• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Koping Pasien Luka Diabetes Melitus di Asri Wound Care Centre Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Koping Pasien Luka Diabetes Melitus di Asri Wound Care Centre Medan"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEKANISME

KOPING PASIEN LUKA DIABETES MELITUS di ASRI

WOUND CARE CENTRE MEDAN

SKRIPSI Oleh Emmi Suryani

101101016

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEKANISME

KOPING PASIEN LUKA DIABETES MELITUS di ASRI

WOUND CARE CENTRE MEDAN

SKRIPSI Oleh Emmi Suryani

101101016

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping Pasien Luka Diabetes Melitus di Asri Wound Care Centre Medan.”

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir – butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan II, dan Ikhsanudin A. Harahap, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Asrizal S.Kep, Ns., RN, WOC(ET)N, CHtN sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat serta selalu sabar untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

(5)

5. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB yang telah bersedia melakukan uji validitas

6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep Ns, M.Kep sebagai dosen pembimbing akademik dan seluruh dosen fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan.

7. Kepada seluruh pihak Asri Wound Care Centre beserta staf-stafnya yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Kedua orangtua yang adinda sayangi Ayahanda Alm. Zuhari S.Pd dan Ibunda Ummi Kalsum S.Pd yang tidak pernah berhenti dalam membimbing, menghibur, memperhatikan, memberikan motivasi dan semangat kepada penulis. Khususnya pada ibundaku yang telah bersusah payah mengeluarkan keringatnya demi masa depan anakmu.

9. Abang adinda Khoirul Salim S.Kep, Ns dan adik adinda Ahmad Mustami dan Ahmad Mustomi yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang pada penulis.

10. Teman-teman penulis Leli Elvanita, Listianawati, Anri Amaliyah, Fadillah Zannah Gultom yang senantiasa membantu, menemani, berbagi suka duka, begitu juga dengan teman – teman seperjuangan stambuk 2010 yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

(6)

Semoga Allah SWT selalu memberikan ridhonya kepada kita semua sehingga apa yang kita lakukan dapat berguna untuk orang banyak dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin yarabbal ‘alamin. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi Keperawatan.

Medan, Juli 2014 Penulis

(7)

Title :Factors that Affect Coping Mechanism Of Patients With Wound Of Diabetes Mellitus in Asri Wound Care Centre Medan

Name of Student : Emmi Suryani Student Number : 101101016

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

Abstract

Wound diabetes mellitus is a complication of various chronic diabetes mellitus where health change could result either physical or psychological disorders ( coping mechanism).This study aims to know the factors that associated with coping mechanism undergoing treatment of wound in Asri Wound Care Centre Medan. This research used descriptive correlation design. Sample in this research is 42 respondents. Sampling techniques used are total sampling. The data taken by using a questionnaire. Data analysis used is Spearman test. Research shows that patients having adaptive coping mechanism are 83.3 %, good self-efficacy 92.9 %, good social support 90,5 %, good optimism 90,5 %, good psychological 78.6 % and good knowledge 100 %. Not all of the factors showed a connection to the coping mechanism . variable associated with coping mechanism is hope sel-efficacy (p Value = 0,037) and social support (p Value = 0,046). Optimism,psychological and knowledge are unrelated variables. It is expented that any increase self-efficacy and social support within the patient can help patient to use adaptive coping mechanism by doing socialization to increase self-efficacy with patient social support and al comprehensive biopsychosocial nursing care.

(8)

Judul :Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping Pasien Luka Diabetes Melitus di Asri Wound Care Centre Medan.

Nama Mahasiswa :Emmi Suryani

NIM : 101101016

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Luka diabetes melitus merupakan komplikasi kronik diabetes melitus yang berbagai perubahan kesehatan yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikologis (mekanisme koping). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping yang sedang menjalani perawatan luka di Asri Wound Care Centre Medan Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Sampel dalam penelitian ini adalah 42 responden. Teknik sampling yang dingunakan adalah total sampling. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Analisa data uji Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien memiliki mekanisme koping adaptif (83,3%), self-efficacy yang baik (92,9%), dukungan sosial yang baik (90,5%), optimisme yang baik (90,5%), psikologis yang baik (78,6%), dan pengetahuan yang baik (100%). Tidak semua faktor menunjukkan ada hubungan dengan mekanisme koping. Variabel yang berhubungan dengan mekanisme koping adalah harapan sel-efficacy (p Value = 0,037) dan dukungan sosial (p Value = 0,046). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah optimisme, psikologis dan pengetahuan. Diharapkan dengan adanya peningkatan self-efficacy dan dukungan sosial dalam diri pasien dapat membantu pasien untuk menggunakan mekanisme koping yang adaptif dengan melakukan sosialisasi untuk meningkatkan self-efficacy dengan dukungan sosial pasien dan asuhan keperawatan biopsikososial yang komprehensif.

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Lembar persetujuan ... ii

Prakata ... iii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka Diabetes Melitus ... 7

2.1.1Pengertian Luka Diabetes Melitus ... 7

2.1.2 Klasifikasi Luka ... 8

2.1.3 Fase Penyembuhan Luka ( Wound Healing) ... 9

2.1.4 Tipe Penyembuhan Luka ... 10

2.1.5 Sistem derajat/ Grade Wagner untuk luka diabetes melitus ... 11

2.1.6 Proses Terjadinya Luka Diabetes Melitus ... 12

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 29

3.2 Defenisi Operasional ... 30

3.3 Hipotesis ... 32

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 33

4.2 Populasi Penelitian ... 33

4.3 Sampel Penelitian ... 33

4.4 Lokasi dan Waktu ... 34

4.5 Pertimbangan Etik Peneliti... 34

4.6 Instrumen Penelitian... 35

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

(10)

4.8 Analisa Data ... 38 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil ... 40 5.2 Pembahasan ... 44 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 59 6.2 Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN

1. Informed Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Reliabilitas Instrumen 4. Hasil Data Demografi

5. Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Mekanisme Koping Pasien Luka Diabetes Melitus

6. Distribusi Normal Instrumen 7. Hasil Pengolahan Data Korelasi 8. Jadwal Tentatif Penelitian

9. Lembar Bukti Bimbingan Skripsi 10.Taksasi Dana

11.Surat Izin Reliabilitas

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel.5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden di Asri Wound Care

Centre Medan ………... 40

Tabel.5.2 Frekuensi data mekanisme koping pasien luka diabetes melitus di Asri

Wound CareCentre Medan ………... 40

Tabel.5.3 Frekuensi distribusi faktor-faktor mekanisme koping di Asri Wound

Care Centre Medan ………. 41

Tabel.5.4 Hasil analisis korelasi faktor-faktor mekanisme koping di Asri Wound

(12)

DAFTAR SKEMA

(13)

Title :Factors that Affect Coping Mechanism Of Patients With Wound Of Diabetes Mellitus in Asri Wound Care Centre Medan

Name of Student : Emmi Suryani Student Number : 101101016

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

Abstract

Wound diabetes mellitus is a complication of various chronic diabetes mellitus where health change could result either physical or psychological disorders ( coping mechanism).This study aims to know the factors that associated with coping mechanism undergoing treatment of wound in Asri Wound Care Centre Medan. This research used descriptive correlation design. Sample in this research is 42 respondents. Sampling techniques used are total sampling. The data taken by using a questionnaire. Data analysis used is Spearman test. Research shows that patients having adaptive coping mechanism are 83.3 %, good self-efficacy 92.9 %, good social support 90,5 %, good optimism 90,5 %, good psychological 78.6 % and good knowledge 100 %. Not all of the factors showed a connection to the coping mechanism . variable associated with coping mechanism is hope sel-efficacy (p Value = 0,037) and social support (p Value = 0,046). Optimism,psychological and knowledge are unrelated variables. It is expented that any increase self-efficacy and social support within the patient can help patient to use adaptive coping mechanism by doing socialization to increase self-efficacy with patient social support and al comprehensive biopsychosocial nursing care.

(14)

Judul :Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping Pasien Luka Diabetes Melitus di Asri Wound Care Centre Medan.

Nama Mahasiswa :Emmi Suryani

NIM : 101101016

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Luka diabetes melitus merupakan komplikasi kronik diabetes melitus yang berbagai perubahan kesehatan yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikologis (mekanisme koping). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping yang sedang menjalani perawatan luka di Asri Wound Care Centre Medan Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Sampel dalam penelitian ini adalah 42 responden. Teknik sampling yang dingunakan adalah total sampling. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Analisa data uji Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien memiliki mekanisme koping adaptif (83,3%), self-efficacy yang baik (92,9%), dukungan sosial yang baik (90,5%), optimisme yang baik (90,5%), psikologis yang baik (78,6%), dan pengetahuan yang baik (100%). Tidak semua faktor menunjukkan ada hubungan dengan mekanisme koping. Variabel yang berhubungan dengan mekanisme koping adalah harapan sel-efficacy (p Value = 0,037) dan dukungan sosial (p Value = 0,046). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah optimisme, psikologis dan pengetahuan. Diharapkan dengan adanya peningkatan self-efficacy dan dukungan sosial dalam diri pasien dapat membantu pasien untuk menggunakan mekanisme koping yang adaptif dengan melakukan sosialisasi untuk meningkatkan self-efficacy dengan dukungan sosial pasien dan asuhan keperawatan biopsikososial yang komprehensif.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Luka diabetes melitus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir yang proses timbulnya dimulai dari cedera jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki/didaerah kulit yang kering/pembentukan sebuah kalus. Ulkus dapat berkembang menjadi kematian jaringan, yang apabila tidak ditangani dengan baik secara intensif dapat menyebabkan gangren, yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan gangren diabetik (Smeltzer and Bare, 2002).

Gangren diabetik merupakan suatu komplikasi yang ditimbulkan akibat infeksi atau suatu proses peradangan luka pada tahap lanjut yang disebabkan karena perubahan degeneratif atau perawatan yang kurang intensif, yang dikaitkan dengan penyakit diabetes melitus. Infeksi pada kaki diabetes dapat terjadi pada kulit, otot dan tulang yang umumnya dapat disebabkan oleh kerusakan dari pembuluh darah, syaraf dan menurunnya aliran darah kedaerah luka (Erman, 1998).

(16)

Amerika serikat selama 2 tahun, persoalan kaki diabetik merupakan penyebab utama perawatan bagi pasien diabetes melitus. Dalam penelitian tersebut ditemukan 16% perawatan diabetes melitus adalah akibat persoalan kaki diabetes dan 23% dari total hari perawatan adalah akibat persoalan kaki diabetik. Keberhasilan pengelolaan luka diabetik berkisar antara 57% - 94% bergantung pada besarnya luka tersebut. Menurut Syamsuhidajat, (1997, dalam Maryunani, 2013), insiden diabetes melitus di Indonesia sekitar 1.5% sedangkan gangren diabetes merupakan komplikasi tahap lanjut dari penyakit diabetes melitus ditemukan sekitar 1.5% ( Maryunani, 2013).

Medan Sumatera Utara penyakit diabetes melitus merupakan jenis penyakit yang paling banyak diderita pasien yang melakukan kunjungan ke RSU Pirngadi Medan selama Bulan April 2011. Berdasarkan data yang ada jumlah kunjungan rawat jalan di rumah sakit milik Pemkot Medan tersebut pada April 2011 mencapai 4730 orang. Namun dari data tersebut jumlah penyakit yang mendominasi adalah luka diabetes melitus (DM) yaitu mencapai 1404 kunjungan dan jumlah kasus baru luka DM yang ditemukan mencapai134 orang (Alfiazkiya, 2013).

Berdasarkan data awal di klinik Asri Wound Centre Medan pada tahun 2013, pasien yang mengalami luka diabetes melitus atau yang sedang menjalani perawatan (Wound Care) pada bulan November adalah sebanyak 42 orang.

(17)

lama sembuh dan pandangan yang kabur (Brunner & Suddarth, 2002). Stres psikologis dapat timbul ketika seseorang terdiagnosa mengalami luka diabetes melitus yang ditandai oleh ketidakseimbangan fisik, sosial dan psikologis dan hal ini berlanjut menjadi perasaan gelisah, takut, cemas bahkan depresi yang akhirnya dapat memperberat keadaan sakitnya (Maramis, 2006).

Adapun reaksi yang muncul ketika individu terdiagnosa penyakit kronis diantaranya shock, tidak percaya,dan marah. Seseorang dengan penyakit kronis tidak memikirkan bahwa mereka sakit dan berprilaku seperti kebiasaan sehari-hari. Masalah psikologis dan sosial harus diperhatikan karena gejala yang ditimbulkan dan juga ketidakmampuan karena sakit akan mengancam identitas, menyebabkan perubahan-perubahan dalam peran, mengubah citra tubuh dan mengganggu gaya hidup yang ada. (Smeltzer 2007)

Mekanisme koping yang digunakan pasien luka diabetes melitus di rumah sakit sadikin Bandung pada tahun 2000 adalah koping yang berpusat pada masalah sebanyak 26,83% yaitu konfrontasi dan perencanaan pemecahan masalah, koping yang berpusat pada emosi sebanyak 19,51% seperti mencari dukungan sosial, penerimaan, menjaga jarak, kontrol diri dan penghindaran. (Herwina, 2000 dalam Mutoharoh, 2010).

(18)

Begitu juga pasien yang memiliki self-efficacy yang rendah memiliki mekanisme koping yang maladaptif.

Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah (kurang keyakinan pada kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas dengan sukses) cenderung berfokus pada ketidakadekuatan yang dipersepsikan. Individu dengan self-efficacy yang tinggi meyakini bahwa kerja keras untuk menghadapi tantangan hidup, sementara rendahnya self-efficacy kemungkinan besar akan memperlemah bahkan menghentikan usaha seseorang. (Nevid, 2003).

Dari hasil wawancara pada beberapa pasien luka diabetes melitus didapatkan penggunaan mekanisme koping yang berbeda. Sebagian pasien ada yang sudah menerima keadaan mereka tapi ada beberapa pasien yang masih menyangkal dan bersikap diam untuk menghadapi masalah yang mereka hadapi. Kondisi pasien tersebut menarik perhatian peneliti sebagai calon tenaga keperawatan dimana keperawatan adalah sebagai profesi yang unik karena keperawatan ditujukan pada berbagai respon individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapinya. (Potter & Perry,2005)

(19)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1Bagaimana gambaran mekanisme koping pasien luka diabetes melitus? 1.2.2 Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pasien luka diabetes melitus?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pasien luka diabetes melitus.

1.3.2 Tujuan Khusus

a.Mengidentifikasi data demografi pasien luka diabetes melitus.

b.Mengidentifikasi gambaran mekanisme koping pasien luka diabetes melitus c.Mengidentifikasi faktor-faktor ( harapan self-efficacy, dukungan sosial, optimisme, distress psikologis dan tingkat pengetahuan) yang berhubungan dengan mekanisme koping pasien luka diabetes melitus.

d.Mengidentifikasi hubungan antara harapan akan self-efficacy, dukungan sosial, optimisme, distress psikologis, tingkat pengetahuan dengan mekanisme koping pasien luka diabetes melitus.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1.4.1 Pendidikan keperawatan

(20)

1.4.2 Perawat

Hasil penelitian ini dapat membantu perawat mengidentifikasi dan membantu perawat untuk mengajarkan mekanisme koping yang adaptif pada pasien luka diabetes melitus.

1.4.3 Peneliti

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian luka diabetes melitus

Luka diabetes ( diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics foot ulcers, luka neuropati, luka diabetik neuropath (Maryunani, 2013). Luka diabetes atau neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang diabetik melibatkan gangguan pada saraf perifer dan otonomik ( Suriadi, 2004 dalam Maryunani, 2013).

Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki penderita diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes mellitus dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan adanya infeksi ( Tambunan, 2007 dalam Maryunani, 2013).

Luka diabetes merupakan kejadian luka yang tersering pada penderita diabetes, dimana neuropati menyebabkan hilang rasa pada kondisi terpotong kaki, blister/ bullae atau kalus yang diikuti dengan penurunan sirkulasi juga penyakit mikrovaskuler ( Black, 1998)

(22)

2.1.2 Klasifikasi Luka

A.Berdasarkan kedalaman jaringan

1.Partial Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis dan dermis

2.Full Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis, dermis dan subcutaneous. dan termasuk mengenai otot, tendon dan tulang ( Ekaputra,2013). B. Berdasarkan waktu dan lamanya

1. Akut

Luka baru, terjadi mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan ( Moreau, 2003 dalam Ekaputra, 2013). Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi ( Ekaputra, 2013).

2. Kronik

Luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren), terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita (Fowler E,1990). Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali (Moreau , 2003 dalam Ekaputra, 2013).

2.1.3 Fase Penyembuhan Luka (Wound Healing) A.Fase Inflamasi

(23)

mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis yang melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang berperan untuk terjadinya kemoktasis retrofil, makrofag, mast sel, sel endotel dan fibrolas. Kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi leukosit dan mengeluarkan mediator inflamasi TGF Beta 1 akan mengaktivasi fibrolas untuk mensintesis kolagen (Ekaputra, 2013).

B. Fase Proliferasi

Fase ini mengikuti fase inflamasi dan berlangsung selama 2 sampai 3 minggu (potter dan perry, 2006). Pada fase ini terjadi neoangiogenesis membentuk kapiler baru. Fase ini disebut juga fibroplasi menonjol perannya. Fibroblast mengalami proliferasi dan berfungsi dengan bantuan vitamin B dan vitamin C serta oksigen dalam mensintesis kolagen. Serat kolagen kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelisasi.( Ekaputra, 2013).

C. Fase Remodeling atau Maturasi

(24)

2.1.4 Tipe Penyembuhan Luka

A.Primary Intention Healing ( penyembuhan luka primer)

Timbul bila jaringan telah melekat secara baik dan jaringan yang hilang minimal atau tidak ada. Tipe penyembuhan yang pertama ini dikarakteristikkan oleh pembentukan minimal jaringan granulasi dan skar. Pada luka ini proses inflamasi adalah minimal sebab kerusakan jaringan tidak luas. Epitelisasi biasanya timbul dalam 72 jam, sehingga resiko infeksi menjadi lebih rendah. Jaringan granulasi yang terbentuk hanya sedikit atau tidak terbentuk. Hal ini terjadi karena adanya migrasi tipe jaringan yang sama dari kedua sisi luka yang akan memfasilitasi regenerasi jaringan ( Ekaputra, 2013)

B. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder)

Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar, penyembuhan jaringan yang hilang ini akan melibatkan granulasi jaringan. Pada penyembuhan luka sekunder, proses inflamasi adalah signifikan. Seringkali terdapat lebih banyak debris dan jaringan nekrotik dan periode fagositosit yang lebih lama. Hal ini menyebabkan resiko infeksi menjadi lebih besar (Ekaputra, 2013)

C. Tertiary Intention Healing (Penyembuhan luka tertiar)

(25)

penyambung(jaringan scar). Contohnya: luka abdomen yang dibiarkan terbuka oleh karena adanya drainage. (Ekaputra, 2013).

2.1.5 Sistem derajat/ Grade Wagner untuk luka diabetes melitus

a. Derajat 0 = Tidak ada lesi yang terbuka, Bisa terdapat deformitas atau selulitis (dengan kata lain: kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati). b. Derajat 1= luka superficial terbatas pada kulit.

c. Derajat 2= luka dalam sampai menembus tendon, atau tulang

d. Derajat 3= luka dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis persendian

e. Derajat 4= Gangren setempat, di telapak kaki atau tumit ( dengan kata lain : gangren jari kaki atau tanpa selulitis)

f. Derajat 5= Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah. (Muryunani, 2013).

2.1.6 Proses terjadinya luka diabetes melitus

Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes melitus selama bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau masalah sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka diabetes melitus (Maryunani, 2013).

Ada 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetes secara umum yaitu: a.Neuropati

(26)

Gejala- gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari ( Maryunani,2013).

b.Angiopathy

Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada penderita diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman atau berbau busuk. Angiopathy menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh. (Maryunani, 2013).

2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka A. Faktor Umum

1. Perfusi dan oksigenasi jaringan

Proses penyembuhan luka tergantung suplai oksigen. Oksigen merupakan kritikal untuk leukosit dalam menghancurkan bakteri dan untuk fibroblast dalam menstimulasi sintesis kolagen. Selain itu kekurangan oksingen dapat menghambat aktifitas fagositosis. Dalam keadaan anemia dimana terjadi penurunan oksigen jaringan maka akan menghambat proses penyembuhan luka (Ekaputra, 2013) 2. Status nutrisi

(27)

untuk pembentukan kolagen yang efektif. Sintesis kolagen juga tergantung pada asupan protein, karbohidrat dan lemak yang tepat. Penyembuhan luka membutuhkan dua kali lipat kebutuhan protein dan karbohidrat dari biasanya untuk segala usia. Diet seimbang mengandung bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk perbaikan luka seperti asam amino ( daging, ikan dan susu), energi sel (biji-bijian, gula, madu, buah-buahan dan sayuran), vitamin C ( buah kiwi, strawberry, dan tomat), vitamin A ( hati, telur, buah berwarna hijau cerah, dan sayur-sayuran), Vitamin B ( kacang, daging dan ikan), zinc (makanan laut, jamur, kacang kedelai, bunga matahari), bahan mineral (makanan laut dan kacang dari biji-bijian), air (Ekaputra, 2013).

3. Stres fisik dan psikologis

Stres, cemas dan depresi telah dibuktikan dapat mengurangi efisiensi dari sistem imun sehingga dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Suatu sikap positif untuk memberikan penyembuhan oleh tiap pasien dan perawat dapat mempengaruhi dalam meningkatkan penyembuhan luka ( Ekaputra, 2013)

4. Gangguan sensasi atau gerakan

(28)

B.Faktor lokal

1. Praktek managemen luka

Tidak sesuainya penanganan luka secara umum dapat mempengaruhi penyembuhan, untuk mencengah dan mengidentifikasi masalah tersebut, fisiologi penyembuhan luka harus dipahami sebagai kebutuhan dari proses penyembuhan tersebut. Pengetahuan beberapa jenis atau kategori dari produk perawatan luka dan bentuk pemberian pelayanan mereka merupakan sesuatu yang penting. Luka harus dilakukan dalam sebuah metode dengan mempertimbangkan suatu keadaan dari jaringan luka tersebut. Luka, pasien/ personal dan kebersihan lingkungan harus lebih optimal, untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi silang (Ekaputra, 2013)

2. Hidrasi luka

Penanganan luka secara tradisional didukung dengan keadaan lingkungan luka yang kering, karena berdasarkan keyakinan bahwa luka kering akan mencengah infeksi. Keadaan luka kering akan menghambat migrasi sel epitel. Sebuah luka dengan lingkungan yang lembab membantu pertumbuhan sel untuk mempertahankan dasar luka yang baik dan membantu proses migrasi permukaan luka. Sebuah lingkungan yang lembab akan membantu autolitik debridement. Nyeri pada luka berkurang jika persyarafan tetap dalam keadaan lembab (Ekaputra, 2013).

3. Temperatur luka

Dalam studi tentang efek temperatur pada penyembuhan luka, Lock (1979)

(29)

mempunyai dampak yang signifikan yaitu peningkatan 108% pada aktifitas mitotik pada luka. Dengan demikian jika penyembuhan ingin ditingkatkan, temperatur luka harus dipertahankan. Seringnya luka tanpa dressing dan penggunaan larutan dingin perlu dipertanyakan. Dressing yang mengurangi proses penggantian dan mempertahankan kelembapan lebih kondusif dalam proses penyembuhan( Ekaputra, 2013).

4. Tekanan dan gesekan

Kapiler merupakan sel yang sangat tipis. Penekanan pada arteri dan kapiler dengan tekanan 30 mmhg dengan penekanan terus-menerus dapat menurunkan aliran ke akhir venous. Jika penyumbatan pembuluh darah terjadi, hipoksia jaringan dan menyebabkan kematian. Tekanan, gesekan dan shearing merupakan akibat dari aktifitas atau tanpa aktifitas, retraksi kantong atau pakaian, abrasi atau tekanan dari dressing luka. Perlindungan luka merupakan sesuatu yang utama untuk meningkatkan vaskularisasi dan penyembuhan (Ekaputra, 2013)

5. Adanya benda asing

(30)

6. Luka infeksi

Semua luka terkontaminasi, tetapi tidak mengakibatkan terjadinya sepsis (Smith, 1983). Adanya bakteri sebagai bagian dari suatu flora dari kulit, dan organisme pindah ke dalam luka dari sekitar kulit. Secara sehat individu hidup dalam harmoni dengan jumlah besar bakteri. Flora kulit kering rata-rata 10 sampai 1000 bakteri per gram tiap jaringan dengan mengalami peningkatan secara dramatis dalam bakteri dari jaringan lembab, saliva atau feses (Laurence, 1992). Tempat flora kulit akan berkoloni dengan luka yang menempati seluruh permukaan kulit. Sebuah luka dikatakan infeksi jika adanya tingkat pertumbuhan bakteri 100.000 organisme per gram dari jaringan. Infeksi pada luka menghasilkan jaringan kurang sehat atau devital. Luka infeksi kemungkinan menyebabkan infeksi sistemik, yang tidak hanya berdampak pada proses penyembuhan tetapi dapat juga pada kondisi pengobatan (Ekaputra, 2013)

2.2 Mekanisme koping

2.2.1 Pengertian mekanisme koping

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam ( Kozier & snyder, 2011).

(31)

mentoleren atau menerima bahaya, juga melepaskan diri atau menghindari situasi stres. Stres diatasi dengan kognitif dan behavioral transactions melalui lingkungan (Nasir & Muhith, 2011).

Koping didefinisikan sebagai strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata, dan koping merupakan semua usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan ( Lazarus, 1984 dalam Siswanto, 2007)

2.2.2 Jenis- jenis mekanisme koping

Menurut Lazarus (1976 dalam Siswanto, 2007) membagi koping menjadi dua jenis, yaitu:

a.Tindakan Langsung ( Direct Action)

Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan oleh individu untuk mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami.

Ada 4 macam koping jenis tindakan langsung 1. Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka

(32)

langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya tersebut.

2. Agresi

Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa menilai dirinya lebih/ berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut. 3. Penghindaran (Avoidance)

Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi yang mengancam tersebut.

4. Apati

Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam tersebut. Pola apati terjadi bila baik tindakan mempersiapkan diri menghadapi luka, agresi maupun avoidance sudah tidak memungkinkan lagi dan situasinya terjadi berulang-ulang.

b. Peredaan atau peringanan (palliation)

(33)

relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya.

Ada 2 macam koping jenis peredaan/ palliation: 1.Diarahkan pada gejala (Symptom Directed Modes)

Macam koping ini dingunakan bila gejala-gejala gangguan muncul dari diri individu, kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut. Penggunaan obat-obat terlarang, narkotika, merokok, alkohol merupakan bentuk koping dengan cara diarahkan pada gejala. Namun tidak selamanya cara ini bersifat negatif. Melakukan relaksasi, meditasi atau berdoa untuk mengatasi ketegangan juga tergolong ke dalam symptom directed modes tetapi bersifat positif.

2. Cara intrapsikis (Intrapsychic Modes)

Koping jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan istilah Defense Mechanism (mekanisme pertahanan diri).

Macam-macam Defense Mechanism:

1. Identifikasi yaitu menginternalisasikan ciri-ciri yang dimiliki oleh orang lain yang berkuasa dan dianggap mengancam. Identifikasi biasanya dilakukan oleh anak terhadap orang tua mereka.

(34)

3. Represi yaitu menghalangi impuls-impuls yang ada atau tidak bisa diterima sehingga impuls-impuls tersebut tidak dapat diekspresikan secara sadar/ langsung dalam tingkah laku.

4. Denial yaitu melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada karena kenyataan yang ada dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan.

5. Reaksi Formasi yaitu dorongan yang mengancam diekspresikan dalam bentuk tingkah laku secara terbalik.

6. Proyeksi yaitu mengatribusikan/ menerapkan dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain karena dorongan-dorongan tersebut mengancam integritas.

7. Rasionalisasi/ Intelektualisasi yaitu dua gagasan yang berbeda dijaga supaya tetap terpisahkan kerana bila bersama-sama akan mengancam.

8. Sublimasi yaitu dorongan atau impuls yang ditransformasikan menjadi bentuk-bentuk yang diterima secara sosial sehingga dorongan atau impulstersebut menjadi sesuatu yang benar-benar berbeda dari dorongan atau impuls aslinya.

(35)

bisa mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruktif (Siswanto, 2007). Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis (Sunaryo,2004). Menurut Suryani & Widyasih (2008) secara garis besar mekanisme koping terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladaptif:

a.Mekanisme koping adaptif

(36)

semua akan kembali stabil, mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu.

b. Mekanisme koping maladaptif

Penggunaan koping yang maladaptif dapat menimbulkan respon negatif dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal. Perilaku mekanisme koping maladaptif antara lain perilaku agresi dan menarik diri. Perilaku agresi dimana individu menyerang obyek, apabila dengan ini individu mendapat kepuasan, maka individu akan menggunakan agresi. Perilaku agresi (menyerang) terhadap sasaran atau obyek dapat merupakan benda, barang atau orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Adapun perilaku menarik diri dimana perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stresor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stres. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu. Perilaku yang dapat dilakukan adalah menggunakan alkohol atau obat-obatan, melamun dan fantasi, banyak tidur, menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.

2.2.3 Klasifikasi dan bentuk koping

(37)

Lazarus dan Folkman (1984 dalam Nasir dan Muhith, 2011), secara umum membedakan bentuk dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :

1. Problem Focused Coping(PFC), yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode problem focused coping apabila mereka percaya bahwa sumber atau demands dari situasinya dapat diubah. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut:

a. Confrontative coping : usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

b. Seeking social support : usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.

c. Planful problem solving : usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati- hati, bertahap, dan analitis.

(38)

perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam emotional focused coping antara lain sebagai berikut:

a. Self-control : usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.

b. Distancing: usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon.

c. Positive reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal- hal yang bersifat religious.

d. Accepting responsibility: usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.

e. Escape/ avoidance: usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti: makan, minum, merokok, atau menggunakan obat- obatan.

2.2.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi mekanisme koping a. Harapan akan self- efficacy

(39)

b. Dukungan sosial

Menurut Taylor (1999) individu dengan dukungan sosial tinggi akan mengalami stress yang rendah ketika mereka mengalami stres, dan mereka akan mengatasi stres atau menggunakan koping yang baik. Selain itu dukungan sosial juga menunjukkan kemungkinan untuk sakit lebih rendah, mempercepat proses penyembuhan ketika sakit (Kulik dan Mahler, 1989) dalam Mutoharoh, 2010). c. Optimisme

Pikiran yang optimis dapat menghadapi suatu masalah lebih efektif dibandingkan pikiran yang pesimis berdasarkan cara individu melihat suatu ancaman. Pikiran yang optimis dapat membuat keadaan yang stresful sebagai suatu hal yang harus di hadapi dan diselesaikan. Oleh karena itu individu, akan lebih memilih menyelesaikan dan menghadapi masalah yang ada dibandingkan dengan individu yang mempunyai pikiran yang pesimis ( Mattews, Ellyn E & cook, Faul F, 2008).

d. Pendidikan

(40)

e. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Pengetahuan merupakan faktor penting terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Nurhidayah ( 2010) perilaku kesehatan akan tumbuh dari keinginan individu untuk menghindari suatu penyakit dan kepercayaan bahwa tindakan kesehatan yang tersedia akan mencengah suatu penyakit.

f. Jenis kelamin

Wanita biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap stresor dibanding dengan pria, secara biologis kelenturan tubuh wanita akan mentoleransi terhadap stres menjadi baik dibanding pria (Siswanto, 2007). Jenis kelamin sangat mempengaruhi dalam berespon terhadap penyakit, stres, serta penggunaan koping dalam menghadapi masalah luka diabetes.

g.Psikologis

(41)

menyebabkan harus di amputasi, dan respon pasien yang belum siap akan merasa takut (Ekaputra, 2013).

Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif (Kaplan dan Saddock, 1997 dalam Ekaputra, 2013).

(42)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping yaitu lamanya mengalami luka diabetes melitus, pengalaman masa lalu yang dialami, harapan akan self-efficacy, dukungan sosial, optimisme, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis kelamin, usia, status ekonomi, dan psikologis. Maka, variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah harapan akan self-efficacy, dukungan sosial, optimisme, tingkat pengetahuan, dan psikologis.

Skema 3-1. Kerangka konsep faktor- faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pasien luka diabetes mellitus.

Faktor yang mempengaruhi mekanisme koping:

1. Harapan akan self- efficacy

2. Dukungan sosial 3. Optimisme 4. Pengetahuan 5. Psikologis 6. Jenis kelamin 7. Tingkat pendidikan 8. usia

(43)

3.2 Definisi Operasional dan emosi untuk mengkontrol psikologisnya

(44)

Optimisme

(45)

3.3 Hipotesis

(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang dingunakan adalah penelitian deskriptif korelasi, yaitu menggambarkan dan menghubungkan faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pasien luka diabetes melitus di Asri Wound Care Centre Jln. Suluh Gg. Mahmud No.41 Medan.

4.2 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Adapun yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat ke klinik Asri Wound Care Centre yang berjumlah 42 orang.

4.3 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling dimana semua anggota populasi menjadi sampel (Notoatmodjo,2010). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 42 orang pasien yang mengalami luka diabetes melitus dengan kriteria inklusi pasien bersedia menjadi responden, pasien yang mengalami luka diabetes melitus.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

(47)

4.5 Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah memperoleh surat rekomendasi dan ethical clearance, selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan serta prosedur penelitian yang dilakukan. Lembar persetujuan menjadi responden sebagai bukti kesediaannya sebagai sampel dalam penelitian.

(48)

4.6 Instrumen penelitian

Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Instrumen ini terdiri dari 2 bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pasien luka diabetes melitus.

Kuesioner data demografi meliputi umur, jenis kelamin,agama, suku, pendidikan. Data demografi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden, mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase demografi responden.

(49)

skor total 17-28, optimisme buruk apabila skor total 5-12 dan baik apabila skor total 13-20, psikologis buruk apabila skor total 7-16, dan baik apabila skor total 17-28, tingkat pengetahuan baik apabila skor total 10-25 dan buruk apabila skor total 26-40.

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2008). Uji validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isiyang disusun mengacu pada tinjauan pustaka. Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan pada tanggal 24 Januari 2014 oleh dosendi bidang KMB dan hanya melihat konten saja. Instrumen penelitian yang disusun oleh peneliti berjumlah 51 butir.

(50)

reliabilitas tinggi. Dan hasil dari uji reliabilitas pengetahuan adalah r=0,9152, menunjukkan bahwa instrument penelitian memiliki derajat reliabilitas yang tinggi. Suatu instrument dikatakan sudah reliable jika nilai reliabilitasnya lebih dari 0,70 ( Polit & Hungler, 1999).

4.8. Pengumpulan Data

Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU dan mengirimkan surat izin ke Asri Wound Care Centre Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari klinik tersebut, peneliti melakukan pengumpulan data.

Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner sebelum menanyakan kesediannya untuk terlibat sebagai responden. Peneliti menjelaskan bahwa instrumen penelitian yang digunakan ada 2, yang pertama kuesioner data sampel yang berisiumur, jenis kelamin, agama, suku,pendidikan. Kedua, kuesioner mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti. Selanjutnya seluruh data dikumpul untuk dianalisa.

4.9 Analisa Data

(51)

bivariate untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan variabel independen dengan menggunakan uji spermann. Analisa univariat yaitu menganalisa

variabel-variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Dan apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel dan dapat dilanjutkan analisis bivariate. Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang akan menghasilkan hubungan antara dua variabel yang bersangkutan. Setelah data diolah, didapatkan data dalam skala ordinal dan ordinal.

Pada penelitian ini setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah mengolah data sedemikian rupa dengan menggunakan program komputer tertentu, sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki. Notoadmodjo (2010) mengemukakan bahwa langkah-langkah pengolahan data meliputi:

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner. Peneliti memeriksa jawaban responden pada kuesioner dan responden telah memberikan jawaban pada seluruh pertanyaan dalam kuesioner.

b. Coding

(52)

c. Processing

Merupakan kegiatan memproses data agar dapat dianalisis. Peneliti membuat rekapitulasi data dengan memasukkan data pada tabel rekapitulasi data. Peneliti kemudian mengolah secara komputerisasi.

d. Cleaning

(53)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian terhadap 42 orang responden. Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 19 Maret sampai dengan 10 Mei 2014 di Asri Wound Centre Medan. Hasil penelitian ini menggambarkan dan menghubungkan faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pasien luka diabetes melitus.

5.1.1 Analisa univariat

Hasil analisa univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi responden (umur, jenis kelamin, agama, suku, tingkat pendidikan), harapan self-efficacy, dukungan sosial, optimisme, psikologis, pengetahuan dan mekanisme koping

a. Karakteristik Responden

(54)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden di Asri Wound Care Centre Medan ( n= 42)

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Jenis kelamin

b. Mekanisme Koping

Tabel.5.2 Distribusi responden mekanisme koping pasien luka diabetes melitus di Asri Wound Care Centre Medan (n = 42)

Mekanisme Koping Frekuensi (f) Persentase (%)

Maladaptif 7 16.7

Adaptif 35 83.3

(55)

c. Faktor-faktor mekanisme koping

Tabel.5.3 Distribusi responden faktor-faktor mekanisme koping di Asri Wound Care Centre Medan (n = 42)

Variabel Buruk Baik

f % f %

Harapan Self-effiacy 3 7.1 35 83.3

Dukungan Sosial 4 9.5 38 90.5

Optimisme 8 19.0 34 81.0

Psikologis 9 21.4 33 78.6

Pengetahuan 0 0 42 100

Berdasarkan penelitian yang didapatkan bahwa harapan self-efficacy pasien luka diabetes melitus di Asri Wound Care Centre Medan yaitu responden yang harapan self-efficacy yang baik sebanyak 35 responden (83.3%), dukungan sosial yang baik 38 responden (90.5%), optimisme yang baik sebanyak 34 responden (81.0%), psikologis yang baik 33 responden (78.6%), dan pengetahuan yang baik 42 responden (100%).

5.1.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan koefisien korelasi spearman. Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen.

Tabel. 5.4 Hasil analisis faktor-faktor mekanisme koping responden di Asri Wound Care Centre Medan (n= 42)

Variabel R Pvalue

Harapan Self-efficacy * 0.324 0.037

Dukungan sosial * 0.309 0.046

Optimisme -0.028 0.862

Psikologis 0.044 0.784

Pengetahuan -0.183 0.246

(56)

a. Hubungan antara harapan self-efficacy dengan mekanisme koping

Analisis hubungan antara harapan self-efficacy dengan mekanisme koping responden menunjukkan korelasi positif, semakin tinggi nilai self-efficacy maka akan semakin tinggi nilai mekanisme koping pasien akan tetapi hubungannya lemah (0.324). Hasil uji statistik lebih lanjut disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara self-efficacy dengan mekanisme koping responden ( p value 0.037 < 0.05, maka Ho ditolak)

b. Hubungan antara dukungan sosial dengan mekanisme koping

Analisis hubungan antara dukungan sosial dengan mekanisme koping responden menunjukkan korelasi positif, bahwa dukungan sosial yang baik dan buruk memberikan nilai mekanisme koping yang sama, akan tetapi hubungannya lemah (0.309). Hasil uji statistik lebih lanjut disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan mekanisme koping responden (p value 0.046 < 0.05, maka Ho ditolak).

c. Hubungan antara optimisme dengan mekanisme koping

(57)

d. Hubungan antara psikologis dengan mekanisme koping

Analisis hubungan antara psikologis dengan mekanisme koping pasien menunjukkan korelasi positif, bahwa psikologis yang baik atau buruk mempunyai nilai mekanisme koping pasien luka diabetes melitus yang sama tetapi memiliki hubungan yang sedang (0.044). Hasil uji statistik lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara psikologis dengan mekanisme koping pasien (p value 0.784 > 0.05, maka Ho gagal ditolak).

e. Hubungan antara pengetahuan dengan mekanisme koping

Analisis hubungan antara pengetahuan dengan mekanisme koping pasien menunjukkan korelasi negatif, bahwa semakin baik pengetahuan pasien maka semakin menurun mekanisme koping pasien. Hubungan tersebut sangat lemah (-0.183). Hasil uji statistik lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan mekanisme koping pasien (p value 0.246 > 0,05, maka Ho gagal ditolak).

5.2 Pembahasan 5.2.1 Univariat

a. Gambaran data demografi responden luka diabetes melitus 1. Umur Responden

(58)

cenderung meningkat pada usia 40-65 tahun, disamping adanya riwayat obesitas dan faktor keturunan.

Menurut Izucchi (2005) factor resiko terjadi luka diabetes melitus salah satunya adalah umur dan akan meningkat pada usia dewasa awal dan juga dewasa lanjut.Hasil penelitian sesuai dengan teori bahwa sebagian responden berumur 59 tahun dengan usia termuda 36 tahun dan tertua 90 tahun.

2. Jenis Kelamin Responden

Hasil analisis menunjukkan sebagian besar responden luka diabetes melitus adalah perempuan 22 (52.4%) daripada laki-laki 20 (47.6%). Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien luka diabetes mellitus berjenis kelamin perempuan.

Menurut Yusra (2010) menyatakan bahwa faktor resiko, seperti obesitas, kurang aktivitas/ latihan fisik, usia dan riwayat DM saat hamil, menyebabkan tingginya kejadian luka diabetes mellitus pada perempuan (Radi,2007).

3. Tingkat Pendidikan

(59)

pasien luka diabetes melitus sebagian besar responden berpendidikan rendah (52.7%).

b.Gambaran mekanisme koping pasien luka diabetes melitus

Pada hasil penelitian ini menunjukkan jumlah pasien luka diabetes melitus yang menjalani perawatan luka yang memiliki mekanisme koping adaptif yaitu sebanyak 35 orang (83.3%). Sedangkan pasien luka diabetes melitus yang memiliki mekanisme koping yang maladaptif sebanyak 7 orang (16.7%). Dari hasil penelitian di dapatkan mekanisme koping pasien luka diabetes melitus yang menjalani perawatan luka adalah adaptif. Sejalan dengan penelitian Sarafino (2008) pasien yang memiliki mekanisme koping yang adaptif pada pasien yang mengalami luka diabetik adalah sebanyak 40 orang (55.6%) sedangkan mekanisme koping yang maladaptif adalah 32 orang (44.4%).

(60)

C. Gambaran Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping 1. Harapan self-efficacy

Hampir seluruh pasien yang mengalami luka diabetes melitus yang sedang menjalani perawatan luka mempunyai harapan self-efficacy yang baik sebanyak 39 orang dengan persentase 92.9%. Sedangkan pasien yang memiliki harapan self-efficacy yang buruk sebanyak 3 orang dengan persentase 7.1%. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Annisa (2012) rata-rata nilai self-efficacy responden dengan nilai terendah 25 dan nilai tertinggi 130. Berdasarkan nilai estimasi interval dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata self-efficacy responden adalah 90.68-103.32. berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan responden memiliki nilai self-efficacy yang tinggi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2011) bahwa sebesar 78.57% responden luka diabetes memiliki self-efficacy yang rendah.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata pasien memiliki harapan self-efficacy yang baik, artinya walaupun pasien dalam kondisi yang buruk seperti luka kronik yang dialami pasien tetap mempunyai harapan self-efficacy yang baik. Itu berarti seburuk apapun kondisi yang dialami kita harus tetap memiliki harapan self-efficacy yang baik.

2. Dukungan sosial

(61)

dilakukan Anggina, Hamzah, dan Pandith (2010) bahwa pasien luka diabetes melitus yang memiliki dukungan sosial yang positif sebanyak 70% dan sisanya 30% memiliki dukungan sosial yang negatif. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Yunitasari, Endarthi, dan Utami (2013) tentang dukungan keluarga pada pasien luka gangren bahwa sebanyak 94% pasien mendapatkan dukungan keluarga yang baik dan 6 % mendapat dukungan keluarga yang sedang.

Dukungan sosial yang baik akan melindungi sistem kekebalan tubuh dari stres dan hidup akan lebih lama. Dukungan sosial yang didapat pasien tidak hanya dari keluarga, tapi dari teman dekat, dan masyarakat sekitar selalu memberikan dukungan sosial yang baik. Sementara dukungan sosial yang buruk akan sulit mengatasi masalah yang dihadapi, mudah stres dan selalu tertutup dengan komunitas.selain itu dukungan sosial yang baik akan menyelesaikan atau membantu proses penyembuhan luka diabetes melitus.

3. Optimisme

Dalam penelitian ini pasien memiliki pemikiran optimis yang baik sebanyak 34 orang dengan persentase 90.5% sedangkan pasien yang memilki optimisme yang buruk sebanyak 8 orang dengan persentase 19.0%. Sesuai dalam penelitian Hasan, Salmah dan Rinwidya (2010) bahwa skor optimisme pasien luka diabetes berada pada kategori sedang dengan persentase 70.11% yaitu sebanyak 61 pasien.

(62)

pasien melihat masalah tersebut. Pikiran yang optimis dapat membuat keadaan yang stresful sebagai sesuatu yang harus dihadapi dan yang akan diselesaikan. 4. Psikologis

Dalam penelitian ini pasien yang sedang menjalani perawatan luka mempunyai psikologis yang baik sebanyak 33 orang dengan persentase 78.6%. Sedangkan pasien yang memiliki psikologis yang buruk sebanyak 9 orang dengan persentase 21.4%. Psikologis yang buruk dapat menyebabkan proses penyembuhan luka menjadi lama seperti cemas dan takut. Cemas terjadi saat seseorang tidak mampu memahami kondisi yang dialami sekarang. Setiap pasien memiliki respon yang berbeda-beda tergantung dari penyebab masalah yang dihadapi.

Psikologis yang baik akan mempercepat proses penyembuhan luka. Suatu sikap yang positif untuk memberikan penyembuhan oleh tiap pasien dan perawat dapat mempengaruhi dalam meningkatkan penyembuhan luka.

5. Pengetahuan

(63)

Walaupun rata-rata pasien memiliki tingkat pendidikan SMA tapi memiliki pengetahuan dan prilaku yang baik. Dan pasien tahu bagaimana konsep luka diabetes melitus,cara diet dan bagaimana cara merawatnya.

Prilaku kesehatan akan tumbuh dari keinginan pasien untuk menghindari suatu penyakit dan kepercayaan bahwa tindakan kesehatan yang tersedia akan mencengah suatu penyakit.

5.2.3 Bivariat

a. Hubungan harapan self-efficacy dengan mekanisme koping

Pada penelitian ini diketahui sebagian besar pasien yang menjalani perawatan luka diabetes melitus memiliki harapan self-efficacy yang baik. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan P value< 0.05 yaitu sebesar 0.037 dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara harapan self-efficacy pasien yang menjalani perawatan luka diabetes melitus dengan mekanisme koping.

(64)

Apabila individu tidak mempunyai kemampuan menanggulangi tantangan penuh stres dalam hidupnya, maka individu akan merasa semakin cemas menanggulangi tantangan tersebut. Individu yang memiliki self-efficacy yang buruk ( tidak memiliki keyakinan dalam melakukan tugasnya) cenderung berfokus pada ketidakadekuatan yang dipersepsikannya. Individu yang memiliki self-efficacy yang baik meyakini bahwa kerja keras untuk menghadapi tantangan hidup, sementara buruknya self-efficacy kemungkinan besar akan memperlemah bahkan menghentikan usaha seseorang. (Nevid,2003)

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan self-efficacy berhubungan dengan kepatuhan terhadap pengobatan, perilaku sehat, penurunan gejala fisik dan psikologis.(Healsted, 2002 dalam Tsay, 2003).

Jika seseorang percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu secara efektif dengan stresor yang ada, meraka tidak akan terganggu. Tapi jika mereka percaya mereka tidak mampu mengendalikan keadaan mereka akan terkena distres, individu tidak mampu menggunakan koping secara maksimal dan melihat dunia sebagai sesuatu yang mengancam. Dalam teori Bandura, (1997) self-efficacy didefinisikan sebagai kepercayaan diri seseorang yang mampu menunjukkan perawatan diri yang baik untuk menginginkan sesuatu yang diinginkan. (Tsay, 2003)

(65)

diri atau self-efficacy meningkat maka tingkat hormon stres menurun. Oleh karena self-efficacy berkaitan dengan rendahnya sekresi chatecholamines, maka orang yang merasa yakin bahwa mereka bisa mengatasi masalah akan lebih rendah tingkat kegelisahannya.

Dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara harapan akan sel-efficacy pasien luka diabetes melitus yang menjalani perawatan dengan mekanisme koping kemungkinan disebabkan karena harapan self-efficacy pasien merupakan faktor predisposisi seseorang menggunakan mekanisme koping yang adaptif, maka pasien diabetes melitus yang menjalani perawatan luka percaya bahwa dirinya mampu mengatasi stres cenderung menggunakan mekanisme koping yang adaptif.

b. Hubungan dukungan sosial dengan mekanisme koping

Pada penelitian sebagian besar pasien diabetes melitus yang menjalani perawatan luka memiliki dukungan sosial yang baik. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar 0.046 dapat disimpulkan ada hubungan antara dukungan sosial dengan mekanisme koping pasien luka diabetes melitus yang menjalani perawatan luka.

(66)

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Keeling D & Price P ( 1997) dukungan sosial yang dirasakan dan mengatasi dalam sampel pasien dengan borok kaki (N = 15, usia rata 70.4 tahun) atau ulkus kaki diabetik (N = 15, usia rata-rata 63.6 tahun) pada dua titik waktu selama periode empat bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan dengan mekanisme koping. Tingkat keseluruhan dukungan sosial yang rendah, dengan dukungan emosional yang paling sering direkam. Skor standar untuk jenis koping menunjukkan tidak ada pola yang tidak biasa, meskipun skor untuk analisis logis yang rendah. Namun, ada banyak variasi dalam jenis strategi yang digunakan oleh individu mengatasi.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Taylor ( 1999) menyatakan bahwa dukungan sosial yang baik akan mengalami stress yang rendah ketika mengalami stress, dan akan melakukan koping yang lebih baik. Selain itu dukungan sosial yang baik akan menunjukkan kemungkinan untuk sakit lebih rendah dan mempercepat proses penyembuhan ketika sakit.

Begitu pula menurut penelitian dari Foote (1990) dalam Tambunan (2004) membuktikan bahwa dukungan sosial mempunyai hubungan yang positif yang dapat mempengaruhi kesehatan individu dan kesejahteraan atau dapat meningkatkan kreativitas individu dalam kemampuan penyesuaian yang adaptif terhadap stress atau rasa sakit yang dialami.

(67)

c. Hubungan antara optimisme dengan mekanisme koping

Pada penelitian sebagian besar pasien diabetes melitus yang menjalani perawatan luka memiliki optimisme yang baik. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar 0.862 dapat disimpulkan belum cukup bukti adanya hubungan antara optimisme dengan mekanisme koping pasien luka diabetes mellitus yang menjalani perawatan luka. Hal ini tidak sama dengan penelitian Hasan, Salmah dan Rinwidya (2010) adalah nilai p value sebesar 0,000 < nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai F hitung sebesar 65.354 > F tabel sebesar 3.10 serta nilai koefisien korelasi ganda ® yang dihasilkan sebesar 0.780 menunjukkan terjadi hubungan yang signifikan yang kuat antara optimisme dengan mekanisme koping.

Hal ini sejalan dengan penelitian Gill,dkk (1990) dalam Nevid (2003) bahwa ada hubungan antara optimisme dengan kesehatan yang lebih baik. Misalnya pasien yang mempunyai pikiran lebih pesimis selama masa sakitnya akan lebih menderita dan mengalami stress. Namun pada hasil penelitian pasien yang paling banyak menggunakan mekanisme koping maladaptif adalah pasien yang memiliki pemikiran yang pesimis saat sakit.

(68)

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sikap optimis tidak ada hubungan dengan mekanisme koping pasien luka diabetes melitus yang menjalani perawatan luka meskipun peneliti mendapatkan sikap optimis pasien baik.

d. Hubungan antara psikologis dengan mekanisme koping

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memiliki psikologis yang baik. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar 0.784 artinya ada hubungan yang sedang tapi tidak ada hubungan yang bermakna antara distress psikologis pasien luka diabetes melitus yang menjalani perawatan luka dengan mekanime koping pasien luka diabetes melitus. Hal ini sejalan dengan Roslan, Kleffer, Israel, Cofiela, Palmisano, & Heiler (2008) menyatakan bahwa distress psikologis tidak akan berhubungan dengan mekanisme koping pada pasien luka diabetes melitus. Meskipun penelitian Toljamo dan Hentinen (2001) menemukan ada hubungan yang negative dengan mekanisme koping yang baik, yang mengartikan bahwa pasien merasa terlalu banyak informasi yang baik dan buruk dari keluarga, teman dan masyarakat, sehingga pasien akan mengalami kesulitan menerima informasi tersebut.

Stres, cemas dan depresi telah dibuktikan dapat mengurangi efisiensi dari sistem imun sehingga dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Suatu sikap positif untuk memberikan penyembuhan oleh tiap pasien dan perawat dapat mempengaruhi dalam meningkatkan penyembuhan luka ( Ekaputra, 2013).

(69)

e. Hubungan antara pengetahuan dengan mekanisme koping

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua pasien memiliki pengetahuan yang baik (100%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue> 0,05 yaitu sebesar 0.246 artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan mekanisme koping pasien yang sedang menjalani perawatan luka diabetes melitus. Hal ini tidak senada dengan penelitian Sasirarini, Tirahinigrum, dan Santoso (2013) yang menyatakan bahwa pasien yang memiliki tingkat pengetahuan yang sedang (78.2%)memiliki kadar HbA1C yang tinggi (98.4%) berarti pengetahuan pasien tidak baik sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan dengan mekanisme koping. Tidak sama dengan penelitian Purwanto bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan pasien tentang diet dan pola makan dengan mekanisme koping pasien yang sedang menjalani perawatan luka yaitu pasien dengan pengetahuan yang kurang (55%) ternyata sebagian besar (51.7%) tidak patuh dalam perawatan luka yaitu manajemen diet dan pola makan.

Hasil analisa lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pasien tentang luka diabetes melitus dengan mekanisme koping pasien luka diabetes mellitus. Hal ini sesuai dengan penelitian Pan, Savage, Toobert,Whitner, dan Xu (2008) bahwa pengetahuan tentang luka diabetes melitus tidak secara langsung mempengaruhi mekanisme koping, akan tetapi mempengaruhi self-efficacy.

(70)

memiliki pengetahuan yang baik tentang luka diabetes dan cara perawatannya. Akan tetapi ada beberapa responden memiliki keyakinan dan prinsip yang berbeda tentang luka diabetes dan cara perawatannya. Sebagian responden memiliki pengetahuan bahwa meminim obat-obat medis memilki efek samping terhadap organ tubuh seperti ginjal dan akan mengkonsumsi obat jangka panjang. Selain itu responden lebih memilih melakukan pengobatan alternative daripada pengobatan medis. Sebagaimana yang diketahui bahwa prilaku masyarakat dalam mencari pengobatan sangat bervariasi, salah satunya adalah fragmentasi yaitu perilaku pengobatan yang terputus-putus disebabkan karena berganti-ganti fasilitas kesehatan yang diharapkan dapat memberikan penyembuhan yang lebih baik (Nurhidayah, 2010).

(71)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

a. Karakteristik responden di Asri Wound Care Centre Medan sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan rata-rata umur 45-60 tahun. Sebagian responden memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu SMA dan Sarjana.

b. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang perawatan luka diabetes melitus (100%), sebagian responden memiliki psikologis yang baik (78.6%), responden yang memiliki optimisme yang baik (90.5%), yang memiliki dukungan sosial yang baik (90.5%), dan yang mempunyai harapan self-efficacy yang baik (92.9%). Dan nilai mekanisme koping rata-rata (83.3%) yang menunjukkan responden memiliki mekanisme koping yang adaptif.

c. Tidak terdapat hubungan antara optimisme, psikologis dan pengetahuan dengan mekanisme koping.

(72)

6.2 Saran

6.2.1 Bagi pelayanan keperawatan

Memberikan perawatan luka kepada pasien luka diabetes melitus dengan mencoba untuk meningkatkan self-efficacy dan dukungan sosial pasien. Akan tetapi sebelum memberikan perawatan luka dengan meningkatkan self-efficacy pasien dengan melakukan sosialisasi terlebih dahulu.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Perlunya penyusunan kurikulum penambahan materi self-efficacy dan dukungan sosial pada pasien luka diabetes melitus. Materi yang diberikan dapat berfokus pada asuhan keperawatan biopsikososial yang merupakan bagian dari asuhan keperawatan yang komprehensif.

6.2.3 Penelitian Keperawatan

Gambar

Tabel.5.2 Distribusi responden  mekanisme koping pasien luka diabetes melitus di Asri Wound Care Centre Medan (n = 42)
Tabel.5.3 Distribusi responden faktor-faktor mekanisme koping di Asri Wound Care Centre Medan (n = 42)

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme koping merupakan mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang tersebut akan dapat

Hubungan Jenis Mekanisme Koping Individu (Berorientasi pada Situasi, Emosi, Pencegahan, Agama, Eksistensi dan Restrukturisasi) dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan

Sedangkan mekanisme koping spiritual adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang

Pasien luka diabetes umumnya terlambat menyadari bahwa telah terjadi luka pada kakinya, hal ini semakin diperparah karena kaki yang terluka tersebut tidak dirawat

Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan.. Jakarta:

Sedangkan mekanisme koping spiritual adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang

Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam diri,

Individu yang memiliki mekanisme koping adaptif akan menunjukkan kualitas hidup yang baik, seperti mengharapkan kesehatan yang baik, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan pada