• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Risiko a. Pengertian Risiko

Dalam dokumen EUIS SRI MULYANI FDK (Halaman 30-58)

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Risiko a. Pengertian Risiko

Para pakar manajemen risiko di dalam dan luar negeri memiliki banyak definisi mengenai apa itu risiko dan manajemen risiko. Namun demikian, secara umum risiko dapat didefinisikan dengan bebagai cara, misalnya risiko didefinisikan sebagai kejadian yang merugikan, atau risiko adalah penyimpangan hasil yang diperoleh dari yang diharapkan. Ada beberapa definisi risiko, antara lain:

1. Risiko adalah kemungkinan yang tidak diharapkan.

2. Risiko adalah ketidakpastian atau uncertainty yang mungkin melahirkan kerugian (loss),

3. Risiko adalah kejadian yang merugikan. Dalam bidang investasi risiko diartikan sebagai kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari apa yang diharapkan.20

4. Risiko merupakan bahaya, risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.21

20

Drs. Kasidi, Manajemen Risiko (Bogor: Ghalia Indonesia,2010), h. 4

21 Ferry N, Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hal. 4

20

5. Menurut Philip Best, menyatakan bahwa risiko adalah kerugian secara financial, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan, risiko adalah kemungkinan terjadi penyimpangan dari harapan yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.

b. Pengertian Manajemen Risiko

Ahmad Slamet dan Hoscaro dalam tulisannya “ Manajemen Risiko

Bank Syariah” menyatakan, bahwa risiko dapat di definisikan sebagai suatu

potensi terjadinya suatu peristiwa (events)yang dapat menimbulkan kerugian.22 Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unancipated)yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan.23

Manajemen risiko sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktifitas atau proses.24

22 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) Cet ke 1 h. 290

23 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada,200) Ed. 3-4 h. 255

24 Ferry N, Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, hal. 5

21

Manajemen risiko adalah serangkaian metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.

Dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah cara untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang kemungkinan timbul pada aktifitas fungsional bank, yang dapat merugikan pendapatan dan permodalan bank.

c. Jenis-jenis Risiko Perbankan Syariah

Bank Indonesia telah mengidentifikasi jenis-jenis risiko yang akan dihadapi industri perbankan pada umumnya, yang meliputi sebagai berikut:

c.1 Risiko Kredit

Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain (counterparty) dalam memenuhi kewajiban kepada bank.Termasuk dalam kelompok risiko kredit adalah risiko konsentrasi kredit. Risiko konsentrasi kredit merupakan risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industry, sector dan atau area geografis tertentu berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha bank.25Risiko kredit dapat timbul karena beberapa hal, antara lain:

a. Adanya kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi (surat utang) yang dibeli oleh bank tidak dibayar.

22

b. Tidak dipenuhinya kewajiban, dimana bank yang terlibat di dalamnya dapat melalui pihak lain, misalnya kegagalan memenuhi kewajiban pada kontrak derivatif.

c. Penyelesaian dengan nilai tukar, suku bunga, dan produk derivatif. Kerugian risiko kredit dapat timbul sebelum terjadinya default, sehingga risiko kredit itu didefinisikan sebagai potensi kerugian nilai market to market yang mungkin timbul karena pemberian kredit oleh bank.

c. 2 Risiko Pasar (Market Risk)

Risiko pasar adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Risiko pasar antara lain terdapat pada akitivitas fungsional bank seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.

Jenis risiko pasar meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas.26Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul sebagia akibat dari fluktuasi tingkat bunga. Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun sisi pembiayaan, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah

23

tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang loyal penuh terhadap syariah. Oleh karena itu, bank syariah menghadapi hal yang semacam tingkat bunga berupa pricing risk yaitu:

a. Direct Competitior Market Rate (DCMR), yaitu tingkat bagi hasil dari bank-bank yang menjalankan usahanya dengan prinsip syariah.

b. Indirect Competitor Market Rate (ICMR), yaitu tingkat bunga pada bank-bank konvensional.

c. Expected Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi yang kompetitif yang diharapkan oleh investor.

Bila terjadi bagi hasil pendanaan syariah lebih kecil dari tingkat bunga nasabah dapat dipindah ke bank konvensional, sebaliknya pada sisi financing, bila margin yang dikenakan lebih besar dari tingkat bunga maka nasabah dapat beralih ke bank konvensional.

Berikut adalah beberapa contoh risiko yang terkait dengan tingkat bunga sebagai berikut:

a. Dalam pembiayaan murabahah, margin tidak dapat dinaikkan dari ketetapan di awal akad. Apabila terjadi kenaikan suku bunga, maka pendapatan margin dari pembiayaan murabahahmenjadi lebih kecil dibanding pendapatan bunga.

b. Harga barang dalam salam ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat kontrak/akad ditanda tangani. Apabila terjadi kenaikan suku bunga, maka margin dalam piutang salam yang ditetapkan menjadi lebih

24

rendah dibanding tingkat bunga. Akibat selanjutnya, bagi hasil yang diberikan kepada nasabah tidak kompetitif.

c. Pembiayaan sewa ditetapkan di muka dan dapat diubah di kemudian hari, tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak,.Keharusan adanya kesepakatan ini, tidak mudah bagi bank untuk melakukan penyesuaian harga sewa meskipun suku bunga pada bank konvensional meningkat.

d. Dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah, tingkat nisbahbagi hasil dapat diubah dikemudian hari, tetapi harus disepakati oleh masing-masing pihak. Hal ini terjadi terutama dalam pembiayaan dikaitkan dengan transaksi murabahah, bila kenaikan nisbah tidak disepakati, bank hanya akan memperoleh bagi hasil atas margin murabahah dalam jumlah tetap sebagaimana lazimnya dalam pembiayaan murabahah.27

Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi trading book dan banking bookyang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas. Risiko komoditas adalah risiko akibat perubahan harga instrument keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas. Risiko ekuitas adalah

25

risiko akibat perubahan harga instrument keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham.28

c.3 Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidak mampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.29 Risiko likuiditas dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Risiko likuiditas pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar. 2. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak

mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sember dana lain30.

Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah bank syariah juga menghadapi risiko likuiditas sebagai berikut:

a. Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya perbankan syariah.

b. Turunnya kepercayaan nasabah pada bank syariah yang bersangkutan. c. Ketergantungan pada sekelompok deposan.

d. Dalam mudharabah kontrak, memungkinkan nasabah untuk menarik dananya kapan saja, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

28 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 293. 29 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, h.274.

26

e. Mismatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang.

f. Keterbatasan instrument keuangan untuk solusi likuiditas.

g. Bagi hasil antar bank kurang menarik, karena final settlement-nya harus nunggu selesainya perhitungan cash basis pendapatan bank yang biasanya baru terlaksana pada akhir bulan.

Risiko likuiditas dapat melekat pada aktivitas fungsional perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, kegiatan pendanaan dan instrument utang. Pengelolaan likuiditas ini sangat penting karena kekurangan likuiditas dapat menggangu bukan hanya bank tersebut namun system perbankan secara keseluruhan.

c.4 Risiko Operasional (Operational Risk)

Risiko yang diakibatkan ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan system, dan adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. Risiko operasional dapat melekat pada setiap aktivitas fungsional bank, seperti kegiatan perkreditan (penyedia dana), tresuri dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, tekhnologi dan sistem informasi, dan

27

sistem informasi manajemen, serta pengelolaan sumber daya manusia.Ada tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya risiko ini, yaitu:

a. Infrastruktur, seperti Tekhnologi, Kebijakan, Lingkungan, Pemngamanan, Perselisihan dan sebaginya.

b. Proses, dan c. Sumber daya.

c.5 Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)

Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan oleh tidak patuhinya ketentuan-ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal, sebagai berikut:

a. Ketentuan Giro Wajib Minimum, Net Open Position, Non Performing Financing, dan Batas Pemberian Maksimum Pemberian Pembiayaan. b. Ketentuan dalam penyediaan produk.

c. Ketentuan dalam pemberian pembiayaan.

d. Ketentuan dalam pelaporan baik laporan internal, laporan kepada Bank Indonesia, maupun laporan kepada pihak ketiga lainnya.

e. Ketentuan Perpajakan.

f. Ketentuan dalam akad dan kontrak. g. Fatwa Dewan Syariah Nasional.

28

Risiko hukum adalah risiko yang diakibatkan oleh tuntutan hukum atau kelemahan aspek yuridis, antara lain disebabkan oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.Dalam kaitan dengan risiko hukum ini, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

a. Keharusan memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis,

b. Keharusan melaksanakan prosedur analisis aspek hukum terhadap produk dan aktivitas baru.

c. Keharusan memiliki satuan kerja yang berfungsi sebagai “legal watch”, tidak saja terhadap hukum positif tetapi juga terhadap fatwa DSN dan ketentuan-ketentuan lainnya berdasarkan prinsip syariah. d. Keharusan menilai dampak perubahan ketentuan/peraturan terhadap

risiko hukum.

e. Keharusan untuk menerapkan sanksi secara konsisten.

f. Keharusan untuk melakukan kajian secara berkala terhadap akad, kontrak dan perjanjian-perjanjian bank dengan pihak lain dalam hal efektivitas dan enforceability

c.7 Risiko Reputasi (Reputation Risk)

Risiko repuatsi adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya

29

persepsi negatif terhadap bank.Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap reputasi antara lain:

a. Manajemen b. Pemegang saham

c. Pelayanan yang disediakan d. Penerapan prinsip-prinsip syariah e. Publikasi

c.8 Risiko Strategik (Strategic Risk)

Risiko strategik adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategik bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau bank yang tidak mematuhi atau tidak melaksanakan perubahan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian secara internal secara konsisten.

Dampak dari Risiko Operasi yang mencakup Risiko Reputasi, Risiko Kepatuhan, Risiko Strategi, dan Risiko Hukum ini dapat berupa:

1. Penarikan besar-besaran terhadap Dana Pihak Ketiga; 2. Timbul masalah likuiditas;

3. Ditutup oleh Bank Indonesia; 4. Kebangkrutan.

30

Proses manajemen risiko pada zaman dahulu juga diterapkan oleh Nabi Yusuf as. Kisah tersebut tercantum dalam Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 46 -49 yang menceritakan tentang pertanyaan raja Mesir mengenai mimpinya kepada Nabi Yusuf, di mana pada suatu ketika raja Mesir pernah bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus, melihat tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir gandum yang kering. Dari kisah tersebut dapat dikatakan bahwa telah timbul suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf yaitu pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Mendengar cerita mengenai mimpi sang raja, kemudian yusuf memberikan saran agar seluruh rakyat menyimpan sebagian hasil panennya dengan tujuan menghindari bahaya kelaparan akibat musim paceklik yang akan menimpa negeru tersebut. Proses manajemen risiko yang diterapkan Nabi Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, serta pengelolaan risiko.31Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam Surat Al-Hasyr ayat 18:

بخ هّّا ّإ هّّا ا قّا ّغّ ْتمّق ام سْفن ْرظْنتّْ هّّا ا قّا ا نمآ نيذّا ا يأ اي ّ َّّْْ اَِ رر

( ٨١ )

Yang artinya :Wahai orang-orang yang beriman Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Manajemen risiko selain meliputi aktivitas pengembangan perangkat, alat, dan tekhnik dalam pengelolaan risiko, juga merupakan suatu

31 Rika Fitrianti, Manajemen Risiko Pembiayaan Pada BRI Syariah Kantor Cabang Pembantu Cipulir,2014 h. 21-22

31

proses manajemen secara umum memiliki siklus perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pengendalian serta tindakan korektif. Sebagai suatu proses manajemen, dalam proses manajemen risiko terdiri dari dua kelompok aktivitas, yaitu manajemen risiko dan pengendalian risiko. Manajemen risiko bertujuan memaksimalkan pendapatan/keuntungan sambil meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi dengan faktor pembatas tingkat modal yang tersedia. Sedangkan pengendalian risiko adalah proses independen untuk mengidentifikasi, mengukur, mengantisipasi, dan melaporkan tingkat risiko yang dihadapi, keuntungan/pendapatan, dan modal yang digunakan.32

Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap: a. Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional, b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha.

2. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:

a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko,

b. Penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material.

3. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan:

32 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking System Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global, (Jakarta: Bumi Askara 2010), h. 954.

32

a. Evaluasi terhadap eksposur risiko,

b. Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, tekhnologi informasi dan system informasi manajemen risko yang bersifat material.

4. Pengendalian Risiko

Tahap ini dilakukan untuk melihat kemungkinan penyempurnaan tahapan analisis risiko yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan.Langkah tersebut dilanjutkan dengan penambahan serta penyempurnaan perencanaan risiko perusahaan.Selain itu, dengan adanya pengawasan dan pengendalian risiko berjalan sesuai rencana, memastikan bahwa pengelolaan risiko cukup efektif, dan memantau perkembangan terhadap kecenderungan berubahnya profil risiko, karena perubahan ini berpengaruh pada pergeseran peta risiko dan prioritas risiko.33Pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.34

e. Tujuan Manajemen Risiko

Diterapkannya proses suatu manajemen risiko di dalam ruang lingkup manajemen perusahaan tentunya memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan manajemen risiko menurut Soeisno Djojosoedarso adalah sebagai berikut:35

33 Veithzal Rivai, Bank and Financial Institution Management: Conventional and Sharia System,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Terje, h. 29

34 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan h. 260.

35 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999), h. 12

33

a. Tujuan sebelum terjadinya peril36

Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril antara lain:

1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya upaya penanggulangan kemampuan kerugiandengan cara yang paling ekonomis melalui tekhnik analisis keuangan.

2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, misalnya upaya untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya penanggulangan maka kondisi tersebut dapat diatasi.

b. Tujuan sesudah terjadinya peril

Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sesudah terjadinya peril dapat berupa:

1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya perusahaan harus dapat mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan perusahaan dapat berjalan setelah perusahaan terkena peril.

2. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup menutupi biaya variabelnya. 3. Mencari upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut setelah

perusahaan terkena peril.

4. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial terhadap perusahaan.

34

B. Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pembiayaan atau financing menurut UU No. 10 Tahun 199 pasal 1 ayat 12 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan hal tersebut, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka wajtu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 37

b. Fungsi Pembiayaan

Pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut:

b.1Pembiayaan Dapat Meningkatkan Utility (Daya Guna) dari Modal/Uang

Para penabung menyimpan uang dalam bentuk giro, deposito, ataupun tabungan.Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank.Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank umtuk memperluas/memperbesar usahanya, baik peningkatan produksi, perdagangan, maupun untuk usaha-usaha rehabilitas ataupun usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh.

37 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 62

35

Dengan demikian, dana yang mengedap di bank (yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam), dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.

b.2 Pembiayaan Meningkatkan Utility (Daya Guna) Suatu Barang

Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan utility kelaoa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goring, peningkatan utility padi menjadi beras, benang menjadi tekstil, dan sebagainya.Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat kegunaanya kurang, ke tempat yang lebih bermanfaat. Seluruh barang-barang yang dipindahkan dari suatu daerah ke daerah yang lain yang kemanfaatan barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang itu. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan pada distributor saja dan oleh karenanya mereka memerlukan bantuan permodalan dari bank berupa pembiayaan.

b.3 Pembiayaan Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang

Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cheque, giri bilyet, wesel, promes dan sebagainya melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang,

36

karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahn berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif apalagi secara kuantitatif.

b.4 Pembiayaan Menimbulkan Kegairahan Berusaha Masyarakat

Manusia adalah mahluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi.Yaitu selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuan. Karena itu, manusia selalu berusaha dengan segala daya untuk memenuhi kekurang mampuannya, yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu pulalah, pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah kemudian untuk memperbesar volume usaha produktifitasnya.

Ditinjau dari sisi hukum permintaan dan penawaran maka terhadap segala macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah memulai melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikian rupa, sehingga meningkatkan produktivitas.Secara otomatis kemudian timbul pula kesan

37

bahwa setiap usaha peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan oleh karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaan.

b.5 Pembiayaan sebagai Alat Stabilitas Ekonomi

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilitas pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain untuk:

a. Pengendalian inflasi; b. Peningkatan ekspor; c. Rehabilitas sarana;

d. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat.

Untuk menekan arus inflasi dan terlebih-lebih lagi untuk usaha, pembiayaan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting.Arah pembiayaan harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor yang produktif dan sector-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan kata lain setiap pembiayaan harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of good, serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata ke seluruh lapisan masyarakat.

b.6 Pembiayaan sebagai Jembatan Peningkatan Pendapatan Nasional.

Pengusaha yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya.Peningkatan usaha berarti peningkatan profit.Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi, dalam

Dalam dokumen EUIS SRI MULYANI FDK (Halaman 30-58)

Dokumen terkait