• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Manajemen Laba

normal bagi suatu perusahaan (Bartov, 1993).

Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi. Manajemen laba dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi, membuat kebijakan-kebijakan (discretionary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan (Scott,1997).

Sejumlah penelitian mengenai analisis manajemen laba seperti dalam penelitian Jones (1991), Chotourou (2001), Rao dan Dandale (2005), Rajgopal et al. (2007), manajemen laba sering memfokuskan pada penggunaan discretionary accruals oleh manajer dalam mengatur laba. Teoh et al. (1998b) dalam Jogiyanto (2009) menemukan bahwa manajemen melakukan penyesuaian akrual dalam rangka menaikkan laba menjelang SEO. Rangan (1998) juga menemukan hasil yang sama.

Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa manajer melakukan manajemen laba menjelang SEO sehingga kinerja saham setelah SEO adalah rendah. Hasil dari penelitian Teoh et al. (1998b) menyatakan bahwa kinerja saham rendah setelah SEO untuk perusahaan yang melakukan SEO. Manajer biasanya berperilaku oportunis dengan melakukan manajemen laba untuk menaikkan harga saham yang ditawarkannya sehingga ada peningkatan laba menjelang penawaran dan memuncak pada saat penawaran untuk kemudian menurun setelah penawaran. Rangan (1998) juga membuktikan bahwa kinerja saham perusahaan setelah SEO rendah. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang SEO akan memiliki return saham lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba. Hasil tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi hubungan antara

discretionary accruals dan return saham adalah negatif, sehingga Rangan menyimpulkan bahwa rendahnya kinerja saham mampu dijelaskan oleh komponen akrual.

Penelitian Joni dan Jogiyanto (2009) berhasil menemukan hubungan manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan kecerdasan investor sebagai variabel pemoderasi. Koefisien hubungan manajemen laba dengan return

saham yang mempertimbangkan faktor kecerdasan investor bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba yang tinggi menyebabkan return saham rendah ketika mempertimbangkan faktor kecerdasan investor. Dalam penawaran saham perdana, investor cenderung menggunakan laporan keuangan sebagai satu-satunya sumber informasi, sedangkan dalam SEO ada lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan investor sebelum membuat keputusan investasinya. Apabila investor mampu mendeteksi manajemen laba di sekitar IPO hanya dengan menggunakan informasi dalam laporan prospektus, maka peneliti menduga dalam SEO ini investor akan lebih banyak mendapatkan informasi masa lalu perusahaan, informasi saat kini, maupun informasi yang bersifat sebagai pendapat yang beredar di pasar yang dapat mempengaruhi analisisnya, sehingga manajemen laba yang dilakukan manajer dengan cepat dapat terdeteksi.

Kepemilikan institusional dinilai dapat mengurangi praktik manajemen laba karena manajemen menganggap institusi sebagai sophisticated investor serta dapat memonitor manajemen yang dampaknya akan mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba (Siregar dan Utama, 2005). Selain itu Investor institusional merupakan investor yang canggih atau investor yang cerdas (sophisticated) yang lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibandingkan dengan investor non institusional

(Siregar dan Siddharta, 2006). Konsisten dengan Bartov et al.(2000), Rajgopal (1999), dan Walther (1997) dalam Jogiyanto (2009) yang menyatakan bahwa kecerdasan investor (investor sophistication) merupakan faktor penentu hubungan antara laba dan return. Selain itu Balsam et al.(2002) menyatakan bahwa para investor yang cerdas mampu mendeteksi manajemen laba lebih cepat daripada para investor yang tidak cerdas (unsophisticated investors).

Penelitian ini mengacu pada penelitian Joni dan Jogiyanto (2009), yang meneliti hubungan manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan kecerdasan investor sebagai variabel pemoderasi dengan sampel perusahaan yang IPO pada tahun 1990-2002. Variabel dependen yang diuji yaitu manajemen laba yang memiliki hubungan dengan return saham ketika mempertimbangkan kecerdasan investor sebagai pemoderasi. SEO dengan mekanisme right issue atau menjual hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham tambahan dengan harga tertentu biasa dilakukan oleh perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pemegang saham lama agar dapat mempertahankan proporsi kepemilikannya. Penulis tertarik untuk meneliti pengaruh manajemen laba sebelum SEO dengan mekanisme right issue

terhadap return saham dengan rentan waktu dari tahun 2001-2011. Ketika perusahaan sudah menjadi perusahaan publik, maka setiap keputusan dan kegiatan perusahaan akan diawasi, dikontrol, dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Harapannya, hak publik untuk memperoleh informasi yang relevan, akurat, dan netral dapat terpenuhi. Oleh sebab itu, berbeda dengan penawaran

saham perdana maka investor mempunyai akses dan sumber untuk memperoleh informasi yang lebih memadai dalam SEO. Selain menggunakan informasi laporan keuangan maka investor dapat menggunakan berbagai akses dan sumber informasi lain untuk menilai apakah perusahaan layak sebagai tempat menginvestasikan dananya.

Meskipun di pasar tersedia informasi yang memadai manajer tetap merupakan pihak yang lebih superior dibandingkan pihak lain. Hal inilah yang mendorong dan memotivasi manajer untuk berperilaku oportunis dengan melakukan manajemen laba. Upaya ini sebenarnya wajar dilakukan manajer perusahaan yang melakukan SEO sebab secara teoritis terbukti adanya hubungan positif antara kinerja perusahaan dengan harga saham perusahaan. Semakin tinggi kinerja perusahaan maka semakin tinggi pula harga sahamnya dan sebaliknya.

Tujuan lain menginformasikan hal-hal yang positif mengenai perusahaan yaitu agar investor secara positif merespon saham yang ditawarkan. Hal ini sejalan dengan konsep windows of opportunity yang menjelaskan bahwa manajer yang oportunis memanfaatkan asimetri informasi antara manajer dan pasar. Konsep ini juga menjelaskan bahwa kebanyakan perusahaan akan melakukan penawaran saham tambahan pada saat sahamnya overvalued. Dengan kata lain, manajer berperilaku oportunis ketika mengetahui investor overoptimist terhadap nilai penawaran saham tambahan tersebut. Hal ini lah yang mendorong peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui apakah hasil penelitian yang dilakukan di sekitar IPO konsisten dengan pada saat SEO.

Penelitian ini juga ingin membuktikan apakah dengan investor yang cerdas investor akan mendapatkan informasi yang lebih akurat dan relevan ketika SEO, sehingga para investor dapat mendeteksi manajemen laba lebih cepat dan memperhitungkan return saham yang akan diterimanya. Mengingat bahwa ketika SEO, investor dapat memonitoring manajer melalui rapat umum pemegang saham dan informasi mengenai perusahaan jauh lebih banyak serta tersedia dibandingkan saat IPO.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan dan penelitian sebelumnya yang telah disebutkan di atas maka penelitian ini diberi judul “Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Return Saham dengan Kecerdasan Investor Sebagai Variabel Pemoderasi” (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Melakukan SEO dan Terdaftar di BEI periode 2001-2011)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah perusahaan yang terdaftar di BEI melakukan manajemen laba sebelum SEO?

2. Apakah manajemen laba sebelum SEO berpengaruh negatif terhadap return

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menguji apakah perusahaan melakukan manajemen laba di luar penawaran saham perdana dan pengaruhnya terhadap return saham. b. Untuk menguji apakah SEO tetap memotivasi perusahaan untuk

melakukan manajemen laba, dan bagaimana pengaruhnya terhadap return saham dengan mempertimbangkan kecerdasan investor sebagai variabel pemoderasi.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi penulis, sebagai bahan masukan bagi pengembangan pengetahuan

khususnya dalam bidang pasar modal serta dapat menambah pengetahuan mengenai kondisi pasar modal Indonesia.

b. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan studi dengan memberikan bukti empiris mengenai

signaling theory di pasar modal Indonesia terkait dengan reaksi pasar atas pengumuman informasi laba yang mengandung earning management.

c. Bagi investor dan calon investor yang melakukan investasi di pasar modal, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk membuat keputusan investasi, terutama yang terkait dengan pengaruh praktik manajemen laba terhadap return investasi.

d. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk kajian penelitian selanjutnya, khususnya penelitian di bidang akuntansi keuangan dan pasar modal.

11 BAB II

TELAAH PUSTAKA A. Manajemen Laba

Manajemen laba diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan Generally Accepted Accounting Principles, untuk mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan (Assih, 1998 dalam Muid, 2005). Konsisten dengan pernyataan Sulistyanto (2003), manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan sejauh apa yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Manajer memiliki beberapa motivasi dalam melakukan manajemen laba, menurut Scott (1997) dalam Wedari (2004) motivasi dilakukannya manajemen laba tersebut adalah kontrak bonus, stock price effect, faktor politik, faktor pajak, pergantian chief executive officer (CEO), dan penawaran saham perdana.

Manajemen laba sering dilakukan dengan memanfaatkan discretionary accrual. Discretionary accrual adalah suatu cara untuk mengurangi atau menambah pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual, misalnya dengan menaikkan biaya amortisasi atau depresiasi, mencatat kewajiban yang besar terhadap potongan harga, dan mencatat persediaan yang sudah usang. Discretionary accrual sering digunakan sebagai proksi manajemen laba oportunistik dalam beberapa penelitian

sebelumnya sesuai dengan konteksnya masing-masing, tetapi manajer mungkin mempunyai motivasi lain untuk mencatat discretionary accrual yaitu untuk maksud pemberian sinyal mengenai kinerja manajemen kini, serta yang akan datang (Widodo, 2005). Dengan discretionary accrual manajer menyembunyikan, menunda, atau mengubah informasi yang dapat membuat investor mempunyai persepsi negatif terhadap perusahaan.

Manajemen laba tidak hanya dilakukan perusahaan saat menjelang IPO, bahkan ketika perusahaan tersebut sudah go public manajemen laba masih sering dilakukan. Friedlan (1994) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat menaikkan laba akuntansi periode satu tahun setelah IPO. Syaiful (2002) juga menemukan bukti yang sama untuk BEJ, yakni manajemen laba dilakukan peiode dua tahun setelah IPO.

Dalam perkembangan usahanya setiap perusahaan pasti membutuhkan tambahan dana guna membiayai kegiatan investasi dan operasionalnya. Untuk mendapatkan tambahan dana tersebut perusahaan dapat melakukan seasoned equity offering (SEO), yakni penawaran sekuritas tambahan (seasoned securities) yang dilakukan emiten sebagai perusahaan go public kepada masyarakat melalui pasar modal. Penawaran saham ini dapat dilakukan melalui mekanisme right issue atau menjual hak (right) kepada pemegang saham lama untuk membeli saham tambahan tersebut dengan harga tertentu (Emery dan Fennedy, 1997).

SEO dimaksudkan sebagai alternatif memperoleh sumber dana dan memperbaiki struktur modal perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi cenderung menggunakan mekanisme right issue untuk memperoleh tambahan dana tersebut. Dengan dikeluarkannya SEO kepada pemegang saham, maka pemodal akan mengeluarkan uang untuk membeli saham dari SEO. Uang yang didapatkan dari investor melalui SEO akan digunakan oleh perusahaan untuk memperkuat struktur pendanaan atau untuk kebutuhan investasi. Melalui SEO, perusahaan memperoleh dana dengan cepat dan mudah tanpa memerlukan jaminan serta tanpa terbebani dengan adanya kewajiban pengembalian yang disertai bunga (Brealey, et al., 2001).

Sukwadi (2006) menyatakan bahwa aksi perusahaan melalui mekanisme right issue bisa ditanggapi investor sebagai suatu sinyal positif ataupun negatif. Perusahaan dengan pertumbuhan kinerja yang tinggi memiliki lebih banyak kesempatan untuk berinvestasi, maka perusahaan tersebut pasti memerlukan modal dana yang lebih besar, sehingga pengumuman SEO akan diterjemahkan investor sebagai sinyal positif karena berhubungan dengan prospek earning

perusahaan yang bagus di masa depan. Sebaliknya investor mungkin akan menanggapi suatu pengumuman SEO sebagai sinyal negatif bila terdapat indikasi bahwa investor memandang kinerja perusahaan suram sehingga perusahaan perlu untuk melakukan penawaran sekuritas tambahan.

Ketika SEO ini dilakukan segala informasi yang dibutuhkan investor diharapkan dapat lebih akurat dan terpenuhi dibandingkan ketika penawaran saham perdana, karena ketika IPO investor cenderung menggunakan laporan keuangan prospektus sebagai satu-satunya sumber informasi perusahaan, sedangkan ketika SEO ada lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan investor untuk membuat keputusan investasinya. Selain menggunakan informasi laporan keuangan investor dapat menggunakan berbagai akses dan sumber informasi lain untuk menilai apakah perusahaan layak digunakan sebagai tempat menginvestasikan dananya.

Meskipun di pasar sudah cukup tersedia informasi yang memadai mengenai perusahaan, ternyata asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan investor tetap ada, karena hubungan antara manajer (agent) dengan investor (principal) adalah hubungan kontrak. Hubungan antara agent dan principal dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi karena agent memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan principal. Hal inilah yang mendorong dan memotivasi manajer untuk berperilaku oportunis melakukan manajemen laba dengan mengubah, menyembunyikan, atau menunda angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan. Bahkan semakin besar asimetri informasi, semakin besar pula dorongan manajer bersikap curang dalam melaporkan kinerja dengan tujuan menyesatkan investor dalam menilai saham yang ditawarkan.

Secara teoritis manajemen laba dianggap wajar dilakukan manajer perusahaan yang melakukan SEO, karena terbukti adanya hubungan positif antara kinerja perusahaan dengan harga saham perusahaan yang bersangkutan. Semakin tinggi kinerja perusahaan semakin tinggi pula harga sahamnya, sebaliknya semakin rendah kinerjanya semakin rendah pula harga saham perusahaan tersebut. Maka tidak mengherankan apabila perusahaan melakukan rekayasa manajerial dengan pola penaikkan laba selama beberapa periode sebelum SEO. Manajemen laba ini juga dilakukan pada saat penawaran sehingga kinerja perusahaan terlihat bagus dibandingkan kinerja sesungguhnya. Bahkan perusahaan juga mengatur agar kinerjanya seolah-olah mengalami peningkatan selama beberapa periode. Hal ini dilakukan manajer agar informasi yang diterima investor adalah informasi-informasi yang positif, dan memberi sinyal bahwa perusahaan mempunyai kesempatan bertumbuh yang tinggi sehingga investor akan merespon secara positif terhadap saham yang ditawarkan.

Shivakumar (2000) menunjukkan bahwa manajemen telah melakukan

overstate terhadap earnings sebelum melakukan pengumuman SEO. Shivakumar memperkenalkan hipotesis yang berlawanan dengan managerial opportunism hypothesis yaitu managerial response hypothesis. Shivakumar berasumsi bahwa investor sebenarnya sudah menduga adanya manajemen laba dan secara rasional berusaha melepaskan pengaruhnya pada saat pengumuman SEO. Oleh karena itu, perusahaan SEO akan melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk

mengantisipasi kemungkinan reaksi investor yang negatif pada saat pengumuman SEO. Rangan (1998) dan Teoh et al. (1998) menemukan adanya manajemen laba di sekitar pengumuman SEO. Temuan tersebut menyimpulkan bahwa investor baru menyadari bahwa perusahaan telah melakukan manajemen laba setelah terjadi penurunan laba pada kuartal-kuartal setelah SEO. Hal ini berarti bahwa pengumuman SEO tidak memberikan sinyal negatif bagi investor bahwa manajemen telah melakukan manajemen laba.

Dokumen terkait