• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Pemasaran

Dalam dokumen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 39-47)

3) Penanganan selama pengolahan

4.5 Manajemen Pemasaran

Pemasaran merupakan faktor yang penting dalam bidang perikanan kerena sifat dari produk perikanan yang highly perishable atau mudah rusak dan busuk. Pemasaran ikan untuk konsumsi lokal maupun untuk kebutuhan luar daerah dan ekspor diarahkan untuk menunjang kelangsungan upaya peningkatan kesejahteraan (penghasilan) nelayan dan pengolah ikan.

Pemasaran sangat tergantung pada penawaran produk dan permintaan pasar (konsumen) terhadap produk yang dipasarkan. Permintaan produk terjadi mengikuti tingkat konsumsi ikan (kilogram per kapita per tahun), pertambahan jumlah penduduk dan laju peningkatan ekspor. Menurut Nurdjana (2000) vide Wahyudi (2004), bila tingkat konsumsi ikan mencapai 26,5 kg per kapita per tahun maka permintaan produk perikanan dalam negeri mencapai 5,3 juta ton per tahun.

Produk ikan teri nasi dipasarkan secara lokal (wilayah Indramayu) dan antar daerah. Daerah pemasaran lain selain Kabupaten Indramayu diantaranya adalah Cirebon, Bandung, Jakarta, Cianjur, dan Karawang. Pemasarannya dilakukan dengan noda transportasi mobil bak terbuka colt diesel tanpa adanya pendingin untuk tetap menjaga mutu ikan teri nasi. Hanya dengan ditutup dengan menggunakaan terpal.

Produk chirimen merupakan produk teri nasi untuk keperluan ekspor. Negara tujuan ekspor produk ini adalah Jepang. Namun, perusahaan CV Sumber Rejeki tidak melakukannya secara langsung, melainkan melalui perusahaan pengekspor yang merupakan perusahaan produsen chirimen. Diantara perusahaan yang meminta chirimen dari CV Sumber Rejeki untuk diekspor adalah PT. MPI (Madura Prima Interna) dan PT. KML (Kelola Mina Laut). Berikut adalah skema rantai pemasaran teri nasi di Kabupaten Indramayu, dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Rantai pemasaran ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu Proses pemasaran produk chirimen CV. Sumber Rejeki sering mengalami banyak permasalahan. Salah satunya adalah ketidakpastian pasar. CV. Sumber Rejeki masih bergantung pada perusahaan lain untuk melakukan ekspor produknya. Padahal secara kualitas dan fasilitas pengolahan, perusahaan tersebut sudah biasa melakukan ekspor sendiri. Namun, dikarenakan jumlah produksi chirimen yang kurang memadai, maka perusahaan belum berani mengambil langkah ekspor secara mandiri.

Produk chirimen dari CV. Sumber Rejeki akan diambil sendiri oleh perusahaan pengekspor dengan menggunakan mobil kontainer berpendingin. Hal tersebut dilakukan agar mutu produk chirimen dapat dipertahankan baik, mengingat jarak antara perusahaan CV. Sumber Rejeki yang jauh dari perusahaan pengekspor yang terdapat di Jawa Timur. Pihak perusahaan pengekspor akan membuka setiap isi kardus produk chirimen untuk melihat apakah ukuran dan kualitasnya baik atau tidak, serta memastikan timbangnya ketika produk chirimen

Nelayan

Perusahaan Pengolahan Teri Nasi

Bakul/supplier

Pengecer

Konsumen lokal dan luar daerah

Pengekspor

Konsumen luar negeri Pedagang

akan dibeli. Setelah produk chirimen hasil produksi CV. Sumber Rejeki memenuhi syarat, maka perusahaan pengekspor akan memberikan nota bukti pembelian yang kemudian akan ditukar dengan uang.

Untuk produk chirimen yang dipasarkan ekspor melalui PT. Madura Prima Interna (PT. MPI), produk chirimen BS akan disortir dan dilakukan pemisahan ukuran di pabrik pengolahan pusat PT. MPI. Pabrik pengolahan pusat PT. MPI ini terletak di Desa Kapedi, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Begitu pula dengan pengemasannya dilakukan disana. Selanjutnya, setelah produk siap untuk diekspor, maka produk-produk chirimen tersebut akan dibawa ke Surabaya untuk kemudian diekspor melalui Pelabuhan Niaga Tanjung Perak. Sedangkan kantor pusat pemasaran PT. MPI sendiri terletak di Kota Surabaya, Jawa Timur.

Produk chirimen yang dibeli oleh PT. Kelola Mina Laut (PT. KML) mendapatkan perlakuan yang sama dengan produk chirimen yang dipasarkan ke PT. MPI. Ketiga proses tersebut dilakukan di Tuban, Jawa Timur. Setelah produk siap untuk dipasarkan, maka produk akan dibawa ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sedangkan untuk urusan perizinan akan diurus oleh kantor pusat pemasaran PT. KML di Sidoarjo, Jawa Timur.

Keterangan: : Alir uang : Alir barang

: Penjemputan barang : Alir komunikasi

Gambar 23 Diagram pemasaran produk chirimen di CV. Sumber Rejeki

Pabrik Pengolahan Perusahaan Pengekspor CV. Sumber Rejeki

Perusahaan Pengekspor

Perusahaan di Luar Negeri (contoh: di Jepang)

Tabel 9 Data realisasi penjualan ikan teri nasi asin (domestik) dan ikan teri nasi kering (ekspor) CV. Sumber Rejeki tahun 2011

Bulan Domestik (Kg) Ekspor (Kg) Jumlah (Kg) Januari 2.097 750 2.847 Februari 2.990 300 3.290 Maret 9.645 450 10.095 April 10.058 1.087 11.145 Mei 9.630 2.040 11.670 Juni 8.050 2.475 10.525 Juli 7.380 1.680 9.060 Agustus 7.680 5.955 13.635 September 34.245 9.645 43.890 Oktober 51.345 11.355 62.700 November 37.055 10.725 47.780 Desember 42.350 8.610 50.960 Total 277.597

Sumber: Laporan Tahunan CV. Sumber Rejeki 2011

Menurut data realisasi penjualan ikan teri nasi CV. Sumber Rejeki, dapat diketahui bahwa perusahaan CV. Sumber Rejeki lebih banyak memproduksi produk ikan teri nasi asin untuk pasar domestik (dalam negeri) dibandingkan dengan produk chirimen yang dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Proporsi produk ikan teri nasi asin yang lebih banyak diproduksi CV. Sumber Rejeki, dikarenakan mutu ikan teri nasi yang dihasilkan nelayan Indramayu bermutu kurang baik dan tidak sesuai dengan kriteria ekspor. Nelayan Indramayu masih belum memahami pentingnya menjaga mutu ikan teri nasi dan belum siap untuk melakukan ekspor.

Data produksi bulan September hingga Desember lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya, karena pada bulan tersebut sudah memasuki musim barat. Bulan Januari memiliki jumlah produksi terendah dikarenakan pada bulan tersebut angin musim barat sedang bertiup sangat kencang, sehingga tidak banyak nelayan yang melaut dan mendapatkan ikan teri nasi.

4.6 Pembahasan

Menurut Robbins Steven dan Coulter Mary (2005), manajerial memiliki tingkatan yaitu top managers, middle managers, fist-line managers dan nonmanagerial employees. Namun, CV. Sumber Rejeki belum memiliki sistem tingkatan manajerial seperti teori, karena semua pengambilan keputusan

dilakukan oleh pemilik perusahaan dan disetiap pos bagian proses tidak diawasi oleh pemimpin, namun dilakukan langsung oleh pemilik.

Proses pengadaan bahan baku ikan teri nasi, CV. Sumber Rejeki bekerjasama dengan nelayan secara langsung dan melalui bakul. Pengadaan bahan baku melalui kerjasama dengan nelayan memiliki beberapa titik yang menyebabkan mutu ikan teri nasi dari nelayan secara langsung kurang baik dan sering terjadi penjualan ikan teri nasi illegal. Solusi untuk kedua permasalahan tersebut adalah CV. Sumber Rejeki lebih memperhatikan kualitas mutu ditingkat nelayan agar mutu ikan teri nasi yang didapatkan dari nelayan langsung bermutu baik, seperti mutu ikan teri nasi yang didapat dari bakul. Solusi tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan es yang lebih banyak daripada yang digunakan biasanya, karena proses pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, tetapi hanya bisa dihambat dengan menekan pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk yang dapat dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya, salah satunya adalah dengan menggunakan es. Permasalahan penjualan illegal dapat diatasi dengan solusi pengawasan pada saat proses pendaratan ikan teri nasi di pelabuhan dan dengan memperhatikan harga jual ikan teri nasi ditingkat nelayan.

Proses penangkapan ikan teri nasi menggunakan unit penangkapan payang teri. Payang teri, seperti menurut Subani dan Barus (1989) tentang deskripsi payang, memiliki besar mata mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm atau kurang dari 40 cm. Begitu pula dengan payang teri yang digunakan nelayan di Kabupaten Indramayu, nelayan menggunakan payang teri yang memiliki ukuran mata jaring yang berbeda dari ujung sayap hingga kantongnya, dengan ukuran mata jaring sayang terbesar adalah 40 cm dan ukuran mata jaring terkecil pada bagian kantong adalah 0,1 cm atau 10 mm. Penilaian hemat biaya dan energi dalam usaha unit penangkapan payang teri dapat dilihat dari penggunaan BBM. Seperti menurut Hermawan (2006) vide Wikaniati (2011), BBM merupakan input produksi perikanan yang merupakan input yang menyita hingga hampir 60% biaya produksi perikanan. Penggunaan BBM pada pengoperasian unit penangkapan payang teri di Kabupaten Indramayu menurut Fyson (1985) adalah 32,29 liter sedangkan

nelayan di Kabupaten Indramayu menggunakan 20 liter BBM solar. Namun, hal tersebut juga dipengaruhi oleh jarak dari fishing base ke fishing ground.

Berdasarkan pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu, pada bulan Januari hingga Maret adalah musim barat dan merupakan musim puncak dengan angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah barat laut dengan kecepatan 3 m/det (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008), namun pada periode bulan tersebut produksi penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 tidak banyak dan kualitas ikan teri nasi pada bulan tersebut kurang baik, hal tersebut dapat dilihat dari data penjualan domestik yang lebih banyak daripada produk ekspor. Namun untuk bulan Januari, berdasarkan data hasil analisis peta kendali p maka mutu ikan pada bulan tersebut cukup baik. Sedangkan pada bulan Agustus, September, Oktober dan November penangkapan ikan teri nasi cukup banyak dan berkualitas baik. Hal tersebut terjadi karena pengaruh cuaca dan gelombang laut. Nelayan banyak yang tidak pergi melaut dikarenakan gelombang laut dan angin yang tinggi pada musim barat, terutama pada bulan Januari hingga Februari. Akibat dari kecepatan angin bertiup dari arah barat laut dengan kecepatan 3 m/det (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008).

Kapasitas produksi maksimum CV. Sumber Rejeki perharinya hingga sekitar 2,5 ton. Namun, jumlah tersebut merupakan jumlah dengan kapasitas produksi maksimum, sedangkan pada kenyataannya, CV. Sumber Rejeki tidak dapat memenuhi kapasitas produksinya. Proses produksi ikan teri nasi secara umum meliputi dua proses yang akan dibagi menjadi proses yang lebih rinci. Proses tersebut dimulai dari proses penimbangan di pabrik pengolahan hingga produk sudah dikemas siap kirim. Proses pencucian untuk ikan teri nasi produk domestik tidak memperhatikan standar kesehatan, yaitu mencuci dengan air mengalir. Proses pencucian untuk ikan teri nasi produk domestik hanya direndam dengan air sebelum direbus. Seharusnya ikan teri nasi tersebut dicuci dengan air mengalir. Produk ikan teri nasi akan diawetkan dengan cara penggaraman dengan kadar garam yangberbeda pada kedua produk olahannya, produk ikan teri nasi domestik memiliki kandungan garam sekitar 30-40% sedangkan chirimen ekspor memiliki kandungan garam sekitar 3-6%. Proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional akan mengakibatkan hilangnya protein ikan hingga 5%

tergantung kadar garam dan lama penggaraman (Opstvedt 1988 vide Heruwati 2002). Pemanasan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki terjadi pada pada perebusan air bersuhu 100-103oC, sedangkan menurut Heruwati (2002), pemanasan pada suhu 95-100oC dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Sedangkan pengeringan ikan teri nasi harusnya dilakukan pada suhu di bawah 70oC (Raghunath et al 1995 vide Heruwati 2002).

Proses produksi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat terputus (intermittent) dan proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous) (Assauri 1998). Berdasarkan pemaparan Assauri (1998), maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan CV. Sumber Rejeki termasuk ke dalalam karakteristik proses produksi terputus (intermittent), karena perusahaan tidak setiap hari mendapatkan stok ikan teri nasi ketika sedang musim paceklik, tergantung dari hasil tangkapan nelayan, sehingga ketika musim teri nasi paceklik perusahaan jarang melakukan produksi, apalagi untuk produksi chirimen ekspor. Hal ini berkaitan dengan biaya produksi yang mahal.

Ikan teri berukuran kecil dan sangat mudah rusak/membusuk. Itu sebabnya perlu cara untuk mempertahankan daya awet tanpa harus menghilangkan kenikmatan dan unsur keamanannya. Cara pengawetan dengan penggaraman yang diikuti dengan pengeringan adalah merupakan usaha yang paling mudah untuk menyelamatkan ikan teri hasil tangkapan nelayan. Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama ditekankan pada kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Sedjati et al. 2007). Proses penggaraman tersebut termasuk penggaraman ringan yang belum cukup untuk terjadinya proses osmosis dalam tubuh ikan (Dewi & Plaupi 2008). Sedangkan produk ikan teri nasi asin memiliki kadar garam 30-40%. Kandungan kadar garam yang tinggi dapat memicu timbulnya hipertensi pada beberapa orang (Rinto et al. 2009).

Proses sizing yang dilakukan di CV. Sumber Rejeki dengan menggunakan alat blower yang memiliki prinsip memisahkan teri berdasarkan berat dan ringannya massa teri (weight grader). Hal tersebut mengasumsikan, bahwa berat teri akan merepresentasikan panjang sesuai size yang ditentukan. Namun pengklasifikasian dengan cara tersebut dapat dikatakan belum efektif dan efisien bila dikaitkan kembali ke tujuan awal pemisahan adalah berdasarkan panjang teri.

Hasil sizing yang bagus, waktu yang dibutuhkan cukup lama yaitu sekitar 4 sampai 5 kali proses sizing (Rachmanda 2010).

Berdasarkan hasil analisis peta kendali p, dapat disimpulkan bahwa penyimpangan mutu terjadi akibat dari nelayan Indramayu lebih banyak menghasilkan ikan teri nasi bermutu tidak baik dari pada ikan teri nasi bermutu baik. Mutu ikan teri nasi tidak baik dipengaruhi oleh proses penanganan ikan teri nasi saat di kapal maupun proses penanganan ikan teri nasi sesaat setelah pendaratan dan pendistribusian. Proses penanganan ikan teri nasi saat di kapal yaitu, nelayan hanya menggunakan sedikit es untuk mencegah turunnya mutu ikan teri nasi hasil tangkapan. Selain penggunaan es yang sedikit, menurut nelayan di Kabupaten Indramayu, kondisi perairan dan cuaca juga mempengaruhi mutu ikan, yaitu warna tubuh ikan.

Ketika cuaca sedang musim panas atau peralihan musim hujan ke panas, warna tubuh ikan teri menjadi lebih cokelat dibandingkan warna tubuh ikan teri nasi saat musim hujan. Warna tubuh ikan teri nasi mempengaruhi klasifikasi pasar ikan teri nasi. Sedangkan proses penanganan ikan teri nasi sesaat setelah pendaratan dan ketika pendistribusian mempengaruhi berkurangnya mutu ikan teri nasi, ketika nelayan terlalu lama mendiamkan ikan teri nasi di dalam blong setelah pendaratan di darmaga dan lamanya nelayan mendistribusikan ikan teri nasi ke pengolah. Solusi dari permasalahan tersebut adalah penambahan jumlah es yang dipakai nelayan untuk mencegah turunnya mutu ikan teri nasi dan dibedakannya harga jual ikan teri nasi bermutu baik dengan ikan teri nasi bermutu kurang baik.

Pemasaran produk ikan teri nasi lokal sudah cukup baik, dengan pendistribusian produk yang tersebar di berbagai daerah dengan kuantitas yang cukup stabil. Namun, pemasaran produk ikan teri nasi ekspor masih terkendala oleh ketersediaan bahan baku yang berkualitas baik, sehingga perusahaan CV. Sumber Rejeki belum bias melakukan pemasaran ekspor secara mandiri dan masih bergantung pada perusahaan pengekspor. Solusi dari permasalahan ini adalah menjaga mutu ikan teri nasi di tingkat nelayan dengan memberikan penyuluhan dan pengawasan mutu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penambahan jumlah es untuk perbekalan melaut, pengawasan oleh pihak perusahaan ketika ikan teri nasi didaratkan di pelabuhan, dan proses

pendistribusian ikan teri nasi dari pelabuhan ke perusahaan pengolah dengan waktu cepat. Hal tersebut berada pada tingkat pengadaan bahan baku, karena proses pemasaran dan produksi sangat bergantung pada proses pengadaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan yang bekerjasama dengan nelayan secara langsung dan bakul.

Dalam dokumen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 39-47)

Dokumen terkait