• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker 2.1.1 Pengertian - Resiliensi dan Mekanisme Koping Orangtua Anak Penderita Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker 2.1.1 Pengertian - Resiliensi dan Mekanisme Koping Orangtua Anak Penderita Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Pengertian

Kanker adalah proses penyakit yang berawal ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).

Sukarja (2000) menyatakan bahwa sel kanker timbul dari sel normal pada tubuh kemudian mengalami transformasi menjadi ganas. Perubahan tersebut disebabkan adanya perubahan atau transformasi genetik, terutama pada gen-gen yang mengatur pertumbuhan. Sel-sel yang mengalami transformasi terus-menerus berproliferasi dan menekan pertumbuhan sel normal. American Cancer Society (2013) menyatakan bahwa anak yang menderita kankersurvivingterhadap kanker rata-rata 5 tahun.

Kanker merupakan istilah umum untuk suatu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah kanker lain yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Neoplasma sesungguhnya berarti

(2)

2.1.2 Etiologi Kanker

Proses karsinogenik dipengaruhi oleh agens atau faktor-faktor tertentu yang memberi pengaruh. Agens atau faktor-faktor tersebut yaitu virus, agens fisik, agens kimia, faktor-faktor genetik, faktor-faktor makanan, agens hormonal (Brunner & Suddarth, 2005).

2.1.3 Leukemia

Leukemia adalah penyakit yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal. Klasifikasi morfologi didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta pada penelitian sitokimia (Barr, 2006).

2.1.3.1 Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) anak adalah kanker tersebar yang pertama terbukti dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi. Gejala pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Pada pemeriksaan inisial, lebih kurang 50% menunjukkan petekie atau perdarahan mukosa. Limfoadenopati biasanya nyata dan spenomegali dijumpai (William & Ching, 2000).

2.1.3.2 Leukemia Mieloid Akut (LMA)

(3)

anak yang mula-mula hanya menunjukkan anemia, leukopeni atau trombositopenia. Prognosis dari penderita jika dengan terapi agresif 40-50% penderita yang mencapai remisi akan hidup lama. Angka kesembuhan keseluruhan adalah 30-40% (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.3.3 Leukemia Miolegenik Kronis (LMK)

Leukemia mielogenik kronis (LMK) merupakan keganasan klona dari sel induk (stem cell) sistem hematopoetik yang ditandai oleh translokasi spesifik yang dikenal sebagai kromosom Philadelphia. LMK lebih sering terjadi pada orang dewasa dan hanya 3% dari kasus leukemia pada anak. Fase kronis yang berlangsung 3-4 tahun. LMK ditandai dengan hyperplasia mieloid dengan kenaikan jumlah sel mieloid yang berdiferensiasi dalam darah dan sumsum tulang. Awitan gejala penyakit ini biasanya tidak nyata dan diagnosis ditegakkan bila pemeriksaan darah dilakukan atas alasan lain (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.3.4 Leukemia Kongenital

(4)

2.1.4 Limfoma

Limfoma merupakan keganasan sistem limfatik. Dua kategori besar limfoma, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin (LNH), mempunyai manifestasi klinis, terapi dan prognosis yang berbeda (Price & Lorraine, 2006).

2.1.4.1 Penyakit Hodgkin

Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar (berdiameter 15- 45 μ m)

dengan multipel. Sel ini merupakan gambaran histologik utama penyakit Hodgkin (Behrman, et al.,2000). Gambaran yang tampak paling umum adalah pembesaran kelenjar limfe tanpa nyeri di leher, supraklavikula, atau kadang-kadang daerah aksila atau inguinal (Cairo & Bradley, 2007).

2.1.4.2 Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

Limfoma Non-Hodgkin (LNH) merupakan penyakit klonal yang muncul secara primer dari precursor sel-T awal pada sel B relatif matur. Sekitar 80% anak yang menderita penyakit ini dapat disembuhkan dengan terapi modern (Rudolph & Julien, 2007).

2.1.5 Neuroblastoma

(5)

2.1.6 Neoplasma Ginjal 2.1.6.1 Tumor Wilms

Tumor Wilms adalah tumor intraabdominal yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Tumor Wilms adalah suatu neoplasma soliter yang terjadi pada bagian manapun dari kedua ginjal. Adanya masa di abdomen pada setiap anak perlu dicurigai tumor Wilms (Wong, Marilyn, David, 2009). Angka kehidupan penderita mencapai angka kesembuhan bermakna, terutama pada pendekatan multispesifik dan bentuk studi kooperatif (Rudolph & Julien, 2007).

2.1.6.2 Nefroblastomatosis

Tumor ini jarang pada dekade pertama kehidupan tetapi kadang pada usia remaja. Temuan awal adalah adanya massa di abdomen dan hematuria. Tumor ini merupakan tumor kongenital terbanyak. Tumor ini biasanya dianggap jinak dan reseksi merupakan terapi yang adekuat (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.7 Sarkoma jaringan lunak 2.1.7.1 Rabdomiosarkoma

(6)

2.1.7.2 Sarkoma jaringan lunak nonrabdomiosarkoma (NRSTS)

Sarkoma jaringan lunak nonrhabdomiosarkoma merupakan kelompok tumor heterogen yang mencakup 3% dari keganasan pada anak. Tumor tersebut biasanya timbul di badan atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan seksama pada paru dan metastasis tulang tidak dilaksanakan sebelum eksisi pembedahan. Kemotrapi tambahan harus dipertimbangkan untuk tumor derajat tinggi (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.8 Neoplasma Tulang 2.1.8.1 Osteosarkoma

Osteosarkoma adalah suatu tumor ganas jaringan mesenkim yang membentuk osteoid dan jaringan oseus neoplastik (Rudolp & Julien, 2007). Tumor ini tumbuh dalam region korteks atau medulla tulang panjang dan umumnya terdiagnosis pada masa remaja (Behrman & Arvin., 2000).

2.1.8.2 Sarkoma Ewig/ Neuropitelioma Perifer

(7)

2.1.9 Retinoblastoma

Retinablastoma biasanya tumbuh di bagian posterior retina, terdiri dari sel-sel ganas kecil dan bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma. Umur rata-rata waktu diagnosis adalah 11 bulan untuk tumor bilateral dan 23 bulan untuk penderita tumor unilateral. Retinoblastoma biasanya menunjukan leukokoria yaitu refleksi putih kekuningan dalam pupil yang disebabkan oleh tumor di belakang lensa (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.10 Stadium Kanker

(8)

lebih besar atau lebih tumor maju dari tahap II.Tahap IV, tahap ini berarti bahwa kanker telah menyebar ke organ lain atau bagian tubuh dan biasanya digambarkan sebagai metastasis.

2.2 Anak

2.2.1 Pengertian Anak

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2013) menyatakan bahwa anak mempunyai arti luas yang meliputi kurun masa hidup seseorang sejak konsepsi sampai dewasa matur, termasuk masa prenatal dan adolesensi. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. SedangkanThe Convention on the Rights of the Child mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja.

2.2.2 Periode Perkembangan Anak

(9)

pranatal, periode, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak pertengahan dan masa kanak-kanak akhir.

2.2.2.1 Periode Pranatal

Masa pranatal terdiri dari dua fase yaitu fase embrio dan fase fetus, pada masa embrio pertumbuhan dimulai pada 8 minggu pertama dengan terjadi defensiasi yang cepat dari ovum menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia (Wong, Marilyn, David., 2000).

2.2.2.2 Periode Bayi

Wong, Marilyn, David (2000) menyatakan bahwa periode ini terbagi atas nonatus dan bayi. Neonatus adalah sejak lahir hingga berusia 28 hari. Diatas 28 hari sampai usia 12 bulan termasuk kategori bayi. Pada masa bayi yaitu usia 29 hari hingga satu tahun dalam pertumbuhan dan perkembangan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, tahap pertama adalah 1-4 bulan, tahap kedua 4-8 bulan, tahap ketiga adalah 8-12 bulan.

2.2.2.3 Periode Kanak-kanak Awal

Periode ini terdiri atas usia anak 1 sampai 3 tahun yang disebut dengan toddler dan prasekolah, yaitu antara 3 sampai 6 tahun.

(10)

kenaikan lingkar kepala yang hanya 2 cm, pertumbuhan gigi terdapat tambahan 8 buah gigi susu termasuk gigi geraham pertama dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah (Wong, Marilyn, David., 2000).

Periode prasekolah terdiri atas anak usia 3-6 tahun. Kemampuan interaksi sosial pada usia ini lebih luas dan mempersiapkan diri untuk memasuki dunia sekolah, kemandirian anak tampak dari proses eliminasi, perkembangan konsep diri dimulai pada periode ini. Perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap (Wong, Marilyn, David., 2000).

2.2.2.4 Masa Sekolah

Pada masa sekolah pertumbuhan dan perkembangan anak akan mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun. Secara umum pada usia sekolah aktivitas fisik pada anak semakin tinggi dan memperkuat kemampuan motoriknya. Anak semakin mandiri dengan lingkungan di luar rumah seperti sekolah. Perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal, psikoseksual, moral, dan spiritual sudah mulai menunjukan kematangan pada masa ini (Wong, Marylind, David., 2000).

2.2.2.5 Periode kanak-kanak akhir

(11)

seperti endokrin, kematangan fungsi seksual hingga tampak remaja sudah menunjukkan kedewasaan dalam hidup bermasyarakat (Wong, Marilyn, David., 2000).

2.3 Resiliensi

2.3.1 Pengertian Resiliensi

Henderson & Milstein (2003 dalam Nasution, 2011) mendefinisikan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit dari pengalaman negatif, bahkan menjadi lebih kuat selama menjalani proses penanggulangannya, sedangkan Ghothberg (1999) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, mendapatkan kekuatan bahkan mampu mencapai transformasi diri setelah mengalami penderitaan. Lebih lanjut lagi Reivich & Shatte (2002) mendefinisikan resiliensi merupakan mind-set yang memungkinkan individu mencari bermacam pengalaman dan memandang hidupnya sebagai suatu kegiatan yang sedang berjalan.

(12)

2.3.2 Manfaat Resiliensi

Resiliensi membantu individu melakukan koping terhadap stres dan meminimalkan efek penyakit. Individu yang memiliki resiliensi yang baik akan mampu bangkit dari trauma yang dialami, mencari pengalaman baru yang menantang bagi diri karena telah belajar bahwa hanya melalui perjuangan yang berat mereka mampu mengembangkan wawasan mereka. Resiliensi juga bermanfaat saat individu mengalami kegagalan sehingga memahami bahwa kegagalan bukanlah titik akhir (Reivich & Shatte, 2002).

2.3.3 Domain Resiliensi

Reivich & Shatte (2002) menyatakan bahwa terdapat 7 faktor yang dapat membangun resiliensi yaitu pertama regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang bila mengalami tekanan. Individu yang sudah resilien menggunakan berbagai keterampilan yang sudah sudah matang yang membantu mereka mengontrol emosi, membentuk keakraban, sukses di tempat kerja dan mempertahankan kesehatan fisik. Individu yang mampu mengontrol emosinya adalah individu yang mampu untuk tetap tenang dan fokus sehingga ia mendapatkan efek relaksasi. Tidak semua emosi yang dirasakan individu harus dikontrol, hal ini dikarenakan mengekpresikan emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif merupakan hal yang konstruktif dan sehat, bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat merupakan bagian dari resiliensi (Reivich & Shatte, 2002).

(13)

keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif, dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang ditampakkan ini akan membuat orang di sekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain (Reivich & Shatte, 2002).

Ketiga adalah optimis, orang yang memiliki resiliensi adalah orang yang optimis. Kondisi akan berubah menjadi lebih baik adalah keyakinan mereka. Memiliki harapan ke masa depan dan yakin bahwa mereka dapat mengatur bagian-bagian dari kehidupan. Ketika seseorang optimis maka mereka memiliki keyakinan akan kemampuannya mengatasi penderitaan, yang mungkin muncul di masa depan.

Keempat yaitu causal analisis eseorang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya jika memiliki causal analisis individu tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus ketika mampu mengidentifikasi penyebab masah secara akurat. Seligman (1993 dalam Reivich & Shatte, 2002) mendefinisikan gaya berpikir explanatory yang merupakan kebiasaan cara seseorang untuk menjelaskan hal baik dan buruk yang terjadi pada diri dan kehidupan mereka.

(14)

mereka, hal ini dapat di ungkapkan melalui isyarat, nonverbal, kemudian menentukan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Individu yang memiliki empati yang rendah walaupun memiliki tujuan yang baik, akan cenderung mengulangi pola perilaku yang tidak resilien.

Keenam adalah self efficacy merupakan perasaan seseorang tentang seberapa efektifnya ia berfungsi di dunia ini. Keyakinan dapat memecahkan masalah, dapat mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk sukses. Individu akan mudah tersesat apabila tidak yakin akan kemampuannya. Untuk meningkatkan self efficacy dibutuhkan keterampilan avoiding thinking traps.

Ketujuh adalah reaching outyang merupakan mampu untuk keluar dari kondisi sulit dan merupakan kemampuan untuk keluar dari zona nyaman yang dimilikinya. Individu yang memiliki kemampuan reaching out tidak menetapkan batasan kaku terhadap kemampuan yang dimilikinya. Mereka tidak terperangkap rutinitas, memiliki rasa ingin tahu, dan ingin mencoba hal-hal baru sehingga mampu menjalin hubungan dengan orang-orang baru dalam kehidupannya.

2.3.5 Tingkat Resiliensi

(15)

menerima dan bangkit dari cobaan hidup tersebut. Hal ini berkaitan dengan faktor resiko dan faktor protektif yang dimiliki seseorang dalam menghadapi kondisi-kondisi sulit dalam hidupnya (Muray, 2006)

2.4. Mekanisme Koping 2.4.1 Pengertian Koping

Rasmun (2004) menyatakan bahwa koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi yang penuh dengan stres atau respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi. Koping yang efektif dapat menghasilkan adaptasi yang menetap sehingga menghasilkan kebiasaan yang baru dan perbaikan situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu prilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kozier (2004) menyatakan bahwa koping juga dapat digambarkan sebagai berhubungan dengan masalah dan situasi atau menghadapinya dengan sukses.

4.2 Pengertian Mekanisme Koping

(16)

Mekanisme koping sangat penting digunakan oleh individu untuk memecahkan masalah, koping yang efektif akan membantu individu terbebas dari stres yang berkepanjangan (Mardiana, 2013).

2.4.3 Penggolongan Mekanisme Koping

Kozier (2011) mekanisme koping dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu

Pertama yaitu mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused coping) Meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat.

Kedua yaitu Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping) Meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki sesuatu tetapi seseorang merasa lebih baik.

Sedangkan Stuart & Suddeen (1995) menggolongkan mekanisme koping menjadi 2 yaitu mekanisme koping adaptif yang artinya adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Beberapa kategori dari mekanisme koping adaptif adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif

(17)

2.4.4 Metode Koping

Folkman et al (1984 dalam Afidarti, 2006) menyatakan bahwa terdapat 8 metode koping yaitu

1. Confrontative coping/ koping konfrontasi(problem-focused)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

2. Distancing/pelepasan diri (emotion-focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.

3. Self Control/ kontrol diri(emotion-focused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah.

4. Seeking social support/ penggunaan dukungan sosial(problem focused) Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informasional.

5. Accepting responcibility/ penerimaan tanggung jawab(emotion focused) Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya.

6. Escape-Avoidanceting/ pelarian-penghindaran (emotion focused)

(18)

7. Planful problem solving/ perencanaan pemecahan masalah (problem focused)

Individu yang berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.

8. Positive Reappraisal/ penilaian positif(emotion focused)

Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari situasi yang dihadapi. 2.4.5 Respon Koping

Referensi

Dokumen terkait

proses atau langkah yang dilakukan dengan suatu sarana yang memungkinkan (manual/komputer) untuk mengubah data menjadi informasi agar dapat digunakan untuk

yang dilakukan dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual

Penglibatan pelajar didalam pembangunan cadangan kajian ini lebih tertumpu kepada empat aras tertinggi ET, ini berdasarkan hasil dapatan kajian rintis yang

Berdasarkan penelitian di SMP N 2 Turi Sleman Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara teman bermain dengan sikap terhadap

Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana kegaiatn yang dilakukan siswa diawali dengan menemukan suatu masalah

Tekanan darah sistolik lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia Wreda Pratama Bangunjiwo Kasihan Bantul setelah pemberian rebusan daun alpukat masuk kategori pre

Hasil : Hasil penelitian yaitu p value 0,138 maka p > 0,05, Sedangkan nilai r = 0,227 maka 0,2>r<0,3999 yang artinya tidak ada hubungan antara tingkat stres dengan

Nilai koefisien determinasi (adjusted RSquare) sebesar 0,467 menunjukkan bahwa regulasi pemerintah, profitabilitas,leverage, kepemilikan institusional, kepemilikan asing