• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen pemeliharaan peralatan coal handling system

Pemeliharaan merupakan suatu kegiatan dalam rangka menjaga dan atau mengembalikan kondisi suatu peralatan sehingga dapat beroperasi secara optimal.

Manajemen pemeliharaan mencakup program pengawasan dan evaluasi. Pemeliharaan harus dilaksanakan sesuai dengan program pemeliharaan yang telah disusun.

Tujuan pemeliharaan coal handling adalah: 1. Menjamin security of suply batubara;

2. Memenuhi Service Level Agreement (SLA).

Kegiatan pemeliharaan meliputi inspection, condition monitoring, pengujian-pengujian,

refurbishment dan penggantian.

Klasifikasi pemeliharan dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis, diantaranya: 1. Tactical maintenance;

2. Non tactical maintenance; 3. Improvement;

26

7.1 Tactical maintenance

Aspek penting untuk menerapkan tactical maintenance adalah:

1. Perencanaan dan penjadwalan (planning and scheduling); 2. Long term planning;

3. Short term planning;

4. Work execution.

7.1.1 Perencanaan dan penjadwalan (planning and scheduling)

Aktivitas perencanaan dalam tactical maintenance bertujuan untuk memastikan segala kebutuhan terkait pekerjaan pemeliharaan telah disiapkan dengan baik. Hal–hal yang perlu disiapkan dalam aktivitas ini meliputi:

1. Create job task/job instruction/standard job oleh Perencanaan dan Pengendalian Pemeliharaan Rendal Har atau Rendal Outage;

2. Identifikasi kebutuhan man power (termasuk : expert) , tools, material, safety instruction dan sebagainya. Hal ini dilakukan secara bersama–sama antara Rendal Har atau Rendal Outage dan unit pemeliharaan;

3. Seluruh kebutuhan tersebut dimasukan dalam software Sistem Informasi Terpadu (SIT) baik untuk Preventive Maintenance (PM), Predictive Maintenance (PdM), overhaul (OH),

project maupun routine work operation;

4. Atas pertimbangan efektivitas pelaksanaannya, maka perencanaan dan penjadwalan untuk Predictive Maintenance (PdM), routine work operation menggunakan media terpisah (Predictive Maintenance (PdM) dilakukan di software Predictive Maintenance (PdM) dan routine work dilakukan secara manual melalui Kalender Tahunan Operasi); 5. Requisition (permintaan) terhadap kebutuhan tersebut dilakukan melalui Sistem

Informasi Terpadu (SIT) baik untuk kebutuhan material maupun jasa.

Aktivitas penjadwalan lebih menekankan pada penjadwalan pelaksanaan pekerjaan

Preventive Maintenance (PM), Predictive Maintenance (PdM), overhaul (OH), project

maupun routine work operation. Hal terpenting dalam aktivitas ini adalah:

1. Pengaturan resources smoothing yaitu menyeimbangkan antara kebutuhan manhours yang tersedia dibandingkan dengan manhours yang dibutuhkan, serta pengaturan kesiapan lainnya (material, tools, expert dan sebagainya);

2. Komitmen antara pihak–pihak terkait (Rendal Har/Rendal Outage, unit pemeliharaan) dalam pelaksanaan weekly planning, monthly planning, yearly planning.

7.1.2 Yearly planning

Aktivitas ini mencakup Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP). Aktivitas ini

umumnya dikendalikan oleh Perencanaan dan Pengendalian Pemeliharaan (Rendal Har) bersama-sama dengan Engineering maupun Perencanaan dan Pengendalian (Rendal)

27 Kegiatan dalam yearly planning meliputi:

1. Menyusun rencana pekerjaan untuk 1 (satu) tahun mendatang beserta proyeksi rencana

performance perusahaan untuk 1 (satu) tahun mendatang;

2. Rencana pekerjaan yang tertuang dalam RKAP berupa pekerjaan:

a. Semua pekerjaan yang disetujui dalam RKAP tahun berjalan, misalnya rencana

overhaul, proyek rehabilitasi dan sebagainya;

b. Semua pekerjaan yang bersifat corrective/preventive action dan membutuhkan

budget yang relatif besar serta membutuhkan delivery time yang relatif lama,

misalnya : penggantian Input/Output (I/O) card dan sebagainya;

c. Semua pekerjaan yang bersifat rutin, misalnya Preventive Maintenance (PM),

Predictive Maintenance (PdM), training, sertifikasi dan sebagainya.

3. Dilakukan update (revisi) pada setiap pertengahan semester pada tahun berjalan, tujuannya adalah menyesuaikan dengan kondisi yang sedang terjadi, misalnya: disburse (penggeseran) rencana kerja;

7.1.3 Short term planning

Aktivitas short term planning sebenarnya lebih menekankan pada aspek scheduling dan

controlling, yaitu lebih pada penjadwalan eksekusi pekerjaan dan pengendalian kesiapan

pekerjaan yang akan dilaksanakan. Short term planning dikelompokkan ke dalam quartely

planning, monthly planning, weekly planning dan daily planning, dengan uraian sebagai

berikut:

7.1.3.1 Quarterly planning

Pelaksanaan quarterly planning dimaksudkan untuk melakukan koordinasi kesiapan tools, material, expert, team, kontrak, perijinan dan sebagainya untuk pekerjaan 3 (tiga) bulan mendatang yang meliputi pekerjaan:

a. Preventive Maintenance (PM) dan Predictive Maintenance (PdM) yang perlu dilakukan adalah mengatur load balancing atau resources smoothing sehingga PM / PdM dapat diekseskusi sesuai dengan manpower yang tersedia;

b. Re-schedule pekerjaan umumnya untuk pekerjaan yang sudah terencana dalam RKAP (misal: overhaul, proyek rehabilitasi dan sebagainya). Re-schedule ini pada umumnya menyesuaikan dengan kesiapan kedatangan sparepart atau lainnya.

7.1.3.2 Monthly planning

Aktivitas ini lebih cenderung menekankan pada aspek pengendalian eksekusi pekerjaan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu maka hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah:

a. Penyusunan detail pekerjaan, meliputi breakdown item pekerjaan beserta jadwal dan durasi pekerjaan;

b. Kepastian ketersediaan tools, material, expert dan sebagainya yang dibutuhkan dalam pekerjaan.

28

Pekerjaan yang dikoordinasikan dalam monthly planning umumnya adalah pekerjaan yang terjadwal dalam quarterly planning.

7.1.3.3 Weekly planning

Aktivitas ini menekankan pada aspek load balancing agar pelaksanaan pekerjaan Preventive

Maintenance (PM), Predictive Maintenance (PdM) maupun Corrective Maintenance (CM)

tidak mengalami work order backlog. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah: a. Memastikan prioritas work order corrective (urgent, normal, outage dan sebagainya); b. Memastikan Preventive Maintenance (PM), Predictive Maintenance (PdM) telah terjadwal; c. Memastikan ketersediaan manpower.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka weekly planning dapat digunakan sebagai pengendali labor cost akibat overtime (lembur).

7.1.3.4 Daily planning

Aktivitas tersebut menekankan pada koordinasi pelaksanaan pekerjaan yang harus dilakukan pada “hari ini”, yang pada umumnya pekerjaan tersebut terdiri dari:

a. Work order terbit yang memiliki prioritas “urgent”;

b. Progres work order corrective hari sebelumnya, yang pekerjaannya dilanjutkan pada “hari ini”.

7.1.4 Work execution

Work execution pada tactical maintenance terdiri dari Preventive Maintenance (PM), Predictive Maintenance (PdM), Proactive Maintenance (PaM) dan overhaul (OH).

7.1.4.1 Preventive Maintenance (PM)

Aktivitas ini dilakukan oleh tim pemeliharaan (mesin, listrik, instrumen dan sipil) atau bisa juga dilakukan oleh pihak luar namun tetap dalam pengawasan tim pemeliharaan (umumnya untuk Preventive Maintenance (PM) yang sederhana seperti AC, lampu penerangan dan sebagainya). Tujuan dari aktivitas ini untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsi peralatan yang disebabkan karena:

a. Lifetime: fatigue, aus, korosi, dan sebagainya.

Tindakan PM yang umum dilakukan berupa penggantian secara periodik (misal: penggantian oli gearbox 1 (satu) tahun sekali, ganti bearing motor driven belt conveyor 1 (satu) tahun sekali, ganti solenoid setiap 1 (satu) tahun sekali, ganti silica gel trafo setiap 2 (dua) tahunan, ganti zinc katodic setiap 4(empat) tahun sekali dan sebagainya);

29

b. Kondisi operasi: kotor, berkurang, deviasi dan sebagainya.

Tindakan PM yang umum dilakukan berupa perbaikan ringan secara periodik (misal: pembersihan filter 2 (dua) mingguan, penambahan oil 1 (satu) bulanan, kalibrasi 1 (satu) tahunan, pengukuran dan penambahan air battery 1 (satu) bulanan dan sebagainya); c. Degradasi toleransi: clearance, alignment, run out dan sebagainya.

Tindakan PM yang umum dilakukan berupa overhaul ringan tanpa membutuhkan

shutdown unit (mungkin hanya shutdown peralatan saja) secara periodik (misal overhaul motor crusher dan fluid coupling). Tipe PM seperti ini memang masih sangat jarang

dilakukan di lingkungan unit pembangkit.

Dalam melaksanakan aktivitas PM perlu memperhatikan manual book pabrikan, PM basis yang didasarkan pada best practices berbagai perusahaan di dunia (yang biasanya diterbitkan oleh Electric Power Research Institute (EPRI) dan hasil kajian Failure Mode and

Effects Analysis/ Root Cause Failure Analysis (FMEA/RCFA) dalam bentuk Failure Defence Task (FDT).

Preventive maintenance basis bertujuan membuat basis dokumen PM untuk berbagai

komponen pada coal handling system yang data-data permasalahan/kerusakan. Secara umum kegiatan PM meliputi:

1. Pemeriksaan setting (kalibrasi) dan verifikasi komponen instrumen dan peralatan seperti

thermocouple, pitot tube, dan pressure gauge, dll. Beberapa kalibrasi antara lain belt scale, zero load reference (pada transmitter), settiing belt conveyor, dan lain

sebagainya;

2. Pembersihan, pembersihan peralatan-peralatan coal handling dari debu, abu dan butiran batubara halus. Lokasi pembersihan antara lain pada panel elektrikal dan instrumen, filter, roller, limit switch, hopper dan lain sebagainya;

3. Lubrikasi, penambahan dan pengggantian pelumas sistem lubrikasi sangat perlu untuk diperhatikan lubrikasi sangat penting dalam komponen coal handling. Debu batubara dapat menggontaminasi pelumas dan merusak bearing;

4. Pemeriksaan/analisis oli, pemeriksaan bertujuan untuk memeriksa kontaminasi dan properti/komponen oli itu sendiri. Sampel oli dapat di ambil dan dianalisis dari gearbox atau peralatan berputar lainnya. Hasil analisis ini dapat memberikan informasi bahwa adanya kecenderungan awal terjadinya kerusakan bearing sehingga personel dapat membuat monitoring pengoperasian peralatan dengan mengambil sampel untuk pemeriksaan lebih lanjut atau menghentikan operasi peralatan;

5. Pemeriksaan operasional, termasuk dalam pemeriksaan visual peralatan dari sisi eksternal peralatan seperti pemeriksaan kebisingan, deteksi asap/panas, pengecekan temperatur, tekanan, pemeriksaan terhadap kebocoran, level oli dan sebagainya;

6. Vibration analysis, monitoring dengan peralatan sensor vibrasi dan mengeluarkan data analisis vibrasi untuk mencegah kegagalan operasi. Ketika vibrasi tidak normal terdeksi maka memelukan investigasi lebih lanjut. Deteksi dini dari bearing yang sudah mulai rusak dapat memberikan informasi terkait komponen yang perlu diperbaiki sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah;

30

7. Visual inspection, berupa pengecekan secara visual untuk mencari aktifitas yang kondisi yang tidak normal dari peratan seperti kehilangan baut, las-lasan yang retak/patah, korosif/karat, atau kerusakan fisik dan sebagainya.

7.1.4.2 Proactive Maintenance (PaM)

Kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk mengeliminasi potensi sumber kerusakan.

Proactive Maintenance (PaM) mengacu pada suatu kegiatan pemeliharaan yang bertujuan

mengantisipasi terjadinya kegagalan. Yang termasuk dalam kategori PaMantara lain: 1. Re-engineering

2. Reverse engineering 3. Update prosedur

7.1.4.3

Predictive Maintenance (PdM)

Aktivitas ini dilakukan oleh tim Engineering (spesialis teknologi) dengan tujuan untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya gejala kerusakan pada peralatan, melalui pengukuran secara langsung pada peralatan yang sedang beroperasi.

Berdasarkan metode pendeteksian gejala kerusakan, aktivitas Predictive Maintenance (PdM) dibagi menjadi dua jenis:

1. Condition-based predictive maintenance, dimana akivitas pengukuran (monitoring) parameter kondisi peralatan dilakukan secara periodik atau kontinu. Misalnya (pengukuran kontinu) : on line vibration monitoring atau misal (pengukuran periodik), pengukuran vibrasi motor crusher mingguan, pengukuran thermograph pada bearing motor 6 kV tiap 1 (satu) bulanan.

2. Statistical-based predictive maintenance, dimana aktivitas pengukuran parameter kondisi peralatan dilakukan hanya beberapa kali saja, kemudian dibuat model prediksi kegagalan fungsi peralatan, misalnya Remaining Life Assesment (RLA).

Dalam melaksanakan aktivitas PdM perlu memperhatikan:

a. Kompetensi SDM, minimal memiliki kemampuan pengambilan data, menganalisis data dan memberikan rekomendasi (akan lebih baik apabila memiliki kualifikasi “certified”); b. Kelengkapan tools PdM, diantaranya:

1. Vibration monitoring/analysis; 2. Lubricant, fuel analysis;

3. Bearing, temperature/analysis; 4. Ultrasonic noise detection; 5. Infrared thermography;

6. Non-destructive testing (thickness); 7. Visual inspection;

8. Motor circuit analysis; 9. Electrical monitoring.

31

7.1.4.4 Overhaul (OH)

Aktivitas ini dilakukan oleh unit pemeliharaan sesuai dengan work flow yang tertuang dalam tata kelola perusahaan.

Untuk mencapai tujuan overhaul dalam rangka mengembalikan performance peralatan perlu memperhatikan 5 aspek diantaranya:

1. Keselamatan kerja (on safety), setiap pemeliharaan harus memenuhi prosedur safety; 2. Biaya (on cost), kesesuaian antara biaya realisasi terhadap biaya yang direncanakan

(biaya standar);

3. Mutu (on quality), jumlah re-work setelah overhaul atau bisa didefinisikan sebagai rasio

performance antara setelah dan sebelum dilakukan overhaul;

4. Waktu (on time) kesesuaian antara waktu realisasi terhadap waktu yang direncanakan; 5. On scope dimana scope pekerjaan sesuai dengan yang sudah direncanakan, variation

order sudah disiapkan apabila terjadi hal-hal yang menyebabkan pekerjaan tambahan.

Aspek diatas dapat dicapai secara optimal dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Tenaga teknisi yang memiliki kompetensi memadai, minimal sudah beberapa kali melaksanakan pekerjaan overhaul;

2. Tenaga quality control yang bersertifikat;

3. Ketersediaan material dan tools sesuai kebutuhan;

4. Supporting yang memadai, misal: logistik, administrasi dan sebagainya.

7.1.4.5 Re-engineering/Project/Modifikasi (Enjiniring, EJ)

Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk dari Proactive Maintenance (PaM) dan dilakukan oleh tim pemeliharaan atau oleh pihak ketiga, berupa pekerjaan dalam bentuk proyek atau modifikasi peralatan (bisa juga sub-sistem atau sistem). Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengembalikan atau menambah kinerja peralatan (bisa juga sub-sistem atau sistem). Aktivitas ini harus terencana dan tertuang dalam RKAP. Aktivitas ini pada umumnya merupakan tindak lanjut dari failure defence planning, yang dihasilkan dari proses Reliability

Management (FMEA/RCFA), Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Pareto Analysis,

misalnya:

a. Design-out Maintenance, yaitu serangkaian aktivitas pemeliharaan yang bertujuan untuk mengeliminasi penyebab kerusakan (cause of maintenance), penyederhanaan

maintenance tasks, atau meningkatkan performance peralatan melalui sudut pandang

pemeliharaan dengan redesigning peralatan yang frekuensi kegagalannya (occurrence

of failure) tinggi, waktu perbaikannya lama atau biaya penggantiannya yang tinggi;

b. Engineering, yaitu serangkaian aktivitas pemeliharaan yang meliputi: pembangunan, modifikasi, removal dan installation, dan re-arrangement of equipment.

32

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pelaksanaan re-engineering adalah: a. Akurasi rekomendasi yang dihasilkan dari proses problem solving (work flow: Reliability

Management) dalam menetapkan root cause dan pemilihan alternatif solusinya;

b. Konsistensi dalam melakukan monitoring pengukuran - pengukuran parameter yang berpengaruh pada kinerja, setelah dilakukan modifikasi (project/re-engineering).

7.2 Non tactical maintenance

Non tactical maintenance merupakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat insidental, baik

dalam bentuk Service Request (SR) dan Emergency Maintenance (EM). Aspek penting untuk menerapkan non tactical maintenance antara lain Fault Reporting dan Work Execution.

7.2.1 Fault Reporting – Incident Log Sheet (ILS)/ Service Request (SR)

Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengidentifikasi semua kelainan yang terjadi di area unit sehingga memudahkan bagi Planner (Rendal Har) untuk memprioritaskan pekerjaan perbaikan. Aktivitas ini dilakukan oleh operator yang sedang dinas shift. Semua kelainan harus dicatat dalam Sistem Informasi Terpadu (SIT). Kelainan tersebut dapat ditemukan oleh berbagai pihak dan dilaporkan ke operator untuk diterbitkan ILS/SR, misal:

1. Dilaporkan oleh Tim K3: Lampu penerangan di area coal handling system padam; 2. Dilaporkan oleh staf laboratorium: Kerusakan terjadi pada mechanical sampling;

3. Dilaporkan oleh operator: Kelainan berupa oil level conveyor gearbox diluar batas aman. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam mencatat ILS/SR adalah:

1. Deskripsi yang jelas dan lengkap tentang kelainan yang terjadi (misal: jalur loading tidak siap (out of service); belt conveyor tripper gallery putus diperlukan penyambungan dan penyetelan ulang;

2. Nama peralatan dan lokasinya (misal: BC-9B);

3. Dampak yang ditimbulkan (misal: kapasitas loading turun, tidak mencukupi kebutuhan unit sehingga terjadi derating);

4. Melampirkan foto (opsional).

7.2.2 Work execution

Work execution pada non tactical maintenance terdiri dari Corrective Maintenance (CM) dan Emergency Maintenance (EM).

7.2.2.1 Corrective Maintenance (CM)

Aktivitas ini dilakukan oleh tim pemeliharaan, berdasarkan work order yang di approve oleh Rendal Har. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memperbaiki kelainan pada peralatan yang timbul sehingga dapat kembali berfungsi sebagaimana mestinya.

33

7.2.2.2 Emergency Maintenance (EM)

Aktivitas dilakukan oleh tim pemeliharaan atau pihak ketiga berdasarkan WO Quick report

maintenance yang diserahkan oleh operator, tanpa melalui Rendal Har. Emergency Maintenance adalah aktivitas pemeliharaan yang harus segera dilakukan untuk

menormalkan gangguan atau kelainan peralatan, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Gangguan peralatan yang membahayakan keselamatan kerja atau instalasi (safety); 2. Gangguan peralatan yang menyebabkan pencemaran lingkungan;

3. Gangguan peralatan sehingga unit mengalami derating.

Hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas ini diantaranya kompetensi personel harus memadai karena pada umumnya pekerjaan emergency ini bersifat “segera ditangani dan cepat selesai”, sehingga membutuhkan personel yang mumpuni dan berpengalaman.

7.3 Improvement

Dalam proses Work Planning and Control (WPC) membutuhkan feedback yang membuat proses membentuk close loop. Feedback ini berupa : information capturing (work order close

out), maintenance optimization (oppportunity) dan improvement (engineering change management). Proses improvement ini perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya

adalah:

1. Information completeness yaitu feedback informasi yang tertuang dalam work order

comment. Informasi ini sangat dibutuhkan oleh kru engineering untuk melakukan

analisis failure dengan tujuan meningkatkan ketajaman atau akurasi maintenance task dalam bentuk Failure Defence Task (FDT);

2. Opportunity highlight yaitu kemampuan melakukan pemetaan terhadap adanya peluang

improvement, umumnya dapat berupa pie diagram atau chart diagram (dibuat oleh

Rendal Har) terkait:

a. Maintenance cost profile, menggambarkan area yang memiliki cost pemeliharaan yang besar;

b. Realiability profile, menggambarkan sebaran (spreading) kerusakan peralatan; c. Loss of production profile, menggambarkan area yang memberikan kontribusi besar

terhadap ketidaksiapan peralatan.

Performance indicator proses improvement ini diantaranya adalah:

1. FDT effectiveness yaitu rasio FDT yang solved problem terhadap jumlah FDT recommended;

2. Reliability improvement yaitu rasio work order non tactical terhadap work order tactical; 3. Cost optimization yaitu rasio cost non tactical maintenance terhadap cost tactical

34

7.3.1

Information Capturing – WO close out

WO close out merupakan bagian dari seluruh aktivitas penyelesaian work order baik Preventive Maintenance (PM), Predictive Maintenance (PdM), Corrective Maintenance (CM), Emergency Maintenance (EM), EJ maupun overhaul (OH). Aktivitas ini merupakan tanggung

jawab Rendal Har, dengan tujuan utama adalah untuk: 1. Konfirmasi work order telah selesai (finish date); 2. Konfirmasi finalisasi budget untuk suatu work order;

3. Melengkapi work order completion comment (failure mode, failure symptom, failure

cause, failure repair dan sebagainya).

Output dari information capturing nantinya dapat dibuatkan profil mengenai kondisi peralatan

dan kondisi pengelolaan aset, misal: maintenance cost profile, realiability profile, loss of

production profile dan sebagainya.

7.3.2 Maintenance optimization/opportunity

Aktivitas ini dilakukan oleh Rendal Har atau bisa juga dilakukan oleh tim Engineering untuk mendapatkan opportunity highlight yang berupa: maintenance cost, reliability performance,

loss of opportunity maupun risk mapping. Berdasarkan highlight di atas, selanjutnya dapat

dibuatkan prioritas improvement, yang berpedoman pada:

1. Maintenance Priority Index (MPI) Scoring dimana penentuan prioritas berdasarkan formula tertentu (dijelaskan dalam stream reliability management);

2. Chronic problem dimana kriteria penentuan prioritas masih sangat subyektif;

3. Reliability index dimana prioritas didasarkan pada perhitungan yang sudah dibuatkan pemodelan (RBM : Reliability Base Model).

7.3.3 Framework

Framework outage management disusun dengan tujuan agar sistem pemeliharaan yang

dilakukan berjalan secara berkesinambungan (siklus overhaul) dan perencanaan yang sistematis serta tepat waktu sehingga program pemeliharaan dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

Jadwal pelaksanaan pemeliharaan dapat dilakukan sesuai dengan security of supply kondisi sistem coal handling di masing-masing unit pembangkit, yaitu:

1. Jika redundant (peralatan loading/unloading) bisa dilakukan salah satu jalur partial sesuai jadwal outage unit;

2. Jika nonredundant (peralatan unloading non redundant/loading redundant) dilakukan saat Preventive Maintenance (PM).

35

Framework pemeliharaan coal handling dapat di lihat pada Gambar 32 dibawah ini.

Gambar 32 Framework management outage coal handling

(Sumber : PLN, 2019)

Tahap pre-outage

Tahap pre-outage meliputi: 1. Perencanaan;

2. Persiapan overhaul.

7.3.3.1.1 Perencanaan

Kegiatan dalam tahapan perencanaan antara lain:

1. Menyusun dan menetapkan jadwal kegiatan manajemen outage berdasarkan jadwal pemeliharaan tahunan (overhaul) unit pembangkit;

2. Mengadakan kegiatan meeting pre-outage untuk persiapan pelaksanaan outage; 3. Peserta rapat adalah: manajer bidang coal and ash handling (PLN), supervisor

pemeliharaan coal and ash handling (PLN), supervisor operasi coal and ash handling (PLN), supervisor pengelolaan bahan bakar (PLN), manajer bidang pemeliharaan (PLN, Anak Perusahaan), supervisor energi primer dan niaga (AP), operasi, inventory

control, pengadaan, Rendal Operasi, Rendal Har, bidang engineering, asset operator

dan asset manager;

4. Melakukan performance test sebelum overhaul paling lambat 2 minggu sebelum unit

shutdown sesuai dengan ruang lingkup kegiatan performance test dilakukan sesuai

36 Tahapan perencanaan:

1. Meeting perencanaan R1 (18 (delapan belas) bulan sebelum overhaul)

Menetapkan ruang lingkup pekerjaan, menerbitkan dan menetapkan formulir monitoring pengadaan yang meliputi status: RO (Requisition Order), PO (Purchasing

Order), DO (Delivery Order) dan MR (Material Readiness) oleh gudang (untuk delivery time 6 (enam) sampai dengan 18 (delapan belas) bulan);

2. Meeting perencanaan R2 (12 (dua belas) bulan sebelum overhaul)

Menetapkan ruang lingkup, menerbitkan dan menetapkan formulir monitoring pengadaan yang meliputi: RO/PO/DO/MR untuk spare parts spesifik, project, rehabilitasi dan jasa (untuk delivery time 6 (enam) sampai dengan 12 (dua belas) bulan);

3. Meeting perencanaan R3 (6 (enam) bulan sebelum overhaul)

Menetapkan ruang lingkup, menerbitkan dan menetapkan formulir monitoring RO/PO/DO/MR untuk spare parts spesifik, project, rehabilitasi dan jasa (untuk delivery

time 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) bulan).

7.3.3.1.2 Tahap persiapan

1. Meeting persiapan P1 (3 (tiga) bulan sebelum overhaul)

Menetapkan pengadaan, menerbitkan dan menetapkan formulir monitoring RO/PO/DO/MR untuk spare parts spesifik, spare parts umum dan jasa (delivery time 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) bulan). Selain itu juga dilakukan penetapan detail ruang lingkup OH, tim OH, tools dan sarana serta perkiraan kebutuhan tenaga kerja;

2. Meeting persiapan P2 (1 (satu) bulan sebelum overhaul)

Menetapkan pengadaan, menerbitkan dan menetapkan formulir monitoring RO/PO/DO/MR untuk spare parts umum, consumable material dan jasa (delivery time sampai dengan 1 (satu) bulan). Selain itu juga dilakukan penetapan detail ruang lingkup OH, tim OH, tools dan sarana;

3. Meeting persiapan P3 (1 (satu) minggu sebelum OH)

Melakukan review ruang lingkup OH, kesiapan tim, tools, sarana, spare parts,

consumable material, jasa serta RO/PO/DO/MR. Pembahasan difokuskan juga pada

mekanisme koordinasi dan komunikasi selama pelaksanaan overhaul. Struktur organisasi overhaul dan lingkup kerja sudah harus difinalkan pada masa persiapan P3 ini.

7.3.3.1.3 Tahap execution

Tahap execution meliputi kegiatan: 1. Shutdown;

2. Pelaksanaan overhaul (periode disassembly, inspeksi dan assembly); 3. Pelaksanaan overhaul periode pengujian individu peralatan;

37

7.3.3.1.3.1

Shutdown

Setelah unit pembangkit dishutdown, maka unit pemeliharaan akan melakukan kegiatan antara lain: melakukan persiapan dan pengambilan sparepart, material consumable,

tools, dan sarana, penetapan lingkup tambahan pekerjaan hasil temuan saat awal shutdown

(jika ada), pelaksanaan isolasi peralatan dan pengamanan area dan briefing K3.

7.3.3.1.3.2 Pelaksanaan overhaul periode disassembly, inspeksi dan assembly

Setelah unit pembangkit shutdown maka selanjutnya akan dilakukan kegiatan disassembly (pembongkaran), inspeksi dan assembly (pemasangan kembali).

Beberapa kegiatan pada periode disassembly antara lain: menyiapkan Instruksi Kerja (IK) pekerjaan disassembly (urutan pembongkaran), data clearence, material, tools, kompetensi, dan manhours yang dibutuhkan), menetapkan lingkup tambahan untuk tindak lanjut hasil temuan pada saat disassembly, dan mengkoordinir semua koordinator bidang overhaul agar pekerjaan disassembly tepat waktu, tepat kualitas, dan aman.

Pada periode inspeksi terdapat beberapa kegiatan antara lain : pemeriksaan kondisi peralatan (visual, pengukuran, kalibrasi, dll.), penetapan standar inspeksi (referensi standar/manufacture), dan penetapan lingkup tambahan hasil temuan pada saat inspeksi peralatan (jika ada).

Sedangkan pada periode assembly terdapat beberapa kegiatan antara lain : menyiapkan IK pekerjaan assembly (urutan pemasangan), data clearence, material, tools, dan kompetensi, dan manhours yang dibutuhkan), dan mengkoordinir semua koordinator bidang overhaul agar pekerjaan assembly tepat waktu, tepat kualitas, dan aman.

7.3.3.1.3.3 Pelaksanaan overhaul periode pengujian individu peralatan

Setelah periode assembly selesai tahap selanjutnya adalah periode pengujian (test). Beberapa kegiatan dalam pengujian ini antara lain: memastikan kesiapan Instruksi Kerja (IK) pengujian peralatan dan sub system, serta menetapkan standard pengujian sesuai peralatan dan subsistem. Melakukan pengujian baik secara individu (individual test) maupun interlock

test (sistem) dan mencatat hasil pengujian untuk didokumentasikan. Setelah periode

pengujian individu selesai dengan hasil sesuai persyaratan, maka selanjutnya peralatan dilakukan pengujian secara sistem.

7.3.3.1.3.4 Pelaksanaan performance test coal handling system setelah

individual test.

Kegiatan ini dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan dari overhaul dibandingkan dengan

performance test sebelum overhaul. Kegiatan performance test ini dilaksanakan oleh tim

pemeliharaan bersama tim operasi yang dikoordinir oleh tim engineering. Pelaksanaan

Dokumen terkait