentu ke benda yang netral atau tidak membahayakan.
Isolasi
Memisahkan komponen emosional dari pikiran yang dapat temporer atau
jangka panjang.
Supresi
Suatu proses yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan diri tetapi
benar-benar merupakan analogi represi, pencetus kesadaran yang bertujuan
suatu ketika dapat mengarah pada represi.
Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif (sehat) Harmer dan Ruyon
(1984), menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif yaitu:
1. Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam
alternative pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternative yang
dianggap paling menguntungkan individu secara sadar mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian
paling menguntungkan resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungannya yang
diperoleh paling besar.
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen
emosional dan logis dalam pemikiran,dan penalaran maupun tingkah laku.
Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran
yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk
melakukan koping jenis obyektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan
memiliki kemampuan mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan
membuat yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan
yang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang
dihadapi. Pada kenyataanya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsentrasi
ketika menghadapi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai
arus pemikiran yang justru membuat persoalan yang menjadi semakin kabur dan tidak
terarah.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress
dengan cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara
langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
menjadi assertif tidak sama dengan tindakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa
yang dirasakan, dipikiran oleh individu yang bersangkutan, namun dengan
pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar
manusia.
5. Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan
pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan
pengamatan terhadap tingkah laku,motif,cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk
mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.
Pengamatan diri mengandaikan individu memiliki kemampuan untuk melakukan
transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan
diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan
introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam untuk melakukan
pengamatan diri.
Pada dasarnya manusia melakukan perilaku koping dengan tujuan untuk
keluar dari situasi yang tidak menyenangkan. Tingkah laku ini timbul dalam sejumlah
tahap, pertama kita menilai sumber stress yang dihadapi serta sumber-sumber yang
kita miliki untuk mengatasinya, kemudian bertindak (Ryan dalam Potter dan
McKenzie, 2002). Penilaian terhadap suatu situasi tidak dapat digeneralisasikan sama
pada semua individu. Setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap suatu
sumber stress.
2.2.2. Sumber Koping
Menurut Wiscar dan Sandra (1995), sumber koping terdiri atas 2 faktor yaitu
dari dalam (internal) dan factor dari luar (eksternal) yaitu :
1. Faktor internal meliputi : kesehatan dan energy, system kepercayaan eksistensi
tingkat pengetahuan, perasaan seseorang seperti harga diri, control dan kemahiran,
ketrampilan, pemecahan masalah.
2. Factor eksternal meliputi : dukungan sosial dan sumber material
Menyadur dari Cobb dukungan sosial sebagai rasa memiliki rasa informasi terhadap
seseorang atau lebih dengan 3 kategori yaitu : dukungan emosi dimana seseorang
merasa dicintai; dukungan harga diri berupa pengakuan dari orang lain akan
kemampuan yang dimiliki; perasaan memiliki dalam sebuah kelompok.
2.2.3 Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua tipe (Angela, 2012 dalam
Kozier, 2004) yaitu :
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah (Problem Focused Coping)
Meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan
atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada
dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat.
2. Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping)
Meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional.
Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang
sering merasa lebih baik.
2.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Koping
Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh faktor – faktor diantaranya :
peran dan hubungannya, gizi dan metabolisme, tidur dan istirahat, rasa aman dan
tempat tinggal (Taylor dan Carol, 1997). Menurut Lazarrus dan folkman faktor yang
mempengaruhi strategi coping dari luar atau dari dalam ada enam, yaitu:
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar
2. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada
penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan
strategi coping tipe : problem-solving focused coping
3. Keterampilan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa
situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif
tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil
yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu
tindakan yang tepat.
4. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
5. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.2.5 Mekanisme Koping Adaptif Dan Maladaptive
Menurut Suryani dan Widyasih (2008) secara garis besar mekanisme koping
terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladapif :
1. Mekanisme Koping Adaptif
Penggunaan koping yang adaptif membantu individu dalam beradaptasi untuk
menghadapi keseimbangan. Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme yang
mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Adaptasi
individu yang baik, muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan melibatkan
proses kognitif, efektif dan psikomotor. Kompromi merupakan tindakan adaptif untuk
menyelesaikan masalah, dilakukan dengan cara musyawarah atau negosiasi untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Mekanisme koping adaptif yang lain
adalah berbicara dengan orang lain tentang masalah yang dihadapi, berdoa,
melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan masalah, membuat berbagai
alternative tindakan untuk mengurangi situasi, dan merasa yakin bahwa semua akan
kembali stabil, mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu.
2. Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme yang menghambat fungsi
integrasi, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan (Stuart dan
Sundeen, 1995). Penggunaan mekanisme koping yang maladaptif dapat
menimbulkan respon negative dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh
berlebihan, menghindar dan aktivitas destruktif (mencegah suatu konflik dengan
melakukan pengelakan terhadap solusi).
Perilaku mekanisme koping maladaptive antara lain perilaku agresi dan
menarik diri. Perilaku agresi (menyerang) terhadap sasaran atau obyek dapat
merupakan benda, barang atau orang lain atau bahkan terhadap dirinya sendiri.
Perilaku menarik diri dimana perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain.
Karakterisistik mekanisme koping adalah sebagai berikut :
Adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Masih mampu mengontrol emosi pada dirinya
b. Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhatian pada
masalah
c. Memiliki persepsi yang luas
d. Dapat menerima dukungan dari orang lain
Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Tidak mampu berfikir apa – apa atau disorientasi
b. Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Perilakunya cenderung merusak
Menurut National Safety Council (2004), strategi koping yang berhasil
1. Peningkatan kesadaran terhadap masalah : fokus obyektif yang jelas dan
prespektif yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung.
2. Pengolahan informasi : situasi pendekatan yang mengharuskan anda mengalihkan
persepsi sehingga ancaman dapat diredam. Pengolahan informasi juga meliputi
pengumpulan informasi dan pengkajian semua sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah.
3. Pengubahan perilaku : tindakan yang dipilih secara sadar yang dilakukan bersama
sikap yang positif, dapat meminimalkan atau menghilangkan stresor.
4. Resolusi damai : suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi.
2.2.6 Strategi Koping
Strategi koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang
mengancam (Keliat, 2004).
Strategi koping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun
perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalisasikan
suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Secara alamiah baik disadari
ataupun tidak, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping dalam
menghadapi stress. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah
lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau
dihadapi. Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya
menggunakan satu strategi tetapi dapat melakukannya bervariasi, tergantung dari
2.2.7 Cancer Coping Questionnaire 21 Items
Cancer coping questionnaire 21 items adalah kuesioner yang dirancang
untuk mengukur koping pasien kanker. Kuesioner ini dibuat oleh Stirling
Moorey, Maria Frampton, dan Steven Greer pada atahun 2000. Konstruk validitas
dan realibilitas instrument dilakukan pada 3 sampel (kelompok kanker campuran,
n ¼ 42, wanita dengan kanker payudara, n ¼ 50, dan sekelompok pasien yang
dirujuk untuk bantuan psikologis, n ¼ 48). CCQ menunjukkan realibilitas internal