• Tidak ada hasil yang ditemukan

GOVERMENTS

A. Landasan Teori

1. Manajemen Perubahan Pendidikan Tinggi Islam a. Manajemen

Manajemen sesungguhnya bisa dipahami sebagai proses pelaksanaan aktivitas yang diselesaikan secara efisien dengan dan melalui pendayagunaan orang lain.67 Menurut Mary Parker Follet, manajemen sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain (The art of getting things done through people).68 Definisi tersebut perlu memperoleh perhatian khusus. Jangan sampai kita memahami makna tersebut secara negatif dengan maksud memperdayai memanfaatkan orang lain untuk memperoleh suatu tujuan. Maksud yang terkandung dalam definisi tersebut sesunggunya memberikan pengertian bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Dengan demikian, tidak salah jika dalam perjalanannya seseorang membutuhkan orang lain untuk melakukan suatu tujuan.

Definisi lain juga memberikan pengertian bahwa manajemen adalah suatu kemampuan atau keahlian. Sedangkan, pengertian secara umum

65 Gary Thomas, Education and Theori (New York: Mc Graw Hill, 2007), hal. 49.

66 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hal. 65.

67 Marno, Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), hal. 1.

68 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 3.

29

manajemen dimengerti sebagai suatu proses mendayagunakan orang dan sumber lainnya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.69 Manajemen juga bisa berarti sebagai seni untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat.70 Dari banyak arti yang ada, sesungguhnya manajemen dapat dimaknai dengan tujuh sudut pandang yaitu: (1) Manajemen sebagai alat atau cara (Means); (2) Manajemen sebagai tenaga atau daya kekuatan (Force); (3) Manajemen sebagai sistem (System); (4) Manajemen sebagi proses (Process); (5) Manajemen sebagai fungsi (Function); (6) Manajemen sebagai tugas (Task); (7) Manajemen sebagai aktifitas atau usaha (Activity/Effort).

Inti dari berbagai sudut pandang dan variasi pengertian manajemen tersebut sesungguhnya adalah usaha me-manage (mengatur) organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif, efisien, dan produktif. Efektif berarti mampu mencapai tujuan dengan baik (doing the right thing), sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan baik (doing thing right).71

Dalam sudut pandang Islam manajemen menggunakan kata al-tadbir (pengaturan).72 Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam al-Qur’an seperti firman Allah SWT:





































Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (as-Sajdah: 05)

Dari isi kandungan ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah SWT adalah pengatur alam (al-Mudabbir/manager). Keteraturan alam raya ini

69 Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan (Bandung: ALfabeta, 2012), hal. 85.

70 Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta: UGM Press, 2012), hal. 4.

71 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), hal. 2-4.

72 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hal. 362.

30

merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam semesta ini. Namun, karena Alllah telah menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah, maka manusialah yang harus mengatur dan mengelola alam dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.

b. Perubahan

Petter Senge pernah mengungkapkan, apakah perubahan hanya akan terjadi dalam kondisi krisis? Selanjutnya ia juga mengungkapkan bahwa inovasi dan perubahan dapat terjadi tanpa adanya krisis. Itu artinya perubahan dan inovasi dapat terjadi dalam kondisi apapun.73 Baik dalam kondisi krisis maupun tidak krisis.

Sementara itu, setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang berhubungan dengan nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, dan lain-lain.74 Semua itu sering kita temukan dalam kajian ilmu sosiologi baik dalam kajian teoritis maupun praktis.

Dalam kajian keilmuan sosiologi, perubahan sosial menjadi salah satu kajian yang selalu dibahas secara khusus terkait perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada di dalamnya, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.75

73 Petter Sange, School That Learn; A Fifth Disipline Fielbook for Educator, Parents, and Everyone Who Cares About Eduvation (Unitet Statde of America: Doubleday, 2000), hal. 32-33.

74 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 261.

75 Elly Setiadi, Ilmu Sosial & Budaya Dasar (Jakarta: Prenada Group, 2014), hal. 51.

31

Menurut Wilbert Moore sebagaimana dikutip Setiadi dkk memandang perubahan sosial sebagai “perubahan struktur sosial, pola perilaku, dan interaksi sosial”. Setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau perubahan dalam organisasi sosial disebut perubahan sosial.

Perubahan sosial berbeda dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mengarah pada unsur-unsur kebudayaan yang ada.76 Contoh perubahan sosial adalah perubahan peranan seorang istri dalam keluarga modern. Sedangkan perubahan kebudayaan yaitu penemuan baru seperti radio, televisi, internet, dan komputer yang dapat mempengaruhi lembaga sosial.

Dalam tatanan perubahan kebudayaan, maka peneliti dapat merumuskan bahwa perubahan kebudayaan adalah segala sesuatu perubahan pada tatanan karya, rasa, dan cipta manusia atau masyarakat untuk menghasilkan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmani (material culture) yang dapat digunakan kebutuhan hidup dan mengembangkan kemanusiaan seutuhnya.

Oleh sebab itu, Wilian F. Ogbur mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan-perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun imaterial. Kingley Davis, mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat. Perubahan-perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan dalam hubungan sosial (social relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial tersebut.77

Selain itu, perubahan sosial tidak dapat terlepas dari perubahan kebudayaan. Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan merupakan hasil dari adanya masyarakat, sehingga tidak akan ada kebudayaan apabila tidak ada masyarakat yang mendukung, sehingga tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin

76 Ibid., hal. 52.

77 Ibid.

32

ada kebudayaan tanpa ada masyarakat.78 Dengan demikian, baik perubahan sosial dan kebudayaan dalam tatanan masyarakat pasti akan mengalami perubahan secara terus menerus. Hubungan antara keduanya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1: Hubungan antara perubahan sosial & kebudayaan Lebih lanjut, menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi: Suatu Pengantar” menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan yaitu; sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri berupa; (bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (conflict) masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi).

Sedangkan sebab yang berasal dari luar masyarakat berupa; (sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia, peperangan dengan Negara lain, dan pengaruh kebudayaan masyarakat kebudayaan lain).79 Semua faktor-faktor tersebut sangat memungkinkan yang menjadi salah satu faktor perubahan harus dilakukan.

Selain itu, Soekanto juga mengklasifikasikan beberapa bentuk perubahan yaitu; perubahan lambat dan perubahan cepat, perubahan kecil dan perubahan besar, perubahan yang dikehendaki (intended change) atau perubahan yang direncanakan (planned change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unintended change) atau perubahan

78 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2011), hal.

7912.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 283.

Perubahan Budaya Perubahan

Sosial

33

yang tidak direncanakan (unplanned change).80 Dari pemaparan bentuk perubahan tersebut, harapannya akan memberikan model perubahan yang sedang dan akan kita lakukan baik dalam lingkup lingkungan sosial, masyarakat maupun organisasi.

Untuk lebih terfokus dalam pembahasan perubahan, maka dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti mengalami perubahan. Jadi tidak ada yang bersifat permanen81 atau tetap.

Perubahan merupakan sifat dasar dari masyarakat. Ini mengubah metafor

“kehidupan sosial”. Seperti kehidupan itu sendiri, kehidupan sosial meliputi perubahan yang tiada henti; jika perubahan berhenti, maka berhenti pula kehidupan.82

Perubahan, dalam bahasa Inggris disebut change atau taghyir dalam bahasa arab. Perubahan juga dapat dimaknai sebagai beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition).83 Definisi lainya menyebutkan bahwa perubahan yaitu membuat atau menjadikan berbeda, berbeda dengan sebelumnya, dan bervariasi.84 Penekannya adalah membuat sesuatu yang berbeda.

Jika kita pahami secara mendalam, perubahan merujuk pada sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan bisa juga bermakna yaitu melakukan sesuatu hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur manajemen baru, penggabungan (merging), atau melakukan reorganisasi.85 Pengertian lain tentang perubahan adalah making things different yakni membuat sesuatu menjadi berbeda atau

80 Ibid., hal. 274.

81 Deddy Mulyadi, Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan (Bandung:

Alfabeta, 2015), hal. 7.

82 John Scott, Sosiology The Key Concepts, terj. Tim Penerjemah Labsos (Jakarta: PT Raja Granfindo Persada, 2011), hal. 31

83 Winardi, Manajemen Perubahan (Jakarta: Kencana, 2015), hal. 1

84 Neil Russell-Jones, The Managing Change Pocketbook (Inggris: U.K Management Pocketbooks Ltd, 2000), hal. 6.

85 Jeff Davidson, Change Management, terj. Dudy Priatna (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 3.

34

beralih baik dari sisi tempat, ukuran sifat dan sebagainya,86 maka praktislah perubahan akan menghasilkan perbedaan-perbedaan baru.

Menurut Wibowo dalam bukunya yang berjudul Manajemen Perubahan mendefinisikan bahwa perubahan adalah bisa juga dipahami sebagai sesuatu yang berbeda. Selanjutnya, menurut Potts dan LaMarsh yang juga dikutip oleh Wibowo perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan.87 Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang akan membawa kemajuan dan kemaslahatan hidup. Perubahan sesungguhnya menjadi cermin kehidupan yaitu sebagai tanda adanya proses kehidupan yang terjadi.

Perubahan dalam arti yang lebih luas adalah respon terencana atau tidak terencana terhadap tekanan-tekanan atau kekuatan-kekuatan dan desakan-desakan yang ada. Kekuatan dan desakan teknologi, ekonomi, sosial, politik, persaingan, dan aturan serta hukum membuat banyak organisasi dan institusi perlu berubah karena adaptasi diperlukan untuk dapat “survive”; meskipun didasari bahwa tekanan dan desakan yang memprovokasikan perubahan dapat dianggap tantangan, rintangan, ancaman atau peluang, yang jelas reaksi tetap ada.88 Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa perubahan merupakan proses alamiah yang praktis terjadi karena merupakan sebuah dinamika kehidupan.

Islam sendiri melihat perubahan adalah sebuah keniscayaan. Hal itu tersurat dalam AS. Al-Ro’d ayat 11.

…..





















 …..

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. al-Ra’d: 11)

86 Muhammad Fathurrahman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Mutu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 301.

87 Wibowo, Manajemen Perubahan (Jakarta: Rajawali, 2011), hal. 105.

88 Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 147.

35

Dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa perubahan memiliki beberapa konsep yaitu: Pertama, perubahan akan meliputi semua ranah yaitu; suku, agama, sosial, dan ras manusia. Karena Tuhan menciptakan bersuku-suku, berbangsa-bangsa tentu akan mengalami perubah itu.











































Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.

al-Hujurat: 13)

Pada ayat kedua, perubahan ada kalanya positif dan ada kalanya negatif. Perubahan itu sendiri bisa bermakna beralih dari satu kondisi ke kondisi lain dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, perubahan bisa bersifat positif dan negatif. Perubahan bisa mengarah dari sesuatu hal yang negatif ke sesuatu hal yang positif, atau sebaliknya dari posisi positif mengarah ke hal negatif.

Semua lingkungan organisasi menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah. Lingkungan eksternal organisasi cenderung merupakan kekuatan yang mendorong untuk terjadinya perubahan. Di sisi lain, bagi organisasi secara internal merasakan adanya kebutuhan akan perubahan.

Oleh karena itu, setiap organisasi menghadapi pilihan antara berubah atau mati termakan zaman.

Lebih lanjut, di antara pakar yang menyebutkan faktor-faktor pendorong perubahan yaitu Kreitner dan Kinicki yang kemudian dikutip oleh Wibowo yaitu bahwa faktor-faktor perubahan sesungguhnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu external forces (kekuatan eksternal) dan internal forces (kekuatan internal). Kekuatan eksternal berasal dari luar organisasi, sedangkan kekuatan internal bersumber dari dalam organisasi.

36

1. Kekuatan eksternal

Kekuatan eksternal yang menciptakan kebutuhan akan perubahan datang dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut akan memberikan tekanan agar setiap lembaga atau organisasi untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu, akibat penetrasi yang dilakukan dari sumber-sumber eksternal akan mempengaruhi setiap lembaga untuk melakukan inovasi sesuai kebutuhan. Adapun beberapa faktor penyebab perubahan adalah sebagai berikut: a) Demographic characteristics (karakteristik demografis); b) Technological advancements (kemajuan teknologi); c) Markets changes (perubahan pasar); d) Social dan political pressures (tekanan sosial dan politik).89; dan e) Peraturan pemerintah dan undang-undang.90

Dalam dunia pendidikan regulasi pemerintah adalah bagian dari efek domino terjadinya tekanan politik kekuasaan yang sedang menjabat. Hal tersebut sesungguhnya bagian dari hasil tekanan politik yang mencoba merumuskan kebijakan yang dianggap perlu berupa peraturan pemerintah dan perundang-undangan. Oleh karenanya, tekanan politik dan juga regulasi pemerintah adalah dua siklus yang saling memiliki keterkaitan yang menghasilkan sebuah perubahan.

2. Kekuatan internal

Selain faktor eksternal yang telah disebutkan di atas, kekuatan internal juga dapat pula merangsang perlunya perubahan. Kekuatan ini cenderung berasal dari operasi internal organisasi atau dari dampak perubahan eksternal.91 Adapun beberapa faktor internal yang memungkinkan menyebabkan terjadinya perubahan adalah; 1) Human resources problems/prospect (problem/prospek SDM); dan 2) Managerial behavior/decisions (perilaku/keputusan manajerial), konflik antara manajer dan bawahannya merupakan tanda bahwa perubahan diperlukan. Baik

89 Wibowo, Op. Cit., hal. 85-87.

90 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Manajemen, Edisi Kedelapan, terj. Harry Slamet & Ernawati Lestari (Indonesia: PT. Indeks, 2007), hal. 5.

91 Ibid., hal. 6.

37

manajer maupun pekerja mungkin perlu interpersonal training. Kekuatan untuk perubahan dapat datang dari adanya konflik, kepemimpinan yang jelek, sistem penghargaan yang tidak adil, dan perlunya reorganisasi struktural.92

Selanjutnya, menurut Sondang P. Siagian dalam bukunya yang berjudul “Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja”, mengemukakan beberapa faktor dari perubahan yaitu: 1) Konfigurasi tenaga kerja; 2) Terobosan di bidang teknologi; 3) Ketidakpastian di bidang ekonomi; 4) Persaingan yang semakin ketat; 5) Gejala-gejala sosial; 6) Pergeseran nilai-nilai moral dan etika; dan 7) Situasi politik.93

Dari beberapa sumber faktor-faktor perubahan di atas, menunjukkan bahwa perubahan merupakan suatu kebutuhan. Kebutuhan untuk melangkah mengikuti perubahan, atau hanya sekedar terdiam terhimpit perubahan. Adanya gejolak perubahan itu tentu harus dibarengi dengan antisipasi kita termasuk lembaga pendidikan agar menyesuaikan situasi perubahan. Hal itu tentu dipengaruhi adanya resistensi baik dari faktor eksternal dan internal.

Kurt Lewin mengusulkan proses perubahan terdiri dari tiga yaitu unfreezing, implementasi perubahan (change) dan refreezing.94 Hal ini untuk mengantisipasi berbagai hambatan perubahan seseorang yang terdiri dari kekhawatiran seseorang akan kehilangan nilai, kekhawatiran ketidaktahuan dan adanya keyakinan bahwa berubah tidak baik untuk organisasi.95 Pemahaman proses perubahan Lewin sebagai berikut:

a. Unfreezing (pencairan) yaitu sebuah tugas pertama bagi agen perubahan. Lewin mengusulkan agar tahapan awal perubahan adalah sistem sosial yang paling banyak dibekukan. Oleh karena itu, tugas

92 Wibowo, Op. Cit., hal. 84-88.

93 Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009). hal. 207-214.

94 V. G. Kondalkar, Organizational Behaviour (New Delhi: New Age International, 2007), hal. 296-298.

95 Setyabudi, Change Management, Modul, Fakultas Ekonomi Universits Negeri Yogyakarta, tt), hal. 26.

38

awal mereka yang ingin menghasilkan perubahan adalah mencairkan sistem dan menciptakan lingkungan baru.96 Penciptaan sebuah fase di mana dapat dirasakan sebuah perubahan dan langkah-langkah yang akan diambil untuk meminimkan penentangan. Pencairan ini dapat dicapai dengan cara meningkatkan kekuatan-kekuatan untuk perubahan, menurunkan kekuatan-kekuatan penahanan, atau melalui kombinasi dari keduanya.97

b. Change (perubahan) yaitu tahapan dimana ide-ide baru dipelajari. Pada tahap ini, proses ini meliputi: membantu pemikiran karyawan, alasan-alasan, dan penampilan dengan cara-cara baru. Tahap ini adalah saat-saat yang membingungkan, tanpa arah yang jelas, beban yang berlebihan dan kekecewaan. Selain itu, tahap ini juga dipenuhi dengan harapan-harapan, penemuan-penemuan baru dan kenikmatan-kenikmatan baru.98

c. Refreezing (pembekuan kembali) yaitu stabilitas untuk mempertahankan situasi ini atau proses pembekuan kembali memerlukan manajemen proses perubahan secara baik dan berkelanjutan. Langkah terakhir yang kritis ini merupakan langkah yang sangat penting untuk orang-orang yang dikenai perubahan.99

Sementara itu, Corner mengklasifikasikan proses perubahan dalam beberapa fase, yaitu: the present state (keadaan sekarang), the transition state (masa transisi), dan the desire state (keadaan yang diinginkan).100 Adapun gambaran proses perubahan bisa digambarkan sebagai berikut:

96 Ronald G. Havelock, Change The Agent’s Guide (New Jersey: Educational Technology Publication Englewood Cliffs, tt), hal. 47.

97 Makmuri Muchlas, Perilaku Organisasi (Yogyakarta: UGM Press, 2005), hal. 421-422.

98 Veitzhal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta:

Rajagrafindo, 2011), hal. 383.

99 Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership (United States: Jossey Bass, 2010), hal. 311.

100 Wibowo, Op. Cit., hal. 219.

39

Gambar 2.2: Proses perubahan Corner101

Selain proses perubahan, juga terdapat beberapa model perubahan yang merupakan bagian dari teori perubahan. Beberapa pakar memberikan terminologi yang berbeda-beda tentang macam-macam perubahan. Robbins, Greenberg dan Baron membedakan jenis perubahan terencana dan tidak terencana. Kreitner dan Kinichi membagi menjadi adaptive change, innovative change, dan radically innovative change.102

Menurut Wibowo, berdasarkan struktur perubahannya, perubahan bisa terbagi menjadi dua bagian yaitu perubahan secara terencana (planned change) dan perubahan tidak terencana (unplanned change).

Planned change bisa dipahami sebagai aktivitas perubahan yang disengaja dan berorientasi pada tujuan. Sementara itu, Greenberg dan Baron menyatakan sebagai aktivitas yang dimaksudkan dan sifatnya sengaja dan dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan organisasional.

Dan unplanned change atau perubahan tidak terencana merupakan pergeseran aktivitas organisasional karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, yang berada di luar kontrol organisasi. Determinan dari suatu perubahan tidak terencana dari suatu organisasi antara lain karena organisasi terpaksa menerima pergeseran dalam tampilan demografis angkatan kerja. Kekuatan lain adalah karena adanya peraturan pemerintah, persaingan ekonomi, dan perbedaan kinerja.103

Sementara itu, berdasarkan tipologi perubahan, Kreitner dan Kinicki mengelompokkan berbagai macam perubahan ke dalam tiga macam

101 Anonim, Management Extra Change Management (Amsterdam: Elsevier, 2005), hal.

1027.

Wibowo, Op. Cit., hal. 116-117.

103 Ibid., hal. 117-118.

OLD STATE

TRANSITION STATE STATE

NEW STATE

40

tipologi, yaitu: adaptive change, innovative change, dan radically innovative change.

Adaptive change merupakan perubahan yang paling rendah tingkat kompleksitasnya, biaya dan ketidakpastiannya. Adaptive change menyangkut pelaksanaan perubahan yang berulang di unit organisasi yang sama, atau menirukan perubahan yang sama oleh unit kerja yang berbeda.

Dalam innovative change diperkenalkan praktik baru pada organisasi. Innovative change berada di tengah kontinum dalam kompleksitas, biaya dan ketidakpastian. Suatu percobaan yang menerapkan flexible work schedule oleh suatu organisasi dikualifikasikan sebagai innovative change jika melakukan modifikasi terhadap cara kerja organisasi lain.

Radically innovative change merupakan jenis perubahan yang paling sulit dilaksanakan dan cenderung paling menakutkan kepercayaan manajerial dan keamanan kerja pekerja. Resistensi terhadap perubahan cenderung meningkat begitu perubahan bergerak dari adaptive ke innovative dan selanjutnya dari innovative ke radically innovative change.104

Sebagai ilustrasi, di bawah ini disajikan tipologi perubahan yang disampaikan oleh Kreitner dan Kinitcki yang dikutip oleh Wibowo sebagai berikut:

104 Ibid., hal. 118-119.

41

Gambar 2.3: Tipologi Perubahan105

Lebih lanjut, dalam perubahan setidaknya ada 3 agen perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan yaitu: 1) Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change) adalah mereka yang memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap sah; 2) Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan (instigators of change) adalah mereka yang memandang perlunya perubahan karena telah membandingkan dan melihat sesuatu yang baik di tempat lain, seperti mereka yang baru kembali dari studi di luar negeri; dan 3) Para fasilitator perubahan (facilitators of change) adalah mereka yang memiliki kewibawaan dan diakui serta dikenal sebagai pemimpin informal yang memudahkan serta melicinkan timbulnya perubahan.106

Lebih lanjut, Rogers memberikan beberapa tahapan tentang peran agen perubahan yaitu; 1) Untuk mengembangkan kebutuhan akan perubahan; 2) Untuk membangun hubungan pertukaran informasi; 3) Untuk mendiagnosis masalah; 4) Untuk menciptakan kesungguhan maksud pada klien untuk berubah; 5) Untuk mewujudkan niat dalam

105 Kreitner/Kinicki, Organizational Behavior (United States: McGraw, 2011), hal. 539.

106 Azhar Arsyad, Op. Cit., hal. 147-148.

Reintroducing Introducing a practice new Introducing a practice a familiar to the organization new to the industri practice

Low High

• Degree of complexity, Cost and uncertainty

• Potential for resistance to change

Adaptive change

Innovative change

Radically Innovative

change

42

bertindak; 6) Untuk menstabilkan adaptasi dan mencegah penghentian; 7) Untuk mencapai hubungan tujuan akhir.107 Keberhasilan agen perubahan dalam melaksanakan perannya akan dapat membimbing perubahan yang mengarah pada perubahan positif. Tidak sebatas itu, agen perubahan menjadi salah satu unsur penentu keberhasilan dilakukannya sebuah perubahan besar.

Konsepsi keislaman sendiri melihat perubahan sebagai sebuah acuan dalam kehidupan sehari-hari yaitu hari ini akan menjadi lebih baik dengan hari kemarin. Untuk itu, jelas perilaku tersebut memotivasi diri kita untuk merubah menjadi perilaku yang lebih baik dari hari ke hari.

Sebagaimana dijelaskan hadis berikut ini:

ِسْمَأ ْنِم ا ًّرَش ُهُم ْوَي َناَك ْنَم َو ،ٌنوُبْغَم َوُهَف ُهاَم ْوَي ى َوَتْسا ِنَم ": ُثيِدَح ِه

يِقَهْيَبْلا ُها َو َر( ،" ٌنوُعْلَم َوُهَف )

Artinya: “Barangsiapa yang dua harinya (hari ini dan kemarin) sama maka ia telah merugi, barangsiapa yang harinya lebih jelek dari hari sebelumnya maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat”. (H.R. Al-Baihaqi).108

Selain itu, dapat dipahami bahwa perjalanan peristiwa perubahan tentu akan muncul faktor-faktor penyebab perubahan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bagian perubahan di awal tadi. Adanya peristiwa perubahan memungkinkan bisa berasal dari faktor eksternal yang mendorong, atau di sisi lain dari faktor internal yang mengharuskan untuk berubah.

Secara praktis dalam lingkungan kehidupan manusia dan juga organisasi akan menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah.

Lingkungan eksternal organisasi cenderung merupakan kekuatan yang mendorong untuk terjadinya perubahan atau bahkan dari sisi internal yang mengharuskan untuk berubah. Dengan demikian, sebuah organisi akan berada di antara perubahan atau hanya akan mati tertekan oleh perubahan.

107 Everettt M. Rogers, Diffusion of Inovation (Unitate States of America: The Free Press), hal. 336-337.

108 HR. al-Baihaqi: No. 457.

43

Oleh karenanya, perlu adanya pengelolaan perubahan guna mewadahi perubahan agar adanya perubahan yang mampu memberikan dampak yang positif. Di samping itu, diperlukan beberapa tahapan dalam mengelola perubahan awal hingga akhir, sehingga pada tahapan akhir diharapkan dapat mencapai konsep dari aplikasi perubahan yang benar-benar matang. Tahapan-tahapan ini di samping bermanfaat untuk mematangkan rumusan perubahan juga sekaligus dapat menghindari atau meminimalisir adanya resistensi masyarakat terhadap perubahan.109

Deskripsi gambaran tahapan-tahapan atau strategi perubahan yang semestinya dilakukan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4: Strategi Mengelola Perubahan110

Gambaran skema di atas menunjukkan suatu strategi yang berpijak pada impian pada suatu lembaga ke depan yang disebut visi, kemudian diikuti cara-cara mewujudkan impian itu secara operasional strategis yang disebut misi. Untuk me-manage perubahan tersebut perlu bertolak dari visi

109 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 223.

110 Ibid., hal. 224.

Visi Misi Skill Insentif Rencana

kerja Sumber

daya Perubahan

Misi Skill Insentif Rencana

kerja Sumber

daya Hancur

Visi Skill Insentif Rencana

kerja Sumber

daya Bingung

Visi Misi Insentif Rencana

kerja Sumber

daya Cemas

Visi Misi Skill Rencana

kerja Sumber

daya

Perubahan lambat

Visi Misi Skill Insentif Rencana

kerja Frustasi

Visi Misi Skill Insentif Sumber

daya Awal keliru