• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.3 Manajemen Laba( Earnings Management )

2.1.3.1 Definisi Manajemen Laba

Istilah earnings management atau manajemen laba mungkin tidak terlalu asing bagi para pemerhati manajemen dan akuntansi, baik praktisi maupun akademisi. Istilah tersebut mulai menarik perhatian para peneliti, khususnya peneliti akuntansi karena sering dihubungkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan (prepares of financial statements), (Gumanti, 2000: 105). Sekilas tampak bahwa manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba (earnings) atau prestasi usaha suatu organisasi. Hal ini tidaklah aneh karena tingkat keuntungan atau laba yang diperoleh sering dikaitkan dengan

prestasi manajemen disamping memang adalah suatu yang lazim bahwa besar kecilnya bounus yang akan diterima oleh manajer tergantung dari besar kecilnya laba yang diperoleh. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila manajer sering berusaha menonjolkan prestasinya melalui tingkat keuntungan atau laba yang dicapai.

Definisi laba menurut Verawati (2012: 18) adalah salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja dan pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba juga dapat dijadikan panduan dalam melakukan investasi yang membantu investor ataupun pihak lain dalam menilai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Selain itu, laba pada umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, pembayaran dividen dan pengambilan keputusan. Adanya kecenderungan untuk memerhatikan laba ini disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba tersebut, sehingga mendorong munculnya manajemen laba (earnings management).

Ada perbedaan mendasar antara praktisi dan akademisi dalam memandang manajemen laba. Secara umum para praktisi, yaitu investor, pemerintah, asosiasi profesi, dan pelaku ekonomi lainnya menganggap manajemen laba sebagai kecurangan manajerial. Alasannya adalah aktivitas rekayasa manajerial ini dilakukan untuk menyesatkan dan merugikan pihak lain yang menggunakan laporan keuangan sebagai sumber informasi untuk mengetahui segala sesuatu mengenai perusahaan. Sementara akademisi, termasuk para peneliti menilai

manajemen laba bukan sebagai kecuarangan, sebab aktivitas rekayasa manajerial ini pada dasarnya merupakan dampak dari luasnya prinsip yang berterima umum, sehingga bisa dikatakan bahwa perbedaan pemahaman terhadap manajemen laba disebabkan perbedaan sudut pandang antara satu pihak dengan pihak lain (Sulistyanto, 2008 dalam Verawati, 2012: 18).

Gumanti (2000) dalam Luhgiatno (2010: 19) berpendapat bahwa manajemen laba dapat memberikan gambaran akan manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Manajemen laba tidak harus dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi untuk mengatur keuangan yang dapat dilakukan karena memang diperkenankan menurut peraturan akuntansi. Hal ini sejalan dengan definisi manajemen laba menurut Belkaoui (2011: 74) yakni: “Suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan.”

Definisi yang berbeda menurut Healy dan Wahlen dalam Belkaoui (2011: 75) yakni: “Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan mereka dalam pelaporan keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan atau untuk

memengaruhi hasil-hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.”

Definisi yang dikemukakan oleh Healy dan Wahlen di atas berfokus pada penerapan pertimbangan dalam laporan keuangan (1) untuk menyesatkan para pemangku kepentingan yang tidak ataupun tidak bisa melakukan manajemen laba dan (2) untuk membuat laporan keuangan menjadi lebih informatif bagi para penggunanya. Oleh karenanya, terdapat sisi baik maupun buruk dari manajemen laba: (1) sisi buruknya adalah biaya yang diciptakan oleh kesalahan alokasi dari sumber-sumber daya dan (2) sisi baiknya adalah potensi peningkatan kredibilitas manajemen dalam mengkomunikasikan informasi pribadi kepada pemangku kepentingan eksternal dan memperbaiki keputusan dalam alokasi sumber-sumber daya.

Dari beberapa pengertian manajemen laba di atas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen laba berkaitan dengan cara manajemen dalam menyajikan laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, artinya manajemen punya wewenang untuk menyajikan laporan keuangan baik secara legal maupun ilegal. Kriteria manajemen laba secara legal yakni apabila tidak menyimpang dari Standar Akuntansi Keuangan, misalnya dalam pemilihan metode penyusutan baik melalui metode garis lurus atau saldo menurun. Pemilihan dari salah satu metode tersebut tentu akan berpengaruh terhadap laporan keuangan khususnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan atau lebih banyak berkaitan dengan pengambilan keputusan manajemen terkait laporan keuangan perusahaan. Sedangkan kriteria manajemen laba secara ilegal yakni apabila telah menyimpang dari Standar

Akuntansi Keuangan, misalnya penyajian akun akumulasi penyusutan dalam laporan posisi keuangan seharusnya di sisi kredit namun manajemen menyajikannya si sisi debet.

2.1.3.2 Manajemen Laba Riil

Manajemen laba riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi. Motivasi utama atas manipulasi aktivitas riil adalah waktu (timing) manajemen laba. Manajemen laba riil dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik, yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindari kerugian, dan mencapai target ramalan analis. Selain itu menajemen laba riil sulit untuk dideteksi oleh auditor.

Menurut Healy and Wahlen, (1999) dalam Roychowdhury (2006: 337) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Earnings management accurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting practices”. Dengan kata lain bahwa campur tangan manajer dalam proses pelaporan keuangan tidak hanya melalui metode-metode atau estimasi-estimasi akuntansi saja tetapi juga dapat dilakukan melalui keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kegiatan operasional. Lebih lanjut, manajer juga memiliki insentif untuk memanipulasi aktivitas-

aktivitas riil selama tahun berjalan untuk memenuhi target laba. Manipulasi aktivitas-aktivitas riil tersebut disebut manajemen laba riil.

Menurut Roychowdhury (2006); Cohen et al. (2008); Cohen dan Zarowin (2010) dalam Ratmono (2010: 5), terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam manipulasi aktivitas riil, yaitu:

1. Manipulasi penjualan

Manipulasi penjualan merupakan usaha untuk meningkatkan penjualan secara temporer dalam periode tertentu dengan menawarkan diskon harga produk secara berlebihan atau memberikan persyaratan kredit yang lebih lunak. Strategi ini dapat meningkatkan volume penjualan dan laba periode saat ini, dengan mengasumsikan marginnya positif. Namun pemberian diskon harga dan syarat kredit yang lebih lunak akan menurunkan aliran kas periode saat ini.

2. Penurunan beban-beban diskresionari (dicretionary expenditure)

Perusahaan dapat menurunkan discretionary expenditure seperti beban penelitian dan pengembangan, iklan dan penjualan, administrasi dan umum terutama dalam periode dimana pengeluaran tidak langsung menyebabkan pendapatan dan laba. Strategi ini dapat meningkatkan laba dan arus kas periode saat ini namun dengan risiko menurunkan arus kas periode mendatang.

3. Produksi yang berlebihan (overproduction)

Untuk meningkatkan laba, manajer perusahaan dapat memproduksi lebih banyak daripada yang diperlukan dengan asumsi bahwa tingkat produksi yang lebih tinggi akan menyebakan biaya tetap per unit produk lebih rendah. Strategi ini dapat menurunkan harga pokok penjualan (cost of good sold) dan meningkatkan laba operasi.

Ketiga cara manipulasi aktivitas riil di atas biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan kinerja yang buruk sehingga tidak banyak memiliki akrual untuk dimanipulasi. Satu-satunya cara adalah dengan manipulasi aktivitas riil tersebut terutama untuk mencapai laba sedikit di atas nol. Dengan ketiga cara di atas perusahaan-perusahaan yang diduga (suspect) melakukan

manipulasi aktivitas riil akan mempunyai abnormal cash flow operations (CFO) dan abnormal discretionary expense yang lebih kecil serta abnormal production cost yang lebih besar dibandingkan perusahaan-perusahaan lain.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Roychowdhury (2006: 338) menunjukkan para eksekutif keuangan lebih memilih untuk memanipulasi laba malalui aktivitas-aktivitas riil daripada aktivitas akrual. Hal ini disebabkan oleh:

1. Manipulasi akrual cenderung membuat para auditor atau regulator melakukan pemeriksaan dengan cepat daripada jika keputusan-keputusan tentang aktivitas riil atau produksi yang dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa baik auditor ataupun regulator kurang memberikan perhatian terhadap aktivitas-aktivitas riil yang dimanipulasi oleh manajemen, sehingga manajemen memiliki kesempatan untuk memanfaatkan peluang ini dalam mencapai target laba.

2. Hanya bersandar pada manipulasi akrual saja akan membawa risiko karena pengelolaan laba dengan mengandalkan akrual diskresioner hanya dapat dilakukan pada akhir tahun. Akan tetapi, strategi ini menimbulkan risiko yaitu jika jumlah laba yang perlu dimanipulasi lebih besar daripada akrual diskresioner yang dapat digunakan manager, maka kemampuan manajer dalam memanipulasi laba terbatas, akibatnya target laba tidak dapat dicapai jika hanya menggunakan akrual diskresioner pada akhir tahun.

Berdasarkan Roychowdhury (2006: 34) dalam Subekti, Kee dan Ahmad (2010: 13) pengukuran manajemen laba riil menggunakan 3 cara yakni:

1. Abnormal cash flow operations (CFO). Arus kas operasi abnormal adalah manipulasi laba yang dilakukan perusahaan melalui aliran operasi kas yang akan memiliki aliran kas lebih rendah daripada level normalnya. Estimasi nilai residu arus kas operasi merupakan nilai abnormal arus kas operasi.

2. Abnormal production cost (PO). Biaya kegiatan produksi abnormal adalah manajemen laba riil yang dilakukan melalui manipulasi biaya produksi, dimana perusahaan akan memiliki biaya produksi lebih tinggi daripada level normalnya. Estimasi nilai residu dari biaya produksi merupakan nilai abnormal biaya produksi.

3. Abnormal discretionary expense (DE). Biaya diskresioner abnormal adalah manajemen laba riil yang dilakukan dengan menurunkan discretionary expenditure seperti biaya penelitian dan pengembangan, biaya iklan, biaya

penjualan, administrasi dan umum. Estimasi nilai residu dari biaya diskresioner merupakan nilai abnormal biaya diskresioner.

Dokumen terkait