• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Payaman (dalam Handayani, 2005) sumberdaya manusia mengandung pengertian : a). Usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi, dalam hal ini sumber daya manusia (SDM) mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa, b). Menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian sumber daya manusia adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor lain seperti modal.

Menurut Simamora (2004) manajemen sumberdaya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan,

penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang mempengaruhi secara langsung sumber daya manusia, yaitu orang-orang yang bekerja bagi perusahaan. Manajemen sumber daya manusia merupakan aktifitas-aktifitas yang dilaksanakan agar sumber daya manusia di dalam organisasi dapat digunakan secara efektif guna mencapai berbagai tujuan.

Menurut Handoko (2000) manajemen sumberdaya manusia adalah penarikan, seleksi pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan individu dalam sebuah organisasi. Flippo, 1980 (dalam Handoko, 2003) mengungkapkan bahwa manajeman sumber daya manusia adalah perencanaan, organisasi, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasiaan, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakan. Selanjutnya Handoko (2000) Menegaskan dari beberapa pengertian di atas bahwa sumber daya manusia merupakan pengakuan terhadap pentingnya satuan tenaga kerja dalam organisasi dan pemanfaatan berbagai fungsi, serta kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara efektif dan bijak agar bermanfaat bagi individu organisasi dan masyarakat.

2.3 Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan perusahaan, dalam hubungan ini diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran

atau instruksi. Dalam suatu perusahaan, faktor kepemimpinan memegang peranan yang penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan tugas yang tidak mudah. Salah satu tantangan yang cukup berat yang sering harus dihadapi oleh pemimpin adalah bagaimana ia dapat mengerakkan bawahannya agar senantiasa mau dan bersedia mengerahkan kemampuannya yang baik untuk kepentingan kelompok atau organisasinya. Sering kali menjumpai adanya pemimpin yang mengunakan kekuasaannya secara mutlak dengan memerintah para bawahannya tanpa memperhatikan keadaan yang ada pada bawahaan (Sutikno, 2007).

Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan mendistribusikan kekuasaan bagi orang banyak untuk mencapai cita-cita bersama. Kepemimpinan dapat berjalan dengan melakukan inovasi terhadap kelompok perlu didukung oleh kemampuan pemimpin. Kemampuan tersebut merupakan modal utama yang perlu dipupuk dan dikembangkan dari waktu ke waktu. Kemampuan yang dimaksud sebagai modal utama ini berasal dari faktor intrinsik atau berada dalam diri seseorang pemimpin itu sendiri. Kepemimpinan seseorang tidak terlepas dari tanggapan dan sikap bawahan, apakah bawahan memberikan dukungan atau penolakan. Sikap ini sangat menentukan apakah seseorang pemimpin dapat memberikan motivasi dan mempengaruhi secara efektif atau tidak (Sulistiyani, 2008).

Gaya kepemimpinan merupakan cara atau norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Secara umum, gaya kepemimpinan dikenal dalam dua gaya yaitu gaya otoriter dan gaya demokratis. Gaya kepemimpinan otoriter biasanya dipandang

sebagai gaya yang didasarkan sebagai pemimpin, sedangkan gaya kepemimpinan demokrasi dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan birokrasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik motivasi yang tidak tepat, tujuan birokrasi akan terganggu dan karyawan-karyawan dapat merasa kesal, gelisah, konflik, dan tidak puas (Pasolong, 2008 )

Menurut Tohardi (dalam Sutrisno, 2010) Pendekatan perilaku berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin di tentukan oleh gaya bersikap dan bertindak seorang pemimpin yang bersangkutan, gaya kepemimpinan yang ada sebagai berikut.

1. Gaya persuasif, yaitu gaya memimpin dengan menggunakan pendekatan yang menggugah perasaan, pikiran, atau dengan kata lain dengan melakukan ajakan atau bujukan.

2. Gaya represif, yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanan-tekanan, ancaman-ancaman, sehingga bawahan merasa ketakutan. 3. Gaya partisipasi, yaitu gaya kepemimpinan dimana memberikan

kesempatan kepada bawahan untuk ikut secara aktif baik mental, spiritual, fisik, maupun material dalam kiprahnya di organisasi.

4. Gaya inovatif, yaitu pemimpin yang selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan usaha-usaha pembaruan di dalam segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, atau setiap produk terkait dengan kebutuhan manusia.

5. Gaya investigatif, yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian yang disertai dengan rasa penuh kecurigaan terhadap bawahannya sehingga menyebabkan kreativitas, inovasi, serta inisiatif dari bawahan kurang berkembang, karena bawahan takut melakukan kesalahan-kesalahan.

6. Gaya inspektif, yaitu pemimpin yang melakukan acara-acara yang sifatnya protokoler, kepemimpinan dengan gaya inspektif menuntut penghormatan bawahan, atau pemimpin yang senang apabila dihormati.

7. Gaya motivatif, yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan informasi mengenai ide-idenya, program-program, dan kebijakan-kebijakan kepada bawahan dengan baik. Komunikasi tersebut membuat segala ide, program, dan kebijkan dapat dipahami oleh bawahan sehingga bawahan mau merealisasikan semua ide, program, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemimpin.

8. Gaya naratif, yaitu pemimpin yang bergaya naratif merupakan pemimpin yang banyak bicara namun tidak disesuaikan dengan apa yang ia kerjakan, atau dengan kata lain pemimpin yang banyak bicara sedikit bekerja.

9. Gaya edukatif, yaitu pemimpin yang suka melakukan pengembangan bawahan dengan cara memberikan pendidikan dan ketrampilan kepada bawahan, sehingga bawahan menjadi memiliki wawasan dan pengalaman yang lebih baik dari hari ke hari. Sehingga seorang pemimpin yang bergaya edukatif takkan pernah menghalangi bawahan yang ingin mengembangkan pendidikan dan ketrampilan.

10. Gaya retrogresif, yaitu pemimpin tidak suka melihat maju, apalagi melebihi dirinya. Untuk itu pemimpin yang bergaya retrogresif selalu menghalangi bawahannya untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan. Sehingga dengan kata lain, pemimpin yang bergaya retrogratif sangat senang melihat bawahannya selalu terbelakang, bodoh, dan sebagainya.

Dokumen terkait