• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Sepsis

2.3.4. Manajemen Sepsis Berat

Berdasarkan International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock tahun 2012, berikut ini adalah rekomendasi manajemen untuk sepsis berat:

Tabel 2.2. Manajemen Sepsis Berat A. Resusitasi awal

a. Resusitasi kuantitaif pada pasien dengan hipoperfusi yang diinduksi sepsis setelah perubahan cairan awal atau konsentrasi laktat dalam darah ≥ 4 mmol/L. Tujuan selama 6 jam pertama resusitasi adalah:

b. Tekanan vena sentral 8-12 mmHg

c. Tekanan arteri rata-rata (MAP) ≥ 65 mmHg d. Keluaran urin ≥ 0,5 mL/kg/jam

e. Vena central (vena cava superior) atau saturasi oksigen vena 70% atau 65%

f. Pada pasien dengan peningkatan level laktat maka target resusitasi adalah untuk menormalkan laktat

B. Skrining untuk sepsis dan perkembangan kondisi

a. Skrining rutin terhadap potensi infeksi pasien sakit kritis untuk menentukan implementasi awal terapi

b. Usaha peningkatan kondisi pasien sepsis berat berbasis rumah sakit C. Diagnosis

a. Kultur sebelum terapi antimikroba jika tidak ada keterlambatan signifikan (>45 menit) dalam memulai penggunaan antimikroba. Paling tidak dua set kultur darah (baik aerob maupun nonaerob) ditentukan sebelum terapi antimikroba

b. Penggunaan 1,3 beta-D-glucan assay, mannan dan anti-mannan antibody assay jika tersedia dan candidiasis invasif terdapat dalam diagnosis penyebab infeksi

c. Kajian imaging dilakukan untuk mengkonfirmasi sumber infeksi potensial

D. Terapi antimikroba

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

syok sepsis dan sepsis tanpa syok sepsis sebagai tujuan terapi

b. Terapi empiris awal satu atau dua obat yang memiliki aktivitas melawan bakteri patogen dan yang berpenetrasi dalam konsentrasi adekuat ke dalam jaringan yang diasumsikan menjadi sumber sepsis.

c. Regimen antibiotik harus dinilai setiap hari untuk melakukan de-eskalasi d. Gunakan level rendah prokalsitonin atau biomarker serupa untuk

membantuk klinisi mengehntikan antibiotik empriis pada pasien yang tampak sepsis pada awalnya, tetapi tidak menunjukkan bukti sepsis lebih lanjut

e. Terapi empiris kombinasi untuk pasien neutropeni dengan sepsis berat dan untuk pasien yang susah diterapi, patogen MDR seperti

Acinetobacter dan Pseudomonas spp. Untuk pasien dengan infeksi berat berkaitan dengan gagal napas dan syok septik, terapi kombinasi dengan beta-laktam extended spectrum dan baik aminoglikosida atau fluoroquinolone untuk P.aeruginosa. Kombinasi beta-laktam dan makrolida untuk pasien dengan syok septic digunakan untuk infeksi

Streptococcus pneumoniae. Terapi kombinasi empiris tidak boleh diberikan lebih dari 3-5 hari. De-eskalasi ke terapi tunggal paling sesuai harus dilakukan segera profil kepekaan bakteri diketahui.

f. Durasi terapi biasanya 7-10 hari, lebih dari itu mungkin sesuai untuk pasien yang memiliki respon klinis yang lambat, undrainable foci of infectioni, bakteremia dengan S. aureus, beberapa fungi dan infeksi virus atau defisiensi immunologi termasuk neutropenia

g. Terapi antivirus harus dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik karena virus.

h. Agen antimikroba tidak boleh digunakan pada pasien dengan kondisi inflamasi parah yang disebabkan karena noninfeksi.

E. Kontrol sumber

a. Diagnosis infeksi secara anatomik memerlukan pertimbangan apakah kontrol sumber perlu dilakukan atau tidak secepat mungkin, dan intervensi dilakukan selama 12 jam pertama setelah diagnosis dibuat, jika mungkin.

b. Ketika infeksi nekrosis peripancretic diidentifikasi sebagai sumber infeksi potensial, intervensi definitif baiknya ditunda sampai adanya pembatasan yang adekuat terhadap jaringan yang terinfeksi dan tidak. c. Ketika kontrol sumber pada pasien sepsis berat dibutuhkan, intervensi

yang efektif adalah yang paling tidak menyakitkan secara fisiologis (misal, perkutan daripada surgical drainage untuk abses)

d. Jika alat akses intravaskular adalah sumber sepsis berat atau syok septik, alat tersebut harus dilepaskan setelah akses vaskular lain terpasang. F. Pencegahan infeksi

a. Dekontaminasi oral dan digestive secara selektif harus diajukan dan diinvestigasi sebagai metode untuk mengurangi kejadian pneumonia yang berhubungan dengan ventilator. Pengukuran kontrol infeksi ini dapat dimulai dalam pengaturan pelayanan kesehatan dan are dimana metode ini efektif

b. klorheksidin glukonat oral digunakan dalam bentuk dekontaminasi orofaringeal untuk menurunkan resiko pneumonia yang berhubungan dengan ventilator pada pasien dengan sepsis berat.

(Sumber: Dellinger et al, 2012)

2.3.4.1.Terapi Antimikroba

Stichting Werkgroep Antibioticabeleid (SWAB), sebuah badan yang mengurus kebijakan antibiotik di Belanda membagi terapi antibiotik empiris sepsis menjadi dua yaitu terapi untuk sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas dan terapi untuk sepsis dengan adanya lokasi infeksi yang dicurigai. Istilah yang berhubungan dengan sepsis tanpa lokasi infeksi yang jelas yaitu community acquired, yang didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi di luar rumah sakit atau terjadi pada dua hari pertama perawatan di rumah sakit kecuali untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu 30-90 hari sebelumnya, tinggal di panti jompo, melakukan hemodialisis dan memakai alat intravaskular dalam waktu lama. Hospital acquired didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi selama perawatan di rumah sakit (setelah lebih dari dua hari) atau dalam jangka waktu

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30-90 hari setelah keluar dari perawatan di rumah sakit, melakukan hemodialisis dan memakai alat intravaskular dalam waktu lama (SWAB, 2010).

Rekomendasi terapi untuk community acquired sepsis menurut SWAB tanpa neutropenia dan tanpa lokasi infeksi yang jelas adalah sefalosporin generasi kedua atau ketiga atau amoksisilin dikombinasikan dengan aminoglikosida + asam klavulanat. Adapun terapi untuk sepsis dengan lokasi infeksi yang dicurigai dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan lokasi infeksi:

a. Sepsis dan hospital acquired pneumonia

Dalam beberapa studi tidak ditemukan perbedaan antara karbapenem dengan beta-laktam tunggal atau dikombinasikan dengan kuinolon dan aminoglikosida (SWAB, 2010). Sementara guideline lain merekomendasikan seftriakson, levofloksasin dan ampisilin-sulbaktam (Bugano et al, 2008). Meropenem dilaporkan berhubungan dengan penurunan kegagalan terapi dibandingkan dengan kombinasi ceftazidime dan aminoglikosida (SWAB, 2010) b. Urosepsis

SWAB (2010) merekomendasikan sefalosporin generasi kedua atau ketiga atau kombinasi amoksisilin dan gentamisin.

c. Intraabdominal sepsis

Untuk pasien dengan community acquired intraabdominal sepsis SWAB merekomendasikan sefalosporin generasi ketiga dikombinasikan dengan metronidazole dengan atau tanpa aminoglikosida atau amoksisilin + asam klavulanat dengan atau tanpa aminoglikosida. Sedangkan untuk pasien

nosocomial intraabdominal sepsis adalah sefalosporin dikombinasikan dengan metronidazol dan aminoglikosida atau amoksisilin + asam klavulanat atau piperacilin/tazobactam dengan atau tanpa aminoglikosida (SWAB, 2010). Guideline lain merekomendasikan meropenem dan amikasin (Bugano et al, 2008) d. Sepsis dan skin and structure infection

Antibiotik yang direkomendasikan untuk uncomplicated skin and structure infection adalah flukloksasilin. Sedangkan untuk uncomplicated skin and structure infection adalah amoksisilin + asam klavulanat.

Dokumen terkait