• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat praktis :

• Peneliti dapat secara langsung mengetahui kepercayaan diri remaja putri tunarungu untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti sendiri

• Memberikan deskripsi kepada publik dan pihak-pihak yang berkompeten tentang kepercayaan diri remaja putri tunarungu

• Memberikan bantuan bagi para remaja putri tunarungu agar mereka mampu menghadapi dan menerima realitas diri atas kondisi yang dihadapi

2. Manfaat teoretis

Peneliti diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan dalam bidang psikologi anak luar biasa mengenai kepercayaan diri remaja putri tunarungu.

A. Kepercayaan Diri

Burns (dalam Koentjoro, 2000) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan bagian dari kepribadian manusia yang berkembang dan terbentuk melalui proses belajar individual dan sosial. Hambly (dalam Koenjtoro, 2000) menyatakan bahwa atribut yang paling berharga pada manusia dalam bermasyarakat adalah kepercayaan diri.

1.Pengertian Kepercayaan Diri

Santrock (2003) mengungkapkan arti percaya diri yaitu dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Ia menyebut rasa percaya diri sebagai harga diri atau gambaran diri. Percaya diri menurut Thursan Hakim (2005) adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.

Kepercayaan diri menurut Koentjoro (2000) adalah aspek kepribadian yang mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam meraih keberhasilan hidup. Seseorang yang percaya diri akan mampu mengaktualisasikan potensi dan keinginannya. Sebaliknya seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan mengalami hambatan atau kesulitan untuk dapat mengekspresikan keinginan dan potensinya.

Lauster (1990) mengungkapkan bahwa seseorang yang percaya diri tidaklah berhati-hati secara berlebihan, dia yakin akan ketergantungan dirinya karena percaya pada diri sendiri tidak menjadi terlalu egois, lebih toleran karena dia tidak langsung melihat dirinya sedang dipersoalkan, dan cita-citanya normal karena tidak ada perlunya dia untuk menutupi kekurangpercayaan pada diri sendiri dengan cita-cita yang berlebihan. Kepercayaan pada diri sendiri juga mempengaruhi sikap hati-hati, ketaktergantungan, ketidakserakahan, toleransi, dan cita-cita.

Nuryanti mengutip pendapat Maslow dan Lugo (dalam Koentjoro, 2000) bahwa kepercayaan diri adalah ciri pribadi yang kreatif, dan berangkat dari keyakinan akan kemampuan diri sendiri. Kepercayaan diri adalah ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri. Di dalam kepercayaan diri terkandung kemampuan untuk mengenal dan memahami diri.

Afiatin dan Andayani (dalam Koentjoro, 2000) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang berisi keyakinan tentang kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Jadi, kepercayaan diri berarti keyakinan terhadap kemampuan yang ada dalam diri yang mengandung kemampuan untuk mengenal, mengetahui, dan memahami diri yang akan membantunya mencapai keberhasilan hidup sesuai tujuan hidupnya.

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Menurut Lauster (1990) aspek-aspek kepercayaan diri adalah: a.Aspek keamanan

Perasaan aman berarti perasaan terbebas dari rasa takut dan ragu-ragu terhadap situasi atau orang-orang di sekelilingnya. Artinya adalah bebas menentukan dan memutuskan sesuatu yang menyangkut kehidupannya. b.Aspek keyakinan pada kemampuan diri

Orang yang yakin pada kemampuan diri sendiri tidak memerlukan orang lain sebagai standar hidupnya sehingga tidak perlu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Yakin pada kemampuan diri juga berarti tidak mudah terpengaruh orang lain sekalipun berada pada keadaan yang menekan keinginan diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa yakin pada kemampuan diri sendiri adalah tidak membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh orang lain.

c.Aspek tidak mementingkan diri sendiri dan cukup toleran

Tidak mementingkan diri berarti mengerti kekurangan dirinya, dengan mengerti kekurangan dirinya remaja tunarungu mampu menyadari dan menerima siapa dirinya. Bersikap cukup toleran berarti kesadaran bahwa perbedaan pandangan bukanlah sesuatu yang ditakutkan, tetapi merupakan gejala yang normal. Kesadaran ini membuat sikap toleransi lebih mudah diperoleh. Dapat disimpulkan bahwa tidak mementingkan

diri sendiri dan cukup toleran berarti mengerti kekurangan diri dan menerima pandangan orang lain terhadap dirinya.

d.Aspek kepemilikan ambisi yang normal

Ambisi yang normal adalah ambisi yang disesuaikan dengan kemampuannya, dapat menyelesaikan tugas dengan baik, dan dapat bertanggung jawab.

e.Aspek kemandirian

Mandiri adalah tidak memerlukan bantuan dan dukungan orang lain dalam melakukan suatu hal. Tidak memerlukan bantuan orang lain berarti mampu melakukan sesuatu sendirian tanpa dibantu orang lain. Tidak memerlukan dukungan orang lain berarti bebas bertindak sesuai dengan keinginan tanpa peduli pandangan orang lain terhadap diri.

f. Aspek optimisme

Manusia menyadari bahwa kehidupan manusia selalu menghadapi masa depan yang belum diketahui. Akal tidak dapat memberikan suatu pengetahuan yang pasti tentang masa depan. Akal membangun pengharapan yang diharapkan atau penuh dengan keraguan. Orang yang optimis memiliki harapan dan secara tidak sadar memiliki pandangan yang positif mengenai diri dan masa depannya.

3. Ciri-ciri Orang yang Percaya Diri

Menurut Hakim (2005) ciri-ciri orang yang percaya diri adalah: a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai

c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi

d. Mampu menyesuaikan diri di berbagai situasi

e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang penampilannya f. Memiliki kecerdasan yang cukup

g.Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya

h.Memiliki kemampuan bersosialisasi

i. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup

j. Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar, dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup. Dengan sikap ini, adanya masalah hidup yang berat justru semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpercayaan Diri

Menurut Hakim (2005) ada berbagai kelemahan pribadi yang bisa menjadi sumber rasa tidak percaya diri yaitu :

a. Kondisi fisik

Cacat atau rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang jelas terlihat oleh orang lain. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa rendah diri yang akan berkembang menjadi rasa tidak percaya diri jika orang tersebut tidak bisa bereaksi secara positif.

b. Sering gagal

Kegagalan yang terlalu sering dialami biasanya akan menimbulkan kecemasan pada seseorang ketika mencoba untuk memperoleh sukses di bidang yang sama. Kecemasan tersebut akan menimbulkan rasa tidak percaya diri dalam bentuk keraguan apakah masih mampu mempunyai harapan untuk mengatasi kegagalan.

c. Kalah bersaing

Kekalahan di dalam persaingan dalam bidang apapun, seperti olahraga atau bisnis, bisa mengakibatkan seseorang menjadi patah semangat dan mengalami rasa tidak percaya diri yang berat. Krisis rasa percaya diri membuat seseorang menjadi ragu dengan kemampuannya sendiri dan selalu dihantui oleh perasaan takut gagal.

d. Kurang cerdas

Kecerdasan seseorang akan tampak setiap kali orang tersebut menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada terutama pada saat ia mengadakan interaksi sosial dengan orang lain melalui komunikasi lisan. Kecerdasan dan wawasan, serta kemampuan berbahasa yang kurang akan menyulitkan seseorang untuk bisa berkomunikasi dengan baik dengan kelompok orang lain yang lebih cerdas sehingga dapat menyebabkan seseorang merasa tidak percaya diri.

e. Perbedaan lingkungan

Seseorang yang berasal dari keluarga sederhana dengan kondisi-kondisi tertentu, seperti ekonomi lemah, adat istiadat kedaerahan,

lingkungan kumuh, dan berbagai norma yang sangat jauh berbeda dengan lingkungan perkotaan, bisa saja akan mengalami kesulitan untuk mengadakan penyesuaian diri.

Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk merasa diri tidak berada di dalam satu level yang sama sehingga menimbulkan seseorang merasa tidak percaya diri untuk bisa berperan dan mencapai tujuan di dalam lingkungan tertentu.

f. Tidak supel

Sikap tidak supel atau tidak fleksibel di dalam bergaul dapat disebabkan oleh banyak hal. Berbagai penyebabnya antara lain latar belakang keluarga, asal usul daerah, tingkat pendidikan, dan watak tertentu dari sisi pribadi seseorang. Ada orang tertentu yang tidak supel dalam bergaul karena orang tersebut memang sulit menyesuaikan diri, dapat juga karena orang tersebut mempunyai watak buruk yang tidak disenangi orang, seperti egois, angkuh, merasa lebih dari orang lain, suka meremehkan, kurang menghargai, atau pemarah.

Ketidakmampuan untuk bersikap supel dalam bergaul dapat menyebabkan seseorang tidak percaya diri, khususnya ketika orang tersebut memiliki suatu tujuan yang berkaitan dengan lingkungan sosial tertentu tetapi tidak mampu untuk mencapai tujuannya itu.

g. Tidak siap menghadapi situasi tertentu

Rasa tidak percaya diri yang muncul karena seseorang tidak siap menghadapi suatu situasi merupakan gejala yang sering terjadi dan

normal, misalnya seseorang diminta secara mendadak untuk berpidato, bernyanyi, atau memimpin suatu upacara.

h. Sulit menyesuaikan diri

Dalam setiap kegiatan pokok biasanya seseorang akan terikat dalam lingkungan tertentu dan berkaitan dengan orang-orang disekitarnya, misalnya dalam suatu lingkungan kerja. Dalam hal ini, setiap orang dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan orang lain. Kesulitan di dalam menyesuaikan diri dengan orang lain dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Seseorang dapat diliputi keraguan apakah orang disekitarnya dapat menerimanya sebagai mitra kerja yang baik.

i. Mudah cemas dan penakut

Mudah cemas dan penakut, terutama yang tertanam sejak kecil merupakan bibit percaya diri yang sangat parah. Penyebab utama masalah ini adalah pola pendidikan keluarga di masa kecil yang terlalu keras atau terlalu melindungi, serta sering ditakuti oleh orang disekitarnya.

j. Bicara gagap

Ketidakmampuan untuk dapat berbicara lancar dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri untuk berkomunikasi dengan orang lain. Seseorang akan merasa malu ketika kegagapannya menjadi perhatian orang lain sehingga mengakibatkan timbulnya rasa malu atau rendah diri yang dapat menambah rasa tidak percaya diri.

k.Sering menghindar

Seseorang yang percaya diri tidak akan menghindar tetapi akan menerima tugas yang mampu dikerjakan oleh dirinya ketika tugas tersebut ditujukan kepadanya. Sering menghindar merupakan salah satu gejala rasa tidak percaya diri.

l. Mudah menyerah

Mudah menyerah berarti tidak mampu bertahan dalam menghadapi suatu masalah dan tidak mau untuk mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Setiap orang seharusnya selalu berusaha untuk tetap percaya diri bahwa dirinya akan selalu mendapat jalan keluar dari masalah yang dialaminya.

m. Tidak bisa menarik simpati orang

Gejala tidak percaya diri dapat muncul jika seseorang tidak mendapat simpati dari orang lain yang artinya orang tersebut kehilangan dukungan orang lain itu. Orang tersebut bahkan akan mendapat hambatan dari orang lain di dalam mencapai tujuan hidup yang diinginkan.

5. Proses Pembentukan Kepercayaan Diri

Hakim (2005) mengatakan bahwa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam pribadi seseorang sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Secara garis besar, terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai berikut :

a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu

b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya

c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri

d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya

6. Ciri-ciri Orang yang Tidak Percaya Diri

Ciri-ciri orang yang tidak percaya diri menurut Hakim (2005) adalah: a. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan

tertentu

b. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik, sosial, atau ekonomi

c. Sulit menetralisasi timbulnya ketegangan di dalam suatu situasi d. Gugup dan terkadang bicara gagap

e. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik f. Memiliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil

g. Kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu h. Sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya.

i. Mudah putus asa

j. Cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah k. Pernah mengalami trauma

l. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah, misalnya dengan menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri

7. Proses Pembentukan Ketidakpercayaan Diri

Hakim (2005) berpendapat bahwa rasa tidak percaya diri bisa terjadi melalui proses panjang yang dimulai dari pendidikan dalam keluarga. Awal dari proses tersebut terjadi sebagai berikut :

a. Terbentuknya berbagai kekurangan atau kelemahan dalam berbagai aspek kepribadian seseorang yang dimulai dari kehidupan keluarga dan meliputi berbagai aspek, seperti aspek mental, fisik, sosial, atau ekonomi

b. Pemahaman negatif seseorang terhadap dirinya sendiri yang cenderung selalu memikirkan kekurangan tanpa pernah meyakini bahwa ia juga memiliki kelebihan

c. Kehidupan sosial yang dijalani dengan sikap negatif, seperti merasa rendah diri, suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri dari kelompok, dan reaksi negatif lainnya yang justru semakin memperkuat rasa tidak percaya diri

8. Hal-hal yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri

Ada empat cara untuk meningkatkan percaya diri remaja menurut Santrock (2003), yaitu :

a) Mengidentifikasikan penyebab dari rendahnya rasa percaya diri dan domain-domain kompetensi diri yang penting

b) Dukungan emosional dan penerimaan sosial c) Prestasi

d) Mengatasi masalah (coping)

Damon mengatakan bahwa bagi sebagian besar remaja, rendahnya rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara. Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992; Markus & Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 berujar bahwa bagi beberapa remaja, rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyelesaian diri lainnya (dalam Santrock, 2003).

Savin-Williams & Demo (dalam Santrock 2003) menceritakan tentang beberapa ahli pengukuran berpendapat bahwa kombinasi dari beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur rasa percaya diri. Sebagai tambahan untuk pengukuran lapor diri, pengukuran rasa percaya diri remaja yang dilakukan oleh orang lain dan observasi perilaku remaja pada berbagai situasi dapat memberikan gambaran rasa percaya diri yang lebih lengkap dan akurat. Sebuah penelitian yang menggunakan observasi tingkah laku untuk mengukur rasa percaya diri menunjukkan bahwa beberapa tingkah laku positif dan juga negatif dapat memberikan petunjuk tentang rasa percaya diri remaja.

Somad dan Hernawati (1996) berpendapat bahwa pengalaman-pengalaman yang dapat membangkitkan kepercayaan pada diri sendiri perlu ditanamkan kepada remaja tunarungu karena remaja tunarungu ada kemungkinan menghadapi kegagalan yang lebih besar dari anak yang normal.

B.Tunarungu

1.Pengertian Tunarungu

Banyak istilah bagi remaja yang mengalami kelainan pendengaran, misalnya : tuli, bisu, cacat dengar, kurang dengar, tunarungu, dan tunawicara. Istilah yang sekarang lazim digunakan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan anak luar biasa adalah tunarungu.

Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Seseorang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu atau kurang mampu mendengar suara.

Sutjihati Somantri (2006) berpendapat bahwa tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya.

Choirul Anam (dalam Sudjadi, 2003) mengatakan bahwa tuna rungu adalah orang yang mempunyai kekurangan pendengaran sedemikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan khusus.

Mufti Salim (dalam Somantri, 2006) menyimpulkan bahwa orang yang tunarungu adalah orang yang mengalami kekurangan atau kehilangan

kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang tunarungu adalah orang yang memiliki kekurangan dalam fungsi pendengaran karena adanya kerusakan pada alat pendengaran yang menyebabkan perkembangan bahasanya terhambat.

2.Klasifikasi tentang Ketajaman Pendengaran

Klasifikasi ketunarunguan menurut Samuel A. Kirk (dalam Somad dan Hernawati, 1996) :

a.0 dB : menunjukkan pendengaran yang optimal

b.0 – 26 dB : menunjukkan seseorang yang masih mempunyai pendengaran yang normal

c.27 – 40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan). d.41 – 55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi

kelas, membutuhkan alat bantu dengan dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang)

e.56 – 70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara yang khusus (tergolong tunarungu agak berat).

f. 71 – 90 dB: hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang- kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat).

g.91 dB keatas: mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak tergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).

Penguraian klasifikasi tentang tunarungu menurut Streng (dalam Somad dan Hernawati, 1996) sebagai berikut :

i) Kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB (Mild Losses) mempunyai ciri-ciri :

a.Sukar mendengar percakapan yang didengar lewat percakapan melalui pendengaran. Tidak mendapat kesukaran mendengar dalam suasana kelas biasa asalkan tempat duduk diperhatikan

b.Mereka menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah dan kesadaran dari pihak guru tentang kesulitannya.

c.Tidak mempunyai kelainan bicara

d.Kebutuhan dalam pendidikan perlu latihan membaca ujaran, perlu diperhatikan mengenai perkembangan penguasaan perbendaharaan katanya.

e.Jika kehilangan pendengaran melebihi 20 dB dan mendekati 30 dB perlu alat bantu dengar.

ii)Kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB (Marginal Losses) ciri-cirinya :

a.Mereka mengerti percakapan biasa pada jarak 1 meter. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dalam menangkap percakapan kelompok.

b.Percakapan lemah hanya bisa ditangkap 50%, dan bila si pembicara tidak terlihat yang ditangkap akan lebih sedikit atau dibawah 50%.

c.Mereka akan mengalami sedikit kelainan dalam bicara dan perbendaharaan kata terbatas.

d.Kebutuhan dalam proram pendidikan antara lain belajar membaca ujaran, latihan mendengar, penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.

e.Bila kecerdasannya di atas rata-rata dapat ditempatkan di kelas biasa asalkan tempat duduk diperhatikan. Bagi yang kecerdasannya kurang memerlukan kelas khusus.

iii) Kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB (Moderat Losses), ciri-cirinya :

a.Mereka mempunyai pendengaran yang cukup untuk mempelajari bahasa dan percakapan, memerlukan alat bantu mendengar.

c.Mereka sering salah paham, mengalami kesukaran-kesukaran di sekolah umum, mempunyai kelainan bicara.

d.Perbendaharaan kata mereka terbatas.

e.Untuk program pendidikan, mereka membutuhkan alat bantu dengar untuk menguatkan sisa pendengarannya dan penambahan alat-alat bantu pengajaran yang sifatnya visual, perlu latihan artikulasi dan membaca ujaran serta perlu pertolongan khusus dalam bahasa.

f. Mereka perlu masuk SLB bagian B (SLB/B)

iv) Kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB (Severe Losses), ciri-cirinya:

a.Mereka mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu dengar dan dengan cara khusus.

b.Karena mereka tidak belajar bahasa dan percakapan secara spontan pada usia muda, mereka kadang-kadang disebut “tuli secara pendidikan (Educationally Deaf)” yang berarti mereka dididik seperti orang yang sungguh-sungguh tuli.

c.Mereka diajar dalam suatu kelas yang khusus untuk anak-anak tunarungu, karena mereka tidak cukup sisa pendengarannya untuk belajar bahasa dan bicara melalui telinga, walaupun masih mempunyai sisa pendengaran yang digunakan dalam pendidikan.

d.Kadang-kadang mereka dapat dilatih untuk dapat mendengar dengan alat bantu dengar dan selanjutnya dapat digolongkan terhadap kelompok kurang dengar.

e.Mereka masih bisa mendengar suara yang keras dari jarak dekat, misalnya mesin pesawat terbang, klakson mobil dan lolong anjing.

f. Karena masih mempunyai sisa pendengaran mereka dapat dilatih melalui latihan pendengaran (auditory training).

g.Mereka dapat membedakan huruf hidup tetapi tidak dapat membedakan bunyi-bunyi huruf konsonan.

h.Diperlukan latihan membaca ujaran -an pelajaran yang dapat mengembangkan bahasa dan bicara dari guru khusus, karena itu mereka harus dimasukkan ke SLB/B, kecuali bagi anak jenius dapat mengikuti kelas normal.

v) Kehilangan kemampuan mendengar 75 dB ke atas (Profound Losses), ciri-cirinya :

a. Mereka tidak dapat mendengar suara yang keras dari jarak 1 inci (2.54 cm) atau sama sekali tidak mendengar.

b. Mereka tidak sadar akan bunyi-bunyi keras tetapi mungkin ada reaksi kalau dekat dengan telinga, meskipun menggunakan pengeras suara mereka tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk menangkap dan memahami bahasa.

c. Mereka tidak belajar dan bicara melalui pendengaran, walaupun menggunakan alat bantu dengar (hearing aid).

d. Mereka memerlukan pengajaran khusus yang intensif di segala bidang, tanpa menggunakan mayoritas indera pendengaran

e. Yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pendidikan ialah: membaca ujaran, latihan mendengar, fungsinya untuk mempertahankan sisa pendengaran yang masih ada, meskipun hanya sedikit.

f. Diperlukan teknik khusus untuk mengembangkan bicara dengan metode visual, taktil, kinestetik, serta semua hal yang dapat membantu terhadap perkembangan bicara dan bahasanya.

3.Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan

Faktor-faktor penyebab ketunarunguan menurut Somad dan Hernawati (1996) dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a.Faktor dalam diri anak

1) Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua orangtuanya yang mengalami ketunarunguan.

2) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman (Rubella).

3) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau Toxaminia, hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut

Dokumen terkait