xii ABSTRAK
ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS (IFRS)
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan manajemen laba yang terjadi sebelum dan sesudah pengadopsian International Financial Reporting Standards (IFRS) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009 – 2013. Penerapan IFRS dalam laporan keuangan memiliki tujuan untuk memberikan laporan yang bersifat faithful representation sehingga dapat diandalkan (reliable) bagi pengguna laporan keuangan.
Jenis penelitian ini adalah studi empiris. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 86 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manajemen laba diproksikan dengan menggunakan discretional accruals yang diukur dengan menggunakan the Modified Jones. Metode analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah uji beda untuk dua sampel berpasangan (Wilcoxon Signed Rank Test).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba pada periode sesudah diadopsinya IFRS tidak berbeda dibandingkan manajemen laba pada periode sebelum diadopsinya IFRS. Tidak ada perbedaan manajemen laba secara signifikan pada periode sesudah penerapan IFRS, terbukti dari probabilitas > 0,005 (0,974> 0,005)sehingga H0diterima.
xiii ABSTRACT
THE ANALYSIS OF EARNINGS MANAGEMENT OF COMPANIES BEFORE AND AFTER INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS (IFRS) ADOPTION
(An Empirical Study in the Manufacturing Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange for The Year 2009-2013)
Yovitha Mayangsari Setiarno NIM: 102114120 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2015
The purpose of this study is to compare earnings management occured before and after adoption International Financial Reporting Standards (IFRS) for manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the year 2009-2013. The purpose of IFRS application in financial reporting is to extend the faithful representation with the result can reliable for user.
The kind of the research was empirical study. The method of sampling is purposive with the result 86 companies where chosen as sample. Earnings management were proxied with discretional accruals. Hypothesis testing was conducted using Wilcoxon Signed Rank Test.
The result of this study showed that the earnings management after IFRS adoption have no difference with earnings management before IFRS adoption. There is no decrease from earnings management significantly after IFRS adoption. It was proven from the probability > 0,005 (0,828 > 0,005) and therefore H0
accepted.
“ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS (IFRS)”
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Yovitha Mayangsari Setiarno NIM : 102114120
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
“ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS (IFRS)”
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Yovitha Mayangsari Setiarno NIM : 102114120
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“TERJADILAH PADAKU SETURUT KEHENDAK MU BAPA...”
“Knowledge is not power, wisdom is power” (S. Anthony Lannarino)
“Ketika satu Pintu tertutup, pintu lain terbuka, tetapi kita
terkadang melihat dan menyesali pintu yang tertutup tersebut
terlalu lama sehingga kita tidak melihat pintu lain yang telah
terbuka” ( Alexander Graham Bell )
v
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul:
ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS (IFRS)
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013)
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh Universitas batal saya terima.
Yogyakarta, 30 April 2015
Yang membuat pernyataan,
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yovitha Mayangsari Setiarno
Nomor Induk Mahasiswa : 102114120
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepaa Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH
PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARD (IFRS)
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 30 April 2015
Yang Menyatakan,
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan terima kasih penulis persembahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Johanes Eka Priyatma, M.Sc, Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. M. Trisnawati Rahayu, SE., M.Si., Akt, QIA selaku Dosen Pembimbing
yang telah memberikan banyak waktu, bimbingan, masukan dan saran
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah membagikan ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
4. Staf sekretariat Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang turut disibukkan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Staf pojok BEI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Universitas
Kristen Duta Wacana Yogyakarta yang membantu dalam proses pencarian
data.
6. Kedua orang tua ku yang terhebat, yang selalu memberikan doa, dorongan,
motivasi dan dukungan yang tak terhingga kepadaku, serta
membangkitkan semangat dalam keadaan apapun.
7. Ketiga adik ku tersayang yang tidak pernah lelah untuk selalu memberikan
dorongan dan mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi ini.Keluarga
besar yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta doa kepada
viii
8. Untuk sahabatku Riska, dan Satya yang setia dan tulus dalam menemani
dan memberikan motivasi yang tak terhingga berharganya bagi penulis,
Bersama kalian sungguh berarti untukku.
9. Untuk Evan Richard O, seseorang yang tidak pernah menyerah untuk
selalu memberikan yang terbaik dengan tulus kepadaku dalam keadaan
apapun.
10.Untuk sahabat-sahabat keluarga bencanaku yang selalu mengingatkan dan
memberikan semangat kepada penulis.
11.Sahabat, teman-teman Akuntansi angkatan 2010 dan semua orang yang
pernah aku temui.
12.Semua pihak yang membantu, mendukung, berpartisipasi dalam
penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan penulisan ini. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi referensi bagi penelitian
selanjutnya.
Yogyakarta, 30 April 2015
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii A. International Financial Reporting Standards (IFRS)... 11
B. Manajemen Laba (Earnings Management) ... 22
C. Studi Terdahulu ... 37
D. Perumusan Hipotesis Penelitian ... 39
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41
B. Waktu Penelitian ... 41
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 41
D. Jenis Data ... 42
E. Sumber Data, Populasi dan Sampel Penelitian ... 42
F. Variabel Penelitian ... 43
G. Teknik Analisis Data ... 45
1. Statistik Deskriptif ... 45
x
3. Pengujian Hipotesis ... 46
a. Uji Beda ... 47
b. Uji Sensivitas ... ... 49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 51
B. Analisis Data ... 51
C. Pembahasan ... 65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68
B. Keterbatasan Penelitian ... 69
C. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Tahapan Konvergensi IFRS ke dalam PSAK ... 17
Tabel 2.2 Tabel PSAK dan Tanggal Efektif Diberlakukan ... 18
Tabel 4.1 Tabel Hasil Seleksi Sampel ... 52
Tabel 4.2 Tabel Statistik Deskriptif ... 52
Tabel 4.3 Tabel Uji Normalitas ... 53
Tabel 4.4 Tabel Uji Beda Berpasangan (Paired Sampel t-test) ... 54
Tabel 4.5 Tabel Sektor Industri ... 56
Tabel 4.6 Tabel Statistik Deskriptif Sektor Primer ... 57
Tabel 4.7 Tabel Uji Normalitas Sektor Primer ... 57
Tabel 4.8 Tabel Uji Beda Sampel Berpasangan Sektor Primer ... 58
Tabel 4.9 Tabel Statistik Deskriptif Sektor Sekunder ... 59
Tabel 4.10 Tabel Uji Normalitas Sektor Sekunder ... 60
Tabel 4.11 Tabel Uji Beda Sampel Berpasangan Sektor Sekunder ... 61
Tabel 4.12 Tabel Statistik Deskriptif Sektor Tersier ... 62
Tabel 4.13 Tabel Uji Normalitas Sektor Tersier ... 63
xii ABSTRAK
ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS (IFRS)
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan manajemen laba yang terjadi sebelum dan sesudah pengadopsian International Financial Reporting Standards (IFRS) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009 – 2013. Penerapan IFRS dalam laporan keuangan memiliki tujuan untuk memberikan laporan yang bersifat faithful representation sehingga dapat diandalkan (reliable) bagi pengguna laporan keuangan.
Jenis penelitian ini adalah studi empiris. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 86 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manajemen laba diproksikan dengan menggunakan discretional accruals yang diukur dengan menggunakan the Modified Jones. Metode analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah uji beda untuk dua sampel berpasangan (Wilcoxon Signed Rank Test).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba pada periode sesudah diadopsinya IFRS tidak berbeda dibandingkan manajemen laba pada periode sebelum diadopsinya IFRS. Tidak ada perbedaan manajemen laba secara signifikan pada periode sesudah penerapan IFRS, terbukti dari probabilitas > 0,005 (0,974> 0,005)sehingga H0diterima.
xiii ABSTRACT
THE ANALYSIS OF EARNINGS MANAGEMENT OF COMPANIES BEFORE AND AFTER INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS (IFRS) ADOPTION
(An Empirical Study in the Manufacturing Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange for The Year 2009-2013)
Yovitha Mayangsari Setiarno NIM: 102114120 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2015
The purpose of this study is to compare earnings management occured before and after adoption International Financial Reporting Standards (IFRS) for manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the year 2009-2013. The purpose of IFRS application in financial reporting is to extend the faithful representation with the result can reliable for user.
The kind of the research was empirical study. The method of sampling is purposive with the result 86 companies where chosen as sample. Earnings management were proxied with discretional accruals. Hypothesis testing was conducted using Wilcoxon Signed Rank Test.
The result of this study showed that the earnings management after IFRS adoption have no difference with earnings management before IFRS adoption. There is no decrease from earnings management significantly after IFRS adoption. It was proven from the probability > 0,005 (0,828 > 0,005) and therefore H0
accepted.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Semakin terglobalisasinya dunia menyebabkan banyak
perusahaan-perusahaan melakukan aktivitas bisnis di luar batas wilayah negaranya. Hal ini
didukung dengan semakin banyaknya kerjasama yang dilakukan perusahaan
lintas negara. Perubahan tersebut memberi dampak pergeseran informasi dan
perpindahan modal sehingga, perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya
memperoleh modal dari investor domestik tetapi juga mendapat modal dari
investor luar negeri. Kondisi tersebut menjadikan tidak adanya batas transaksi
ekonomi antar negara diseluruh dunia (world is flat), oleh karena itu menjadi sebuah tuntutan bagi perusahaan untuk dapat memberikan informasi kepada
investor melalui pelaporan yang memadai dan berkualitas.
Laporan keuangan merupakan sebuah jembatan yang dapat
menghubungkan keperluan bisnis. Tujuan dari laporan keuangan adalah
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (SAK 2012). Laporan
keuangan sebagai alat komunikasi dalam bisnis perlu disesuaikan dengan
kondisi perubahan ekonomi saat ini maka, laporan keuangan harus dapat
menjadi seperangkat standar akuntansi universal yang tunggal dan menjadi
tolok ukur dalam menyatukan serta menyelaraskan dunia akuntansi khususnya
Laporan keuangan harus mencerminkan kondisi ekonomi dan kinerja
perusahaan yang sebenarnya sehingga, para pengguna laporan keuangan
seperti investor dan stakeholder lainnya yaitu karyawan, supplier, customer, institusi penyedia kredit, pemerintah dan masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan informasi. Fenomena ini memberikan dalih bagi para praktisi
akuntansi untuk dapat menjembatani kebutuhan global tersebut menjadi
sebuah keseragaman yang dapat memudahkan pengguna informasi.
Banyak perbedaan standar akuntansi yang dimiliki setiap negara
dibelahan dunia dalam mengatur penyusunan pelaporan keuangan entitas
dalam yuridiksinya. Hal disebabkan perbedaan politik, ekonomi, sosial,
teknologi, sejarah, budaya, hukum dan isu-isu lainnya yang terjadi
dimasing-masing negara. Dampak dari perbedaan dalam penyusunan pelaporan
keuangan setiap negara menyebabkan kurang handalnya perbandingan laporan
keuangan.
Perbedaan penyusunan pelaporan keuangan tersebut mengakibatkan
meningkatnya kos yang harus dikeluarkan oleh investor atau pengguna
informasi laporan keuangan dalam menganalisis laporan keuangan. Oleh
karena itu sangat diperlukan suatu standar internasional yang dapat diterima
secara global.
IFRS (Internasional Financial Reporting Standards) menjawab kebutuhan bagaimana pelaporan keuangan harus dilakukan. IFRS merupakan
perangkat standar pelaporan keuangan hasil produk yang dihasilkan oleh
Internasional (Internasional Accounting Standards Board selanjutnya disingkat IASB) yang berlokasi di London. IASB menekankan pada
pengembangan standar yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang baik, jelas
dinyatakan, dari mana interpretasi diperlukan. IFRS merupakan hasil
perundingan yang memakan waktu cukup lama, selama perjalanannya terdapat
perdebatan diantara praktisi dan akademik terkait penerapan IFRS namun,
diharapkan dengan adanya standar internasional tersebut maka permasalahan
yang selama ini terjadi dapat teratasi.
Kualitas informasi dari laporan keuangan dapat ditunjukkan dengan
rendahnya manajemen laba, mengakui kerugian tepat waktu dan memiliki
nilai relevan yang tinggi. IFRS dianggap dapat meningkatkan kualitas
informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan (Barth et all. 2008). Pada tahun 2005 hampir sebagian besat perusahaan yang go public di Eropa telah menggunakan IFRS sebagai standar pelaporan keuangan (Prihadi 2011).
Standar akuntansi yang ada Indonesia pada mulanya cenderung
mengikuti standar pelaporan di Amerika Serikat yaitu Statement of Financial
Accounting Standard (SFAS). Isu harmonisasi pelaporan akuntansi di
Indonesia sudah ada semenjak tahun 1994. Pada kata pengantar SAK per 1
Juni 2012 disebutkan bahwa untuk mengembangkan standar akuntansi di
Indonesia, IAI mulai melakukan harmonisasi sejak tahun 1994.
Di Indonesia pada dasarnya Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang
disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dipengaruhi oleh
pelaporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK hanya membutuhkan
sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Dampak dari program konvergensi IFRS menyebabkan SAK saat ini menjadi
bersifat principle-based yang sebelumnya berbasis rule-based, memerlukan
professional judgement, dan semakin banyak pengungkapan.
Adopsi standar akuntansi internasional pada standar akuntansi lokal
bertujuan agar laporan keuangan yang dihasilkan memiliki tingkat kredibilitas
yang tinggi sehingga memiliki informasi akuntansi yang berkualitas. Dengan
informasi yang berkualitas, relevan, dan akurat, nilai perusahaan dimata
investor internasional pun meningkat.
IFRS dianggap sebagai standar yang lebih unggul dibandingkan
US-GAAP. Selain dari sisi keterbandingan, IFRS diklaim mampu menghasilkan
informasi berkualitas tinggi (Barth et all. 2008). Penerapan IFRS ada yang bersifat wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary). Indonesia merupakan negara yang menerapkan IFRS secara voluntary.
Karakteristik fundamental IFRS yaitu representation faithfulness
menyaratkan laporan keuangan yang menunjukkan fair presentation dan
neutrality. Fair presentation mengandung arti bahwa laporan keuangan yang disajikan menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi sedangkan neutrality
mengandung arti bahwa perusahaan tidak bermaksud menguntungkan pihak
tertentu dalam pelaporan keuangannya.
Pemisahan yang terjadi antara pengelola perusahaan dan pemegang
lebih dibandingkan investor. Akibatnya, karena pengelola perusahaan
memiliki informasi yang lebih banyak, lebih lengkap, dan lebih akurat, akan
terjadi kecenderungan untuk memanfaatkan informasi untuk kepentingan diri
sendiri atau pihak tertentu. Investor ingin mendapatkan peningkatan nilai
pasar sahamnya sehingga kekayaannya meningkat, sedangkan pengelola
perusahaan ingin mendapatkan bonus atau penghasilan sebesar-besarnya bagi
kepentingannya. Ketika bonus pengelola perusahaan ditentukan berdasarkan
persentase tertentu terhadap laba, manajemen cenderung menaikkan labanya
agar mereka mendapatkan bonus (Sulistiawan, dkk 2011).
Manajemen akan cenderung menggunakan kebijakan akuntansi yang
lebih agresif atau memilih kebijakan akuntansi yang menguntungkan agar
mendapat laba yang optimal. Manajemen laba dijelaskan sebagai bentuk
khusus dari permainan angka-angka keuangan, dimana fleksibilitas GAAP
digunakan agar laba dapat memenuhi target yang telah ditetapkan. Manajemen
laba dipertahankan agar tetap patuh pada fleksibilitas yang disediakan oleh
GAAP (Mulford dan Comiskey 2002). Laba yang diatur diluar batas yang
diperkenankan dapat menyajikan keuangan secara material atau bahkan
menjadi sebuah pelanggaran.
Berdasarkan karakteristik fundamental dalam IFRS, salah satu manfaat
pengadopsian IFRS seharusnya adalah penurunan tingkat manajemen laba.
Beberapa hasil penelitian menyatakan terdapat dampak positif pengadopsian
IFRS yang dijadikan basis penyajian laporan keuangan terhadap manajemen
telah menyesuaikan dengan IFRS menunjukkan tingkat manajemen laba yang
lebih rendah.
(Barth et al. 2008) menyatakan bahwa perusahaan yang laporan keuangannya berbasis standar yang mengadopsi IFRS umumnya memiliki
kualitas laba akuntansi yang lebih tinggi, mengakui kerugian lebih tepat
waktu, dan menyajikan nilai-nilai yang lebih relevan dibanding saat
menggunakan standar lokal. Penggunaan laporan keuangan yang berbasis
adopsi IFRS juga menyajikan kualitas laba yang lebih baik.
Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan maka, penulis terdorong
melakukan penelitian untuk mengetahui apakah dengan diadopsinya IFRS
kedalam standar akuntansi di Indonesia dapat menunjukkan peningkatan
kualitas laporan akuntansi dengan adanya perubahan dalam tingkat
manajemen laba. Penelitian ini ingin membuktikan bahwa perubahan
manajemen laba setelah pengadopsian IFRS menunjukkan perbedaan atau
tidak tingkat manajemen laba sehingga, kualitas laba yang diharapkan sejalan
dengan tujuan dari standar akuntansi internasional tersebut. Berdasarkan
pernyataan-pernyataan dan penelitian sebelumnya yang telah disebutkan di
atas maka penelitian ini diberi judul “Analisis Manajemen Laba Sebelum
dan Sesudah Pengadopsian International Financial Reporting Standards (IFRS)” Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Apakah manajemen laba setelah pengadopsian IFRS
berbeda dibandingkan dengan manajemen laba sebelum pengadopsian IFRS?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
membandingkan apakah manajemen laba setelah pengadopsian IFRS berbeda
dibandingkan dengan manajemen laba sebelum pengadopsian IFRS.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberi manfaat:
1. Bagi Pengguna Laporan Keuangan
Pengguna laporan keuangan diharapkan dapat menjadikan hasil
penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis realibitas
laba akuntansi dan membuat keputusan investasi serta manajemen laba
yang dilakukan oleh manajemen. Memberikan insight kepada investor pemula agar lebih mampu membedakan mana perusahaan dengan
fundamental keuangan kuat dan yang tidak
2. Bagi Akademisi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan
pengetahuan dibidang akuntansi keuangan, lebih spesifik analisis laporan
keuangan dan investasi agar dapat dipelajari oleh akademisi maupun pihak
yang berkepentingan untuk mendapatkan insight terkait permasalahan
3. Bagi Mahasiswa Akuntansi
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sebuah awareness
kepada mahasiswa akan pentingnya mempelajari laporan keuangan dan
menganalisisnya secara lebih mendalam. Hal ini diperlukan untuk
membekali mahasiswa dengan kemampuan forecasting yang baik ketika dimasa kerja akan menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
keputusan investasi.
4. Bagi Regulator atau Pembuat Kebijakan
Sebagai bahan review dan pertimbangan dalam memutuskan suatu
kebijakan, khususnya dalam pembuatan standar akuntansi bersifat
internasional dan apakah dengan standar ini dapat memberikan manfaat
sesuai yang diharapkan.
5. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan literatur dan pertimbangan untuk acuan penelitian
selanjutnya yang memiliki keterkaitan atau hubungan dengan dampak
IFRS bagi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap akutansi dan
laporan keuangan.
E. Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah, yaitu:
1. Laporan yang digunakan dalam penelitian ini adalah annual report
perusahaan yang telah go public dan terdaftar di BEI dengan periode waktu 2 tahun sebelum penerapan IFRS (2009-2010) dan 2 tahun setelah
2. Peneliti tidak memasukan tahun 2011 karena peneliti berasumsi bahwa
masih banyak perusahaan yang belum melakukan penyesuaian dengan
Akuntansi berbasis IFRS megingat penyesuaian standar akuntansi berada
tahap akhir pada tahun 2011.
3. Sampel data dalam penelitian ini merupakan perusahaan manufaktur yang
telah Go Public, peneliti tidak mengambil sampel perusahaan yang merupakan perusahaan di bidang keuangan dan sejenisnya.
F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Bab ini berisikan tentang teori-teori dari hasil pustaka yang dapat
dijadikan sebagai bahan acuan dasar penelitian.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini berisikan tentang jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, data yang diperlukan,
serta teknis analisis data.
BAB IV Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini berisikan tentang profil BEI dan informasi
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI yang menjadi subyek penelitian
Bab ini berisikan tentang hasil penelitian serta pembahasan
mengenai analisis manajemen laba sebelum dan setelah
pengadopsian IFRS
BAB VI Penutup
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. International Financial Reporting Standards (IFRS)
1. Gambaran Umum
International Financial Reporting Sandard (IFRS) adalah seperangkat standar akuntansi yang dikembangkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Internasional (IASB) yang menjadi standar global untuk penyusunan laporan
keuangan publik. International Accounting Standards Board (IASB) adalah badan independen yang menetapkan standar akuntansi (IFRS) yang berbasis
di London.
Munculnya IFRS tidak bisa lepas dari perkembangan global, terutama
yang terjadi pada pasar modal. Perkembangan teknologi informasi (TI) di
lingkungan pasar yang terjadi begitu cepat dengan sendirinya berdampak pada
banyak aspek di pasar modal, mulai dari model dan standar pelaporan
keuangan, relativisme jarak dalam pergerakan modal, hingga ketersediaan
jaringan informasi ke seluruh dunia.
IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting Standards
(IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh
negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara persemakmuran Inggris.
IASC kemudian digantikan oleh IASB dan mulai beroperasi pada tahun 2001.
IASB terdiri dari 15 negara dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
2. Sejarah dan Penerimaan IFRS di Seluruh Dunia
a. Tahun 1966, Sejarah International Accounting Standards (IAS) dimulai pada tahun ini dengan pengajuan proposal pembentukan kelompok studi
yang beranggotakan the Institute of Chartered Accountants of England & Wales (ICAEW), American Institute of Certified Public Accountants
(AICPA) dan Canadian Institute of Chartered Accountants (CICA). Proposal ini pada tahun 1967 disetujui dengan dibentuknya Accountants International Study Group (AISG).
b. Tahun 1973, International Accounting Standard Committee (IASC) dibentuk secara resmi, dengan maksud dan pesan sponsor yang jelas,
bahwa semua standard akuntansi internasional yang akan diterbitkan oleh
badan ini harus memenuhi syarat yaitu “be capable of rapid acceptance
and implementation world-wide”.Selama 27 tahun umurnya, IASC menerbitkan 41 standar yang dikenal dengan IAS.
c. Tahun 1997, dibentuk suatu badan interpretasi yang disebut dengan
Standing Interpretation Committee (SIC), yang memiliki tugas mempertimbangkan perdebatan atas isu yang timbul menyangkut suatu
standard, dan menyusun suatu panduan untuk menyelesaikan perdebatan
d. Tahun 2000, pada bulan Mei tahun ini, IOSCO (International Organisation of Securities Commissions) menyetujui penggunaan IAS untuk penerbitan saham antar Negara (cross border listing) dengan press release 17 Mei 2000.
e. Tahun 2001, pada bulan April tahun ini, IASC melakukan restrukturisasi
dengan membentuk IASB (International Accounting Standard Board) yang akan menjadi pengganti IASC sebagai standard setter, sementara IASC menjadi foundation. Pada saat ini juga diputuskan bahwa IASB akan melanjutkan pengembangan IAS yang telah diterbitkan sebelumnya,
dan memberi nama standard baru yang diterbitkannya dengan nama IFRS
(International Financial Reporting Standards). IAS yang belum digantikan dengan IFRS tetap berlaku. Standar pertama yang merupakan
produk IASB adalah IFRS 1 yaitu First Time Adoption of IFRS tahun 2003.
f. Sedangkan komite penerbit interpretasi berganti nama dari SIC menjadi
IFRIC (International Financial Reporting Interpretation Committee) pada
bulan Juli dan sejak itu menerbitkan IFRIC interpretation. Pada tahun 2010 komite ini berganti nama lagi menjadi IFRS Interpretation Committee.
IFRS yang pertama diterbitkan tahun 2003, dan pada waktu itu paling
internasional. Sampai dengan tahun 2012, lebih dari 80 negara mendukung
konvergensi menuju IFRS. Komitmen negara-negara tersebut yang ingin
menerapkan IFRS sebagai dasar akuntansi, sejalan dengan tujuan IASB yang
ingin mengembangkan kualitas standar akuntansi internasional yang tinggi.
Untuk mencapai tujuan ini IASB membatasi alternatif praktik
akuntansi dan menyediakan pendekatan konsisten untuk pengukuran
akuntansi. Hal tersebut yang mendorong lahirnya IFRS. IFRS dianggap
mampu untuk meningkatkan kualitas informasi akuntansi. Tujuan IFRS
adalah untuk memastikan laporan keuangan dan laporan keuangan intern
perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan
tahunan mengandung informasi berkualitas tinggi yang transparan bagi para
pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
3. Tujuan utama IASB adalah:
a. Mengembangkan satu set standar akuntansi global yang berkualitas tinggi,
dapat dipahami, dan dapat diterapkan untuk menghasilkan pelaporan
keuangan yang berkualitas, transparan, dan dapat diperbandingkan untuk
membantu pengguna dalam membuat keputusan ekonomi.
b. Mempromosikan penggunaan dan pengadopsian standar tersebut secara
c. Untuk memenuhi tujuan-tujuan yang terkait dengan point a dan b,
mempertimbangkan sebagaimana mestinya kebutuhan khusus entitas kecil
dan menengah, dan negara-negara berkembang.
d. Mewujudkan konvergensi standar akuntansi nasional, standar akintansi
internasional dan standar pelaporan keuangan internasional.
(www.IASplus.com)
4. Perbedaan antara SFAS dan IFRS
Penerapan IFRS lebih berfokus pada fair value sedangkan dalam SFAS menggunakan konsep historical cost. Historical cost dipandang kurang tepat untuk mengukur realitas ekonomi karena kurang relevan. Konsep biaya
historis menjadi salah satu kritikan dari standar yang berbasis SFAS. Selain
biaya historis ada juga konservatisme yang menjadi kritikan standar berbasis
SFAS. Konservatisme adalah reaksi mengakui dan mempertimbangkan
ketidakpastian biaya atau kerugian dan resiko dalam pengakuan akuntansi
tetapi tidak demikian sebaliknya, hal ini menyebabkan angka pada posisi
keuangan seringkali terlalu rendah sehingga tidak menggambarkan kondisi
yang sesungguhnya.
Dalam IFRS metode LIFO tidak diizinkan karena mengakibatkan
mengecilnya laba terlapor dibandingkan aktualnya sedangkan dalam SFAS
perhitungan persediaan metode LIFO masih dapat digunakan. Perbedaan lain
untuk menggunakan nilai wajar atau nilai pasar dalam penilaian berbagai
elemen laporan keuangan daripada menggunakan nilai buku atau historis.
Perubahan cara penilaian ini mengakibatkan berbagai elemen dalam
laporan keuangan dapat direvaluasi naik atau menurun sesuai dengan nilai
pasar pada saat laporan keuangan disusun. Meskipun lebih rumit, cara
penilaian ini memiliki kelebihan yaitu laporan keuangan benar-benar
merefleksikan kondisi perusahaan yang sesungguhnya berdasarkan persepsi
pasar. Sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan telah benar-benar selaras
dan seintegritas dengan pasar melalui penilaian menggunakan nilai wajar atau
pasar ini.
5. Perkembangan Konvergensi IFRS di Indonesia
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan hubungan antara Indonesia
dengan negara-negara lainnya mendorong Indonesia menerapkan IFRS dari
sebelumnya standar akuntansi Indonesia berkiblat US-GAAP. Indonesia terus
berupaya untuk menyesuaikan standar akuntansinya (PSAK) dengan standar
akuntansi internasional (IFRS). Konvergensi standar akuntansi merupakan
penggabungan atau pengintegrasian standar akuntansi yang ada disetiap
negara untuk bertemu disatu titik untuk digunakan, diarahkan dan
memperkecil perbedaan kedalam satu titik tujuan. Proses konvergensi IFRS di
Indonesia tidak secara penuh diterapkan langsung dan mengadopsi seluruh
perkembangannya dilakukan secara bertahap (gradually strategy) dimana proses penerapannnya disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.
Proses konvergensi PSAK ke IFRS yang telah dilakukan di Indonesia
melalui tahap awal dimulai dari tahun 2008. Beberapa PSAK mulai
diberlakukan secara aktif per 1 Januari 2009. PSAK lainnya secara bertahap
direvisi dan mulai efektif pada tanggal yang berbeda-beda seperti yang
tercantum pada tabel dibawah ini. Evaluasi terhadap dampak yang bisa terjadi
pada penerapan PSAK yang direvisi dan pengelolaan untuk mereduksi efek
negatifnya dilakukan. Pada tahun 2011, Indonesia mulai melakukan persiapan
akhir untuk menerapkan PSAK secara komprehensif per 1 Januari 2012.
Berikut konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI dan tanggal efektif mulai diberlakukannya
PSAK, ISAK dan PPSAK setelah proses konvergensi:
Tabel 2.1 Tabel Tahapan Konvergensi IFRS ke dalam PSAK
Berikut merupakan tabel yang berisi tanggal efektif mulai
diberlakukannya PSAK, ISAK dan PPSAK untuk diterapkan pada laporan
keuangan:
Tabel 2.2 Tabel PSAK dan Tanggal Efektif diberlakukan.
PSAK Tanggal Efektif
PSAK 1 (2009) Penyajian Laporan Keuangan 1 Januari 2011 PSAK 2 (2009) Laporan Arus Kas 1 Januari 2011 PSAK 3 (2010) Laporan Keuangan Interim 1 Januari 2011
PSAK 4 (2009) Laporan Keuangan Konsolidasian dan
Laporan Keuangan Tersendiri 1 Januari 2011 PSAK 7 (2010) Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi 1 Januari 2011 PSAK 8 (2010) Peristiwa setelah Periode Pelaporan 1 Januari 2011 PSAK 10 (2009) Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing 1 Januari 2012
PSAK 12 (2009) Bagian Partisipasi dalam Ventura
Bersama 1 Januari 2011 PSAK 13 (2011) Properti Investasi 1 Januari 2012 PSAK 14 (2008) Persediaan 1 Januari 2009 PSAK 15 (2009) Investasi pada Entitas Asosiasi 1 Januari 2011 PSAK 16 (2011) Aset Tetap 1 Januari 2012
PSAK 18 (2010) Akuntansi dan Pelaporan Program
Manfaat Purnakarya 1 Januari 2012 PSAK 19 (2010) Aset Takberwujud 1 Januari 2011 PSAK 22 (2010) Kombinasi Bisnis 1 Januari 2011 PSAK 23 (2010) Pendapatan 1 Januari 2011 PSAK 24 (2010) Imbalan Kerja 1 Januari 2012
PSAK 25 (2009) Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi dan Kesalahan 1 Januari 2011 PSAK 26 (2011) Biaya Pinjaman 1 Januari 2012 PSAK 28 (2010) Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian 1 Januari 2012 PSAK 30 (2011) Sewa 1 Januari 2012 PSAK 46 (2010) Pajak Penghasilan 1 Januari 2012 PSAK 48 (2009) Penurunan Nilai Aset 1 Januari 2011 PSAK 50 (2010) Instrumen Keuangan : Penyajian 1 Januari 2012 PSAK 53 (2010) Pembayaran Berbasis Saham 1 Januari 2012
PSAK 55 (2011) Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Tabel 2.2 Tabel PSAK dan Tanggal Efektifnya Diberlakukan (lanjutan)
PSAK Tanggal Efektif
PSAK 57 (2009) Provisi, Liabilitas Kontijensi dan Aset
Kontijensi 1 Januari 2011
PSAK 58 (2009) Aset Tidak Lancar yang dimiliki untuk
Dijual dan Operasi yang Dihentikan 1 Januari 2011 PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan 1 Januari 2012
PSAK 61 Akuntansi Hibah Pemerintah dan
Pengungkapan Bantuan Pemerintah 1 Januari 2012 PSAK 62 Kontrak Asuransi 1 Januari 2012
PSAK 63 Pelaporan Keuangan dan Ekonomi
Hiperinflasi 1 Januari 2012 PSAK 64 Aktivitas Eksplorasi dan Evaluasi 1 Januari 2012 Sumber: IAI, 2011
Hasil konvergensi yang telah dilakukan seluruh standar IFRS ke
PSAK kecuali IFRS 1 First Time Adoption of International Financial Reporting Standards dan IAS 41 Agriculture. Demikian pula per 20 Desember 2011, DSAK IAI telah menerbitkan 40 standar (PSAK), 20
Interprestasi (ISAK) dan 11 Pencabutan PSAK (PPSAK).
IAI mewajibkan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) untuk menggunakan PSAK per 1 Januari 2009 yang telah
disesuaikan dengan IFRS mulai berlaku sejak 1 Januari 2012. Penerapan IFRS
mengubah paradigma kualitas laporan keuangan yang dahulu dititikberatkan
pada kualitas informasi dapat diperbandingkan karena berbasis biaya
perolehan tetapi, setelah penerapan IFRS kualitas informasi relevan menjadi
lebih penting karena penggunaan nilai wajar. Tidak hanya itu tujuan pelaporan
saat ini lebih ditujukan agar pemegang saham dapat melihat potensi (baik
keuntungan maupun kerugian) perusahaan dimasa yang akan datang.
Implementasi IFRS merupakan hal yang penting karena meningkatkan daya
informasi laporan keuangan dan daya saing perusahaan-perusahaan di
Indonesia.
6. Perubahan dalam PSAK
IFRS Convergence telah membawa dunia accounting di Indonesia ke level baru, yaitu:
a. PSAK yang semula berdasarkan Historical Cost mengubah paradigma menjadi Fair Value Based.
Terdapat kewajiban dalam pencatatan pembukuan mengenai
penilaian kembali keakuratan berdasarkan nilai kini atas suatu aset,
liabilitas dan ekuitas. Fair Value based mendominasi perubahan-perubahan di PSAK untuk konvergensi ke IFRS selain hal-hal lainnya.
Sebagai contoh perlunya di lakukan penilaian kembali suatu aset, apakah
terdapat penurunan nilai atas suatu aset pada suatu tanggal pelaporan. Hal
ini untuk memberikan keakuratan atas suatu suatu laporan keuangan.
b. PSAK yang semula lebih berdasarkan Rule Based (sebagaimana US-GAAP) berubah menjadi Prinsiple Based.
ditentukan misalkan diatas 75% dianggap material dan
ketentuan-ketentuan jelas lainnya.
IFRS menganut prinsip prinsiple based dimana yang diatur dalam PSAK update untuk mengadopsi IFRS adalah prinsip-prinsip yang dapat dijadikan bahan pertimbagan Akuntan atau manajemen perusahaan
sebagai dasar acuan untuk kebijakan akuntansi perusahaan.
c. Pemutakhiran (Update) PSAK untuk memunculkan transparansi dimana laporan yang dikeluarkan untuk eksternal harus cukup memiliki kedekatan
fakta dengan laporan internal.
Pihak perusahaan harus mengeluarkan pengungkapan
pengungkapan (disclosures) penting dan signifikan sehingga para pihak pembaca laporan yang dikeluarkan ke eksternal benar-benar dapat
menganalisa perusahaan dengan fakta yang lebih baik.
7. Dampak Konvergensi IFRS
a. Laporan keuangan berbasis IFRS banyak menggunakan professional
judgment karena tidak adanya peraturan yang pasti. Hal ini akan meningkatkan relevansi karena dianggap bisa lebih tepat menjelaskan
suatu transaksi. IFRS menjanjikan laporan keuangan yang lebih akurat dan
komprehensif.
b. Laporan keuangan berbasis IFRS meningkatkan daya saing perusahaan di
dan kualitas laporan lebih terpercaya. Selain itu, adanya standarisasi
internasional membuat laporan keuangan dapat diperbandingkan dengan
laporan keuangan dari berbagai negara dan mengurangi kos investor
dalam pemrosesan informasi.
B. Manajemen Laba (Earnings Management)
Pada sebagian besar pengguna laporan keuangan, laba bersih (net income) perusahaan merupakan objek yang paling diminati baik oleh investor maupun
pengguna laporan keuangan lainnya. Jika informasi laba adalah yang paling
diminati diantara informasi lain dalam laporan keuangan, maka informasi ini
menjadi acuan dalam mengambil keputusan (Sulistiawan, dkk 2011).
(Cheng dan Gao 2005) menyatakan bahwa terjadi reaksi harga dan volume
perdagangan saham pada sekitar tanggal publikasi laba di bursa saham China.
Semakin cepat publikasi laba diumumkan maka reaksi pasarnya lebih besar
namun, makin lambat publikasi laba diumumkan maka reaksi pasarnya makin
kecil. Hal ini menunjukkan bahwa informasi laba sangat relevan dalam
pengambilan keputusan di bursa saham. Fenomena tersebut menggambarkan
bahwa informasi laba adalah informasi yang sangat penting dalam investasi
saham. Hal tersebut menyebabkan para penyusun laporan keuangan cenderung
informasi laba bersih dalam laporan laba rugi. Fenomena ini merupakan salah
satu pemicu terjadinya praktik manajemen laba (earnings management).
Dalam proses penyusunan laporan keuangan, perusahaan adalah penyaji
informasi, sedangkan investor dan kreditor adalah pihak yang menerima
informasi. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya asimetri informasi sehingga
posisi investor dan kreditor menjadi lemah karena informasi yang dimiliki oleh
mereka tidak selengkap informasi yang dimiliki oleh pengelola perusahaan.
Sebagai upaya dalam meminimalkan gap informasi, pengelola perusahaan dapat
membuat pengungkapan dalam laporan keuangannya dan disajikan dalam catatan
laporan keuangan. Demikian pula ketika mengganti metode akuntansi tertentu
yang hasilnya meningkatkan laba, perusahaan harus mengungkapkannya dalam
catatan laporan keuangan. Dengan demikian, pembaca laporan keuangan dapat
memahami bahwa laba yang disajikan lebih besar karena menggunakan metode
yang lebih agresif.
1. Definisi Manajemen Laba (Earnings Management)
Manajemen laba (earnings management) didefinisikan sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai beberapa tujuan
suatu standar tertentu dengan tujuan tertentu untuk memaksimalkan
kesejahterannya dan nilai pasar perusahaan.
Manajemen laba (earnings management) biasanya digunakan manajer untuk menimbulkan bias atau pertimbangan salah arah dari para pemangku
kepentingan pengguna laporan keuangan untuk menutupi kondisi financial riil
perusahaan atau sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari keberadaan
laporan keuangan tersebut (Healy dan Wahlen, 1998). Manajemen laba
(earnings management) dapat dilakukan karena manajer memiliki kebebasan dalam menggunakan peraturan akuntansi yang akan digunakan demi
memaksimalkan nilai utilitas laporan keuangan, khususnya dalam
mendongkrak nilai pasar perusahaan (Scott, 2000).
Manajemen laba (earnings management) digunakan karena dipercaya pemilik akan merasa lebih secure apabila dilaporkan perusahaan mencetak pendapatan yang stabil. Oleh karena itu, para agen di dalam perusahaan akan
menggunakan berbagai daya upaya untuk menjaga pendapatan perusahaan
agar nampak stabil dan menghindari naik turun yang drastis.
Meskipun mengakibatkan distorsi informasi pada laporan keuangan
menyebabkan penurunan nilai guna laporan keuangan untuk memprediksi
management) tidak dapat disejajarkan dengan fraud yang tidak mencerminkan kenyataan ekonomi sama sekali.
2. Motivasi Manajemen Laba (Earnings Management)
Terdapat dua faktor yang umumnya memicu perusahaan melakukan
manajemen laba (earnings management), yaitu agar saham perusahaan laku dipasar, dan untuk meningkatkan nilai pasar dari perusahaan (Stolowy dan
Breton, 2004). Menurut Healy (1985) dan Scott (2000), secara umum
beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan tindakan
manajemen laba (earnings management) di antaranya adalah:
a. Motivasi Bonus
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan
memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif
ini diberikan dalam jumlah relatif tetap dan rutin. Sementara bonus yang
relatif lebih besar nilainya hanya diberikan ketika manajer berada di area
pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja
manajemen salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran
kinerja berdasarkan laba tersebut memotivasi manajer untuk
meningkatkan laba usaha dan menunjukkan perfoma kinerjanya, hal
tersebut tidak menutup kemungkinan peluang dalam melakukan praktik
b. Motivasi Utang
Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk
kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa
kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar
kreditor mau menginvestasikan dananya, tentunya manajer harus
menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya sehingga, diperoleh
hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar. Dalam praktik untuk
menunjukkan performa terbaik itu pun seringkali manajer melakukan
praktik manajemen laba (earnings management) pada laporan keuangannya. Hal ini juga berlaku untuk perjanjian utang yang menuntut
pihak perusahaan agar menjaga rasio keuangannya agar berada pada batas
bawah tertentu.
c. Motivasi Pajak
Tindakan praktik manajemen laba (earnings management) tidak selalu merujuk pada kepentingan harga saham, namun juga untuk
kepentingan perpajakan. Perusahaan cenderung melaporkan dan
menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiscal yang lebih rendah dari
nilai sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak
dan kebijakan akuntansi perpajakan. Perilaku ini terjadi, dimana manusian
yang bersifat oportunis cenderung ingin mendapatkan hasil
sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan sumber daya dengan seminimal
mungkin.
d. Motivasi Penjualan Saham
Motivasi ini banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan go public maupun yang telah go public. Perusahaan yang akango public akan melakukan penawaran saham perdananya ke public atau lebih dikenal
dengan istilah Initial Public Offerings (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor. Demikian juga dengan perusahaan yang
sudah go public, untuk kelanjutan dan ekspansi usahanya, perusahaan
akan menawarkan sahamnya ke public melalui penawaran kedua, penawan
ketiga, dan seterusnya (Seasoned Equity Offerings – SEO), melalui penjualan saham kepada pemilik lama (right issue), maupun melakukan akuisisi perusahaan lain.
Proses penjualan saham perusahaan ke public akan direspon positif
oleh pasar ketika perusahaan penerbit saham (emiten) memiliki kinerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja yang dilihat oleh calon investor
sering kali memotivasi manajer untuk berperilaku kreatif dengan berusaha
menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari biasanya.
e. Motivasi Pergantian Direksi
Praktik manajemen lba iasanya terjadi pada sekitar periode
pergantian direksi atau Chief Executive Officier (CEO). Menjelang berakhirnya masa jabata, direksi cenderung bertindak kreatif dengan
memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada
tahun terakhir ia menjabat. Perilaku ini ditunjukkan dengan terjadinya
peningkatan laba yang cukup signifikan pada periode menjelang
berakhirnya masa jabatan. Motivasi utama yang mendorong perilaku
tersebut adalah untuk memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa
jabatannya.
f. Motivasi Politis
Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang
usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti
perusahaan-perusahaan industri strategis perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi
menjaga tetap mendapatkan subsidi, perusahaan – perusahaan tersebut
cenderung menjaga posisi keuangannya dalam keadaan tertentu dan
Manajer cenderung melakukan kreativitas akuntansi untuk
menyajikan laba yang lebih rendah dibandingkan dari nilai yang
sebenarnya terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak
menarik perhatian pemerintah, media, atau konsumen yang dapat
menyebabkan meningkatnya biaya politis perusahaan. Rendahnya biaya
politis akan menguntungkan manajemen.
3. Pola Manajemen Laba (earnings management)
Scoot (1997) dalam Sulistiawan merangkum pola umum yang banyak
dilakukan dalam praktik manajemen laba (earnings management), yaitu:
a. Pola Taking a Bath
Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun
berjalan menjadi sangat tinggi atau rendah dibandingkan dengan laba
periode tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Pola ini biasanya
digunakan pada perusahaan yang sedang mengalami masalah organisasi
(organizational stress) atau sedang dalam proses pergantian pimpinan perusahaan. Pada perusahaan yang beru mengalami pergantian
pimpinannya, jika perusahaan berada dalam kondisi yang tidak
cenderung melaporkan nilai kerugian yang tinggi agar pada periode
berikutnya dapat melaporkan laba sesuai target.
Cara yang biasa digunakan dalam pola ini adlah manajer
malakukan penghapusan (write off) terhadap asset tertentu dan membebankan biaya-biaya periode mendatang ke periode tahun berjalan.
Hal ini dilakukan semata-mata untuk memperoleh kinerja yang lebih baik
pada masa mendatang saat kondisi perekonomian lebih menguntungkan.
b. Pola Income Minimization
Pola ini dilakukan dengan menjadikan laba periode tahun berjalan
lebih rendah dari laba sebenarnya. Secara praktis, pola ini relatif sering
dilakukan dengan motivasi perpajakan dan politis. Agar nilai pajak yang
dibayar tidak terlalu tinggi, manajer cenderung menurunkan laba periode
tahun berjalan, baik melalui penghapusan asset tetap maupun melalui
pengakuan biaya-biaya periode mendatang ke periode tahun berjalan.
Hal ini juga dilakukan untuk motivasi politis. Agar tidak menjadi
pusat perhatian yang akan menimbulkan biaya politis ini bisa terjadi pada
instansi yang mengharapkan mendapatkan bantuan dari pemerintah atau
sumber dana lainnya. Demi menjaga konsistensi bantuan subsidi, atau
risiko diprivatisasi, manajer cenderung menurunkan laba karena khawatir
c. Pola Income Maximization
Pola ini dilakukan dengan cara menjadikan laba tahun berjalan
lebih tinggi dari laba sebenarnya. Teknik ini dilakukan dengan cara
menunda pelaporan biaya-biaya periode tahun berjalan ke periode masa
mendatang, sampai dengan meningkatkan jumlah penjualan dan produksi.
Pola ini biasanya banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan melakukan
IPO agar mendapatkan kepercayaan dari kreditor. Hampir semua
perusahaan go public meningkatkan laba dengan tujuan menjaga kinerja saham mereka.
d. Pola Income Smoothing
Pola ini dilakukan dengan mengurangi fluktuasi laba sehingga laba
yang dilaporkan relatif stabil. Untuk investor dan kreditor yang memiliki
sifat risk adverse, kestabilan laba merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan oleh karena itu, fluktuasi harga saham atau
fluktuasi laba merupakan indikator risiko. Demi menjaga agar laba tidak
fluktuatif, stabilitasnya hars dijaga. Stabilitas ini dapat diperoleh dengan
mengkombinasikan dua pola tersebut, yaitu meminimalkan atau
memaksimalkan laba. Namun, tentunya tetap mengikuti tren laba agar
Manajemen laba (earnings management) juga dapat dilakukan dengan mengendalikan transaksi akrual. Jika manajer menggunakan
prosedur akuntansi tertentu, maka kebijakan ini akan mudah diketahui
oleh pemakai laporan keuangan dan apabila dilakukan dengan
mengendalikan akrual, maka kebijakan ini akan sulit dideteksi. Oleh
karena itu manajer akan cenderung memilih kebijakan earning management dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual adalah transaksi yang tidak dipengaruhi oleh aliran kas masuk maupun kas
keluar. Manajemen laba berbasis akrual dilakukan dengan cara mengubah
metode akuntansi yang digunakan ke metode akuntansi alternatif yang
lebih menguntungkan manajemen.
Perubahan tersebut diusahakan tidak berpengaruh pada aliran kas.
Selain manajemen berbasis akrual, manajemen juga dapat melakukan
manajemen laba (earnings management) berbasis riil. Roychowdhury (2006) dalam Hutagaol (2009) mendefinisikan manipulasi aktivitas
1) Manipulasi penjualan dengan mempercepat waktu penjualan dan/atau
menimbulkan tambahan penjualan yang tidak bertahan melalui
peningkatan potongan harga atau jangka kredit yang lebih lunak.
2) Pengurangan pembiayaan diskresional seperti biaya penelitian dan
pengembangan serta biaya penjualan, umum, dan administrasi.
3) Kelebihan produksi atau peningkatan produksi untuk melaporkan
harga pokok penjualan yang rendah.
4. Teknik Manajemen laba (earnings management)
(Wolk, dkk dalam Sulistiawan, 2011) Teknik manajemen laba
(earnings management) yang dilakukan sangat beragam, mulai dari teknik yang dibolehkan dalam SAK. Teknik Legal yang biasanya dijumpai dalam
praktik manajemen laba (earnings management) dapat dikelompokkan ke dalam lima teknik, yaitu:
a. Mengubah Metode Akuntansi
Metode akuntansi merupakan pilihan-pilihan yang disediakan oleh
standar akuntansi (accounting choices) dalam menilai asset perusahaan. Metode akuntansi yang dipilih akan memberikan outcome yang berbeda antara satu dengan yang lainnya baik bagi manajer, pemilik, maupun
pemerintah yang berdampak menimbulkan konflik kepentingan di antara
ketiganya. Namun, pemilihan metode akuntansi tertentu yang dilakukan
manajer atau pengelola perusahaan merupakan salah satu bentuk
sepanjang pemilihan tersebut sejalan dengan rambu-rambu yang sudah
diatur dalam SAK.
b. Membuat Estimasi Akuntansi
Teknik ini dilakukan dengan tujuan memengaruhi laba melalui
kebijakan dalam membuat estimasi akuntansi. Cara untuk mendapatkan
tambahan atau pengurangan laba adalah mengubah estimasi akuntansi.
Perubahan estimasi akuntansi ini disesuaikan dengan kebutuhan penyajian
laporan keuangan. Jika mengharapkan kenaikan laba, perusahaan dapat
mengubah estimasi asset tetap atau asset tidak berwujudnya menjadi lebih
panjang. Hasilnya, laba menjadi lebih tinggi karena biaya penyusutan
menurun.
c. Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya
Teknik ini dilakukan untuk mempercepat atau menunda pengakuan
pendapatan dan biaya dengan cara menggeser pendapatan dan biaya
keperiode berikutnya agar memperoleh laba maksimal.
d. Mereklasifikasi Akun Current dan NonCurrent
Pada teknik ini dilakukan dengan memindahkan posisi akun dari
satu tempat ke tempat lainnya. Laporan keuangan yang disajikan sudah
sama, tetapi karena kelihaian penyajinya, laporan keuangan ini bisa
Pemberian informasi yang bias umumnya dilakukan dengan
reklasifikasi akun operasional dan non operasional dalam penyajian
laporan keuangan. Pendapatan yang berasal dari kegiatan normal
perusahaan adalah penjualan barang dagangan atau pendapatan jasa utama
perusahaan. Pendapatan yang tidak berasal dari kegiatan normal adalah
keuntungan dari penjualan asset tetap, keuntungan dari penjualan hasil
investasi, atau laba dari operasi dihentikan. Laba operasional sebaiknya
stabil dan positif. Selain pendapatan, biaya juga berhubungan dengan
biaya operasional dan non operasional. Biaya operasional bersifat rutin
sementara, biaya non operasional seperti kerugian luar biasa karena
bencana, biaya restorasi gempa, dan jenis biaya lain bersifat tidak rutin.
Implikasi dari rekayasa seperti ini berdampak pada terjadinya
kesalahan interpretasi laporan keuangan oleh pengguna, terutama yang
tidak memiliki pengetahuan akuntansi.
e. Mereklasifikasi Akrual Diskresioner (Discretionary Accruals) dan Akrual Nondiskresioner (Nondiscretionary Accruals)
Akrual diskresioner (discretionary accruals) adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen, seperti pertimbangan
tentang penentuan umur ekonomis asset tetap atau pertimbangan
pertimbangan pihak manajemen, seperti piutang yang besar karena adanya
tambahan penjualan yang signifikan. Akrual (accruals) adalah penjumlahan antara akrual diskresioner dan akrual non diskresioner.
Akrual merupakan perbedaan laba dipengaruhi oleh kebijakan
akuntansi, sedangkan arus kas operasional hanya berasal dari transaksi riil.
Makin tinggi nilai akrual menunjukkan adanya strategi menaikan laba dan
makin negatif nilai akrual menunjukkan adanya strategi menurunkan laba.
5. Teori Agensi (Agency Theory)
Manajemen laba (earnings management) dikaitkan dengan Teori Keagenan, dipengaruhi oleh konflik yang mungkin muncul antara manajemen
(agen) dan pemilik karena kedua pihak ingin memaksimalkan kesejahterannya
masing-masing. Manajer akan bertindak sebagai agent dan pemegang saham akan bertindak sebagai principal. Adanya kepentingan yang berbeda diantara kedua pihak dan informasi yang tidak seimbang dapat menimbulkan masalah
keagenan. Perusahaan sebagai tempat pertemuan kepentingan pemilik dan
agen adalah tempat dimana pemilik mendelegasikan wewenangnya pada agen
untuk mencapai tujuan, maksimalisasi keuntunganataukesejahteraan, dan
kesejahteraan yang pemilik inginkan.
Manajer akan mengambil langkah-langkah yang sekiranya diperlukan
diharapkan akan memberikan kompensasi bagi manajer. Ketika manajer
sebagai agen tidak memperoleh kompensasi sebagaimana yang telah
diharapkan memungkinkan agen akan mengambil tindakan meratakan
pendapatan lain agar ekspektasi kompensasi ekonomi mereka tetap terpenuhi.
Perbedaan informasi yang ada (asymmetric information) dapat berupa
moral hazard maupun adserve selection (Scott, 2000). Moral hazard terjadi ketika manajer memanfaatkan ketidaktahuan pemegang saham untuk
melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya sedangkan, adverse selection
terjadi ketika manajer lebih mengetahui banyak informasi dibanding dengan
pemegang saham yang dapat mengakibatkan pemegang saham salah dalam
mengambil keputusan.
Pada saat menyusun laporan keuangan, manajer yang memiliki
informasi lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menggunakan
kebijakan akuntansi yang dapat menguntungkan dirinya. Pada kondisi inilah
manajemen laba (earnings management) terjadi.
C. Studi Terdahulu
Beberapa studi telah terlebih dahulu meneliti mengenai dampak penerapan
standar internasional pada manajemen laba (earnings management). Menurut penelitian Jeanjean dan Stolowy (2008) terhadap negara yang sudah secara penuh
mengadopsi IFRS pada tahun 2005 yakni Inggris, Australia, dan Perancis tingkat
dan Inggris. Namun, di Perancis tingkat praktik manajemen laba (earnings management) justru meningkat. Blanchette dan Desfleurs (2011) dalam Jeanjean dan Stolowy (2008), perbedaan antara Australia dan Inggris dengan Perancis
adalah kedua kelompok negara ini menganut sistem hukum yang berbeda.
Australia dan Inggris menganut common-Low, sedangkan Perancis menganut
Code-Law. Lebih jauh juga dikemukakan bahwa negara yang menganut sistem
common-Low cenderung lebih sensitif terhadap laba dan rugi dalam membuat laporan keuangan.
Barth et al. (2008) telah meneliti asosiasi penerapan standar akuntansi internasional (IAS) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian yang dilakukan pada 21
negara itu membuktikan bahwa angka akuntansi perusahaan yang menerapkan IAS
lebih berkualitas bila dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini ditunjukkan dengan
menurunnya earning smoothing, earnings management, lebih tepat waktu untuk mengakui rugi dan tingginya asosiasi angka akuntansi dengan harga dan return
saham.
Bhattacharjee et al. (2012), dalam jurnalnya, meneliti mengenai asosiasi adopsi standar internasional dengan penurunan manajemen laba (earnings management) di negara berkembang, yakni India. Penelitian tersebut menggunakan sampel 100 perusahaan non keuangan, hasil penelitian ini
memberikan kesimpulan bahwa secara umum kualitas IFRS lebih tinggi
kualitas standar yang tinggi juga memiliki kualitas laporan keuangan yang tinggi
dan mengurangi manajemen laba.
D. Perumusan Hipotesis Penelitian
Laporan keuangan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh
berbagai pemangku kepentingan. Untuk pengambilan keputusan yang tepat,
kualitas laporan keuangan yang baik juga sangat diperlukan. Standar akuntansi
internasional dianggap dapat memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan
dengan standar akuntansi domestik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jeanjean dan Stolowy (2008) di tiga
negara yang mengadopsi pertama kali IFRS, yaitu Australia, Perancis, dan
Inggris, ditemukan bahwa frekuensi manajemen laba (earnings management)
tidak menurun setelah mengadopsi IFRS, dan bahkan meningkat di Perancis.
Sejalan dengan penelitian diatas Christensen et al, (2008) dalam Bhattacharjee et al. (2012), menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perataan laba pada periode setelah adopsi IFRS.
Barth et al. (2008) menguji hubungan IAS dengan kualitas akuntansi
yang mana salah satunya diproksikan menggunakan manajemen laba (earnings management), yang diukur dengan tingkat perataan laba (income smoothing). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsi IAS