• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen perencanaan sistem produksi

Perencanaan strategi pemasaran dilakukan terhadap nilai indeks yang paling kecil dari sekumpulan atribut. Nilai indeks tersebut diperoleh berdasarkan

5.2. Manajemen usaha pengrajin

5.2.2. Manajemen perencanaan sistem produksi

Manajemen perencanaan sistem produk pengrajin pada penelitian ini ditinjau dari bentuk kerjasama dengan pembeli, kemampuan menentukan harga dan negosiasi, dan akses terhadap pembeli.

5.2.2.1. Bentuk kerjasama dengan pembeli

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 10 diketahui bahwa bentuk kerjasama yang terdapat di pengrajin mebel adalah bentuk kerjasama secara bebas dan langganan. Bebas disini adalah pengrajin yang tidak terikat dengan suatu pembeli tertentu dalam memasarkan produknya sedangkan langganan adalah pengrajin yang menjual mebel mereka kepada pembeli tertentu baik kepada pengumpul, pemilik toko atau pemilik gudang eksportir. Pada gambar juga terlihat bahwa dari seluruh pengrajin yang diwawancarai tidak pernah melakukan kontrak dalam penjualan mebel yaitu perjanjian yang tertulis dengan pembeli.

80 0 20 50 0 50 0 20 40 60 80 100 120 140

bebas kontrak langganan

Bentuk k erjasama P e r se n ta se ( % )

pengrajin yang masih berproduksi

pengrajin yang sudah tidak berproduksi

Gambar 11 Perbandingan bentuk kerjasama antara pengrajin yang masih berproduksi dengan pengrajin yang sudah tidak berproduksi Pengrajin yang masih berproduksi melakukan penjualan mebel secara bebas sebesar 50% dan penjualan mebel secara berlangganan sebesar 50%. Hal ini karena pengrajin ingin mendapatkan harga jual mebel yang lebih tinggi. Pengrajin yang sudah tidak berproduksi menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman selama masih berproduksi, mereka lebih banyak menjual mebel secara bebas (80%) dari pada menjual mebel secara berlangganan (20%). Para pengrajin ini tidak hanya menjual mebel kepada satu langganan saja tetapi juga menjual mebel kepada pelanggan lainnya atau pembeli pembeli lainnya

Para pengrajin yang menjual mebel secara berlangganan menyatakan bahwa pada umumnya mebel yang mereka jual adalah mebel yang telah dipesan oleh pelanggan. Pelanggan yang selalu membeli mebel dari pengrajin adalah pengumpul dan pemilik gudang ekspor. Para pengrajin yang masih berproduksi lebih menyukai menjual mebel secara berlangganan karena mereka dapat menjual mebel secara kontinyu sehingga usaha mereka terus berjalan. Selain itu, pengrajin yang telah berlangganan menjual mebel kepada pemilik gudang ekspor akan memperoleh bantuan dari pemilik gudang tersebut seperti bantuan pembuatan tempat pengovenan kayu dan bantuan mengukur kadar air kayu setelah pengovenan. Menurut salah seorang pegawai eksportir, pemberian bantuan ini bertujuan untuk menjaga kualitas mebel yang dihasilkan oleh pengrajin. Manfaat lain yang diperoleh pengrajin yang menjual mebel secara berlangganan adalah dapat menghemat biaya transportasi karena pihak pembeli yang akan mengambil mebel tersebut ke tempat usaha mereka.

Hal yang berbeda terjadi pada pengrajin yang sudah tidak berproduksi. Para pengrajin mebel ini lebih banyak menjual mebel mereka secara bebas (80%) dibandingkan menjual kepada langganan (20%). Beberapa pengrajin menyatakan menjual mebel secara bebas akan meningkatkan harga penjualan mebel dibandingkan dijual kepada pembeli tertentu. Akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena tingkat pembelian tersebut tidak kontinyu sehingga para pengrajin kesulitan dalam memasarkan mebel mereka. Hasil ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sarana (2001) dalam Wie et al. (2001) bahwa usaha kecil dan menengah dalam pengembangan usahanya selalu terkendala dalam memasarkan produknya.

Kenyataan yang ditemui di lapangan memperlihatkan bahwa pada tingkatan sama, seperti tingkat pengumpul, seringkali untuk satu mebel yang sejenis pada akhirnya dijual dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan mebel tersebut dijual kepada pengumpul yang menjadi langganan mereka. Harga tempat tidur yang dijual secara langganan adalah Rp 900.000 tetapi jika dijual secara bebas maka harga tempat tidur tersebut adalah Rp 800.000. Hal ini disebabkan adanya keraguan dari para pengumpul terhadap kualitas mebel yang bukan dibeli dari langganan mereka. Pada umumnya pengumpul atau pemilik

toko untuk menjaga kepercayaan konsumen maka mereka hanya membeli mebel dari langganan mereka. Adapun alasan yang melatarbelakangi kesukaan pembeli kepada pengrajin yang menjadi langganannya yaitu warna putih pada kayu jati yang digunakan hanya sedikit atau tidak terdapat kayu yang berwarna putih, tidak terdapat cacat pada kayu jati, dan pengerjaan ukiran mebel yang rapi. Faktor lainnya yang menyebabkan pengrajin menjadi tidak berproduksi karena adanya persaingan yang tidak sehat di antara sesama pengrajin dalam menjual mebel. Hal ini diperkuat dengan kenyataan yang terlihat di lapangan dimana para pengrajin pada satu lokasi pada umumnya memproduksi mebel yang relatif sama baik model ataupun kualitas mebel. Misalnya para pengrajin yang terdapat di desa Tahunan Tendok yang memproduksi kursi rafles. Keadaan ini menyebabkan para pengrajin seringkali bersaing menjual mebel dengan memberi harga yang lebih murah. Persaingan ini juga terjadi karena jumlah mebel yang diproduksi oleh pengrajin lebih banyak dari jumlah mebel yang dibeli oleh konsumen. Adapun faktor utama yang menyebabkan pengrajin menjual dengan harga yang lebih murah karena desakan kebutuhan rumah tangga dan untuk menutupi biaya operasional usaha. Seringkali para pengrajin hanya memperoleh keuntungan yang sedikit dari hasil penjualan mebel tersebut. Para pengrajin dalam hal ini lebih mengutamakan keberlangsungan produksi mereka walaupun keuntungan yang mereka peroleh hanya sedikit.

5.2.2.2. Inisiasi harga mebel dan negosiasi harga

Kemampuan pengrajin dalam menginisiasi harga dan melakukan negosiasi harga dengan pembeli akan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha pengrajin. Hasil yang terlihat pada Gambar 12 menyatakan bahwa pada umumnya para pengrajin baik yang masih berproduksi maupun yang sudah tidak berproduksi telah berinisiasi menentukan harga dan melakukan negosiasi dengan para pembeli.

Walaupun para pengrajin telah berinisiasi dalam menentukan harga jual namun seringkali pada kenyataannya harga jual tersebut lebih ditentukan oleh pembeli. Ketatnya persaingan di antara sesama pengrajin juga menyebabkan tingkat negosiasi para pengrajin menjadi rendah karena para pengrajin akan saling menurunkan harga jual mebel. Keputusan ini diambil seringkali juga karena

sekedar untuk mempertahankan kelangsungan usaha dan kelangsungan hidup. Lebih lanjut disampaikan oleh Michica (1998) bahwa terbatasnya kemampuan negosiasi dan kemampuan pemasaran menyebabkan margin usaha pengrajin menjadi kecil. Selain itu, para pengrajin menyatakan bahwa mereka juga akan melakukan negosiasi untuk meningkatkan harga jual terutama jika harga harga bahan baku mengalami kenaikan. Namun besarnya kenaikan harga jual mebel juga ditentukan oleh pembeli.

90 10 60 40 100 0 100 0 0 20 40 60 80 100 120

ya tidak penjual pembeli

Negosiasi harga penentu harga

faktor harga P e r se n ta se ( % )

pengrajin yang sudah tidak berproduksi

pengrajin yang masih berproduksi

Gambar 12 Perbandingan inisiasi harga jual dan negosiasi harga mebel pada pengrajin yang masih berproduksi dan pengrajin yang sudah tidak berproduksi

Faktor lain yang menyebabkan posisi tawar pengrajin menjadi lemah karena kualitas mebel pengrajin yang masih rendah. Adapun penyebab rendahnya kualitas mebel pengrajin dipengaruhi oleh kualitas log dan kualitas pekerja. Kemampuan keuangan pengrajin yang terbatas menyebabkan pengrajin hanya mampu membeli log dengan ukuran kecil seperti diameter 16 – 19 cm. Semakin rendah kualitas log yang dibeli pengrajin maka kualitas mebel semakin menurun sehingga harga jual juga menjadi lebih murah. Selain itu karakteristik pekerja yang bersifat borongan dan tidak menetap menyebabkan kualitas mebel menjadi tidak tetap. Kualitas hasil ukiran yang dikerjakan oleh pekerja yang berbeda juga akan menyebabkan harga jual mebel menjadi murah.

5.2.2.3. Akses terhadap pembeli

Kemampuan pengrajin skala kecil mebel jati Jepara dalam memasarkan produk masih terbatas kepada pembeli dilingkungan sekitarnya. Walaupun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya tetapi pemasaran ini dilakukan oleh agen perantara atau pengumpul. Partomo dan Soedjono (2002) juga menyatakan bahwa salah satu kesulitan yang dialami oleh pengusaha skala kecil adalah memasarkan produk.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 90% pengrajin yang sudah tidak berproduksi dan 70% pengrajin yang masih berproduksi tidak mengenal pembeli yang membeli mebel mereka dari pengumpul (Gambar 13). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan bahwa ketidakmampuan pengrajin dalam mengakses pembeli salah satunya disebabkan karena tertutupnya informasi dari para pengumpul tentang pembeli selanjutnya. Para pengumpul ini sangat tertutup untuk memberitahukan dari siapa mereka membeli mebel. Tertutupnya informasi ini tidak hanya terjadi pada tingkat pengumpul tetapi juga terjadi pada tingkat pemilik toko dan pemilik gudang. Hal ini dilakukan oleh pengumpul, pemilik toko dan pemilik gudang untuk tetap menjaga kelangsungan usaha mereka, terutama untuk menghindari agar pengrajin tidak langsung menjual mebel kepada pembeli selanjutnya atau untuk menghindari terjadinya pengambilan pengrajin oleh lembaga pemasaran lainnya.

Selain itu lokasi usaha pengrajin yang terletak jauh dari pasar juga menyebabkan pengrajin mengalami kesulitan mengakses pembeli tingkat selanjutnya. Keadaan ini menyebabkan pengrajin lebih menyukai menjual mebel mentah kepada pengumpul. Dari hasil wawancara dengan para pengrajin diperoleh informasi bahwa para pengrajin baik yang sudah bangkrut maupun yang masih eksis untuk kelangsungan usaha mebel telah berupaya untuk mencari pembeli lainnya. Hal ini mereka lakukan untuk memperoleh harga jual mebel yang lebih tinggi. Usaha yang mereka lakukan adalah menawarkan mebel kepada para pengumpul atau broker lainnya, menawarkan kepada pemilik gudang mebel besar atau eksportir dan ke toko-toko mebel di

Jepara. Pengrajin juga menawarkan mebel kepada pembeli yang datang ke bengkel mereka. 10 90 30 70 0 10 20 30 40

Dokumen terkait