i
MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MULTIMANFAAT
BTN iB PADA BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR
CABANG PEMBANTU SYARIAH CIPUTAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Euis Sri Mulyani NIM: 1111053000035
KONSENTRASI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
ABSTRAK
Euis Sri Mulyani 1111053000035, “Manajemen Risiko Pembiayaan
Multimanfaat BTN iB Pada BTN Kantor Cabang Pembantu Syariah
Ciputat”, Di bawah bimbingan: Drs. Sugiharto, MA.
Salah satu lembaga yang menyediakan produk-produk pembiayaan yang menggunakan akad Murabahah adalah BTN Syariah. BTN Syariah merupakan bagian dari BTN Konvensional. BTN Syariah adalah salah satu lembaga keuangan syariah yang mendistribusikan pembiayaan. Dan produk yang ditawarkannya yaitu Pembiayaan MultiManfaat BTN iB.Pembiayaan ini merupakan pembiayaan konsumtif dengan akad murabahah, diperuntukkan pembelian barang furniture atau barang rumah tangga lainnya, selama itu sesuai dengan prinsip syariah. Setiap pembiayaan memiliki risiko yang berpengaruh pada fungsional bank, dengan demikian, proses manajemen risiko menjadi suatu kebutuhan bagi setiap perusahaan bukan menjadi kewajiban yang dipersyaratkan oleh regulator. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang manajemen risiko pada pembiayaan ini.
Bagaimana mekanisme pembiayaanya? Bagaimana penerapan manajemen risiko pada pembiayaan Multimanfaat? Penyelesaiaan pembiayaan Multimanfaat yang bermasalah? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa mekanisme pembiayaan Multimanfaat, penerapan manajemen risikonya dan penyelesaian pembiayaan Multimanfaat yang bermasalah..
Analisis dalam skripsi ini menggunakan penelitian lapangan yaitu penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif untuk memaparkan data-data yang ada dilapangan kemudian menganalisisnya dan mendapatkan kesimpulan dari penelitian ini.
Dari hasil penelitian ini, Mekanisme pembiayaan ini harus melengkapi data, dan melakukan BI checking. Penerapan manajemen risiko ini Salah satu cakupan penerapan manajemen risiko yang efektif yaitu kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Strategi penyelesaiaanya dengan cara, konfirmasi ke nasabah yang bersangkutan, bermusyawarah, melakukaan pembinaan nasabah dan melakukan restrukturisasi.
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan
Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat
beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir
zaman. Aamiin.
Proses penulisan skripsi ini penulis banyak menemui hambatan dan cobaan,
tapi itu semua penulis hadapi dengan ikhtiar dan tawakal. Alhamdulillah atas doa
dari orang tua, keluarga, dan sahabat terdekat yang selalu memberikan motivasi
dan semangat. Penulis dapat melewati perjalanan panjang itu semua.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan bukan semata-mata atas usaha penulis saja melainkan bantuan dari
berbagai pihak yang telah tulus dan ikhlas membantu penulis sehingga selesai.
Untuk itu dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Arief Subhan M.Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Dr. Suparto, M. Ed. Ph. D, selaku Wakil Dekan I,
Roudhonah, M.Ag, selaku Wakil Dekan II, Suhaimi, M.Si. selaku Wakil
Dekan III.
2. Drs. Cecep Castrawijaya, MA. Selaku Ketua Jurusan Manajemen
Dakwah yang banyak member arahan kepada penulis selama berada di
iii
3. Drs. Sugiharto, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah
sekaligus merangkap menjadi Dosen Pembimbing, yang telah bersedia
meluangkan waktunya, tenaga serta pikiran untuk memberikan arahan
dan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
banyak memberikan wawasan, ilmu pengetahuan dan berbagi
pengalamannya kepada penulis.
5. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan pelayanan dan fasilitasnya,
6. Ibu Yusita Ahadiah selaku Sub Branch Manager BTN Syariah KCP
Ciputat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di
kantor yang beliau pimpin.
7. Segenap Karyawan BTN KCP Syariah Ciputat, khususnya Kak Taufik
Anwar Selaku Operation Staff BTN Syariah KCP Ciputat, yang bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang penulis
butuhkan.
8. Kedua Orang Tuaku yang tercinta dan tersayang, selalu tulus
mendoakan dan memberikan semngat, sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Allah selalu memberikan
iv
9. Mas budi yang tidak pernah bosan selalu menemani dan menyemangati
penulis, ketika penulis mulai menyerah untuk menyelesaikan skripsi ini.
10.Sahabat-sahabat penulis, Ami Uut, Hana dan teman MD LKS yang
selalu memberikan saran dan masukan kepada penulis.
Begitu banyak nama-nama yang belum tercantum di skripsi ini. Akhirnya
penulis kembalikan kepada Allah, semoga yang penulis dapatkan selama ini
menjadi ilmu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri sendiri.
Wassalmualaikum. Wr. Wb.
Penulis
Euis Sri Mulyani
v
B.Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 11
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
D.Metodologi Penelitian ... 13
E.Tinjauan Pustaka ... 15
F. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II: LANDASAN TEORI MANAJEMEN RISIKO DAN PEMBIAYAAN A. Manajemen Risiko 1. Pengertian Risiko ... 19
2. Pengertian Manajemen Risiko ... 20
3. Jenis-jenis Risiko Perbankan Syariah ... 21
vi
1. Sejarah Singkat BTN Syariah... 47
2. Tujuan ... 50
3. Visi dan Misi ... 50
4. Produk dan Jasa yang dijalankan ... 51
5. Struktur Organisasi ... 64
BAB IV: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MULTIMANFAAT BTN iB KCP SYARIAH CIPUTAT 1. Bagaimana Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Multimanfaat BTN iB ... 69
2. Bagaimana Mekanisme Pemberian Pembiayaan Multimanfaat BTN iB? ... 74
3. Bagaimana Proses Penyelesaian Pembiayaan Multimanfaat BTN iB Bermasalah? ... 78
BAB V: PENUTUP 1. Kesimpulan ... 81
2. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar3.1 Pembiayaan KPR BTN Syariah (Murabahah) ... 55
Gambar3.2 Pembiayaan Multiguna BTN Syariah ... 58
Gambar3.3 Pembiayaan Musyarakah ... 60
Gambar3.4 Pembiayaan Modal Kerja BTN Syariah ... 61
Gambar3.5 Pembiayaan Istishna ... 62
Gambar3.5 Struktur Organisasi BTN KCP SyariahCiputat ... 65
Gambar4.2 Mekanisme Pembiayaan Multimanfaat BTN KCP Syariah Ciputat ... 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Keuangan Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah yang
sesuai syari’ah untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga
(riba). Prinsip muamalah yang diperkenalkan itu berupa prinsip Bagi Hasil lahir
sebagai pengganti prinsip bunga sekaligus sebagai salah satu solusi alternatif
untuk menjawab persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan
demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang mendambakan kehadiran sistem
lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntunan kebutuhan yang tidak hanya
sebatas financial namun juga tuntutan moralitasnya serta yang ingin melepaskan
diri dari persoalan riba telah menjawab dengan lahirnya Bank Islam.1
Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke
Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai
pilar ekonomi islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian
tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M.
Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain.2 Perkembangan perbankan syariah pada
era reformasi ditandai oleh dengan disetujuinya Undang-undang No. 10 tahun
1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta
jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank
syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank
2
konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonvesi diri
secara total menjadi bank syariah.3
Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan
eksternal dan internal perbankan yang mengalami perkembangan pesat, bank
syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat
kompleksitas yang beragam dan melekat pada bagian pada kegiatan usahanya.
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik dapat
diperkirakan maupun tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap
pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari,
tetapi dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada
umumnya, bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang disebut sebagai
manajemen risiko.4
Untuk mewujudkan sistem keuangan yang adil dan efisien, maka setiap
tipe lapisan masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam berinvestasi dan
berusaha, sesuai dengan kemampuan dan keinginan mereka. Lembaga
pembiayaan harus memfasilitasi hal tersebut guna menampung seluruh keinginan
masyrakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana yang mereka inginkan.
Di samping itu, peran dan dan kinerja perbankan tidak akan optimal tanpa
3
keuangan yang tangguh harus mampu menghindari dan memecahkan masalah
keuangan yang dihadapi, yaitu potensi adanya risiko sistemik dan ketidak stabilan
sistem keuangan (system risk), potensi adanya risiko bank run, resiko kelebihan
atau kekurangan likuiditas perbankan, dan risiko terhadap buruknya pelayanan
yang diberikan oleh bank. Dengan alasan itulah, maka diperlukan
institusi-institusi pendukung dalam sistem keuangan, seperti lembaga pembiayaan yang
ada saat ini. 5
Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari keseluruhan ajaran islam
khususnya yang berkaitan dengan ekonomi dan muamalah. Pemenuhan prinsip
syariat islam merupakan hal utama yang harus dipenuhi dalam transaksi
perbankkan syariah. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia PBI No.
13/25/PBI/2011 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah, risiko didefinisikan sebagai potensi kerugian akibat
terjadinya suatu peristiwa tertentu.6
Terdapat beberapa prinsip yang harus dipatuhi didalam mengembangkan
dan menerapkan suatu model Manajemen Risiko.7 Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Transparasi. Prinsip ini mensyaratkan agar seluruh potensi risiko yang ada
pada suatu aktifitas, khususnya transaksi, dibeberkan secara terbuka. Risiko
yang tersembunyi/disembunyikan akan menjadi sumber permasalahan terbesar
dan perdefinisi, tidak akan dapat dikelola dengan baik.
5 Ade Arthesa & Edie Hardiaman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 200). h. 7-8
6 M. Nur Rianto Al Arif Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankkan Syariah (Jakarta: UIN Press, UIN Syarif Hidayatullah, 2015), cet. 1 hal. 19
4
2. Pengukuran yang akurat. Prinsip ini mewakili sisi sains dari konsep
Manajemen Risiko, dan mensyaratkan investasi berkesinambungan untuk
berbagai tekhnik dan alat yang akan digunakan sebagai syarat dari proses
Manajemen Risiko yang kuat.
3. Informasi Berkualitas yang tepat waktu. Prinsip ini akan turut menentukan
akurasi pengukuran dan kualitas keputusan yang diambil. Sebaliknya tidak
terpenuhinya prinsip ini bisa membawa manajemen pada suatu keputusan
yang berisiko fatal.
4. Diversifikasi. Sistem manajemen risiko yang baik menempatkan konsep
diservikasi sebagai suatu yang penting untuk dicermati. Hal ini menutut pola
pemantauan yang konstan dan konsisten. Asumsinya adalah bahwa
konsentrasi (Risiko) dapat muncul setiap saat seiring dengan berbagai
perubahan yang terjadi didunia.
5. Independensi. Berdasarkan independensi, keberadaan suatu kelompok
manajemen risiko yang independen makin dianggap sebagai suatu keharusan.
Prinsip ini tidak sekedar berbicara tentang kewenangan dan level tanggung
jawab dari kelompok manajemen risiko dengan kelompok/unit lainnya, dan
juga antar kelompok/unit yang melaksanakan transaksi dengan mengambil
risiko tertentu.
6. Pola Keputusan yang disiplin. Posri sains dalam konsep manajaemen risiko
memang telah memberikan banyak kontribusi bagi kemampuan manajemen
risiko dalam melakukan pengukuran pengukuran risiko namun kualitas
5
terbaik untuk menggunakan alat/teknik teretntu dan memahami keterbatasan
yang dimiliki oleh alat/teknik tersebut.
7. Kebijakan. Prinsip ini mensyaratkan bahwa tujuan dan strategi manajemen
risiko suatu perusahaan harus dirumuskan dengan sebuah Policy, Manual, dan
Procedure yang jelas. Tujuan utama dari hal tersebut adalah memberikan
kejelasan mengenai proses manajemen risiko, baik untuk pihak internal
maupun untuk pihak eksternal seperti regulator dan para analis.
Sasaran kebijakan manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur,
memantau dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko
yang wajar secara terarah, terintegrasi dan berkesinambungan. Dengan demikian,
manajemen risiko berfungsi sebagai filter atau pemberi peringatan dini terhadap
kegiatan usaha bank. Tujuan manajemen risiko itu sendiri adalah:
1. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.
2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable.
3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled.
4. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.
5. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.
Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkorelasi secara linier negatif.
Semakin tinggi hasil yang diharapkan, dibutuhkan risiko yang semakin besar
6
menjadi kebalikannya, yaitu aktivitas yang meningkat hasil pada saat risiko
menurun. Manajemen risiko diperlukan untuk:8
a. Mendukung pencapaian tujuan
b. Memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang
jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi. Risiko yang lebih
tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko.
c. Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal
d. Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan
dalam organisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan mengelola
risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
Salah satu hal yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional
ialah terdapatnya kontrak kemitraan di dalam industri perbankan syariah.
Setidaknya terdapat beberapa kontrak kemitraan yang dapat menimbulkan risiko,
salah satunya yaitu pada, akad Murabahah. Kontrak Murabahah merupakan salah
satu kontrak penjualan terpopuler yang digunakan untuk membeli komoditas dan
produk-produk lainnya secara kredit. Sebagian besar lembaga keuangan yang
menyediakan produk-produk keuangan islam menggunakan Murabahah secara
luas sebagai salah satu metode pembiayaan Islam, dan sebagian besar dari
kegiatan pembiayaan yang dilakukan didasarkan pada Murabahah. Jenis kontrak
ini cocok untuk pembiayaan beragam kegiatan investasi yang dilakukan oleh
7
nasabah dalam hal produksi barang-barang pabrik, membeli bahan mentah, mesin,
dan pembelian sarana produksi dan alat lainnya.9
Perluasan lembaga keuangan pembiayaan disambut baik oleh pemerintah,
yaitu dengan adanya Kepres No 61 Tahun 1998, dimana dalam Kepres ini
didalamnya terdapat landasan operasional yang jelas. Adapun beberapa jenis
usaha dalam lembaga pembiayaan diantaranya adalah sewa guna (leasing), modal
ventura (ventura capital), piutang, pembiayaan konsumen (consumer finance),
dan perdagangan surat berharga.10 Melihat karakteristik pembiayaan jenis usaha
yang beragam, maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu
kegiatan sering disebut dengan multifinance company.11
Salah satu lembaga yang menyediakan produk-produk pembiayaan yang
menggunakan akad Murabahah adalah BTN Syariah. BTN Syariah merupakan
bagian dari BTN Konvensional. BTN Syariah adalah salah satu lembaga keuangan
syariah yang mendistribusikan pembiayaan. Dan produk yang ditawarkannya
yaitu Pembiayaan MultiManfaat BTN iB.
Pembiayaan MultiManfaat BTN iB ini menggunakan akad Murabahah.
Pembiayaan ini bukan pembiayaan produktif, tapi pembiayaan konsumtif.
Pembiayaan Multi Manfaat BTN iB merupakan pembiayaan konsumtif
9 M. Nur Rianto Al Arif Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankkan Syariah, hal. 34
8
perorangan yang ditujukan khusus bagi para pegawai dan para pensiunan yang
manfaat pensiunnya dibayarkan melalui jasa Payroll BTN Batara. 12
Pembiayaan tersebut hanya dimiliki oleh BTN saja, belum dimiliki oleh
bank-bank lain. Pembiayaan ini digunakan untuk keperluan pembelian berbagai
jenis barang halal yang dibutuhkan oleh Nasabah sepanjang tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku, seperti barang elektronik, Furniture dan
perlengkapan rumah tangga serta barang halal lainnya.
Adanya kebutuhan hidup manusia, merupakan sesuatu yang sangat mudah
dibuktikan karena hal tersebut dapat diindra dan dirasakan secara langsung dalam
diri kita. Sering kita merasa lapar, butuh istirahat dan tidur, bernapas setiap detik,
ingin dihormati dan membela kehormatan keluarga.Semua ini dapat kita rasakan
sebagai bentuk kebutuhan hidup kita13.
Kata kebutuhan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi didengar,
dan sering kali diucapkan. Setiap manusia yang hidup pasti memiliki kebutuhan.
Hal yang sangat wajar, karena manusia itu memiliki hawa nafsu. Dengan adanya
berbagai macam kebutuhan, satu tujuan manusia, yaitu untuk bisa bertahan hidup.
Allah menganugrahkan keberadaan fitrah tersebut yang memungkinkan
manusia agar mampu bertahan hidup. Fittrah tersebut muncul sebagai potensi
kehidupan. Potensi kehidupan ini akan mendorong manusia untuk memenuhi
kebutuhannya tersebut. Potensi kehidupan memiliki dua penampakan, yaitu
12 www.btn.co.id/ syariah
9
kebutuhan fisik (al-hajat al-udhuwiyah) dan naluri (gharizah). Keduanya
memerlukan pemenuhan, cara dan alat pemuas yang tepat dan sesuai dengan jenis
kebutuhan. Keduanya memiliki penampakan yang berbeda pula, dalam segi
implementasi pemenuhannya.14
Secara definitif, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan
baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan
demikian yang dimaksud pembiayaan konsumtif adalah jenis pembiayaan yang
diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan.15
Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan
Konsumtif dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:
1. Pembiayaan Konsumen Akad Murabahah
2. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)
3. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah
4. Pembiayaan Konsumen Akad Isthisna
5. Pembiayaan Konsumen Akad Qard
Dalam menetapkan akad pembiayaan konsumtif, langkah-langkah yang
perlu dilakukan bank adalah sebagai berikut:
1. Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk
kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiayaan
tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa.
14 M. Sholahuddin, Asas – asas Ekonomi Islam, h. 13
10
2. Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah
apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau good in process. Jika ready
stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun,
jika berbentuk goods in process, yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi
apakah proses barang tersebut memerlukan waktu dibawah 6 bulan atau lebih.
Jika dibawah 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam.
Jika proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari 6 bulan, pembiayaan
yang diberikan adalah istishna.
3. Jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah
dibidang jasa, pembiayaan yang diberikan adalah ijarah.
Bank sebagai Institusi yang memiliki izin untuk melakukan banyak
aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan.
Perbankan dalam menjalankan aktivitasnya, selalu dihadapkan pada risiko, karena
pada dasarnya risiko melekat pada seluruh aktifitas bank. Risiko yang mungkin
terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi bank, jika tidak dideteksi serta dikelola
sebagaimana mestinya. Dalam menghadapinya banyak cara yang dilakukan
perusahaan, yaitu dapat berupa suatu pemahaman tentang bagaimana risiko itu
terjadi, bagaimana dampaknya bagi perusahaan dan mengendalikannya adalah
suatu proses manajemen yang perlu dilakukan perusahaan. Perusahaan yang
melakukan proses manajemen risiko akan semakin sadar dan siap menghadapi
kemungkinan terjadinya risiko yang potensial terjadi. 16
11
Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko dan memasukan
dalam setiap pengambilan keputusan bisnisnya diharapkan lebih survive, karena
potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Perusahaan yang
melakukan proses manajemen risiko juga diharapkan lebih dapat menciptakan
nilai tambah, karena potensi return yang diperoleh sudah diperhitungkan lebih
besar dari pada potensi risiko kerugiannya. Dengan demikian, proses manajemen
risiko menjadi suatu kebutuhan bagi setiap perusahaan bukan menjadi kewajiban
yang dipersyaratkan oleh regulator.17
Karena hal itu peneliti tertarik untuk meneliti, mengkaji dan menganalisis
lebih jauh permasalahan tersebut dalam skripsi ini dengan judul “ Manajemen
Risiko Pembiayaan MultiManfaat BTN iB pada Bank Tabungan Negara
Kantor Cabang Pembantu Syariah Ciputat”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan proposal ini agar tidak meluas dan fokus pada
permasalahan yang akan dibahas dan mencapai hasil yang diharapkan, maka
penulis merasa perlu membatasi objek yang dikaji. Masalah yang akan dibatasi
adalah mengenai Manajemen Risiko MultiManfaat BTN iB cabang Ciputat.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana penerapan manajemen risiko Pembiayaan MultiManfaat BTN
iB?
b. Bagaimana mekanisme pemberian pembiayaan MultiManfaat BTN iB?
12
c. Bagaimana proses penyelesaian pembiayaan MultiManfaat BTN iB
bermasalah?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Menjelaskan tentang manajemen risiko pembiayaan multimanfaat.
b. Untuk mengetahui alur proses pemberian pembiayaan Multi Manfaat BTN
iB kepada para nasabah.
c. Untuk mengetahui proses penerapan manajemen risiko dan srategi
penyelesaian pembiayaan multimanfaat1 BTN iB
2. Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memperdalam pengetahuan dalam hal penyaluran pembiayaan multi manfaat
yang diterapkan oleh BTN Syariah.
b. Bagi Pihak Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat
dalam menentukan langkah selanjutnya kearah yang lebih baik, khususnya
dalam penyaluran pembiyaan multi manfaat.
c. Bagi Jurusan Manajemen Dakwah
Hasil penelitian ini merupakan informasi mengenai Pemberian
Pembiayaan Multi Manfaat dalam upaya membantu para nasabah untuk
13
d. Bagi Dunia Pustaka
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan yang berguna dan
bermanfaat dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya
penelitian.
e. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat
untuk mengetahui sejauh mana penyaluran yang diberikan oleh pihak bank
terhadap para pegawainya.
D. Metodologi Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dan jenis data yang diperlukan
maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif. Peneliti berusaha
mengumpulkan data yang akurat dengan cara observasi dan wawancara.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan yaitu penelitian deskriptif
analisis dengan pendekatan kualitatif untuk memaparkan data-data yang ada
dilapangan kemudian menganalisisnya dan mendapatkan kesimpulan dari
penelitian ini.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal apa adanya.18 Penelitian kualitatif
menurut Flick ialah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang
14
berhubungan dengan fakta dari pluralism kehidupan. Metode ini diterapkan
untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian yang meliputi orang,
lembaga, berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya. Penelitian kualitatif
bertujuan untuk mengembangkan konsep sensivitas pada masalah yang
dihadapi menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari
bawah (grounded theory) dan mengembangkan pemahaman akan suatu atau
lebih dari fenomena yang dihadapi.19
2. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah Bank Tabungan Negara Syariah
Kantor Cabang Pembantu Ciputat.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Cabang Pembantu Syariah BTN
Ciputat, 18 Desember 2015.
4. Tehnik Analisis Data
Analisa dilakukan setelah data-data yang dibutuhkan dalam penelitian
ini terkumpul. Sedangkan untuk proses analisa dimulai dari membaca,
mempelajari, menelaah, dan menganalisis data dengan menggunakan analisis
yang didapat dari pelaksanaan penyaluran Pembiayaan Multi Manfaat BTN
iB dalam memenuhi kebutuhan konsumtif para pegawai BTN Syariah.
15
Selanjutnya dari analisa tersebut penulis mengambil kesimpulan yang bersifat
khusus (deduktif).
5. Tehnik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka penulisan
menggunakan tehnik pengumpulan data, sebagai berikut:
a. Riset kepustakaan. Riset ini dimaksudkan untuk mendapatkan acuan teori
untuk melengkapi data yang ada. Dengan cara membaca buku,
mempelajari literature dan catatan yang sesuai dengan masalah yang
dibahas. Agar mendapatkan data-data yang acuan teorinya jelas.
b. Riset lapangan. Riset ini dilakukan untuk mendapakan data primer yang
dilakukan peneliti untuk pelengkap data dalam hasil penelitian. Yaitu
dengan cara melakukan wawancara dengan pejabat yang berwenang,
sehingga mendapatkan data yang benar dan dapat dipertanggung
jawabkan.
c. Dokumentasi yakni mencari data mengenai masalah yang dibahas, yang
berupa catatan, transkip buku notulen dan sebagainya.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap sumber kepustakaan,
penulis meliput bahwa apa yang merupakan masalah pokok penelitian ini sangat
penting dan prospektif. Penelitian tentang Manajemen Risiko Pembiayaan
MultiManfaat BTN iB pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Pembantu
16
penulis belum menemukan penelitian yang sama. Adapun kajian yang digunakan
adalah:
1. Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah dan Musyarakah pada BRI
Syariah. Nilna Chazima Dina. Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum. Tahun 2015.
Menjelaskan tentang evaluasi manajemen risiko pembiayaan murabahah dan
musyarakah yang ada di BRI Syariah.
Sedangkan skripsi yang penulis kaji tentang konsep Manajemen Risiko
Pembiayaan multimanfaat BTN iB, aplikasi dan mekanisme pembiayaan
MultiManfaat BTN iB BTN Syariah.
2. Manajemen Risiko pada Pembiayaan Murabahah dan Ijarah (Studi di Koperasi
Jasa Keuangan Syariah Berkah Madani Depok). Marlena Irena. Konsentrasi
Perbankan Syariah Program Studi Muamalat. Fakultas Syariah dan Hukum.
Tahun 2014.
Menjelaskan tentang manajemen risiko pembiayaan murabahah dan ijarah
pada koperasi jasa keuangan syariah.
Sedangkan skripsi yang penulis kaji tentang konsep manajemen risiko
pembiayaan multimanfaat BTN iB, aplikasi dan mekanisme pembiayaan
MultiManfaat BTN iB pada BTN Syariah.
3. Strategi Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah pada KSU BMT UMJ.
Aam Mahmudah. Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat.
17
Menjelaskan tentang strategi manajemen risiko pada pembiayaan musyarakah
yang ada di KSU BMT UMJ.
Sedangkan skripsi yang penulis kaji tentang konsep manajemen risiko
pembiayaan multimanfaat BTN iB, aplikasi dan mekanisme pembiayaan
MultiManfaat BTN iB pada BTN Syariah.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan bagi penulis dan untuk memudahkan
pemahaman bagi pembaca, proposal ini akan disusun dengan sistematika dalam
bentuk bab-bab besar yang didalamnya termuat subbab-subbab yang lebih kecil.
Adapun sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Bab yang pertama, yaitu berisi pokok-pokok pikiran awalan yang penulis
tuangkan untuk nantinya dibahas dan diuraikan lebih lanjut dalam skripsi ini. Bab
pertama ini yaitu pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah yang berisi
alasan penulis tentang pengangkatan masalah dan pemilihan judul. Masalah yang
diangkat kemudian dibatasi dan dirumuskan dalam pembatasan dan perumusan
masalah. Selain itu, penulis juga mencantumkan tujuan dan manfaat penelitian,
lokasi penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Selanjutnya bab yang kedua, bab ini membahas tentang teori pengertian
manajemen risiko, jenis-jenis risiko perbankan syariah, karakter manajemen risiko
dalam bank islam, proses manajemen risiko, manajemen risiko pada pembiayaan
18
Bab yang ketiga merupakan gambaran umum Bank Tabungan Negara
(BTN) Syariah yakni sejarah dan dasar pemikiran berdirinya BTN, tujuan, visi
dan misi, strategi usaha BTN, konsep dasar dan kegiatan operasional BTN,
struktur organisasi BTN.
Kemudian bab keempat akan menguraikan sekaligus menjawab rumusan
masalah kedua, yakni tentang Aplikasi, Mekanisme Manajemen Risiko pada
Pembiayaan MultiManfaat BTN iB dan Penyelesaian Pembiayaan MultiManfaat
yang bermasalah
Terakhir bab kelima, dalam skripsi ini hanya terdiri dari satu bab, yaitu
kesimpulan dan saran. Subbab kesimpulan berisi ringkasan uraian sekaligus
penegasan penulis mengenai jawaban atas tiga rumusan masalah yang diajukan
sebelumnya. Sedangkan subbab saran berisi tindak lanjut yang seharusnya
dilakukaan sehingga hasil kajian dan pendalaman penulis dapat benar-benar
bermanfaat, baik terhadap perkembangan wacana pengetahuam penulis sendiri
,aupun pembaca secara keseluruhan. Dan sebagai bahan rujukan untuk peninjauan
19
demikian, secara umum risiko dapat didefinisikan dengan bebagai cara,
misalnya risiko didefinisikan sebagai kejadian yang merugikan, atau risiko
adalah penyimpangan hasil yang diperoleh dari yang diharapkan. Ada beberapa
definisi risiko, antara lain:
1. Risiko adalah kemungkinan yang tidak diharapkan.
2. Risiko adalah ketidakpastian atau uncertainty yang mungkin melahirkan
kerugian (loss),
3. Risiko adalah kejadian yang merugikan. Dalam bidang investasi risiko
diartikan sebagai kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari apa
yang diharapkan.20
4. Risiko merupakan bahaya, risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu
tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan
dengan tujuan yang ingin dicapai.21
20
Drs. Kasidi, Manajemen Risiko (Bogor: Ghalia Indonesia,2010), h. 4 21 Ferry N, Idroes,
20
5. Menurut Philip Best, menyatakan bahwa risiko adalah kerugian secara
financial, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan, risiko adalah
kemungkinan terjadi penyimpangan dari harapan yang menimbulkan dampak
yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.
b. Pengertian Manajemen Risiko
Ahmad Slamet dan Hoscaro dalam tulisannya “ Manajemen Risiko
Bank Syariah” menyatakan, bahwa risiko dapat di definisikan sebagai suatu
potensi terjadinya suatu peristiwa (events)yang dapat menimbulkan kerugian.22
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial,
baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat
diperkirakan (unancipated)yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat
dikelola dan dikendalikan.23
Manajemen risiko sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam
identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta
melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktifitas
atau proses.24
22 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) Cet ke 1 h. 290
23 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada,200) Ed. 3-4 h. 255
21
Manajemen risiko adalah serangkaian metodologi yang digunakan
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang
timbul dari kegiatan usaha bank.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah cara untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang
kemungkinan timbul pada aktifitas fungsional bank, yang dapat merugikan
pendapatan dan permodalan bank.
c. Jenis-jenis Risiko Perbankan Syariah
Bank Indonesia telah mengidentifikasi jenis-jenis risiko yang akan
dihadapi industri perbankan pada umumnya, yang meliputi sebagai berikut:
c.1 Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak
lain (counterparty) dalam memenuhi kewajiban kepada bank.Termasuk
dalam kelompok risiko kredit adalah risiko konsentrasi kredit. Risiko
konsentrasi kredit merupakan risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya
penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industry,
sector dan atau area geografis tertentu berpotensi menimbulkan kerugian
cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha bank.25Risiko
kredit dapat timbul karena beberapa hal, antara lain:
a. Adanya kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi
(surat utang) yang dibeli oleh bank tidak dibayar.
22
b. Tidak dipenuhinya kewajiban, dimana bank yang terlibat di dalamnya
dapat melalui pihak lain, misalnya kegagalan memenuhi kewajiban
pada kontrak derivatif.
c. Penyelesaian dengan nilai tukar, suku bunga, dan produk derivatif.
Kerugian risiko kredit dapat timbul sebelum terjadinya default,
sehingga risiko kredit itu didefinisikan sebagai potensi kerugian nilai
market to market yang mungkin timbul karena pemberian kredit oleh
bank.
c. 2 Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya
nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Risiko
pasar antara lain terdapat pada akitivitas fungsional bank seperti kegiatan
tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun
penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana (pinjaman
dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang,
serta kegiatan pembiayaan perdagangan.
Jenis risiko pasar meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar,
risiko komoditas, dan risiko ekuitas.26Risiko suku bunga adalah risiko
yang timbul sebagia akibat dari fluktuasi tingkat bunga. Meskipun bank
syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun
sisi pembiayaan, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari risiko
tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah
23
tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang loyal penuh terhadap syariah.
Oleh karena itu, bank syariah menghadapi hal yang semacam tingkat
bunga berupa pricing risk yaitu:
a. Direct Competitior Market Rate (DCMR), yaitu tingkat bagi hasil dari
bank-bank yang menjalankan usahanya dengan prinsip syariah.
b. Indirect Competitor Market Rate (ICMR), yaitu tingkat bunga pada
bank-bank konvensional.
c. Expected Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi yang
kompetitif yang diharapkan oleh investor.
Bila terjadi bagi hasil pendanaan syariah lebih kecil dari tingkat
bunga nasabah dapat dipindah ke bank konvensional, sebaliknya pada
sisi financing, bila margin yang dikenakan lebih besar dari tingkat
bunga maka nasabah dapat beralih ke bank konvensional.
Berikut adalah beberapa contoh risiko yang terkait dengan
tingkat bunga sebagai berikut:
a. Dalam pembiayaan murabahah, margin tidak dapat dinaikkan dari
ketetapan di awal akad. Apabila terjadi kenaikan suku bunga, maka
pendapatan margin dari pembiayaan murabahahmenjadi lebih kecil
dibanding pendapatan bunga.
b. Harga barang dalam salam ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat
kontrak/akad ditanda tangani. Apabila terjadi kenaikan suku bunga,
24
rendah dibanding tingkat bunga. Akibat selanjutnya, bagi hasil yang
diberikan kepada nasabah tidak kompetitif.
c. Pembiayaan sewa ditetapkan di muka dan dapat diubah di kemudian
hari, tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak,.Keharusan adanya kesepakatan ini, tidak mudah bagi bank
untuk melakukan penyesuaian harga sewa meskipun suku bunga
pada bank konvensional meningkat.
d. Dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah, tingkat
nisbahbagi hasil dapat diubah dikemudian hari, tetapi harus
disepakati oleh masing-masing pihak. Hal ini terjadi terutama dalam
pembiayaan dikaitkan dengan transaksi murabahah, bila kenaikan
nisbah tidak disepakati, bank hanya akan memperoleh bagi hasil atas
margin murabahah dalam jumlah tetap sebagaimana lazimnya dalam
pembiayaan murabahah.27
Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai
posisi trading book dan banking bookyang disebabkan oleh
perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas.
Risiko komoditas adalah risiko akibat perubahan harga instrument
keuangan dari posisi trading book dan banking book yang
disebabkan oleh perubahan harga komoditas. Risiko ekuitas adalah
25
risiko akibat perubahan harga instrument keuangan dari posisi
trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham.28
c.3 Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh
ketidak mampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh
tempo.29 Risiko likuiditas dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Risiko likuiditas pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak
mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena
kondisi likuiditas pasar tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar.
2. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak
mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sember
dana lain30.
Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah bank
syariah juga menghadapi risiko likuiditas sebagai berikut:
a. Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya
perbankan syariah.
b. Turunnya kepercayaan nasabah pada bank syariah yang bersangkutan.
c. Ketergantungan pada sekelompok deposan.
d. Dalam mudharabah kontrak, memungkinkan nasabah untuk menarik
dananya kapan saja, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
28 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 293. 29 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, h.274.
26
e. Mismatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka
panjang.
f. Keterbatasan instrument keuangan untuk solusi likuiditas.
g. Bagi hasil antar bank kurang menarik, karena final settlement-nya
harus nunggu selesainya perhitungan cash basis pendapatan bank yang
biasanya baru terlaksana pada akhir bulan.
Risiko likuiditas dapat melekat pada aktivitas fungsional
perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, kegiatan pendanaan
dan instrument utang. Pengelolaan likuiditas ini sangat penting karena
kekurangan likuiditas dapat menggangu bukan hanya bank tersebut namun
system perbankan secara keseluruhan.
c.4 Risiko Operasional (Operational Risk)
Risiko yang diakibatkan ketidakcukupan atau tidak berfungsinya
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan system, dan adanya
kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko
operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung
maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan
memperoleh keuntungan. Risiko operasional dapat melekat pada setiap
aktivitas fungsional bank, seperti kegiatan perkreditan (penyedia dana),
tresuri dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan,
27
sistem informasi manajemen, serta pengelolaan sumber daya manusia.Ada
tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya risiko ini, yaitu:
a. Infrastruktur, seperti Tekhnologi, Kebijakan, Lingkungan,
Pemngamanan, Perselisihan dan sebaginya.
b. Proses, dan
c. Sumber daya.
c.5 Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan oleh tidak
patuhinya ketentuan-ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun
eksternal, sebagai berikut:
a. Ketentuan Giro Wajib Minimum, Net Open Position, Non Performing
Financing, dan Batas Pemberian Maksimum Pemberian Pembiayaan.
b. Ketentuan dalam penyediaan produk.
c. Ketentuan dalam pemberian pembiayaan.
d. Ketentuan dalam pelaporan baik laporan internal, laporan kepada Bank
Indonesia, maupun laporan kepada pihak ketiga lainnya.
e. Ketentuan Perpajakan.
f. Ketentuan dalam akad dan kontrak.
g. Fatwa Dewan Syariah Nasional.
28
Risiko hukum adalah risiko yang diakibatkan oleh tuntutan hukum
atau kelemahan aspek yuridis, antara lain disebabkan oleh ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan
perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan
agunan yang tidak sempurna.Dalam kaitan dengan risiko hukum ini,
hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Keharusan memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis,
b. Keharusan melaksanakan prosedur analisis aspek hukum terhadap
produk dan aktivitas baru.
c. Keharusan memiliki satuan kerja yang berfungsi sebagai “legal
watch”, tidak saja terhadap hukum positif tetapi juga terhadap fatwa
DSN dan ketentuan-ketentuan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
d. Keharusan menilai dampak perubahan ketentuan/peraturan terhadap
risiko hukum.
e. Keharusan untuk menerapkan sanksi secara konsisten.
f. Keharusan untuk melakukan kajian secara berkala terhadap akad,
kontrak dan perjanjian-perjanjian bank dengan pihak lain dalam hal
efektivitas dan enforceability
c.7 Risiko Reputasi (Reputation Risk)
Risiko repuatsi adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh
29
persepsi negatif terhadap bank.Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap
reputasi antara lain:
a. Manajemen
b. Pemegang saham
c. Pelayanan yang disediakan
d. Penerapan prinsip-prinsip syariah
e. Publikasi
c.8 Risiko Strategik (Strategic Risk)
Risiko strategik adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh
adanya penetapan dan pelaksanaan strategik bank yang tidak tepat,
pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau bank yang tidak
mematuhi atau tidak melaksanakan perubahan perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan
melalui penerapan sistem pengendalian secara internal secara konsisten.
Dampak dari Risiko Operasi yang mencakup Risiko Reputasi,
Risiko Kepatuhan, Risiko Strategi, dan Risiko Hukum ini dapat berupa:
1. Penarikan besar-besaran terhadap Dana Pihak Ketiga;
2. Timbul masalah likuiditas;
3. Ditutup oleh Bank Indonesia;
4. Kebangkrutan.
30
Proses manajemen risiko pada zaman dahulu juga diterapkan oleh
Nabi Yusuf as. Kisah tersebut tercantum dalam Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 46
-49 yang menceritakan tentang pertanyaan raja Mesir mengenai mimpinya
kepada Nabi Yusuf, di mana pada suatu ketika raja Mesir pernah bermimpi
melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina
yang kurus, melihat tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir gandum
yang kering. Dari kisah tersebut dapat dikatakan bahwa telah timbul suatu
risiko yang menimpa negeri Yusuf yaitu pada tujuh tahun kedua akan timbul
kekeringan yang dahsyat. Mendengar cerita mengenai mimpi sang raja,
kemudian yusuf memberikan saran agar seluruh rakyat menyimpan sebagian
hasil panennya dengan tujuan menghindari bahaya kelaparan akibat musim
paceklik yang akan menimpa negeru tersebut. Proses manajemen risiko yang
diterapkan Nabi Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, evaluasi dan
pengukuran risiko, serta pengelolaan risiko.31Selain itu, Allah SWT juga
berfirman dalam Surat Al-Hasyr ayat 18:
بخ هّّا ّإ هّّا ا قّا ّغّ ْتمّق ام سْفن ْرظْنتّْ هّّا ا قّا ا نمآ نيذّا ا يأ اي ّ َّّْْ اَِ رر
( ٨١ )
Yang artinya :Wahai orang-orang yang beriman Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Manajemen risiko selain meliputi aktivitas pengembangan
perangkat, alat, dan tekhnik dalam pengelolaan risiko, juga merupakan suatu
31
proses manajemen secara umum memiliki siklus perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan pengendalian serta tindakan korektif. Sebagai suatu proses
manajemen, dalam proses manajemen risiko terdiri dari dua kelompok
aktivitas, yaitu manajemen risiko dan pengendalian risiko. Manajemen risiko
bertujuan memaksimalkan pendapatan/keuntungan sambil meminimumkan
tingkat risiko yang dihadapi dengan faktor pembatas tingkat modal yang
tersedia. Sedangkan pengendalian risiko adalah proses independen untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengantisipasi, dan melaporkan tingkat risiko
yang dihadapi, keuntungan/pendapatan, dan modal yang digunakan.32
Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap:
a. Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional,
b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha.
2. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:
a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan
prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko,
b. Penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko apabila terdapat
perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang
bersifat material.
3. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan:
32
a. Evaluasi terhadap eksposur risiko,
b. Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan
usaha, produk, transaksi, faktor risiko, tekhnologi informasi dan system
informasi manajemen risko yang bersifat material.
4. Pengendalian Risiko
Tahap ini dilakukan untuk melihat kemungkinan penyempurnaan tahapan
analisis risiko yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan.Langkah tersebut
dilanjutkan dengan penambahan serta penyempurnaan perencanaan risiko
perusahaan.Selain itu, dengan adanya pengawasan dan pengendalian risiko
berjalan sesuai rencana, memastikan bahwa pengelolaan risiko cukup efektif,
dan memantau perkembangan terhadap kecenderungan berubahnya profil
risiko, karena perubahan ini berpengaruh pada pergeseran peta risiko dan
prioritas risiko.33Pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk
mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
bank.34
e. Tujuan Manajemen Risiko
Diterapkannya proses suatu manajemen risiko di dalam ruang
lingkup manajemen perusahaan tentunya memiliki tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Tujuan manajemen risiko menurut Soeisno Djojosoedarso adalah
sebagai berikut:35
33 Veithzal Rivai, Bank and Financial Institution Management: Conventional and Sharia System,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Terje, h. 29
34 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan h. 260.
33
a. Tujuan sebelum terjadinya peril36
Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sebelum terjadinya
peril antara lain:
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya upaya penanggulangan
kemampuan kerugiandengan cara yang paling ekonomis melalui
tekhnik analisis keuangan.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, misalnya upaya untuk
mengurangi kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya
penanggulangan maka kondisi tersebut dapat diatasi.
b. Tujuan sesudah terjadinya peril
Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sesudah terjadinya
peril dapat berupa:
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya perusahaan harus dapat
mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan perusahaan
dapat berjalan setelah perusahaan terkena peril.
2. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun
tidak sepenuhnya, paling tidak cukup menutupi biaya variabelnya.
3. Mencari upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut setelah
perusahaan terkena peril.
4. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial terhadap
perusahaan.
34
B. Pembiayaan
a. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pembiayaan
atau financing menurut UU No. 10 Tahun 199 pasal 1 ayat 12 adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan hal tersebut,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka wajtu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 37
b. Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian,
perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut:
b.1Pembiayaan Dapat Meningkatkan Utility (Daya Guna) dari
Modal/Uang
Para penabung menyimpan uang dalam bentuk giro, deposito,
ataupun tabungan.Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan
kegunaannya oleh bank.Para pengusaha menikmati pembiayaan dari
bank umtuk memperluas/memperbesar usahanya, baik peningkatan
produksi, perdagangan, maupun untuk usaha-usaha rehabilitas ataupun
usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh.
35
Dengan demikian, dana yang mengedap di bank (yang diperoleh
dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam), dan disalurkan untuk
usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha
maupun bermanfaat bagi masyarakat.
b.2 Pembiayaan Meningkatkan Utility (Daya Guna) Suatu Barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi
bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya
peningkatan utility kelaoa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi
minyak kelapa/minyak goring, peningkatan utility padi menjadi beras,
benang menjadi tekstil, dan sebagainya.Produsen dengan bantuan
pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat kegunaanya
kurang, ke tempat yang lebih bermanfaat. Seluruh barang-barang yang
dipindahkan dari suatu daerah ke daerah yang lain yang kemanfaatan
barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang
itu. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh
keuangan pada distributor saja dan oleh karenanya mereka memerlukan
bantuan permodalan dari bank berupa pembiayaan.
b.3 Pembiayaan Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang
Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran,
pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya
seperti cheque, giri bilyet, wesel, promes dan sebagainya melalui
36
karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahn berusaha sehingga
penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif apalagi secara
kuantitatif.
b.4 Pembiayaan Menimbulkan Kegairahan Berusaha Masyarakat
Manusia adalah mahluk yang selalu melakukan kegiatan
ekonomi.Yaitu selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kegiatan
usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi
peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan
kemampuan. Karena itu, manusia selalu berusaha dengan segala daya
untuk memenuhi kekurang mampuannya, yang berhubungan dengan
manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu pulalah,
pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh
bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan pembiayaan
yang diterima pengusaha dari bank inilah kemudian untuk memperbesar
volume usaha produktifitasnya.
Ditinjau dari sisi hukum permintaan dan penawaran maka
terhadap segala macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus
bertambah bilamana masyarakat telah memulai melakukan penawaran.
Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan
sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang
meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikian rupa, sehingga
37
bahwa setiap usaha peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu
khawatir kekurangan oleh karena masalahnya dapat diatasi oleh bank
dengan pembiayaan.
b.5 Pembiayaan sebagai Alat Stabilitas Ekonomi
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah
stabilitas pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain untuk:
a. Pengendalian inflasi;
b. Peningkatan ekspor;
c. Rehabilitas sarana;
d. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat.
Untuk menekan arus inflasi dan terlebih-lebih lagi untuk usaha,
pembiayaan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan yang
penting.Arah pembiayaan harus berpedoman pada segi-segi pembatasan
kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor yang produktif dan
sector-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup
masyarakat. Dengan kata lain setiap pembiayaan harus benar-benar
diarahkan untuk menambah flow of good, serta memperlancar distribusi
barang-barang tersebut agar merata ke seluruh lapisan masyarakat.
b.6 Pembiayaan sebagai Jembatan Peningkatan Pendapatan Nasional.
Pengusaha yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha
untuk meningkatkan usahanya.Peningkatan usaha berarti peningkatan
38
arti kata dikembalikan ke dalam struktur permodalan, maka peningkatan
akan berlangsung terus menerus. Dengan earnings (pendapatan) yang
terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. Di
pihak lain pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang pertambahan
kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa bagi Negara.
Di samping itu, dengan semakin efektifnya kegiatan
swasembada kebutuhan pokok, berarti akan menghemat devisa keuangan
Negara, akan dapat diarahkan pada usaha-usaha kesejahteraan ataupun
sektor-sektor lain yang lebih berguna. Apabila rata-rata pengusaha,
pemilik tanah, pemilik modal, dan buruh/karywan mengalami
peningkatan pendapatan, maka pendapatan Negara via pajak akan
bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa untuk
urusan konsumsi barang berkurang sehingga langsung atau tidak, melalui
pembiayaan, pendapatan nasional akan bertambah.
b.7 Pembiayaan sebagai Alat Hubungan Ekonomi Internasional
Bank sebagai lembaga pembiayaan tidak saja bergerak di dalam
negeri, tetapi juga di luar negeri.Beberapa Negara-negara kaya minyak
yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem perbankannya telah
melebarkan sayap perbankannya ke seluruh pelosok dunia, demikian
pula beberapa Negara maju lainnya.Negara yang kaya atau kuat
ekonominya, demi persahabatan antar Negara banyak memberikan
39
membangun.Bantuan-bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan
pembiayaan dengan syarat-syarat ringan, yaitu bagi hasil/bungan yang
relatif murah dan jangka waktu penggunaan yang panjang. Melalui
bantuan pembiayaan antar Negara yang istilahnya sering kali didengar
sebagai G to G(Government to Government), maka hubungan antar
Negara pemberi (Shahibul Maal) dan penerima pembiayaan (Mundharib)
akan bertambah erat, terutama yang menyangkut hubungan perekonomin
dan perdagangan.
Dari uraian di atas, betapa besarnya fungsi dalam dunia
perekonomian, tidak saja di dalam negeri, tetapi juga menyangkut
hubungan antara Negara sehingga melalui pembiayaan hubungan
ekonomi internasional dapat dilakukan dengan lebih terarah.Lalu lintas
pembayaran internasional pada dasarnya berjalan lanacar bila disertai
kegiatan pembiayaan yang sifatnya internasional.38
c. Jenis-jenis Pembiayaan
Menurut Ir. Adiwarman A. Karim dalam bukunya Bank Islam Analisis Fiqih
dan Keuangan, jenis-jenis pembiayaan bank syariah ada 6 (enam), diantaranya:
c.1 Pembiayaan Modal Kerja Syariah
Secara umum yang dimaksud dengan Pembiayaan Modal Kerja
(PMK) Syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada
40
perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.Jangka waktu pembiayaan modal kerja
maksimum 1 (satu) tahun dan diperpanjang sesuai dengan
kebutuhan.Perpanjangan fasilitas PMK dilakukan atas dasar hasil analisis
terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara keseluruhan.
Fasilitas PMK dapat dberikan kepada seluruh sector/subsector
ekonomi yang dinilai prospek, tidak bertentangan dengan syariat islam dan
tidak dilarang oelh ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta yang
dinyatakan jenuh oleh Bank Indonesia. Pemberian fasilitas pembiayaan
modal kerja kepada debitur /calon debitur dengan tujuan untuk
mengeliminasi risiko dan mengoptimalkan keuntungan Bank.
Dalam Pemberian Modal Kerja, bank juga harus mempunyai
daya analisis yang kuat tentang sumber pembayaran kembali, yakni
sumber pendapatan (income) proyek yang akan dibiayai. Hal ini dapat
diketahui dengan cara mengklasifikasikan proyek menjadi:
1. Proyek dengan kontrak
2. Proyek tanpa kontrak
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan
syariah, jenis Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dapat dibagi menjadi 5
macam, yakni:
1. PMK Mudhrabah
2. PMK Istishna‟
41
4. PMK Murabahah
5. PMK Ijarah
c.2 Pembiayaan Investasi Syariah
Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana dengan
maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan di kemudian
hari. Dana yang ditanam dalam aktiva tetap seperti halnya dana yang
diinvestasikan ke dalam aktiva lancar juga mengalami proses perputaran,
walaupun secara konsepsional sebenarnya tidak ada perbedaan antara
investasi dalam aktiva tetap dengan investasi dalam aktiva lancar. Baik
investasi dalam aktiva lancar maupun investasi dalam aktiva tetap
dilakukan dengan harapan bahwa perusahaan akan dapat memperoleh
kembali dana yang telah diinvestasikan tersebut. Masalahnya adalah
perputaran dana yang tertanam dalam kedua jenis aktiva tersebut berbeda,
yaitu investasi ke dalam aktiva lancar diharapkan akan dapat diterima
kembali dalam waktu dekat dan secara sekaligus (paling lama dalam 1
tahun), sebaliknya dalam aktiva tetap dana yang tertanam tersebut akan
kembali secara keseluruhan dalam waktu beberapa tahum dan kembalinya
itu secara berangsur-angsur melalui penyusutan (depresiasi).
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka
menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal
42
c.4 Pembiayaan Konsumtif Syariah
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan
pokok baik berupa barang,seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat
tinggal maupun berupa jasa, sepeti pendidikamn dasar dan pengobatan.
Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan yang secara
kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan
primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman,
pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun
berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan, kesehatan, pariwisata, hiburan
dan sebagainya.
Pada umumnya bank konvensional membatasi pemberian kredit
untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti
kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang
kemudian menjadi barang jaminan utama. Adapun untuk pemenuhan
kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat
diikat sebagai collateral. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan
tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi
43
pembiayaan syariah, pembiayaan Konsumtif dapat dibagi menjadi 5
bagian, yaitu:39
6. Pembiayaan Konsumen Akad Murabahah
7. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)
8. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah
9. Pembiayaan Konsumen Akad Isthisna
10.Pembiayaan Konsumen Akad Qard
Dalam menetapkan akad pembiayaan konsumtif, langkah-langkah
yang perlu dilakukan bank adalah sebagai berikut:
4. Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk
kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiayaan
tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa.
5. Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat
adalah apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau good in
process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah
pembiayaan murabahah. Namun, jika berbentuk goods in process,
yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang
tersebut memerlukan waktu dibawah 6 bulan atau lebih. Jika dibawah
6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Jika
proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari 6 bulan,
pembiayaan yang diberikan adalah istishna.