• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Manajemen Laba ( Earnings Management )

Pada sebagian besar pengguna laporan keuangan, laba bersih (net income) perusahaan merupakan objek yang paling diminati baik oleh investor maupun

pengguna laporan keuangan lainnya. Jika informasi laba adalah yang paling

diminati diantara informasi lain dalam laporan keuangan, maka informasi ini

menjadi acuan dalam mengambil keputusan (Sulistiawan, dkk 2011).

(Cheng dan Gao 2005) menyatakan bahwa terjadi reaksi harga dan volume

perdagangan saham pada sekitar tanggal publikasi laba di bursa saham China.

Semakin cepat publikasi laba diumumkan maka reaksi pasarnya lebih besar

namun, makin lambat publikasi laba diumumkan maka reaksi pasarnya makin

kecil. Hal ini menunjukkan bahwa informasi laba sangat relevan dalam

pengambilan keputusan di bursa saham. Fenomena tersebut menggambarkan

bahwa informasi laba adalah informasi yang sangat penting dalam investasi

saham. Hal tersebut menyebabkan para penyusun laporan keuangan cenderung

informasi laba bersih dalam laporan laba rugi. Fenomena ini merupakan salah

satu pemicu terjadinya praktik manajemen laba (earnings management).

Dalam proses penyusunan laporan keuangan, perusahaan adalah penyaji

informasi, sedangkan investor dan kreditor adalah pihak yang menerima

informasi. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya asimetri informasi sehingga

posisi investor dan kreditor menjadi lemah karena informasi yang dimiliki oleh

mereka tidak selengkap informasi yang dimiliki oleh pengelola perusahaan.

Sebagai upaya dalam meminimalkan gap informasi, pengelola perusahaan dapat

membuat pengungkapan dalam laporan keuangannya dan disajikan dalam catatan

laporan keuangan. Demikian pula ketika mengganti metode akuntansi tertentu

yang hasilnya meningkatkan laba, perusahaan harus mengungkapkannya dalam

catatan laporan keuangan. Dengan demikian, pembaca laporan keuangan dapat

memahami bahwa laba yang disajikan lebih besar karena menggunakan metode

yang lebih agresif.

1. Definisi Manajemen Laba (Earnings Management)

Manajemen laba (earnings management) didefinisikan sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai beberapa tujuan

tertentu. Menurut Scott, (2000) manajemen laba (earnings management) merupakan tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari

suatu standar tertentu dengan tujuan tertentu untuk memaksimalkan

kesejahterannya dan nilai pasar perusahaan.

Manajemen laba (earnings management) biasanya digunakan manajer untuk menimbulkan bias atau pertimbangan salah arah dari para pemangku

kepentingan pengguna laporan keuangan untuk menutupi kondisi financial riil

perusahaan atau sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari keberadaan

laporan keuangan tersebut (Healy dan Wahlen, 1998). Manajemen laba

(earnings management) dapat dilakukan karena manajer memiliki kebebasan dalam menggunakan peraturan akuntansi yang akan digunakan demi

memaksimalkan nilai utilitas laporan keuangan, khususnya dalam

mendongkrak nilai pasar perusahaan (Scott, 2000).

Manajemen laba (earnings management) digunakan karena dipercaya pemilik akan merasa lebih secure apabila dilaporkan perusahaan mencetak pendapatan yang stabil. Oleh karena itu, para agen di dalam perusahaan akan

menggunakan berbagai daya upaya untuk menjaga pendapatan perusahaan

agar nampak stabil dan menghindari naik turun yang drastis.

Meskipun mengakibatkan distorsi informasi pada laporan keuangan

menyebabkan penurunan nilai guna laporan keuangan untuk memprediksi

management) tidak dapat disejajarkan dengan fraud yang tidak mencerminkan kenyataan ekonomi sama sekali.

2. Motivasi Manajemen Laba (Earnings Management)

Terdapat dua faktor yang umumnya memicu perusahaan melakukan

manajemen laba (earnings management), yaitu agar saham perusahaan laku dipasar, dan untuk meningkatkan nilai pasar dari perusahaan (Stolowy dan

Breton, 2004). Menurut Healy (1985) dan Scott (2000), secara umum

beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan tindakan

manajemen laba (earnings management) di antaranya adalah:

a. Motivasi Bonus

Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan

memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif

ini diberikan dalam jumlah relatif tetap dan rutin. Sementara bonus yang

relatif lebih besar nilainya hanya diberikan ketika manajer berada di area

pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja

manajemen salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran

kinerja berdasarkan laba tersebut memotivasi manajer untuk

meningkatkan laba usaha dan menunjukkan perfoma kinerjanya, hal

tersebut tidak menutup kemungkinan peluang dalam melakukan praktik

b. Motivasi Utang

Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk

kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa

kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar

kreditor mau menginvestasikan dananya, tentunya manajer harus

menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya sehingga, diperoleh

hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar. Dalam praktik untuk

menunjukkan performa terbaik itu pun seringkali manajer melakukan

praktik manajemen laba (earnings management) pada laporan keuangannya. Hal ini juga berlaku untuk perjanjian utang yang menuntut

pihak perusahaan agar menjaga rasio keuangannya agar berada pada batas

bawah tertentu.

c. Motivasi Pajak

Tindakan praktik manajemen laba (earnings management) tidak selalu merujuk pada kepentingan harga saham, namun juga untuk

kepentingan perpajakan. Perusahaan cenderung melaporkan dan

menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiscal yang lebih rendah dari

nilai sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak

melakukan manajemen laba (earnings management) agar seolah – olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan

dan kebijakan akuntansi perpajakan. Perilaku ini terjadi, dimana manusian

yang bersifat oportunis cenderung ingin mendapatkan hasil

sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan sumber daya dengan seminimal

mungkin.

d. Motivasi Penjualan Saham

Motivasi ini banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan go public maupun yang telah go public. Perusahaan yang akango public akan melakukan penawaran saham perdananya ke public atau lebih dikenal

dengan istilah Initial Public Offerings (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor. Demikian juga dengan perusahaan yang

sudah go public, untuk kelanjutan dan ekspansi usahanya, perusahaan

akan menawarkan sahamnya ke public melalui penawaran kedua, penawan

ketiga, dan seterusnya (Seasoned Equity Offerings – SEO), melalui penjualan saham kepada pemilik lama (right issue), maupun melakukan akuisisi perusahaan lain.

Proses penjualan saham perusahaan ke public akan direspon positif

oleh pasar ketika perusahaan penerbit saham (emiten) memiliki kinerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja yang dilihat oleh calon investor

sering kali memotivasi manajer untuk berperilaku kreatif dengan berusaha

menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari biasanya.

e. Motivasi Pergantian Direksi

Praktik manajemen lba iasanya terjadi pada sekitar periode

pergantian direksi atau Chief Executive Officier (CEO). Menjelang berakhirnya masa jabata, direksi cenderung bertindak kreatif dengan

memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada

tahun terakhir ia menjabat. Perilaku ini ditunjukkan dengan terjadinya

peningkatan laba yang cukup signifikan pada periode menjelang

berakhirnya masa jabatan. Motivasi utama yang mendorong perilaku

tersebut adalah untuk memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa

jabatannya.

f. Motivasi Politis

Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang

usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti

perusahaan-perusahaan industri strategis perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi

menjaga tetap mendapatkan subsidi, perusahaan – perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi keuangannya dalam keadaan tertentu dan

Manajer cenderung melakukan kreativitas akuntansi untuk

menyajikan laba yang lebih rendah dibandingkan dari nilai yang

sebenarnya terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini

dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak

menarik perhatian pemerintah, media, atau konsumen yang dapat

menyebabkan meningkatnya biaya politis perusahaan. Rendahnya biaya

politis akan menguntungkan manajemen.

3. Pola Manajemen Laba (earnings management)

Scoot (1997) dalam Sulistiawan merangkum pola umum yang banyak

dilakukan dalam praktik manajemen laba (earnings management), yaitu:

a. Pola Taking a Bath

Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun

berjalan menjadi sangat tinggi atau rendah dibandingkan dengan laba

periode tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Pola ini biasanya

digunakan pada perusahaan yang sedang mengalami masalah organisasi

(organizational stress) atau sedang dalam proses pergantian pimpinan perusahaan. Pada perusahaan yang beru mengalami pergantian

pimpinannya, jika perusahaan berada dalam kondisi yang tidak

cenderung melaporkan nilai kerugian yang tinggi agar pada periode

berikutnya dapat melaporkan laba sesuai target.

Cara yang biasa digunakan dalam pola ini adlah manajer

malakukan penghapusan (write off) terhadap asset tertentu dan membebankan biaya-biaya periode mendatang ke periode tahun berjalan.

Hal ini dilakukan semata-mata untuk memperoleh kinerja yang lebih baik

pada masa mendatang saat kondisi perekonomian lebih menguntungkan.

b. Pola Income Minimization

Pola ini dilakukan dengan menjadikan laba periode tahun berjalan

lebih rendah dari laba sebenarnya. Secara praktis, pola ini relatif sering

dilakukan dengan motivasi perpajakan dan politis. Agar nilai pajak yang

dibayar tidak terlalu tinggi, manajer cenderung menurunkan laba periode

tahun berjalan, baik melalui penghapusan asset tetap maupun melalui

pengakuan biaya-biaya periode mendatang ke periode tahun berjalan.

Hal ini juga dilakukan untuk motivasi politis. Agar tidak menjadi

pusat perhatian yang akan menimbulkan biaya politis ini bisa terjadi pada

instansi yang mengharapkan mendapatkan bantuan dari pemerintah atau

sumber dana lainnya. Demi menjaga konsistensi bantuan subsidi, atau

risiko diprivatisasi, manajer cenderung menurunkan laba karena khawatir

c. Pola Income Maximization

Pola ini dilakukan dengan cara menjadikan laba tahun berjalan

lebih tinggi dari laba sebenarnya. Teknik ini dilakukan dengan cara

menunda pelaporan biaya-biaya periode tahun berjalan ke periode masa

mendatang, sampai dengan meningkatkan jumlah penjualan dan produksi.

Pola ini biasanya banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan melakukan

IPO agar mendapatkan kepercayaan dari kreditor. Hampir semua

perusahaan go public meningkatkan laba dengan tujuan menjaga kinerja saham mereka.

d. Pola Income Smoothing

Pola ini dilakukan dengan mengurangi fluktuasi laba sehingga laba

yang dilaporkan relatif stabil. Untuk investor dan kreditor yang memiliki

sifat risk adverse, kestabilan laba merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan oleh karena itu, fluktuasi harga saham atau

fluktuasi laba merupakan indikator risiko. Demi menjaga agar laba tidak

fluktuatif, stabilitasnya hars dijaga. Stabilitas ini dapat diperoleh dengan

mengkombinasikan dua pola tersebut, yaitu meminimalkan atau

memaksimalkan laba. Namun, tentunya tetap mengikuti tren laba agar

terlihat stabil. Income smoothing dapat dikatakan sebagai upaya untuk menetralkan keadaan lingkungan uang yang penuh ketidakpastian.

Manajemen laba (earnings management) juga dapat dilakukan dengan mengendalikan transaksi akrual. Jika manajer menggunakan

prosedur akuntansi tertentu, maka kebijakan ini akan mudah diketahui

oleh pemakai laporan keuangan dan apabila dilakukan dengan

mengendalikan akrual, maka kebijakan ini akan sulit dideteksi. Oleh

karena itu manajer akan cenderung memilih kebijakan earning management dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual adalah transaksi yang tidak dipengaruhi oleh aliran kas masuk maupun kas

keluar. Manajemen laba berbasis akrual dilakukan dengan cara mengubah

metode akuntansi yang digunakan ke metode akuntansi alternatif yang

lebih menguntungkan manajemen.

Perubahan tersebut diusahakan tidak berpengaruh pada aliran kas.

Selain manajemen berbasis akrual, manajemen juga dapat melakukan

manajemen laba (earnings management) berbasis riil. Roychowdhury (2006) dalam Hutagaol (2009) mendefinisikan manipulasi aktivitas

operasional sesungguhnya sebagai bentuk manajemen laba riil (real earnings management). Penilaian manajemen laba riil (real earnings management) berfokus pada tiga metode manipulasi dan pengaruhnya terhadap abnormal dari tiga variabel berikut:

1) Manipulasi penjualan dengan mempercepat waktu penjualan dan/atau

menimbulkan tambahan penjualan yang tidak bertahan melalui

peningkatan potongan harga atau jangka kredit yang lebih lunak.

2) Pengurangan pembiayaan diskresional seperti biaya penelitian dan

pengembangan serta biaya penjualan, umum, dan administrasi.

3) Kelebihan produksi atau peningkatan produksi untuk melaporkan

harga pokok penjualan yang rendah.

4. Teknik Manajemen laba (earnings management)

(Wolk, dkk dalam Sulistiawan, 2011) Teknik manajemen laba

(earnings management) yang dilakukan sangat beragam, mulai dari teknik yang dibolehkan dalam SAK. Teknik Legal yang biasanya dijumpai dalam

praktik manajemen laba (earnings management) dapat dikelompokkan ke dalam lima teknik, yaitu:

a. Mengubah Metode Akuntansi

Metode akuntansi merupakan pilihan-pilihan yang disediakan oleh

standar akuntansi (accounting choices) dalam menilai asset perusahaan. Metode akuntansi yang dipilih akan memberikan outcome yang berbeda antara satu dengan yang lainnya baik bagi manajer, pemilik, maupun

pemerintah yang berdampak menimbulkan konflik kepentingan di antara

ketiganya. Namun, pemilihan metode akuntansi tertentu yang dilakukan

manajer atau pengelola perusahaan merupakan salah satu bentuk

sepanjang pemilihan tersebut sejalan dengan rambu-rambu yang sudah

diatur dalam SAK.

b. Membuat Estimasi Akuntansi

Teknik ini dilakukan dengan tujuan memengaruhi laba melalui

kebijakan dalam membuat estimasi akuntansi. Cara untuk mendapatkan

tambahan atau pengurangan laba adalah mengubah estimasi akuntansi.

Perubahan estimasi akuntansi ini disesuaikan dengan kebutuhan penyajian

laporan keuangan. Jika mengharapkan kenaikan laba, perusahaan dapat

mengubah estimasi asset tetap atau asset tidak berwujudnya menjadi lebih

panjang. Hasilnya, laba menjadi lebih tinggi karena biaya penyusutan

menurun.

c. Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya

Teknik ini dilakukan untuk mempercepat atau menunda pengakuan

pendapatan dan biaya dengan cara menggeser pendapatan dan biaya

keperiode berikutnya agar memperoleh laba maksimal.

d. Mereklasifikasi Akun Current dan NonCurrent

Pada teknik ini dilakukan dengan memindahkan posisi akun dari

satu tempat ke tempat lainnya. Laporan keuangan yang disajikan sudah

sama, tetapi karena kelihaian penyajinya, laporan keuangan ini bisa

Pemberian informasi yang bias umumnya dilakukan dengan

reklasifikasi akun operasional dan non operasional dalam penyajian

laporan keuangan. Pendapatan yang berasal dari kegiatan normal

perusahaan adalah penjualan barang dagangan atau pendapatan jasa utama

perusahaan. Pendapatan yang tidak berasal dari kegiatan normal adalah

keuntungan dari penjualan asset tetap, keuntungan dari penjualan hasil

investasi, atau laba dari operasi dihentikan. Laba operasional sebaiknya

stabil dan positif. Selain pendapatan, biaya juga berhubungan dengan

biaya operasional dan non operasional. Biaya operasional bersifat rutin

sementara, biaya non operasional seperti kerugian luar biasa karena

bencana, biaya restorasi gempa, dan jenis biaya lain bersifat tidak rutin.

Implikasi dari rekayasa seperti ini berdampak pada terjadinya

kesalahan interpretasi laporan keuangan oleh pengguna, terutama yang

tidak memiliki pengetahuan akuntansi.

e. Mereklasifikasi Akrual Diskresioner (Discretionary Accruals) dan Akrual Nondiskresioner (Nondiscretionary Accruals)

Akrual diskresioner (discretionary accruals) adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen, seperti pertimbangan

tentang penentuan umur ekonomis asset tetap atau pertimbangan

pemilihan metode depresiasi. Akrual nondiskresioner (nondiscretionary accruals) adalah akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau

pertimbangan pihak manajemen, seperti piutang yang besar karena adanya

tambahan penjualan yang signifikan. Akrual (accruals) adalah penjumlahan antara akrual diskresioner dan akrual non diskresioner.

Akrual merupakan perbedaan laba dipengaruhi oleh kebijakan

akuntansi, sedangkan arus kas operasional hanya berasal dari transaksi riil.

Makin tinggi nilai akrual menunjukkan adanya strategi menaikan laba dan

makin negatif nilai akrual menunjukkan adanya strategi menurunkan laba.

5. Teori Agensi (Agency Theory)

Manajemen laba (earnings management) dikaitkan dengan Teori Keagenan, dipengaruhi oleh konflik yang mungkin muncul antara manajemen

(agen) dan pemilik karena kedua pihak ingin memaksimalkan kesejahterannya

masing-masing. Manajer akan bertindak sebagai agent dan pemegang saham akan bertindak sebagai principal. Adanya kepentingan yang berbeda diantara kedua pihak dan informasi yang tidak seimbang dapat menimbulkan masalah

keagenan. Perusahaan sebagai tempat pertemuan kepentingan pemilik dan

agen adalah tempat dimana pemilik mendelegasikan wewenangnya pada agen

untuk mencapai tujuan, maksimalisasi keuntunganataukesejahteraan, dan

kesejahteraan yang pemilik inginkan.

Manajer akan mengambil langkah-langkah yang sekiranya diperlukan

diharapkan akan memberikan kompensasi bagi manajer. Ketika manajer

sebagai agen tidak memperoleh kompensasi sebagaimana yang telah

diharapkan memungkinkan agen akan mengambil tindakan meratakan

pendapatan lain agar ekspektasi kompensasi ekonomi mereka tetap terpenuhi.

Perbedaan informasi yang ada (asymmetric information) dapat berupa

moral hazard maupun adserve selection (Scott, 2000). Moral hazard terjadi ketika manajer memanfaatkan ketidaktahuan pemegang saham untuk

melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya sedangkan, adverse selection

terjadi ketika manajer lebih mengetahui banyak informasi dibanding dengan

pemegang saham yang dapat mengakibatkan pemegang saham salah dalam

mengambil keputusan.

Pada saat menyusun laporan keuangan, manajer yang memiliki

informasi lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menggunakan

kebijakan akuntansi yang dapat menguntungkan dirinya. Pada kondisi inilah

manajemen laba (earnings management) terjadi.

Dokumen terkait