Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama
: Dianing Utami
NIM :
039114101
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
Yesus Kristus, Sang Penolong , Penghibur, dan Perencana hidupku (terima kasih Tuhan buat kesetiaan, kebaikan, tantangan, kekecewaan, kesusahan, kelegaan, sukacita, jalan keluar, dan kemenangan. Semuanya diijinkan terjadi supaya sebagai AnakMu, aku punya karakter Kristus yang luar biasa.)
Orang tua terbaikku (terima kasih Papi dan Mami buat doa, kesabaran, rasa
lelah dan keringatnya, juga cinta dan kasih sayangnya kepadaku.)
Adikku tercinta, Ariani (terima kasih dukungan, doa, nasehat, dan
sayangnya,. I’m so proud of you)
Yosia Ongki (terima kasih buat doa, dukungan, cinta, dan warna-warna indah
dalam hidupku.)
Jalan menuju SUKSES dan BAHAGIA tidak selalu lurus
Ada tikungan bernama KEGAGALAN
Bundaran bernama KEBINGUNGAN
Tanjakan bernama TEMAN
Lampu merah bernama MUSUH
Lampu kuning bernama KELUARGA
Kamu akan mengalami ban kempes dan pecah, itulah hidup.
Tapi jika kamu bawa ban serep bernama TEKAD
Mesin bernama KETEKUNAN
Asuransi bernama IMAN
Dan pengemudi bernama Yesus, maka akan sampailah kamu di daerah yang
disebut SUKSES dan BAHAGIA.
v
Cintai Tuhan LEBIH daripada berkatNya
Just be who you want to be, not what others wanna see
Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun
Yang lain dengan denyut jantung, keringat, dan air mata
Tetapi ukuran sejati di bawah mentari adalah apa yang telah engkau lakukan
dalam hidup ini untuk orang lain
Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka SEMUA akan
ditambahkan kepadamu. Amen.
2009
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kepercayaan diri remaja putri tunarungu karena individu tunarungu memiliki karakteristik khusus dibandingkan individu mendengar. Kepercayaan diri tersebut dideskripsikan melalui aspek-aspek kepercayaan diri. Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif. Data penelitian diperoleh melalui teknik wawancara semi terstruktur pada tiga orang subjek penelitian yaitu remaja tunarungu berusia antara 18-19 tahun dan berjenis kelamin wanita. Analisis data berdasarkan respon verbal subjek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri tunarungu kurang memiliki rasa aman ditunjukkan dengan tidak bebas dari rasa takut dan cenderung kurang bebas dari rasa ragu-ragu. Mereka cukup yakin pada kemampuan dirinya yaitu tidak membanding-bandingkan diri dan tidak mudah terpengaruh. Mereka juga tidak mementingkan diri dan cukup toleran karena menyadari sulit berkomunikasi dan masyarakat jarang melibatkan mereka dalam pembicaraan sehingga mereka cenderung diam. Remaja putri tunarungu ini memiliki ambisi yang normal ditunjukkan dengan memiliki cita-cita sesuai dengan kemampuannya dan mampu mengerjakan tugas dengan baik asal instruksi jelas. Dalam penelitian ini remaja putri tunarungu kurang mandiri ditunjukkan dengan ketergantungannya dalam memerlukan bantuan orang lain. Mereka juga memerlukan dukungan orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Remaja putri tunarungu dalam penelitian ini merupakan orang yang optimis ditunjukkan dengan memiliki harapan dan penilaian yang positif bagi dirinya dan masa depannya.
Kata kunci : percaya diri, remaja putri, tunarungu
viii 2009
This was a description research which had a purpose to acknowledge the personal of the self confidence of deaf female adolescent, since this individual had a particular characteristic compared to the normal one. This self confidence was discribed through the aspects of the confidence itself. The research design that used was the study of qualitative description. The data was obtained through a semi structured interview technique on three people. The subject was deaf female adolescents between 18 – 19 years of age. The data analysis based on oral respond researched.
The result showed that deaf female adolescent felt insecure that showed did not free from fear and had doubt tendency. They have enough ability assurance that no compared and not impressionable. They also unselfishness and tolerant because they realized difficult to communication and people rare to asked them in conversation. The deaf female adolescent have normal ability that showed with having aspiration according her ability and they could did the task as long as the instructions was clear. In this research deaf female adolescent dependent, it showed with needed help and support from others. The deaf female adolescent in this case were optimist that showed with having hope and positive value to herself and her future.
pengalaman baru telah dilewati sejak awal pembuatan skripsi hingga akhir.
Selama proses pembuatan skripsi ini tentu banyak pihak yang membantu,
mendukung, dan memotivasi penulis. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus atas proses dan kemenangan yang gilang gemilang yang
sudah disediakan bagi penulis selama menjalani setiap proses hidup termasuk
pembuatan skripsi ini.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
yang telah memberi kesempatan dan ijin pada penulis untuk melakukan
penelitian.
3. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi, M.Psi., selaku dosen pembimbing akademik
atas kebaikan dan kesediaan konsultasinya.
4. Ibu Sylvia Carolina, M. Y. M, S.Psi, M.Si., selaku kaprodi dan dosen
pembimbing skripsi yang berdedikasi tinggi, yang telah memberikan waktu,
dukungan, semangat, masukan, pengertian, kritik, dan teguran yang berarti
bagi penulis dalam penyusunan skripsi sehingga karya ini berhasil saya
selesaikan.
5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si dan Bapak Y. Heri Widodo, S. Psi., M.
Psi. selaku dosen penguji skripsi, yang telah memberikan waktu, masukan,
dan pengertian agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
Pratik, Pak Adi, Pak Cahyo, Rm.Purnomo, Bu Dewa, Pak Bagja, Alm. Drs.
Indarto)
7. Kedua orang tua tercinta yang sudah memberikan dukungan material dan
spiritual selama hidup penulis (sekarang saatnya aku melakukan sesuatu yang
besar untuk kalian)
8. Adikku, Ariani (aku banyak mencontoh kualitas hidupmu…bangga pol deh
sama kamu ^^)
9. Kiki, my lovely boyfriend (thank u, honey…makasi y buat semuanya…)
10.Ketiga subjek penelitian, terus maju untuk mencapai masa depan yang indah.
11.Mas Gandung, Mas Muji, Pak Gie, Mas Doni, Mba Nani yang telah banyak
membantu segala hal tentang keperluan akademis (terima kasih banyak yaa…)
12.Temen-temen komsel (Ratih, Merry, Lisa, Riri, Shinta, dan Yohana…thanks
guys for supporting n praying me)
13.Budi Ardiyandhani (tengkyu y Dan..hehehe..udah ngajarin aku…)
14.Anak-anak kos Dewi (Novi, Erma, Lia, Renny, Cika, Dima, Ita, Selvi, Nike,
Indah, Mita, Olin, Meidi, Lanny, Mellissa, c Meta, c Maria, c Listy, c Ricka,
Mba Risa, Elsa)
15.Guru dan suster yang ada di SLB Dena Upakara Wonosobo, terima kasih
sudah menerima saya dengan baik, membantu, dan memberi saya pemahaman
dan pengetahuan lebih banyak tentang individu tunarungu
DAFTARISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN DATA ...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ...xii
DAFTAR TABEL ...xv
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian ...6
D. Manfaat Penelitian ...6
1. Manfaat Praktis ...6
2. Manfaat Teoretis ...7
BAB II LANDASAN TEORI ...8
A. Kepercayaan Diri ...8
1. Pengertian Kepercayaan Diri ...8
2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri ...10
3. Ciri-ciri Orang yang Percaya Diri ...11
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri ...12
5. Proses Pembentukan Kepercayaan Diri ...16
6. Ciri-ciri Orang yang Tidak Percaya Diri ...17
7. Proses Pembentukan Ketidakpercayaan Diri ...18
8. Hal-hal yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri ...18
B. TUNARUNGU ...20
1. Pengertian Tunarungu ...20
2. Klasifikasi tentang Ketajaman Pendengaran ...21
3. Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan ...26
C. REMAJA PUTRI TUNARUNGU ...27
1. Pengertian Remaja Putri Tunarungu ...27
2. Tahap-tahap Perkembangan Remaja ...30
3. Karakteristik Khusus Remaja Tunarungu ...32
a. Segi Fisik ...32
b. Segi Kognitif ...33
c. Segi Emosi dan Sosial ...35
D. Dinamika Kepercayaan Diri Remaja Putri Tunarungu ...40
E. Skema Kepercayaan Diri Remaja Tunarungu ...44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...45
A. Jenis Penelitian ...45
B. Variabel Penelitian ...46
C. Batasan Penelitian ...46
D. Subjek Penelitian ...47
E. Metode pengumpulan Data ...48
1. Wawancara ...48
2. Observasi ...53
F. Prosedur Penelitian ...53
G. Metode Analisis Data ...54
1. Organisasi Data ...54
2. Pengkodean ...54
3. Interpretasi ...55
H. Keabsahan Data ...56
1. Kredibilitas ...56
2. Dependability ...57
BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ...58
A. Pelaksanaan Penelitian ...58
1. Identitas Subjek Penelitian ...59
2. Pelaksanaan Penelitian pada Masing-masing Subjek ...60
B. Hasil Penelitian ...63
1. Subjek 1 ...63
2. Subjek 2 ...89
3. Subjek 3 ...114
4. Kategorisasi Hasil Penelitian Ketiga Subjek ...135
C. Pembahasan ...141
BAB V KESIMPULAN dan SARAN ...148
A. Kesimpulan ...148
B. Saran ...148
DAFTAR PUSTAKA ...150
LAMPIRAN...152
xv
DAFTARTABEL
1. Tabel 1. Pedoman Umum Wawancara ...49
2. Tabel 2. Identitas Subjek Penelitian ...59
3. Tabel 3. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 1 ...60
4. Tabel 4. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 2 ...61
5. Tabel 5. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 3 (cross check data) ...61
6. Tabel 6. Pelaksanaan Penelitian Observasi ...62
7. Tabel 7. Persamaan Hasil Analisis Penelitian ...135
8. Tabel 8. Perbedaan Hasil Analisis Penelitian ...138
9. Tabel 9. Kategorisasi Hasil Wawancara Kepercayaan Diri Remaja Putri Tunarungu ...153
10. Tabel 10. Kategorisasi Hasil Wawancara Lengkap Kepercayaan Diri Remaja Putri Tunarungu ...160
11. Tabel 11.Hasil Penelitian Lengkap Persamaan dan Contoh Kasus Subjek 1, Subjek 2, dan Subjek 3 ...177
A.Latar Belakang
Kata-kata “tampil percaya diri” sepertinya mudah diingat dan diucapkan,
namun sebenarnya hal tersebut merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan.
Tidak hanya sekali atau dua kali kata-kata itu terdengar, tetapi sebagian orang
tidak terpikir untuk melakukan hal itu.
Ada satu kendala besar yang selalu menghalangi dan bahkan menghantui
seseorang untuk tampil percaya diri. Kendala besar itu tidak lain adalah rasa malu.
Ini yang selalu menghambat dan mengganggu kehidupan manusia dan
menyisakan hal-hal yang kurang baik bagi pribadi tersebut. Hal itu menjelaskan
bahwa orang-orang yang hidup normal masih sering merasa malu dengan keadaan
dirinya, lalu bagaimana dengan orang yang memiliki cacat tubuh.
Dalam hidup terkadang yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan. Semua orang ingin dilahirkan dengan sempurna. Tidak ada
seorangpun yang ingin dilahirkan cacat ke dunia ini, meskipun banyak orang
menderita cacat, apakah mereka mampu menjalani hidup dengan baik dan apakah
mereka percaya diri terhadap keadaan dirinya.
Seseorang dapat dikatakan memiliki rasa percaya diri jika ia mempunyai
rasa optimis dalam arti dia mau untuk menghadapi lingkungan di sekitarnya.
Kepercayaan diri menurut Koentjoro (2000) adalah aspek kepribadian yang
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya
dalam meraih keberhasilan hidup. Seseorang yang percaya diri akan mampu
mengaktualisasikan potensi dan keinginannya. Sebaliknya seseorang yang
memiliki kepercayaan diri yang rendah akan mengalami hambatan atau kesulitan
untuk dapat mengekspresikan keinginan dan potensinya.
Percaya diri menurut Thursan Hakim (2005) adalah suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan
tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di
dalam hidupnya. Orang yang mempunyai kepercayaan diri tidak memerlukan
orang lain sebagai standar karena sudah dapat menentukan standar sendiri dan
selalu mengembangkan motivasinya. Percaya diri atau tidak percaya diri banyak
dijumpai pada masa remaja. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003) remaja adalah
masa antara usia 12 sampai 23 dan penuh dengan topan dan tekanan. Topan dan
tekanan adalah konsep Hall tentang remaja sebagai masa goncangan yang ditandai
dengan konflik dan perubahan suasana hati. Kehidupan remaja yang penuh
dengan topan dan tekanan ini menarik perhatian peneliti untuk meneliti
kepercayaan dirinya.
Peneliti mempersempit penelitian dengan memilih remaja putri tunarungu
sebagai subjeknya karena remaja putri tunarungu memiliki karakteristik khusus
yang berbeda dengan remaja putri mendengar. Menurut Gross (dalam Santrock,
2003) mengungkapkan bahwa remaja putri seringkali memiliki rasa tidak puas
dengan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan remaja putra. Remaja putri
memiliki sifat-sifat diantaranya, pasif dan menerima, cenderung untuk menerima
bersifat emosionil konkrit, berusaha mengikut dan menyenangkan orang lain
(Soerjabrata, 1969).
Kartono (1997) menjelaskan bahwa remaja putri memiliki karakteristik
yang khas dan spesifik yaitu memiliki kecenderungan yang kuat dalam
mengidentifikasi dirinya, penghayatan batin yang dimilikinya cenderung kuat dan
terkadang menyebabkan sifat tertutup dan introvert, serta remaja putri cenderung
pasif. Seorang remaja putri yang tunarungu akan membuat bicaranya menjadi
terganggu pula. Remaja putri tunarungu itu akan memiliki keyakinan yang kuat
bahwa dirinya seorang tidak menarik, merepotkan, sehingga merasa malu dan
kurang percaya diri. Hal tersebut membuat remaja putri tunarungu ini menjadi
introvert. Ketidakmampuan untuk mendengar dan sulitnya berbicara membuat
situasi yang ada di sekitarnya menjadi jauh, seolah ada jarak. Orang-orang
normalpun terkadang kesulitan untuk melibatkan remaja tunarungu ke dalam
situasi sosial walaupun mereka adalah keluarganya.
Berdasarkan hasil penelitian Setyowati (2003) secara individual tentang
kecenderungan kepribadian remaja tunarungu menggunakan tes DAP, didapatkan
hasil bahwa remaja tunarungu memiliki ketidakpercayaan diri dalam kontak
sosial, pengharapan kasih sayang, perhatian dan ketergantungan akan figur ibu
serta kontrol diri terhadap dorongan/impuls.
Remaja tunarungu memiliki karakteristik yang berbeda dengan remaja
mendengar. Egosentrisme yang dimiliki remaja tunarungu lebih besar, remaja
sehingga membuatnya tergantung dengan orang lain, selain itu remaja tunarungu
juga memiliki sifat yang polos, sederhana, tetapi mudah marah.
Dalam lingkungan sosialnya remaja putri tunarungu ini memandang
dirinya seperti ada yang ”kurang” dibandingkan dengan orang-orang lain yang
normal. Penilaian masyarakat terhadap remaja putri tunarungu ini mempengaruhi
penilaian terhadap dirinya. Penilaian yang kurang baik akan membuat remaja
putri tunarungu itu menilai dirinya kurang baik pula, sehingga akan membuat
remaja putri tunarungu ini memiliki gambaran yang rendah akan dirinya.
Gambaran yang rendah akan dirinya dapat menimbulkan kekecewaan yang
akan berpengaruh negatif bagi hidupnya. Lingkungan seperti inilah yang
sebenarnya bisa menimbulkan gangguan psikis pada remaja putri tunarungu yang
juga mempengaruhi kepercayaan dirinya bahkan akan cenderung membuat remaja
putri tunarungu menjadi rendah diri. Rendah diri diduga timbul karena remaja
putri tunarungu merasa terhambat dalam berkomunikasi dengan orang lain yang
disebabkan karena lemah dalam hal pendengaran.
Kekurangan dalam hal pendengaran tersebut membuat remaja putri
tunarungu ini terhambat dalam bahasa. Bloom & Lahey (dalam Paul & Quigley,
1993) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol yang digunakan
untuk komunikasi dan berpikir. Simbol-simbol yakni berupa bunyi, kata, frase,
dan kalimat untuk mengungkapkan ide-ide pengetahuan tentang dunia.
Simbol-simbol bahasa mengungkapkan pengetahuan yang berkaitan dengan objek,
kejadian, orang, dan relasi antara pembicara dan pendengar. Bahasa berperan
masyarakat sekitar. Komunikasi merupakan hal yang penting yang perlu
diperhitungkan untuk membangun rasa percaya diri pada remaja putri tunarungu
ini. Remaja putri tunarungu tersebut dapat diberi suatu pendidikan khusus untuk
dapat berkomunikasi sehingga dapat membantu remaja putri tunarungu dalam
berinteraksi dengan orang lain.
Komunikasi yang diajarkan dapat berupa bahasa isyarat, membaca gerak
bibir, dan belajar mengucap kata-kata. Membaca bibir membantu untuk
memahami pembicaraan dengan orang lain dan untuk melatih ucapan. Membaca
bibir adalah suatu bentuk komunikasi individu tunarungu yang dikembangkan
secara sengaja di sekolah.
Kemampuan membaca bibir membutuhkan latihan yang cukup intensif.
Somad dan Hernawati (1996) mengatakan bahwa kemampuan membaca dan
menulis individu tunarungu walaupun sudah dididik secara khusus namun banyak
yang tetap ketinggalan 2-4 tahun dibandingkan dengan individu normal.
Keberhasilan dalam belajar dapat membuat remaja tunarungu merasa percaya diri
karena ia mampu berkomunikasi dengan orang lain dan mengetahui lebih banyak
hal yang ada di sekitarnya.
Dalam kenyataan yang ada, ditemukan juga remaja putri tunarungu yang
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Kepercayaan diri yang tinggi itu didapat
karena mereka memiliki bakat-bakat dimana remaja normal tidak mampu
melakukannya seperti membuat keterampilan atau menguasai dengan baik suatu
Peneliti memiliki pengalaman bertemu dengan beberapa remaja putri
tunarungu yang memiliki bakat-bakat tertentu. Hal tersebut memberikan kesan
tersendiri bagi peneliti karena remaja putri tunarungu itu memiliki karakteristik
khusus dibandingkan remaja mendengar. Peneliti merasa bahwa remaja putri
tunarungu sama seperti remaja lainnya yang pada umumnya memiliki keinginan
untuk maju dan melewati keterbatasannya. Kesan khusus tersebut mengawali
keinginan penulis untuk menjadikannya sebagai topik penulisan skripsi yaitu
bagaimana gambaran kepercayaan diri remaja putri tunarungu.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kepercayaan diri yang dimiliki oleh remaja putri
tunarungu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah peneliti ingin melihat gambaran kepercayaan diri
yang dimiliki oleh remaja putri tunarungu.
D. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat praktis :
• Peneliti dapat secara langsung mengetahui kepercayaan diri remaja putri
tunarungu untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti
• Memberikan deskripsi kepada publik dan pihak-pihak yang
berkompeten tentang kepercayaan diri remaja putri tunarungu
• Memberikan bantuan bagi para remaja putri tunarungu agar mereka
mampu menghadapi dan menerima realitas diri atas kondisi yang
dihadapi
2. Manfaat teoretis
Peneliti diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan dalam
bidang psikologi anak luar biasa mengenai kepercayaan diri remaja putri
A. Kepercayaan Diri
Burns (dalam Koentjoro, 2000) menyatakan bahwa kepercayaan diri
merupakan bagian dari kepribadian manusia yang berkembang dan terbentuk
melalui proses belajar individual dan sosial. Hambly (dalam Koenjtoro, 2000)
menyatakan bahwa atribut yang paling berharga pada manusia dalam
bermasyarakat adalah kepercayaan diri.
1.Pengertian Kepercayaan Diri
Santrock (2003) mengungkapkan arti percaya diri yaitu dimensi
evaluatif yang menyeluruh dari diri. Ia menyebut rasa percaya diri sebagai
harga diri atau gambaran diri. Percaya diri menurut Thursan Hakim (2005)
adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa
mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.
Kepercayaan diri menurut Koentjoro (2000) adalah aspek kepribadian
yang mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
khususnya dalam meraih keberhasilan hidup. Seseorang yang percaya diri
akan mampu mengaktualisasikan potensi dan keinginannya. Sebaliknya
seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan mengalami
hambatan atau kesulitan untuk dapat mengekspresikan keinginan dan
potensinya.
Lauster (1990) mengungkapkan bahwa seseorang yang percaya diri
tidaklah berhati-hati secara berlebihan, dia yakin akan ketergantungan
dirinya karena percaya pada diri sendiri tidak menjadi terlalu egois, lebih
toleran karena dia tidak langsung melihat dirinya sedang dipersoalkan, dan
cita-citanya normal karena tidak ada perlunya dia untuk menutupi
kekurangpercayaan pada diri sendiri dengan cita-cita yang berlebihan.
Kepercayaan pada diri sendiri juga mempengaruhi sikap hati-hati,
ketaktergantungan, ketidakserakahan, toleransi, dan cita-cita.
Nuryanti mengutip pendapat Maslow dan Lugo (dalam Koentjoro,
2000) bahwa kepercayaan diri adalah ciri pribadi yang kreatif, dan
berangkat dari keyakinan akan kemampuan diri sendiri. Kepercayaan diri
adalah ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap
kemampuan diri sendiri. Di dalam kepercayaan diri terkandung kemampuan
untuk mengenal dan memahami diri.
Afiatin dan Andayani (dalam Koentjoro, 2000) menyatakan bahwa
kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang berisi keyakinan
tentang kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Jadi, kepercayaan diri berarti keyakinan terhadap kemampuan yang
ada dalam diri yang mengandung kemampuan untuk mengenal, mengetahui,
dan memahami diri yang akan membantunya mencapai keberhasilan hidup
2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (1990) aspek-aspek kepercayaan diri adalah:
a.Aspek keamanan
Perasaan aman berarti perasaan terbebas dari rasa takut dan ragu-ragu
terhadap situasi atau orang-orang di sekelilingnya. Artinya adalah bebas
menentukan dan memutuskan sesuatu yang menyangkut kehidupannya.
b.Aspek keyakinan pada kemampuan diri
Orang yang yakin pada kemampuan diri sendiri tidak memerlukan orang
lain sebagai standar hidupnya sehingga tidak perlu
membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Yakin pada kemampuan diri juga
berarti tidak mudah terpengaruh orang lain sekalipun berada pada
keadaan yang menekan keinginan diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa
yakin pada kemampuan diri sendiri adalah tidak
membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh
orang lain.
c.Aspek tidak mementingkan diri sendiri dan cukup toleran
Tidak mementingkan diri berarti mengerti kekurangan dirinya, dengan
mengerti kekurangan dirinya remaja tunarungu mampu menyadari dan
menerima siapa dirinya. Bersikap cukup toleran berarti kesadaran bahwa
perbedaan pandangan bukanlah sesuatu yang ditakutkan, tetapi
merupakan gejala yang normal. Kesadaran ini membuat sikap toleransi
diri sendiri dan cukup toleran berarti mengerti kekurangan diri dan
menerima pandangan orang lain terhadap dirinya.
d.Aspek kepemilikan ambisi yang normal
Ambisi yang normal adalah ambisi yang disesuaikan dengan
kemampuannya, dapat menyelesaikan tugas dengan baik, dan dapat
bertanggung jawab.
e.Aspek kemandirian
Mandiri adalah tidak memerlukan bantuan dan dukungan orang lain
dalam melakukan suatu hal. Tidak memerlukan bantuan orang lain berarti
mampu melakukan sesuatu sendirian tanpa dibantu orang lain. Tidak
memerlukan dukungan orang lain berarti bebas bertindak sesuai dengan
keinginan tanpa peduli pandangan orang lain terhadap diri.
f. Aspek optimisme
Manusia menyadari bahwa kehidupan manusia selalu menghadapi masa
depan yang belum diketahui. Akal tidak dapat memberikan suatu
pengetahuan yang pasti tentang masa depan. Akal membangun
pengharapan yang diharapkan atau penuh dengan keraguan. Orang yang
optimis memiliki harapan dan secara tidak sadar memiliki pandangan
yang positif mengenai diri dan masa depannya.
3. Ciri-ciri Orang yang Percaya Diri
Menurut Hakim (2005) ciri-ciri orang yang percaya diri adalah:
a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu
c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai
situasi
d. Mampu menyesuaikan diri di berbagai situasi
e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang penampilannya
f. Memiliki kecerdasan yang cukup
g.Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang
kehidupannya
h.Memiliki kemampuan bersosialisasi
i. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat
dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup
j. Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya
dengan tetap tegar, sabar, dan tabah dalam menghadapi persoalan
hidup. Dengan sikap ini, adanya masalah hidup yang berat justru
semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpercayaan Diri
Menurut Hakim (2005) ada berbagai kelemahan pribadi yang bisa
menjadi sumber rasa tidak percaya diri yaitu :
a. Kondisi fisik
Cacat atau rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang
jelas terlihat oleh orang lain. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa
rendah diri yang akan berkembang menjadi rasa tidak percaya diri jika
b. Sering gagal
Kegagalan yang terlalu sering dialami biasanya akan menimbulkan
kecemasan pada seseorang ketika mencoba untuk memperoleh sukses di
bidang yang sama. Kecemasan tersebut akan menimbulkan rasa tidak
percaya diri dalam bentuk keraguan apakah masih mampu mempunyai
harapan untuk mengatasi kegagalan.
c. Kalah bersaing
Kekalahan di dalam persaingan dalam bidang apapun, seperti
olahraga atau bisnis, bisa mengakibatkan seseorang menjadi patah
semangat dan mengalami rasa tidak percaya diri yang berat. Krisis rasa
percaya diri membuat seseorang menjadi ragu dengan kemampuannya
sendiri dan selalu dihantui oleh perasaan takut gagal.
d. Kurang cerdas
Kecerdasan seseorang akan tampak setiap kali orang tersebut
menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada terutama pada
saat ia mengadakan interaksi sosial dengan orang lain melalui
komunikasi lisan. Kecerdasan dan wawasan, serta kemampuan berbahasa
yang kurang akan menyulitkan seseorang untuk bisa berkomunikasi
dengan baik dengan kelompok orang lain yang lebih cerdas sehingga
dapat menyebabkan seseorang merasa tidak percaya diri.
e. Perbedaan lingkungan
Seseorang yang berasal dari keluarga sederhana dengan
lingkungan kumuh, dan berbagai norma yang sangat jauh berbeda dengan
lingkungan perkotaan, bisa saja akan mengalami kesulitan untuk
mengadakan penyesuaian diri.
Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk merasa diri tidak berada di
dalam satu level yang sama sehingga menimbulkan seseorang merasa
tidak percaya diri untuk bisa berperan dan mencapai tujuan di dalam
lingkungan tertentu.
f. Tidak supel
Sikap tidak supel atau tidak fleksibel di dalam bergaul dapat
disebabkan oleh banyak hal. Berbagai penyebabnya antara lain latar
belakang keluarga, asal usul daerah, tingkat pendidikan, dan watak
tertentu dari sisi pribadi seseorang. Ada orang tertentu yang tidak supel
dalam bergaul karena orang tersebut memang sulit menyesuaikan diri,
dapat juga karena orang tersebut mempunyai watak buruk yang tidak
disenangi orang, seperti egois, angkuh, merasa lebih dari orang lain, suka
meremehkan, kurang menghargai, atau pemarah.
Ketidakmampuan untuk bersikap supel dalam bergaul dapat
menyebabkan seseorang tidak percaya diri, khususnya ketika orang
tersebut memiliki suatu tujuan yang berkaitan dengan lingkungan sosial
tertentu tetapi tidak mampu untuk mencapai tujuannya itu.
g. Tidak siap menghadapi situasi tertentu
Rasa tidak percaya diri yang muncul karena seseorang tidak siap
normal, misalnya seseorang diminta secara mendadak untuk berpidato,
bernyanyi, atau memimpin suatu upacara.
h. Sulit menyesuaikan diri
Dalam setiap kegiatan pokok biasanya seseorang akan terikat dalam
lingkungan tertentu dan berkaitan dengan orang-orang disekitarnya,
misalnya dalam suatu lingkungan kerja. Dalam hal ini, setiap orang
dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan orang lain. Kesulitan di
dalam menyesuaikan diri dengan orang lain dapat menimbulkan rasa
tidak percaya diri. Seseorang dapat diliputi keraguan apakah orang
disekitarnya dapat menerimanya sebagai mitra kerja yang baik.
i. Mudah cemas dan penakut
Mudah cemas dan penakut, terutama yang tertanam sejak kecil
merupakan bibit percaya diri yang sangat parah. Penyebab utama
masalah ini adalah pola pendidikan keluarga di masa kecil yang terlalu
keras atau terlalu melindungi, serta sering ditakuti oleh orang
disekitarnya.
j. Bicara gagap
Ketidakmampuan untuk dapat berbicara lancar dapat menimbulkan
rasa tidak percaya diri untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Seseorang akan merasa malu ketika kegagapannya menjadi perhatian
orang lain sehingga mengakibatkan timbulnya rasa malu atau rendah diri
k.Sering menghindar
Seseorang yang percaya diri tidak akan menghindar tetapi akan
menerima tugas yang mampu dikerjakan oleh dirinya ketika tugas
tersebut ditujukan kepadanya. Sering menghindar merupakan salah satu
gejala rasa tidak percaya diri.
l. Mudah menyerah
Mudah menyerah berarti tidak mampu bertahan dalam menghadapi
suatu masalah dan tidak mau untuk mencari jalan keluar dari masalah
yang dihadapinya. Setiap orang seharusnya selalu berusaha untuk tetap
percaya diri bahwa dirinya akan selalu mendapat jalan keluar dari
masalah yang dialaminya.
m. Tidak bisa menarik simpati orang
Gejala tidak percaya diri dapat muncul jika seseorang tidak mendapat
simpati dari orang lain yang artinya orang tersebut kehilangan dukungan
orang lain itu. Orang tersebut bahkan akan mendapat hambatan dari
orang lain di dalam mencapai tujuan hidup yang diinginkan.
5. Proses Pembentukan Kepercayaan Diri
Hakim (2005) mengatakan bahwa percaya diri tidak muncul begitu saja
pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam pribadi seseorang
sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Secara garis besar,
terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai
a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses
perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu
b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya
dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu
dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya
c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri
atau rasa sulit menyesuaikan diri
d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan
menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya
6. Ciri-ciri Orang yang Tidak Percaya Diri
Ciri-ciri orang yang tidak percaya diri menurut Hakim (2005) adalah:
a. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan
tertentu
b. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik, sosial,
atau ekonomi
c. Sulit menetralisasi timbulnya ketegangan di dalam suatu situasi
d. Gugup dan terkadang bicara gagap
e. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik
f. Memiliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil
g. Kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu
bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu
i. Mudah putus asa
j. Cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah
k. Pernah mengalami trauma
l. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah, misalnya dengan
menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri
7. Proses Pembentukan Ketidakpercayaan Diri
Hakim (2005) berpendapat bahwa rasa tidak percaya diri bisa terjadi
melalui proses panjang yang dimulai dari pendidikan dalam keluarga. Awal
dari proses tersebut terjadi sebagai berikut :
a. Terbentuknya berbagai kekurangan atau kelemahan dalam berbagai
aspek kepribadian seseorang yang dimulai dari kehidupan keluarga dan
meliputi berbagai aspek, seperti aspek mental, fisik, sosial, atau
ekonomi
b. Pemahaman negatif seseorang terhadap dirinya sendiri yang cenderung
selalu memikirkan kekurangan tanpa pernah meyakini bahwa ia juga
memiliki kelebihan
c. Kehidupan sosial yang dijalani dengan sikap negatif, seperti merasa
rendah diri, suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri
dari kelompok, dan reaksi negatif lainnya yang justru semakin
memperkuat rasa tidak percaya diri
8. Hal-hal yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri
Ada empat cara untuk meningkatkan percaya diri remaja menurut
a) Mengidentifikasikan penyebab dari rendahnya rasa percaya diri dan
domain-domain kompetensi diri yang penting
b) Dukungan emosional dan penerimaan sosial
c) Prestasi
d) Mengatasi masalah (coping)
Damon mengatakan bahwa bagi sebagian besar remaja, rendahnya
rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional
yang bersifat sementara. Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter &
Marold, 1992; Markus & Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 berujar bahwa bagi
beberapa remaja, rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi,
bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyelesaian diri
lainnya (dalam Santrock, 2003).
Savin-Williams & Demo (dalam Santrock 2003) menceritakan
tentang beberapa ahli pengukuran berpendapat bahwa kombinasi dari
beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur rasa percaya diri.
Sebagai tambahan untuk pengukuran lapor diri, pengukuran rasa percaya
diri remaja yang dilakukan oleh orang lain dan observasi perilaku remaja
pada berbagai situasi dapat memberikan gambaran rasa percaya diri yang
lebih lengkap dan akurat. Sebuah penelitian yang menggunakan observasi
tingkah laku untuk mengukur rasa percaya diri menunjukkan bahwa
beberapa tingkah laku positif dan juga negatif dapat memberikan petunjuk
Somad dan Hernawati (1996) berpendapat bahwa
pengalaman-pengalaman yang dapat membangkitkan kepercayaan pada diri sendiri perlu
ditanamkan kepada remaja tunarungu karena remaja tunarungu ada
kemungkinan menghadapi kegagalan yang lebih besar dari anak yang
normal.
B.Tunarungu
1.Pengertian Tunarungu
Banyak istilah bagi remaja yang mengalami kelainan pendengaran,
misalnya : tuli, bisu, cacat dengar, kurang dengar, tunarungu, dan tunawicara.
Istilah yang sekarang lazim digunakan dalam dunia pendidikan khususnya
pendidikan anak luar biasa adalah tunarungu.
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”. Tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Seseorang dikatakan tunarungu
apabila ia tidak mampu atau kurang mampu mendengar suara.
Sutjihati Somantri (2006) berpendapat bahwa tunarungu adalah suatu
keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya.
Choirul Anam (dalam Sudjadi, 2003) mengatakan bahwa tuna rungu
adalah orang yang mempunyai kekurangan pendengaran sedemikian rupa
sehingga membutuhkan pendidikan khusus.
Mufti Salim (dalam Somantri, 2006) menyimpulkan bahwa orang yang
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang
tunarungu adalah orang yang memiliki kekurangan dalam fungsi
pendengaran karena adanya kerusakan pada alat pendengaran yang
menyebabkan perkembangan bahasanya terhambat.
2.Klasifikasi tentang Ketajaman Pendengaran
Klasifikasi ketunarunguan menurut Samuel A. Kirk (dalam Somad dan
Hernawati, 1996) :
a.0 dB : menunjukkan pendengaran yang optimal
b.0 – 26 dB : menunjukkan seseorang yang masih mempunyai
pendengaran yang normal
c.27 – 40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh,
membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan
memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan).
d.41 – 55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi
kelas, membutuhkan alat bantu dengan dan terapi bicara
(tergolong tunarungu sedang)
e.56 – 70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih
mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan
bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta
f. 71 – 90 dB: hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-
kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa
yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan
bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat).
g.91 dB keatas: mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran,
banyak tergantung pada penglihatan daripada pendengaran
untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan
dianggap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).
Penguraian klasifikasi tentang tunarungu menurut Streng (dalam Somad
dan Hernawati, 1996) sebagai berikut :
i) Kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB (Mild Losses) mempunyai
ciri-ciri :
a.Sukar mendengar percakapan yang didengar lewat percakapan melalui
pendengaran. Tidak mendapat kesukaran mendengar dalam suasana
kelas biasa asalkan tempat duduk diperhatikan
b.Mereka menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah dan
kesadaran dari pihak guru tentang kesulitannya.
c.Tidak mempunyai kelainan bicara
d.Kebutuhan dalam pendidikan perlu latihan membaca ujaran, perlu
diperhatikan mengenai perkembangan penguasaan perbendaharaan
katanya.
e.Jika kehilangan pendengaran melebihi 20 dB dan mendekati 30 dB
ii)Kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB (Marginal Losses)
ciri-cirinya :
a.Mereka mengerti percakapan biasa pada jarak 1 meter. Mereka sulit
menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan
kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dalam menangkap
percakapan kelompok.
b.Percakapan lemah hanya bisa ditangkap 50%, dan bila si pembicara
tidak terlihat yang ditangkap akan lebih sedikit atau dibawah 50%.
c.Mereka akan mengalami sedikit kelainan dalam bicara dan
perbendaharaan kata terbatas.
d.Kebutuhan dalam proram pendidikan antara lain belajar membaca
ujaran, latihan mendengar, penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara,
latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan
kata.
e.Bila kecerdasannya di atas rata-rata dapat ditempatkan di kelas biasa
asalkan tempat duduk diperhatikan. Bagi yang kecerdasannya kurang
memerlukan kelas khusus.
iii) Kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB (Moderat Losses),
ciri-cirinya :
a.Mereka mempunyai pendengaran yang cukup untuk mempelajari bahasa
dan percakapan, memerlukan alat bantu mendengar.
c.Mereka sering salah paham, mengalami kesukaran-kesukaran di sekolah
umum, mempunyai kelainan bicara.
d.Perbendaharaan kata mereka terbatas.
e.Untuk program pendidikan, mereka membutuhkan alat bantu dengar
untuk menguatkan sisa pendengarannya dan penambahan alat-alat bantu
pengajaran yang sifatnya visual, perlu latihan artikulasi dan membaca
ujaran serta perlu pertolongan khusus dalam bahasa.
f. Mereka perlu masuk SLB bagian B (SLB/B)
iv) Kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB (Severe Losses),
ciri-cirinya:
a.Mereka mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara
dengan menggunakan alat bantu dengar dan dengan cara khusus.
b.Karena mereka tidak belajar bahasa dan percakapan secara spontan pada
usia muda, mereka kadang-kadang disebut “tuli secara pendidikan
(Educationally Deaf)” yang berarti mereka dididik seperti orang yang
sungguh-sungguh tuli.
c.Mereka diajar dalam suatu kelas yang khusus untuk anak-anak
tunarungu, karena mereka tidak cukup sisa pendengarannya untuk
belajar bahasa dan bicara melalui telinga, walaupun masih mempunyai
sisa pendengaran yang digunakan dalam pendidikan.
d.Kadang-kadang mereka dapat dilatih untuk dapat mendengar dengan
alat bantu dengar dan selanjutnya dapat digolongkan terhadap kelompok
e.Mereka masih bisa mendengar suara yang keras dari jarak dekat,
misalnya mesin pesawat terbang, klakson mobil dan lolong anjing.
f. Karena masih mempunyai sisa pendengaran mereka dapat dilatih
melalui latihan pendengaran (auditory training).
g.Mereka dapat membedakan huruf hidup tetapi tidak dapat membedakan
bunyi-bunyi huruf konsonan.
h.Diperlukan latihan membaca ujaran -an pelajaran yang dapat
mengembangkan bahasa dan bicara dari guru khusus, karena itu mereka
harus dimasukkan ke SLB/B, kecuali bagi anak jenius dapat mengikuti
kelas normal.
v) Kehilangan kemampuan mendengar 75 dB ke atas (Profound Losses),
ciri-cirinya :
a. Mereka tidak dapat mendengar suara yang keras dari jarak 1 inci (2.54
cm) atau sama sekali tidak mendengar.
b. Mereka tidak sadar akan bunyi-bunyi keras tetapi mungkin ada reaksi
kalau dekat dengan telinga, meskipun menggunakan pengeras suara
mereka tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk menangkap
dan memahami bahasa.
c. Mereka tidak belajar dan bicara melalui pendengaran, walaupun
menggunakan alat bantu dengar (hearing aid).
d. Mereka memerlukan pengajaran khusus yang intensif di segala bidang,
e. Yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pendidikan ialah:
membaca ujaran, latihan mendengar, fungsinya untuk
mempertahankan sisa pendengaran yang masih ada, meskipun hanya
sedikit.
f. Diperlukan teknik khusus untuk mengembangkan bicara dengan
metode visual, taktil, kinestetik, serta semua hal yang dapat membantu
terhadap perkembangan bicara dan bahasanya.
3.Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan
Faktor-faktor penyebab ketunarunguan menurut Somad dan Hernawati
(1996) dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.Faktor dalam diri anak
1) Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua
orangtuanya yang mengalami ketunarunguan.
2) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman
(Rubella).
3) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau
Toxaminia, hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang
mempengaruhi terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut
menyerang syaraf atau alat-alat pendengaran maka anak tersebut akan
lahir dalam keadaan tunarungu.
b.Faktor dari luar
1) Mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran, misal
dapat menular pada saat anak dilahirkan. Demikian pula dengan
penyakit kelamin yang lain, dapat ditularkan melalui terusan jika
virusnya masih dalam keadaan aktif. Penyakit-penyakit yang
ditularkan oleh ibu kepada anak yang dilahirkannya dapat
menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada
alat-alat atau syaraf pendengaran.
2) Meningitis atau radang selaput otak
3) Otitis media (radang telinga bagian tengah)
Otitis media adalah radang pada telinga bagian tengah sehingga
menimbulkan nanah dan nanah tersebut mengumpul dan
mengganggu hantaran bunyi. Jika kondisi ini kronis dan tidak segera
diobati penyakit ini bisa menimbulkan kehilangan pendengaran
yang tergolong ringan sampai sedang. Otitis media adalah salah satu
penyakit yang sering terjadi pada masa kanak-kanak sebelum
mencapai usia 6 tahun.
4) Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan
alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.
C. Remaja Putri Tunarungu
1.Pengertian Remaja Putri Tunarungu
Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) remaja adalah masa
antara usia 12 sampai 23 dan penuh dengan topan dan tekanan. Topan dan
ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Santrock (2003)
berpendapat bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial-emosional.
Gunarsa & Gunarsa (1986) mengatakan bahwa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan
yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Sarwono (1994) mengemukakan pedoman umum batasan seseorang
dikatakan remaja di Indonesia yaitu usia 11-24 tahun dan belum menikah,
dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1) Kriteria fisik yaitu pada usia 11 tahun umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai nampak.
2) Kriteria sosial yaitu usia 11 tahun banyak sudah dianggap akil balik
menurut adat maupun agama.
3) Kriteria psikologik yaitu mulai ada tanda-tanda penyempurnaan
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, Erik
Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikososial
(Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget)
maupun moral (Kohlberg).
4) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi
peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih
menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh
pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan kata lain, orang-orang yang
sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan
kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan
remaja.
5) Status perkawinan seseorang sangat menentukan. Seseorang yang sudah
menikah, pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang
dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat
dan keluarga.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
seseorang dapat dikatakan remaja jika dimana orang tersebut berada dalam
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang
ditunjukkan dengan berkembangnya aspek biologis, psikologis, sosial, dan
emosional yaitu pada usia 11 tahun hingga 24 tahun.
Perkembangan fisik remaja putri berbeda dengan remaja putra.
Remaja putri mengalami perkembangan fisik lebih cepat dari remaja putra,
remaja putri akan mulai perkembangan fisik kurang lebih 2 tahun lebih dulu.
Tanda-tanda kematangan seksual remaja putri adalah membesarnya
payudara, pertumbuhan rambut di daerah kemaluan bagian luar dan ketiak.
Remaja putri mengalami menarche/kedatangan haid, hal itu tidak hanya
merupakan peristiwa fisiologis tetapi tanda menginjak kedewasaan dan
menjadi seorang wanita dengan sifat dan tanda-tanda kewanitaannya
Jadi remaja putri tunarungu adalah orang yang berjenis kelamin
wanita yang berada pada masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa
yang memiliki kekurangan dalam fungsi pendengaran karena adanya
kerusakan pada alat pendengaran yang menyebabkan perkembangan
bahasanya terhambat.
2.Tahap-tahap Perkembangan Remaja
Sarwono (1994) membagi 3 tahap perkembangan remaja dalam
proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu:
i) Remaja pada masa awal (early adolescence, putri 13–15 tahun, putra
15-17 tahun)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan
yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan
pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah
terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan
kurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja pada masa
awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
ii)Remaja pada masa madya (middle adolescence, putri 15–18 tahun, putra
17-19 tahun )
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Remaja
senang jika banyak teman yang menyukai dirinya. Ada kecenderungan
yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, remaja
pada masa madya berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu
harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau
sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau matrealis, dan sebagainya.
Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan
cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat
hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.
iii) Remaja pada masa akhir (late adolescence, putri 18–21 tahun, putra
19-21 tahun)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian 5 hal, yaitu :
a.Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
b.Ego mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
dalam pengalaman-pengalaman baru
c.Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
d.Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
lain
e.Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public)
Friksi atau konflik-konflik dalam diri remaja yang seringkali
menimbulkan masalah pada remaja, tergantung sekali pada keadaan
3.Karakteristik Khusus Remaja Tunarungu
Remaja tunarungu mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
remaja mendengar. Remaja tunarungu ini memiliki karakteristik khusus,
yaitu :
a. Segi Fisik
Santrock (2002) mengatakan bahwa perkembangan fisik remaja
ditandai dengan adanya pubertas. Pubertas ialah suatu periode di mana
kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal
masa remaja. Hormon testosteron memainkan peran penting dalam
perkembangan pubertas laki-laki, sedangkan estradiol pada
perkembangan pubertas perempuan. Remaja tunarungu juga mengalami
pubertas sama seperti remaja lain pada umumnya.
Perubahan hormonal dan perubahan tubuh ini terjadi rata-rata dua
tahun lebih awal pada perempuan dengan usia 10,5 tahun daripada
laki-laki 12,5 tahun. Empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada
perempuan adalah pertambahan tinggi badan yang cepat, menarche (haid
pertama yang menandai masa pubertas, namun bukan satu-satunya ciri
yang muncul), pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut
kemaluan. Empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada laki-laki
adalah pertambahan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan penis,
pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan.
Dibandingkan dengan remaja normal, sepintas fisik remaja
tunarungu memiliki gangguan dalam pendengarannya. Pendengarannya
yang terganggu itu menyebabkan cara bicaranya menjadi terganggu pula.
b. Segi Kognitif
Somad dan Hernawati (1996) mengatakan bahwa pada dasarnya
kemampuan intelektual remaja tunarungu sama seperti remaja yang
normal pendengarannya. Remaja tunarungu ada yang memiliki
inteligensi tinggi, rata-rata maupun rendah. Umumnya remaja tunarungu
memiliki inteligensi normal atau rata-rata. Remaja tunarungu akan
memiliki prestasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan remaja
mendengar untuk materi yang diverbalisasikan, tetapi untuk materi yang
tidak diverbalisasikan, prestasi remaja tunarungu akan seimbang dengan
remaja mendengar.
Rendahnya tingkat prestasi remaja tunarungu bukan berasal dari
kemampuan intelektualnya yang rendah, tetapi umumnya disebabkan
karena inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang
dengan maksimal. Pintner dan Myklebust (dalam Paul & Quigley, 1993)
berpendapat bahwa keterlambatan intelektual subjek-subjek tuli
disebabkan karena kekurangan bahasa.
Paul & Quigley (1993) mengatakan bahwa individu tunarungu
inferior dibandingkan dengan individu pendengar untuk tugas-tugas
yang melibatkan seriasi (menyusun sesuatu secara berurutan),
Individu tunarungu menjalani pendidikannya di sekolah khusus
yaitu di Sekolah Luar Biasa (SLB-B) agar dapat mengatasi masalah
yang menghambat perkembangannya. Sudjadi (2003) memberikan
gambaran umum dari usaha-usaha yang dilakukan dalam pendidikan di
SLB-B, yaitu :
a.Bimbingan pendidikan dengan memberikan materi pelajaran yang
hampir sama dengan sekolah umum ditambah dengan materi khusus
berupa latihan artikulasi, bahasa isyarat, latihan membaca bibir, dan
penggunaan alat peraga.
b.Bimbingan keterampilan diberikan agar anak didik mempunyai
keterampilan yang dapat dijadikan bekal untuk mencari nafkah di
kemudian hari
c.Pembinaan mental dimaksudkan agar anak mengenal Tuhannya,
dapat membedakan baik dan buruk dengan mengadakan kegiatan
kerohanian.
d.Pemberian aktivitas pribadi dimaksudkan agar anak tunarungu dapat
mengerjakan pekerjaan sehari-hari tanpa sepenuhnya bergantung
pada orang lain
e.Bimbingan kemasyarakatan dimaksudkan agar anak dapat mengenal
lingkungan di luar dirinya
f. Konsultasi psikologis, kegiatannya berupa pemberian pelayanan tes
penyuluhan di kelas terutama pada hal kesulitan belajar dan
sosialisasi.
c. Segi Emosi dan Sosial
Boothroyd (dalam Hendriani, 2006) mengatakan bahwa
permasalahan emosional pada tunarungu berawal dari ketidakmampuan
untuk merasakan kepuasan dalam berbicara dan berhubungan dengan
orang lain, adanya kesulitan untuk memahami dan merasakan situasi
yang berbeda-beda ketika berkomunikasi, seringnya mengalami
kebingungan ataupun rasa marah karena tidak dapat memahami maksud
pembicaraan orang lain, sehingga dengan kondisi yang dialaminya
individu tunarungu cenderung membentuk citra diri yang lebih rendah
dibandingkan dengan individu normal.
Ketunarunguan dapat menyebabkan remaja tunarungu menjadi
terasing dengan lingkungan sosialnya. Remaja tunarungu merasa
terasing dengan pergaulan dan aturan sosial yang berlaku dalam
masyarakat dimana remaja tunarungu tersebut hidup. Akibat dari
keterasingan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif seperti :
a) Egosentrisme yang melebihi orang normal
Egosentrisme itu diperoleh dari kemampuan remaja tunarungu
dalam mempelajari lingkungannya yang terbatas hanya dengan
penglihatan saja tanpa mendengar. Besarnya peran penglihatan dalam
pengamatan membuat remaja tunarungu memiliki sifat sangat ingin
dilihatnya bahkan terkadang ingin memilikinya dengan merebut atau
menariknya dari tangan orang lain. Hal tersebut dapat terjadi pada
orang mendengar, tetapi bagi orang yang tunarungu sifat tersebut
lebih menonjol.
b)Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
Perasaan takut yang dialami remaja tunarungu disebabkan
karena sering merasa kurang menguasai keadaan yang diakibatkan
oleh pendengarannya yang terganggu. Kemiskinan bahasa membuat
remaja tunarungu tidak mampu menguasai dan menyatukan situasi
sehingga situasi menjadi tidak jelas.
c)Ketergantungan terhadap orang lain
Ketidakmampuan membaca situasi secara jelas membuat
remaja tunarungu tergantung pada orang lain. Ketergantungan
terhadap orang lain merupakan gambaran bahwa remaja tunarungu
tersebut merasa putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar
pada orang lain.
d)Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
Kesempitan bahasa menyebabkan kesempitan berpikir
seseorang. Alam pikiran remaja tunarungu terpaku pada hal-hal
konkrit, seluruh perhatiannya tertuju pada sesuatu dan sukar untuk
dilepaskan karena mereka tidak mempunyai kemampuan lain
sehingga pikiran remaja tunarungu tidak mudah beralih ke hal yang
mengenai hal-hal yang belum terjadi artinya remaja tunarungu lebih
miskin akan fantasi.
e)Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tanpa banyak
masalah
Sifat polos, sederhana, dan tanpa banyak masalah dimiliki
remaja tunarungu karena mereka memiliki kemiskinan dalam
mengekspresikan perasaan dalam berbagai cara. Remaja tunarungu
hampir tidak menguasai sesuatu ungkapan dengan baik sehingga
remaja tunarungu akan mengatakan langsung apa yang
dimaksudkannya.
f) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung
Perasaan mudah marah dan cepat tersinggung timbul karena
sukarnya menyampaikan perasaan dan pikirannya. Sulitnya mengerti
dan memahami apa yang disampaikan oleh orang lain kepadanya, hal
ini bisa diekspresikan dengan kemarahan.
Greenberg, dkk (dalam Paul & Quigley, 1993) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa kematangan sosial remaja
tunarungu lebih rendah dibandingkan dengan remaja mendengar.
Hendriani (2006) berpendapat bahwa remaja tunarungu yang menyadari
dan memiliki kemampuan untuk mengelola emosi yang dimilikinya
akan dapat mempermudah sosialisasi yang dilakukannya. Mengingat
bahwa emosi remaja tunarungu cenderung dangkal dan tidak stabil,
kehidupannya, terutama dalam penguasaan berbagai ketrampilan yang
diperlukan agar dapat melakukan interaksi sosial dengan baik, dan
dalam pemenuhan tugas-tugas perkembangan di masa remajanya.
Abdurrachman & Sudjadi (1994) menuliskan akibat-akibat yang
ditimbulkan dari rusaknya pendengaran pada individu tunarungu :
1. Gangguan perseptual dimana individu tunarungu tidak dapat
mengidentifikasikan bunyi dari alam sekitar benda-benda yang
menghasilkan suara
2. Gangguan bicara sehingga tidak dapat mempelajari bagaimana
hubungan antara gerak-gerak mekanisme bicara dengan suara-suara
yang dihasilkan
3. Gangguan komunikasi karena tidak dapat mempelajari bahasa ibu
sehingga individu tunarungu tidak dapat mengekspresikan apa yang
dipikirkan kepada orang lain kecuali melalui gerakan-gerakan atau
isyarat-isyarat yang konkret
4. Gangguan kognitif karena kemampuan kognitif erat hubungannya
dengan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa
mempengaruhi perkembangan kognitif, dan selanjutnya
mempengaruhi kemampuan baca tulis.
5. Gangguan sosial karena mereka sulit berkembang dalam cara-cara
bertingkah laku yang tepat terhadap orang lain. Individu tunarungu
tidak dapat mendengarkan nada suara yang menunjukkan emosi,
dijelaskan kepada mereka. Individu tunarungu akan
mengekspresikan perilaku manipulatif dan ritualistik sebagai
pengganti bahasa dalam usahanya mempengaruhi orang lain.
6. Gangguan emosi karena mereka tidak dapat mendengarkan apa yang
dibicarakan orang lain dan mereka juga sulit untuk mengekspresikan
apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya sehingga mereka
cenderung egosentris, mudah curiga, menarik diri, atau berbuat yang
berlebihan. Hal tersebut terjadi karena mereka sukar menempatkan
diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain sehingga sukar
menyesuaikan diri. Mereka juga sering merasa curiga kepada yang
lain karena tidak dapat mendengar apa yang dibicarakan orang lain.
7. Masalah kependidikan karena mereka hanya memperoleh manfaat
yang minimal dari pengalaman-pengalaman pendidikan.
8. Gangguan dalam intelektual, jika mereka melakukan tes secara non
verbal pada umumnya hasilnya normal dan di atas rata-rata, tetapi
dalam pengetahuan verbal dan dalam bentuk bahasa agak sulit karena
dalam pengertian inteligensi secara keseluruhan mengalami
hambatan.
9. Masalah vokasional karena kurangnya keterampilan verbal,
pengetahuan umum, kemampuan akademik, dan keterampilan sosial
sehingga mendapat kesempatan yang terbatas dalam mencari
D. Dinamika Kepercayaan Diri dan Remaja Putri Tunarungu
Percaya diri adalah keyakinan akan kemampuan diri dalam melakukan
sesuatu, yang artinya mengenal dan memahami diri bahwa dirinya mampu
melakukan sesuatu. Mengenal dan memahami diri dapat membuat seseorang
mengerti kelebihan yang dimiliki dan yakin untuk mampu mencapai tujuan di
dalam hidupnya. Percaya diri merupakan faktor pendukung keberhasilan
seseorang karena orang yang percaya diri berani mengambil langkah untuk
maju dan menghadapi tantangan sehingga kemampuannya bertambah.
Penghalang rasa percaya diri yang utama adalah rasa malu. Rasa malu
itu timbul akibat adanya suatu kekurangan dalam diri seseorang. Kekurangan
tersebut dapat berupa cacat fisik, ekonomi lemah, pendidikan kurang, atau
status sosial yang rendah sehingga membuat orang-orang tersebut menjadi
rendah diri. Terlebih lagi pada remaja putri, hal-hal yang berkaitan dengan
kekurangan diri dapat berpengaruh besar bagi kepercayaan dirinya. Demikian
pula yang terjadi pada remaja putri yang memiliki tunarungu. Remaja putri
tunarungu ini akan merasakan rendah diri karena memiliki kekurangan yang
bersifat menetap.
Kekurangan dalam hal pendengaran dan berbicara menyulitkan remaja
putri tunarungu untuk bergabung dengan lingkungan sosialnya. Masyarakat
sulit melibatkan remaja putri tunarungu untuk masuk dalam hubungan yang
lebih dekat lagi, bahkan keluargapun terkadang kesulitan untuk melibatkan
Kesulitan berkomunikasi yang dialami remaja putri tunarungu ini dapat
membuat remaja putri tunarungu menjadi jauh dengan lingkungannya, terlebih
lagi pendapat masyarakat tentang remaja putri tunarungu. Masyarakat
terkadang memandang remaja putri tunarungu sebagai orang yang
merepotkan, tidak berguna, dan patut dikasihani. Pendapat ini mempengaruhi
pandangan remaja putri tunarungu itu terhadap dirinya sendiri sehingga
remaja putri tunarungu tidak berani bergaul dengan lingkungan sosialnya dan
tidak berani terbuka dengan orang lain. Remaja putri tunarungu tersebut
cenderung menutup diri dan tidak percaya diri dengan kemampuan yang ada
pada dirinya.
Percaya diri pada remaja putri tunarungu dapat timbul jika remaja putri
tunarungu dapat mengenal dan memahami diri. Mengenal dan memahami diri
dapat membuat seseorang mengerti kelebihan dan potensi diri. Setelah
mengenal dan memahami kelebihan dan potensi diri, remaja putri tunarungu
dapat mengasah kemudian menonjolkan kelebihannya itu untuk membuatnya
percaya diri. Percaya diri pada remaja putri tunarungu juga dapat timbul jika
remaja putri tunarungu tersebut mampu bereaksi positif terhadap
kelemahan-kelemahan yang ada dalam dirinya.
Pada fase remaja, remaja dituntut untuk lebih mandiri dalam
menghadapi lingkungan sosialnya, oleh sebab itu setiap remaja harus mampu
menggali potensi diri agar dapat diterima dan dihargai oleh lingkungan
sosialnya. Terlebih lagi remaja putri tunarungu memiliki karakteristik yang
kognitifnya, remaja tunarungu sebenarnya memiliki kemampuan yang sama
dengan remaja mendengar, hanya pada materi yang diverbalisasikan saja
remaja tunarungu mendapat nilai yang lebih rendah dari remaja mendengar.
Rendahnya tingkat prestasi remaja tunarungu bukan disebabkan karena
kemampuan intelektualnya yang rendah, tetapi umumnya disebabkan karena
perkembangan inteligensinya terbatas sehingga tidak dapat berkembang
maksimal.
Segi emosi dan sosial yang dimiliki oleh remaja tunarungu juga berbeda
dengan remaja mendengar. Remaja tunarungu sering merasa terasing dari
pergaulannya sehingga menyebabkan remaja tunarungu memiliki
egosentrisme yang melebihi orang normal karena kemampuan remaja
tunarungu mempelajari lingkungannya terbatas pada penglihatan saja sehingga
selalu ingin tahu, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
karena gangguan pendengaran pada remaja tunarungu menyebabkan mereka
tidak dapat membaca situasi secara jelas, ketergantungan terhadap orang lain,
perhatian remaja tunarungu juga lebih sukar dialihkan karena remaja
tunarungu hanya terpaku pada hal-hal nyata saja. Umumnya remaja tunarungu
memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tanpa banyak masalah. Remaja
tunarungu lebih mudah marah dan cepat tersinggung karena remaja tunarungu
sulit mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh orang lain kepada
dirinya sehingga diekspresikannya dengan kemarahan.
Perbedaan karakteristik yang dimiliki remaja putri tunarungu dengan
terasing di lingkungan sosialnya. Kemampuan untuk menyadari dan
mengelola emosi yang dimiliki akan dapat mempermudah sosialisasi yang
dilakukannya. Kesadaran emosi dapat berperan penting dalam kehidupannya,
terutama dalam penguasaan ketrampilan yang diperlukan agar dapat
melakukan interaksi sosial dengan baik, dan dalam pemenuhan tugas-tugas
perkembangan di masa remajanya. Remaja putri tunarungu sendiri harus
mampu menggali potensi diri agar dapat diterima di lingkungan sosialnya
yang dapat membuatnya percaya diri.
Perlu diingat satu hal bahwa tidak semua remaja putri tunarungu tidak
percaya diri. Ada yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi karena remaja
putri tunarungu tersebut mampu menggali potensi diri dan menonjolkannya
sehingga apa yang menjadi tujuan hidupnya dapat tercapai, oleh sebab itulah
rasa percaya diri sangat diperlukan bagi remaja terutama remaja putri
tunarungu agar mereka dapat lebih dihargai oleh lingkungannya.