• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Laba

Dalam dokumen Hubungan ceo gender dan manajemen laba (Halaman 24-37)

BAB II LANDASAN TEORI

D. Manajemen Laba

1. Pengertian Manajemen Laba

Menurut Asih (2014), “Manajemen laba merupakan campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan menguntungkan diri sendiri (perusahaan sendiri)”.

Menurut Scott (2015: 445), manajemen laba adalah pemiilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dalam mempengaruhi laba untuk mencapai tujuan-tujuan spesifik pelaporan laba.

Menurut Schipper (1989), manajemen laba adalah suatu intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Menurut Fischer and Rosenzweig (1995), manajemen laba adalah tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelola manajer tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan.

2. Motivasi Manajemen Laba

Menurut Sulistiawan, et al (2011: 31), beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan tindakan manajemen laba yaitu: motivasi bonus, motivasi utang, motivasi pajak, motivasi penjualan saham, motivasi pergantian direksi, dan motivasi politis. Motivasi-motivasi tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

a. Motivasi Bonus

Pemegang saham memberikan insentif dan bonus atas kinerja manajemen. Insentif dari pemegang saham diberikan secara rutin, sedangkan bonus diberikan ketika kinerja manajemen berada pada area pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Manajemen akan menaikkan laba periode berjalan untuk mendapatkan bonus dari pemegang saham. Manajemen cenderung menaikkan laba ketika bonus dari pemegang saham ditentukan berdasarkan prosentase tertentu.

b. Motivasi Utang

Motivasi utang dilakukan ketika manajemen ingin mendapatkan pinjaman dari kreditor. Manajemen laba dengan motivasi utang dilakukan agar kreditor mau menginvestasikan sejumlah dana pada perusahaan.

c. Motivasi Pajak

Manajemen melakukan praktik manajemen laba dapat terjadi karena motivasi pajak. Manajemen akan melakukan manajemen laba agar laba fiskal yang dilaporkan lebih rendah dan tidak melanggar peraturan yang berlaku. Laba fiskal yang rendah membuat perusahaan membayar pajak yang rendah.

d. Motivasi Penjualan Saham

Perusahaan akan melakukan penawaran saham perdananya ke publik (Initial Public Offering) untuk mendapatkan tambahan modal

usaha dari investor. Perusahaan yang telahgo public untuk melanjutkan usaha dan melakukan ekspansi akan melakukan penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya. Laba dalam laporan keuangan perusahaan akan digunakan oleh investor untuk pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan oleh investor berkaitan dengan investasi yang akan diberikan pada perusahaan tersebut.

e. Motivasi Pergantian Direksi

Motivasi pergantian direksi dilakukan untuk mendapatkan bonus yang maksimal pada akhir masa jabatan. Direksi cenderung bertindak kreatif dengan menyajikan laba yang tinggi agar performa kinerjanya terlihat baik ketika akhir masa jabatan.

f. Motivasi Politis

Manajer cenderung melakukan tindakan kreatif dengan menyajikan laba yang lebih rendah untuk mengurangi visibilitas perusahaan agar tidak menarik perhatian pemerintah, media, atau konsumen. Hal tersebut dilakukan agar tidak menyebabkan meningkatnya biaya politis.

3. Pola dalam Manajemen Laba

Menurut Scott (2015: 447), pola yang dilakukan dalam praktik manajemen laba yaitu taking a bath, income minimization, income maximization, dan income smoothing.

Pola dalam melakukan manajemen laba dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

a. PolaTaking a Bath

Pola taking a bath dilakukan ketika perusahaan melakukan

reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Pola ini membuat manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan perkiraan biaya yang akan datang mempertinggi kemungkinan pelaporan laba periode yang akan datang.

b. PolaIncome Minimization

Pola ini dilakukan dengan menurunkan laba pada periode berjalan menjadi lebih rendah dari yang seharusnya. Pola ini dilakukan untuk motivasi pajak dan politis. Motivasi politis dilakukan agar perusahaan tidak menjadi perhatian utama yang menimbulkan biaya politis yang tinggi. Pola ini dilakukan perusahaan ketika profitabilitas tinggi agar tidak mendapat perhatian politis. Pola ini dilakukan dengan cara penghapusan asset modal, asset tidak berwujud, biaya iklan, dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan.

c. PolaIncome Maximination

Pola ini dilakukan dengan menaikkan laba pada periode berjalan menjadi lebih tinggi dari laba yang sebenarnya. Pola ini biasanya dilakukan manajemen ketika akan melakukan IPO. Pola ini dilakukan manajer untuk tujuan mendapatkan bonus.

d. PolaIncome Smoothing

Pola ini dilakukan dengan melaporkan laba pada laporan keuangan menjadi relatif stabil. Laba yang relatif stabil merupakan hal penting bagi investor dan kreditur yang risk averse dalam melakukan pengambilan keputusan. Pola ini menyebabkan manajer mendapatkan kompensasi yang tetap.

4. Teknik Manajemen Laba

Teknik legal yang biasanya dijumpai dalam praktik manajemen laba dapat dikelompokkan ke dalam 5 teknik, yaitu mengubah metode akuntansi, membuat estimasi akuntansi, mengubah periode pengakuan pendapatan dan biaya, mereklasifikasi akun current dan noncurrent, serta mereklasifikasi akrual diskresioner (accrual discretionary) dan akrual nondiskresioner (accrual nondiscretionary) (Wolk, Dodd, dan Tearney 2006 dalam Sulistiawan,et al., 2011: 43). Teknik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Mengubah Metode Akuntansi

Pemilihan metode akuntansi yang digunakan dapat memberikan

outcome yang berbeda, baik bagi manajemen, pemilik, maupun

pemerintah. Metode akuntansi yang dapat diubah seperti metode penilaian persediaan, metode penyusutan aset tetap, leasing, investasi pada obligasi, penggunaan metode harga pasar, pembelian kembali saham perusahaan, dan pengakuan pendapatan.

b. Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya

Teknik ini biasanya dilakukan ketika akan melakukan IPO dengan mempercepat pengakuan pendapatan periode mendatang dengan melaporkannya pada periode yang sedang berjalan agar kinerja perusahaan terlihat baik sehingga menunjukkan laba yang maksimal. c. Mereklasifikasi Akun

Teknik ini dilakukan dengan memindahkan posisi akun dari satu tempat ke tempat lainnya.

d. Mereklasifikasi Akrual Diskresioner dan Akrual Nondiskresioner Akrual diskresioner merupakan akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen. Akrual nondiskresioner merupakan akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan manajemen. Akrual merupakan penjumlahan antara akrual diskresioner dan akrual nondiskresioner. Semakin tinggi nilai akrual menujukkan strategi menaikkan laba, sedangkan semakin rendah nilai akrual menujukkan strategi menurunkan laba.

5. Deteksi Manajemen Laba

Menurut Sulistiawan,et al(2011: 67), deteksi manajemen laba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu deteksi manajemen laba secara kualitatif dan deteksi manajemen laba secara kuantitatif. Deteksi manajemen laba tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

a. Deteksi Manajemen Laba Secara Kualitatif

Mohanram (2003), menyatakan bahwa untuk mendeteksi praktik manajemen laba, analisis akuntansi dapat dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut.

1) Mengidentifikasi kebijakan akuntansi utama yang digunakan oleh sebuah perusahaan atau industri.

2) Menilai fleksibilitas akuntansi perusahaan. 3) Mengevaluasi strategi perusahaan.

4) Menilai kualitas pengungkapan perusahan. 5) Mengidentifikasi adanya potensi permasalahan. b. Deteksi Manajemen Laba Secara Kuantitatif

Deteksi manajemen laba secara kuantitatif dapat melalui kebijakan akuntansi dan aktivitas riil. Deteksi manajemen laba melalui kebijakan akuntansi dilakukan menggunakan teknik dan kebijakan akuntansi. Deteksi manajemen laba melalui aktivitas riil dilakukan menggunakan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan operasional.

Deteksi manajemen laba melalui kebijakan akuntansi dapat dilakukan dengan Jones Model (1991),Modified Jones Model (1995),

Kasznik Model (1999), dan Performance-Matched Discretionary

6. Pengukuran Manajemen Laba

Pengukuran manajemen laba menggunakan model berbasis akrual agregat (aggregate accruals). Model berbasisaggregate accrualsejauh ini yang hanya dapat diterima secara umum karena memberikan hasil paling kuat dalam mendeteksi manajemen laba dan sejalan dengan akuntansi berbasis akrual (Sulistyanto 2008: 9). Model berbasis aggregate accrual menggunakan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba. Proksi discretionary accrual dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model. Model Jones dimodifikasi (Modified Jones Model) merupakan pengembangan dari Jones model. Modified Jones model yang dikembangkan oleh Dechow dan kawan-kawan muncul untuk mengatasi kelemahanJones model(Sulistiawan,et al.,2011: 72).

Pengukuran manajemen laba dalam penelitian ini menggunakan

Modified Jones Model karena mengacu pada penelitian yang pernah

dilakukan oleh Dechow, et al (1995). Penelitian yang dilakukan oleh Dechow, et al (1995), menyatakan bahwa versi modifikasi dari model yang dikembangkan oleh Jones (1991) memberikan tes kekuatan yang paling kuat untuk manajemen laba.

Menurut Sulistiawan, et al (2011: 73), penentuan discretionary

accrual menggunakan Modified Jones Model dapat dijelaskan dalam

tahapan-tahapan berikut.

a. Menghitung nilai total akrual

Keterangan:

TAit = Total akrual perusahaan i pada periode t. Niit = Laba bersih perusahaan i pada periode t. CFOit = Arus kas operasi perusahaan i pada periode t. b. Menentukan nilai parameter α1, α2, α3

TAit/ Ait-1= α1(1 / Ait-1) + α2(Δ Revit/ Ait-1) + α3( PPEit/ Ait-1) +ԑit

Keterangan:

NDAit = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t. Ait-1 = Total asset awal tahun perusahaan i pada periode t.

Δ Revit = Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t.

Δ Recit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t.

PPEit = Property, plant, and equipment perusahaan i pada

periode t.

α1, α2, α3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi.

ԑit =Error termperusahaan i pada periode t.

c. Menentukan nilainondiscretionary accrual(NDA)

NDAit= α1(1/ Ait-1) + α2(Δ Revit/ Ait-1-Δ Recit/ Ait-1) + α3(PPEit/ Ait-1)

Keterangan:

NDAit = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t. Ait-1 = Total asset awal tahun perusahaan i pada periode t.

Δ Recit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t.

PPEit = Property, plant, and equipment perusahaan i pada

periode t.

α1, α2, α3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi.

d. Menentukan nilaidiscretionary accruals(DA)

DAit= TAit/ Ait-1 - NDAit

Keterangan:

TAit = Total akrual perusahaan i pada periode t. Ait-1 = Asset awal tahun perusahaan i pada periode t

NDAit = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t. DAit = Akrual diskresioner perusahaan i pada periode t.

Pengukuran manajemen laba dalam penelitian ini dilakukan dengan menentukan nilai discretionary accrual yang diperoleh dari selisih antara total akrual perusahaan dibagi dengan asset awal tahun dan

nondiscretionary accrual. Total akrual merupakan penjumlahan

discretionary accrual dan nondiscretionary accrual (Sulistyanto 2008: 164). Akrual merupakan selisih antara laba dan arus kas (Mohanram, 2003). Menurut PSAK No. 01, “Dalam akuntansi akrual, aktiva, kewajiban, ekuiti, penghasilan dan beban diakui pada saat kejadian bukan saat kas atau setara kas diterima dan dicatat serta disajikan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya”. Hal tersebut dapat membuat perusahaan mengakui biaya periode tertentu walaupun kas belum dicatat. Perusahaan

juga dapat mengakui pendapatan periode tertentu walaupun kas baru diterima periode yang akan datang sehingga mengakibatkan munculnya akun akrual seperti piutang dagang, pendapatan diterima dimuka, hutang biaya, biaya depresiasi, biaya dikeluarkan dimuka, biaya cadangan, dan lain-lain (Sulistyanto 2008: 161).

Menurut Sulistyanto (2008: 212), discretionary accruals merupakan komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan manajerial, sementara nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusaahaan.

Dalam mengaplikasikan kebijakan accrual, deferral, dan prosedur alokasi yang memiliki tujuan untuk menyesuaikan biaya dan pendapatan berdasarkan pengeluaran dengan periode terjadinya bukan berdasarkan kas basis, maka dapat dimengerti apabila kebijakan akrual ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan manajemen laba (Sulistyanto, 2008: 182).

Menurut PSAK No. 02,” Arus kas adalah arus masuk dan arus

keluar kas atau setara kas”.Arus kas dalam perusahaan memiliki 3 kategori yaitu aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan yang dapat dijadikan dasar oleh pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas untuk menghasilkan dan memanfaatkan uang tunainya (Ankarath, et al 2012: 4). “Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan” (PSAK No.

02). “Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas” (PSAK No.

02). “Aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan”

(PSAK No. 02).

Menurut PSAK No 19, “Asset adalah sumber daya yang: (a)

dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu; dan (b) manfaat ekonomis di masa depan dari asset tersebut diharapkan diterima

oleh entitas”.

Property plant and equipment didefinisikan sebagai aktiva tetap.

“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal

perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun” (PSAK No

16). Komponen aktiva tetap yang sering menjadi objek rekayasa manajerial adalah metode depresiasi dan nilai estimasi umur ekonomis aktiva yang bersangkutan (Sulistyanto 2008:198).

Menurut Kieso, et al(2011: 347), piutang merupakan asset keuangan yang sering dirujuk sebagai peminjaman yang diklaim sebagai tagihan kepada pelanggan berupa uang, barang, maupun jasa. Piutang dapat menjadi obyek rekayasa manajerial karena tidak mempunyai wujud fisik sehingga mudah untuk mengubah bukti-bukti transaksi, mengubah bukti pencatatan piutang, kebebasan menentukan estimasi prosentase biaya kerugian piutang, dan

kebebasan memilih komponen yang dipakai sebagai dasar penghitungan biaya kerugian piutang (Sulistyanto 2008: 185). Perubahan piutang merupakan selisih antara piutang perusahaan pada periode berjalan dengan piutang perusahaan pada periode sebelumnya.

Menurut PSAK No. 23, “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari

manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode jika arus kas masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang

tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”. Perubahan pendapatan merupakan selisish antara pendapatan perusahaan pada periode berjalan dengan pendapatan perusahaan periode sebelumnya.

Penelitian ini melakukan klasifikasi manajemen laba menjadi 2 kategori menggunakan variabel dummy. Menurut Sulistiawan,et al (2011: L-12), semakin besar nilai nondiscretionary accruals menunjukkan perusahaan cenderung menggunakan strategi peningkatan laba, sedangkan semakin negatif nilai nondiscretionary accruals menunjukkan perusahaan cenderung menggunakan strategi penurunan laba. Hal tersebut berarti bahwa nilai discretionary accruals positif menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan income maximization, sedangkan nilai discretionary accruals negatif menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan income

minimization. Kategori dalam klasifikasi variabel manajemen laba

diberikan kode satu untuk discretionary accrual yang memiliki nilai positif dan kode nol untuk discretionary accrual yang memiliki nilai negatif.

Dalam dokumen Hubungan ceo gender dan manajemen laba (Halaman 24-37)

Dokumen terkait