• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA PUTRI TUNARUNGU SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA PUTRI TUNARUNGU SKRIPSI"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama

: Dianing Utami

NIM :

039114101

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

(2)
(3)
(4)

Yesus Kristus, Sang Penolong , Penghibur, dan Perencana hidupku (terima kasih Tuhan buat kesetiaan, kebaikan, tantangan, kekecewaan, kesusahan, kelegaan, sukacita, jalan keluar, dan kemenangan. Semuanya diijinkan terjadi supaya sebagai AnakMu, aku punya karakter Kristus yang luar biasa.)

Orang tua terbaikku (terima kasih Papi dan Mami buat doa, kesabaran, rasa

lelah dan keringatnya, juga cinta dan kasih sayangnya kepadaku.)

Adikku tercinta, Ariani (terima kasih dukungan, doa, nasehat, dan

sayangnya,. I’m so proud of you)

Yosia Ongki (terima kasih buat doa, dukungan, cinta, dan warna-warna indah

dalam hidupku.)

Jalan menuju SUKSES dan BAHAGIA tidak selalu lurus

Ada tikungan bernama KEGAGALAN

Bundaran bernama KEBINGUNGAN

Tanjakan bernama TEMAN

Lampu merah bernama MUSUH

Lampu kuning bernama KELUARGA

Kamu akan mengalami ban kempes dan pecah, itulah hidup.

Tapi jika kamu bawa ban serep bernama TEKAD

Mesin bernama KETEKUNAN

Asuransi bernama IMAN

Dan pengemudi bernama Yesus, maka akan sampailah kamu di daerah yang

disebut SUKSES dan BAHAGIA.

(5)

v

Cintai Tuhan LEBIH daripada berkatNya

Just be who you want to be, not what others wanna see

Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun

Yang lain dengan denyut jantung, keringat, dan air mata

Tetapi ukuran sejati di bawah mentari adalah apa yang telah engkau lakukan

dalam hidup ini untuk orang lain

Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka SEMUA akan

ditambahkan kepadamu. Amen.

(6)
(7)

2009

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kepercayaan diri remaja putri tunarungu karena individu tunarungu memiliki karakteristik khusus dibandingkan individu mendengar. Kepercayaan diri tersebut dideskripsikan melalui aspek-aspek kepercayaan diri. Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif. Data penelitian diperoleh melalui teknik wawancara semi terstruktur pada tiga orang subjek penelitian yaitu remaja tunarungu berusia antara 18-19 tahun dan berjenis kelamin wanita. Analisis data berdasarkan respon verbal subjek penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri tunarungu kurang memiliki rasa aman ditunjukkan dengan tidak bebas dari rasa takut dan cenderung kurang bebas dari rasa ragu-ragu. Mereka cukup yakin pada kemampuan dirinya yaitu tidak membanding-bandingkan diri dan tidak mudah terpengaruh. Mereka juga tidak mementingkan diri dan cukup toleran karena menyadari sulit berkomunikasi dan masyarakat jarang melibatkan mereka dalam pembicaraan sehingga mereka cenderung diam. Remaja putri tunarungu ini memiliki ambisi yang normal ditunjukkan dengan memiliki cita-cita sesuai dengan kemampuannya dan mampu mengerjakan tugas dengan baik asal instruksi jelas. Dalam penelitian ini remaja putri tunarungu kurang mandiri ditunjukkan dengan ketergantungannya dalam memerlukan bantuan orang lain. Mereka juga memerlukan dukungan orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Remaja putri tunarungu dalam penelitian ini merupakan orang yang optimis ditunjukkan dengan memiliki harapan dan penilaian yang positif bagi dirinya dan masa depannya.

Kata kunci : percaya diri, remaja putri, tunarungu

(8)

viii 2009

This was a description research which had a purpose to acknowledge the personal of the self confidence of deaf female adolescent, since this individual had a particular characteristic compared to the normal one. This self confidence was discribed through the aspects of the confidence itself. The research design that used was the study of qualitative description. The data was obtained through a semi structured interview technique on three people. The subject was deaf female adolescents between 18 – 19 years of age. The data analysis based on oral respond researched.

The result showed that deaf female adolescent felt insecure that showed did not free from fear and had doubt tendency. They have enough ability assurance that no compared and not impressionable. They also unselfishness and tolerant because they realized difficult to communication and people rare to asked them in conversation. The deaf female adolescent have normal ability that showed with having aspiration according her ability and they could did the task as long as the instructions was clear. In this research deaf female adolescent dependent, it showed with needed help and support from others. The deaf female adolescent in this case were optimist that showed with having hope and positive value to herself and her future.

(9)
(10)

pengalaman baru telah dilewati sejak awal pembuatan skripsi hingga akhir.

Selama proses pembuatan skripsi ini tentu banyak pihak yang membantu,

mendukung, dan memotivasi penulis. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

penulis sampaikan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus atas proses dan kemenangan yang gilang gemilang yang

sudah disediakan bagi penulis selama menjalani setiap proses hidup termasuk

pembuatan skripsi ini.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

yang telah memberi kesempatan dan ijin pada penulis untuk melakukan

penelitian.

3. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi, M.Psi., selaku dosen pembimbing akademik

atas kebaikan dan kesediaan konsultasinya.

4. Ibu Sylvia Carolina, M. Y. M, S.Psi, M.Si., selaku kaprodi dan dosen

pembimbing skripsi yang berdedikasi tinggi, yang telah memberikan waktu,

dukungan, semangat, masukan, pengertian, kritik, dan teguran yang berarti

bagi penulis dalam penyusunan skripsi sehingga karya ini berhasil saya

selesaikan.

5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si dan Bapak Y. Heri Widodo, S. Psi., M.

Psi. selaku dosen penguji skripsi, yang telah memberikan waktu, masukan,

dan pengertian agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

(11)

Pratik, Pak Adi, Pak Cahyo, Rm.Purnomo, Bu Dewa, Pak Bagja, Alm. Drs.

Indarto)

7. Kedua orang tua tercinta yang sudah memberikan dukungan material dan

spiritual selama hidup penulis (sekarang saatnya aku melakukan sesuatu yang

besar untuk kalian)

8. Adikku, Ariani (aku banyak mencontoh kualitas hidupmu…bangga pol deh

sama kamu ^^)

9. Kiki, my lovely boyfriend (thank u, honey…makasi y buat semuanya…)

10.Ketiga subjek penelitian, terus maju untuk mencapai masa depan yang indah.

11.Mas Gandung, Mas Muji, Pak Gie, Mas Doni, Mba Nani yang telah banyak

membantu segala hal tentang keperluan akademis (terima kasih banyak yaa…)

12.Temen-temen komsel (Ratih, Merry, Lisa, Riri, Shinta, dan Yohana…thanks

guys for supporting n praying me)

13.Budi Ardiyandhani (tengkyu y Dan..hehehe..udah ngajarin aku…)

14.Anak-anak kos Dewi (Novi, Erma, Lia, Renny, Cika, Dima, Ita, Selvi, Nike,

Indah, Mita, Olin, Meidi, Lanny, Mellissa, c Meta, c Maria, c Listy, c Ricka,

Mba Risa, Elsa)

15.Guru dan suster yang ada di SLB Dena Upakara Wonosobo, terima kasih

sudah menerima saya dengan baik, membantu, dan memberi saya pemahaman

dan pengetahuan lebih banyak tentang individu tunarungu

(12)
(13)

DAFTARISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN DATA ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xv

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Manfaat Penelitian ...6

1. Manfaat Praktis ...6

2. Manfaat Teoretis ...7

BAB II LANDASAN TEORI ...8

A. Kepercayaan Diri ...8

1. Pengertian Kepercayaan Diri ...8

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri ...10

3. Ciri-ciri Orang yang Percaya Diri ...11

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri ...12

5. Proses Pembentukan Kepercayaan Diri ...16

6. Ciri-ciri Orang yang Tidak Percaya Diri ...17

7. Proses Pembentukan Ketidakpercayaan Diri ...18

(14)

8. Hal-hal yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri ...18

B. TUNARUNGU ...20

1. Pengertian Tunarungu ...20

2. Klasifikasi tentang Ketajaman Pendengaran ...21

3. Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan ...26

C. REMAJA PUTRI TUNARUNGU ...27

1. Pengertian Remaja Putri Tunarungu ...27

2. Tahap-tahap Perkembangan Remaja ...30

3. Karakteristik Khusus Remaja Tunarungu ...32

a. Segi Fisik ...32

b. Segi Kognitif ...33

c. Segi Emosi dan Sosial ...35

D. Dinamika Kepercayaan Diri Remaja Putri Tunarungu ...40

E. Skema Kepercayaan Diri Remaja Tunarungu ...44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...45

A. Jenis Penelitian ...45

B. Variabel Penelitian ...46

C. Batasan Penelitian ...46

D. Subjek Penelitian ...47

E. Metode pengumpulan Data ...48

1. Wawancara ...48

2. Observasi ...53

F. Prosedur Penelitian ...53

G. Metode Analisis Data ...54

1. Organisasi Data ...54

2. Pengkodean ...54

3. Interpretasi ...55

H. Keabsahan Data ...56

1. Kredibilitas ...56

2. Dependability ...57

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ...58

(15)

A. Pelaksanaan Penelitian ...58

1. Identitas Subjek Penelitian ...59

2. Pelaksanaan Penelitian pada Masing-masing Subjek ...60

B. Hasil Penelitian ...63

1. Subjek 1 ...63

2. Subjek 2 ...89

3. Subjek 3 ...114

4. Kategorisasi Hasil Penelitian Ketiga Subjek ...135

C. Pembahasan ...141

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ...148

A. Kesimpulan ...148

B. Saran ...148

DAFTAR PUSTAKA ...150

LAMPIRAN...152

(16)

xv

DAFTARTABEL

1. Tabel 1. Pedoman Umum Wawancara ...49

2. Tabel 2. Identitas Subjek Penelitian ...59

3. Tabel 3. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 1 ...60

4. Tabel 4. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 2 ...61

5. Tabel 5. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 3 (cross check data) ...61

6. Tabel 6. Pelaksanaan Penelitian Observasi ...62

7. Tabel 7. Persamaan Hasil Analisis Penelitian ...135

8. Tabel 8. Perbedaan Hasil Analisis Penelitian ...138

9. Tabel 9. Kategorisasi Hasil Wawancara Kepercayaan Diri Remaja Putri Tunarungu ...153

10. Tabel 10. Kategorisasi Hasil Wawancara Lengkap Kepercayaan Diri Remaja Putri Tunarungu ...160

11. Tabel 11.Hasil Penelitian Lengkap Persamaan dan Contoh Kasus Subjek 1, Subjek 2, dan Subjek 3 ...177

(17)

A.Latar Belakang

Kata-kata “tampil percaya diri” sepertinya mudah diingat dan diucapkan,

namun sebenarnya hal tersebut merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan.

Tidak hanya sekali atau dua kali kata-kata itu terdengar, tetapi sebagian orang

tidak terpikir untuk melakukan hal itu.

Ada satu kendala besar yang selalu menghalangi dan bahkan menghantui

seseorang untuk tampil percaya diri. Kendala besar itu tidak lain adalah rasa malu.

Ini yang selalu menghambat dan mengganggu kehidupan manusia dan

menyisakan hal-hal yang kurang baik bagi pribadi tersebut. Hal itu menjelaskan

bahwa orang-orang yang hidup normal masih sering merasa malu dengan keadaan

dirinya, lalu bagaimana dengan orang yang memiliki cacat tubuh.

Dalam hidup terkadang yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang

diinginkan. Semua orang ingin dilahirkan dengan sempurna. Tidak ada

seorangpun yang ingin dilahirkan cacat ke dunia ini, meskipun banyak orang

menderita cacat, apakah mereka mampu menjalani hidup dengan baik dan apakah

mereka percaya diri terhadap keadaan dirinya.

Seseorang dapat dikatakan memiliki rasa percaya diri jika ia mempunyai

rasa optimis dalam arti dia mau untuk menghadapi lingkungan di sekitarnya.

Kepercayaan diri menurut Koentjoro (2000) adalah aspek kepribadian yang

mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya

(18)

dalam meraih keberhasilan hidup. Seseorang yang percaya diri akan mampu

mengaktualisasikan potensi dan keinginannya. Sebaliknya seseorang yang

memiliki kepercayaan diri yang rendah akan mengalami hambatan atau kesulitan

untuk dapat mengekspresikan keinginan dan potensinya.

Percaya diri menurut Thursan Hakim (2005) adalah suatu keyakinan

seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan

tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di

dalam hidupnya. Orang yang mempunyai kepercayaan diri tidak memerlukan

orang lain sebagai standar karena sudah dapat menentukan standar sendiri dan

selalu mengembangkan motivasinya. Percaya diri atau tidak percaya diri banyak

dijumpai pada masa remaja. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003) remaja adalah

masa antara usia 12 sampai 23 dan penuh dengan topan dan tekanan. Topan dan

tekanan adalah konsep Hall tentang remaja sebagai masa goncangan yang ditandai

dengan konflik dan perubahan suasana hati. Kehidupan remaja yang penuh

dengan topan dan tekanan ini menarik perhatian peneliti untuk meneliti

kepercayaan dirinya.

Peneliti mempersempit penelitian dengan memilih remaja putri tunarungu

sebagai subjeknya karena remaja putri tunarungu memiliki karakteristik khusus

yang berbeda dengan remaja putri mendengar. Menurut Gross (dalam Santrock,

2003) mengungkapkan bahwa remaja putri seringkali memiliki rasa tidak puas

dengan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan remaja putra. Remaja putri

memiliki sifat-sifat diantaranya, pasif dan menerima, cenderung untuk menerima

(19)

bersifat emosionil konkrit, berusaha mengikut dan menyenangkan orang lain

(Soerjabrata, 1969).

Kartono (1997) menjelaskan bahwa remaja putri memiliki karakteristik

yang khas dan spesifik yaitu memiliki kecenderungan yang kuat dalam

mengidentifikasi dirinya, penghayatan batin yang dimilikinya cenderung kuat dan

terkadang menyebabkan sifat tertutup dan introvert, serta remaja putri cenderung

pasif. Seorang remaja putri yang tunarungu akan membuat bicaranya menjadi

terganggu pula. Remaja putri tunarungu itu akan memiliki keyakinan yang kuat

bahwa dirinya seorang tidak menarik, merepotkan, sehingga merasa malu dan

kurang percaya diri. Hal tersebut membuat remaja putri tunarungu ini menjadi

introvert. Ketidakmampuan untuk mendengar dan sulitnya berbicara membuat

situasi yang ada di sekitarnya menjadi jauh, seolah ada jarak. Orang-orang

normalpun terkadang kesulitan untuk melibatkan remaja tunarungu ke dalam

situasi sosial walaupun mereka adalah keluarganya.

Berdasarkan hasil penelitian Setyowati (2003) secara individual tentang

kecenderungan kepribadian remaja tunarungu menggunakan tes DAP, didapatkan

hasil bahwa remaja tunarungu memiliki ketidakpercayaan diri dalam kontak

sosial, pengharapan kasih sayang, perhatian dan ketergantungan akan figur ibu

serta kontrol diri terhadap dorongan/impuls.

Remaja tunarungu memiliki karakteristik yang berbeda dengan remaja

mendengar. Egosentrisme yang dimiliki remaja tunarungu lebih besar, remaja

(20)

sehingga membuatnya tergantung dengan orang lain, selain itu remaja tunarungu

juga memiliki sifat yang polos, sederhana, tetapi mudah marah.

Dalam lingkungan sosialnya remaja putri tunarungu ini memandang

dirinya seperti ada yang ”kurang” dibandingkan dengan orang-orang lain yang

normal. Penilaian masyarakat terhadap remaja putri tunarungu ini mempengaruhi

penilaian terhadap dirinya. Penilaian yang kurang baik akan membuat remaja

putri tunarungu itu menilai dirinya kurang baik pula, sehingga akan membuat

remaja putri tunarungu ini memiliki gambaran yang rendah akan dirinya.

Gambaran yang rendah akan dirinya dapat menimbulkan kekecewaan yang

akan berpengaruh negatif bagi hidupnya. Lingkungan seperti inilah yang

sebenarnya bisa menimbulkan gangguan psikis pada remaja putri tunarungu yang

juga mempengaruhi kepercayaan dirinya bahkan akan cenderung membuat remaja

putri tunarungu menjadi rendah diri. Rendah diri diduga timbul karena remaja

putri tunarungu merasa terhambat dalam berkomunikasi dengan orang lain yang

disebabkan karena lemah dalam hal pendengaran.

Kekurangan dalam hal pendengaran tersebut membuat remaja putri

tunarungu ini terhambat dalam bahasa. Bloom & Lahey (dalam Paul & Quigley,

1993) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol yang digunakan

untuk komunikasi dan berpikir. Simbol-simbol yakni berupa bunyi, kata, frase,

dan kalimat untuk mengungkapkan ide-ide pengetahuan tentang dunia.

Simbol-simbol bahasa mengungkapkan pengetahuan yang berkaitan dengan objek,

kejadian, orang, dan relasi antara pembicara dan pendengar. Bahasa berperan

(21)

masyarakat sekitar. Komunikasi merupakan hal yang penting yang perlu

diperhitungkan untuk membangun rasa percaya diri pada remaja putri tunarungu

ini. Remaja putri tunarungu tersebut dapat diberi suatu pendidikan khusus untuk

dapat berkomunikasi sehingga dapat membantu remaja putri tunarungu dalam

berinteraksi dengan orang lain.

Komunikasi yang diajarkan dapat berupa bahasa isyarat, membaca gerak

bibir, dan belajar mengucap kata-kata. Membaca bibir membantu untuk

memahami pembicaraan dengan orang lain dan untuk melatih ucapan. Membaca

bibir adalah suatu bentuk komunikasi individu tunarungu yang dikembangkan

secara sengaja di sekolah.

Kemampuan membaca bibir membutuhkan latihan yang cukup intensif.

Somad dan Hernawati (1996) mengatakan bahwa kemampuan membaca dan

menulis individu tunarungu walaupun sudah dididik secara khusus namun banyak

yang tetap ketinggalan 2-4 tahun dibandingkan dengan individu normal.

Keberhasilan dalam belajar dapat membuat remaja tunarungu merasa percaya diri

karena ia mampu berkomunikasi dengan orang lain dan mengetahui lebih banyak

hal yang ada di sekitarnya.

Dalam kenyataan yang ada, ditemukan juga remaja putri tunarungu yang

mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Kepercayaan diri yang tinggi itu didapat

karena mereka memiliki bakat-bakat dimana remaja normal tidak mampu

melakukannya seperti membuat keterampilan atau menguasai dengan baik suatu

(22)

Peneliti memiliki pengalaman bertemu dengan beberapa remaja putri

tunarungu yang memiliki bakat-bakat tertentu. Hal tersebut memberikan kesan

tersendiri bagi peneliti karena remaja putri tunarungu itu memiliki karakteristik

khusus dibandingkan remaja mendengar. Peneliti merasa bahwa remaja putri

tunarungu sama seperti remaja lainnya yang pada umumnya memiliki keinginan

untuk maju dan melewati keterbatasannya. Kesan khusus tersebut mengawali

keinginan penulis untuk menjadikannya sebagai topik penulisan skripsi yaitu

bagaimana gambaran kepercayaan diri remaja putri tunarungu.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kepercayaan diri yang dimiliki oleh remaja putri

tunarungu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah peneliti ingin melihat gambaran kepercayaan diri

yang dimiliki oleh remaja putri tunarungu.

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat praktis :

• Peneliti dapat secara langsung mengetahui kepercayaan diri remaja putri

tunarungu untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti

(23)

• Memberikan deskripsi kepada publik dan pihak-pihak yang

berkompeten tentang kepercayaan diri remaja putri tunarungu

• Memberikan bantuan bagi para remaja putri tunarungu agar mereka

mampu menghadapi dan menerima realitas diri atas kondisi yang

dihadapi

2. Manfaat teoretis

Peneliti diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan dalam

bidang psikologi anak luar biasa mengenai kepercayaan diri remaja putri

(24)

A. Kepercayaan Diri

Burns (dalam Koentjoro, 2000) menyatakan bahwa kepercayaan diri

merupakan bagian dari kepribadian manusia yang berkembang dan terbentuk

melalui proses belajar individual dan sosial. Hambly (dalam Koenjtoro, 2000)

menyatakan bahwa atribut yang paling berharga pada manusia dalam

bermasyarakat adalah kepercayaan diri.

1.Pengertian Kepercayaan Diri

Santrock (2003) mengungkapkan arti percaya diri yaitu dimensi

evaluatif yang menyeluruh dari diri. Ia menyebut rasa percaya diri sebagai

harga diri atau gambaran diri. Percaya diri menurut Thursan Hakim (2005)

adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang

dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa

mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.

Kepercayaan diri menurut Koentjoro (2000) adalah aspek kepribadian

yang mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia,

khususnya dalam meraih keberhasilan hidup. Seseorang yang percaya diri

akan mampu mengaktualisasikan potensi dan keinginannya. Sebaliknya

seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan mengalami

hambatan atau kesulitan untuk dapat mengekspresikan keinginan dan

potensinya.

(25)

Lauster (1990) mengungkapkan bahwa seseorang yang percaya diri

tidaklah berhati-hati secara berlebihan, dia yakin akan ketergantungan

dirinya karena percaya pada diri sendiri tidak menjadi terlalu egois, lebih

toleran karena dia tidak langsung melihat dirinya sedang dipersoalkan, dan

cita-citanya normal karena tidak ada perlunya dia untuk menutupi

kekurangpercayaan pada diri sendiri dengan cita-cita yang berlebihan.

Kepercayaan pada diri sendiri juga mempengaruhi sikap hati-hati,

ketaktergantungan, ketidakserakahan, toleransi, dan cita-cita.

Nuryanti mengutip pendapat Maslow dan Lugo (dalam Koentjoro,

2000) bahwa kepercayaan diri adalah ciri pribadi yang kreatif, dan

berangkat dari keyakinan akan kemampuan diri sendiri. Kepercayaan diri

adalah ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap

kemampuan diri sendiri. Di dalam kepercayaan diri terkandung kemampuan

untuk mengenal dan memahami diri.

Afiatin dan Andayani (dalam Koentjoro, 2000) menyatakan bahwa

kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang berisi keyakinan

tentang kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Jadi, kepercayaan diri berarti keyakinan terhadap kemampuan yang

ada dalam diri yang mengandung kemampuan untuk mengenal, mengetahui,

dan memahami diri yang akan membantunya mencapai keberhasilan hidup

(26)

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Menurut Lauster (1990) aspek-aspek kepercayaan diri adalah:

a.Aspek keamanan

Perasaan aman berarti perasaan terbebas dari rasa takut dan ragu-ragu

terhadap situasi atau orang-orang di sekelilingnya. Artinya adalah bebas

menentukan dan memutuskan sesuatu yang menyangkut kehidupannya.

b.Aspek keyakinan pada kemampuan diri

Orang yang yakin pada kemampuan diri sendiri tidak memerlukan orang

lain sebagai standar hidupnya sehingga tidak perlu

membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Yakin pada kemampuan diri juga

berarti tidak mudah terpengaruh orang lain sekalipun berada pada

keadaan yang menekan keinginan diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa

yakin pada kemampuan diri sendiri adalah tidak

membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh

orang lain.

c.Aspek tidak mementingkan diri sendiri dan cukup toleran

Tidak mementingkan diri berarti mengerti kekurangan dirinya, dengan

mengerti kekurangan dirinya remaja tunarungu mampu menyadari dan

menerima siapa dirinya. Bersikap cukup toleran berarti kesadaran bahwa

perbedaan pandangan bukanlah sesuatu yang ditakutkan, tetapi

merupakan gejala yang normal. Kesadaran ini membuat sikap toleransi

(27)

diri sendiri dan cukup toleran berarti mengerti kekurangan diri dan

menerima pandangan orang lain terhadap dirinya.

d.Aspek kepemilikan ambisi yang normal

Ambisi yang normal adalah ambisi yang disesuaikan dengan

kemampuannya, dapat menyelesaikan tugas dengan baik, dan dapat

bertanggung jawab.

e.Aspek kemandirian

Mandiri adalah tidak memerlukan bantuan dan dukungan orang lain

dalam melakukan suatu hal. Tidak memerlukan bantuan orang lain berarti

mampu melakukan sesuatu sendirian tanpa dibantu orang lain. Tidak

memerlukan dukungan orang lain berarti bebas bertindak sesuai dengan

keinginan tanpa peduli pandangan orang lain terhadap diri.

f. Aspek optimisme

Manusia menyadari bahwa kehidupan manusia selalu menghadapi masa

depan yang belum diketahui. Akal tidak dapat memberikan suatu

pengetahuan yang pasti tentang masa depan. Akal membangun

pengharapan yang diharapkan atau penuh dengan keraguan. Orang yang

optimis memiliki harapan dan secara tidak sadar memiliki pandangan

yang positif mengenai diri dan masa depannya.

3. Ciri-ciri Orang yang Percaya Diri

Menurut Hakim (2005) ciri-ciri orang yang percaya diri adalah:

a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu

(28)

c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai

situasi

d. Mampu menyesuaikan diri di berbagai situasi

e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang penampilannya

f. Memiliki kecerdasan yang cukup

g.Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang

kehidupannya

h.Memiliki kemampuan bersosialisasi

i. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat

dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup

j. Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya

dengan tetap tegar, sabar, dan tabah dalam menghadapi persoalan

hidup. Dengan sikap ini, adanya masalah hidup yang berat justru

semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpercayaan Diri

Menurut Hakim (2005) ada berbagai kelemahan pribadi yang bisa

menjadi sumber rasa tidak percaya diri yaitu :

a. Kondisi fisik

Cacat atau rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang

jelas terlihat oleh orang lain. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa

rendah diri yang akan berkembang menjadi rasa tidak percaya diri jika

(29)

b. Sering gagal

Kegagalan yang terlalu sering dialami biasanya akan menimbulkan

kecemasan pada seseorang ketika mencoba untuk memperoleh sukses di

bidang yang sama. Kecemasan tersebut akan menimbulkan rasa tidak

percaya diri dalam bentuk keraguan apakah masih mampu mempunyai

harapan untuk mengatasi kegagalan.

c. Kalah bersaing

Kekalahan di dalam persaingan dalam bidang apapun, seperti

olahraga atau bisnis, bisa mengakibatkan seseorang menjadi patah

semangat dan mengalami rasa tidak percaya diri yang berat. Krisis rasa

percaya diri membuat seseorang menjadi ragu dengan kemampuannya

sendiri dan selalu dihantui oleh perasaan takut gagal.

d. Kurang cerdas

Kecerdasan seseorang akan tampak setiap kali orang tersebut

menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada terutama pada

saat ia mengadakan interaksi sosial dengan orang lain melalui

komunikasi lisan. Kecerdasan dan wawasan, serta kemampuan berbahasa

yang kurang akan menyulitkan seseorang untuk bisa berkomunikasi

dengan baik dengan kelompok orang lain yang lebih cerdas sehingga

dapat menyebabkan seseorang merasa tidak percaya diri.

e. Perbedaan lingkungan

Seseorang yang berasal dari keluarga sederhana dengan

(30)

lingkungan kumuh, dan berbagai norma yang sangat jauh berbeda dengan

lingkungan perkotaan, bisa saja akan mengalami kesulitan untuk

mengadakan penyesuaian diri.

Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk merasa diri tidak berada di

dalam satu level yang sama sehingga menimbulkan seseorang merasa

tidak percaya diri untuk bisa berperan dan mencapai tujuan di dalam

lingkungan tertentu.

f. Tidak supel

Sikap tidak supel atau tidak fleksibel di dalam bergaul dapat

disebabkan oleh banyak hal. Berbagai penyebabnya antara lain latar

belakang keluarga, asal usul daerah, tingkat pendidikan, dan watak

tertentu dari sisi pribadi seseorang. Ada orang tertentu yang tidak supel

dalam bergaul karena orang tersebut memang sulit menyesuaikan diri,

dapat juga karena orang tersebut mempunyai watak buruk yang tidak

disenangi orang, seperti egois, angkuh, merasa lebih dari orang lain, suka

meremehkan, kurang menghargai, atau pemarah.

Ketidakmampuan untuk bersikap supel dalam bergaul dapat

menyebabkan seseorang tidak percaya diri, khususnya ketika orang

tersebut memiliki suatu tujuan yang berkaitan dengan lingkungan sosial

tertentu tetapi tidak mampu untuk mencapai tujuannya itu.

g. Tidak siap menghadapi situasi tertentu

Rasa tidak percaya diri yang muncul karena seseorang tidak siap

(31)

normal, misalnya seseorang diminta secara mendadak untuk berpidato,

bernyanyi, atau memimpin suatu upacara.

h. Sulit menyesuaikan diri

Dalam setiap kegiatan pokok biasanya seseorang akan terikat dalam

lingkungan tertentu dan berkaitan dengan orang-orang disekitarnya,

misalnya dalam suatu lingkungan kerja. Dalam hal ini, setiap orang

dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan orang lain. Kesulitan di

dalam menyesuaikan diri dengan orang lain dapat menimbulkan rasa

tidak percaya diri. Seseorang dapat diliputi keraguan apakah orang

disekitarnya dapat menerimanya sebagai mitra kerja yang baik.

i. Mudah cemas dan penakut

Mudah cemas dan penakut, terutama yang tertanam sejak kecil

merupakan bibit percaya diri yang sangat parah. Penyebab utama

masalah ini adalah pola pendidikan keluarga di masa kecil yang terlalu

keras atau terlalu melindungi, serta sering ditakuti oleh orang

disekitarnya.

j. Bicara gagap

Ketidakmampuan untuk dapat berbicara lancar dapat menimbulkan

rasa tidak percaya diri untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Seseorang akan merasa malu ketika kegagapannya menjadi perhatian

orang lain sehingga mengakibatkan timbulnya rasa malu atau rendah diri

(32)

k.Sering menghindar

Seseorang yang percaya diri tidak akan menghindar tetapi akan

menerima tugas yang mampu dikerjakan oleh dirinya ketika tugas

tersebut ditujukan kepadanya. Sering menghindar merupakan salah satu

gejala rasa tidak percaya diri.

l. Mudah menyerah

Mudah menyerah berarti tidak mampu bertahan dalam menghadapi

suatu masalah dan tidak mau untuk mencari jalan keluar dari masalah

yang dihadapinya. Setiap orang seharusnya selalu berusaha untuk tetap

percaya diri bahwa dirinya akan selalu mendapat jalan keluar dari

masalah yang dialaminya.

m. Tidak bisa menarik simpati orang

Gejala tidak percaya diri dapat muncul jika seseorang tidak mendapat

simpati dari orang lain yang artinya orang tersebut kehilangan dukungan

orang lain itu. Orang tersebut bahkan akan mendapat hambatan dari

orang lain di dalam mencapai tujuan hidup yang diinginkan.

5. Proses Pembentukan Kepercayaan Diri

Hakim (2005) mengatakan bahwa percaya diri tidak muncul begitu saja

pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam pribadi seseorang

sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Secara garis besar,

terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai

(33)

a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses

perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu

b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya

dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu

dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya

c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap

kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri

atau rasa sulit menyesuaikan diri

d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan

menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya

6. Ciri-ciri Orang yang Tidak Percaya Diri

Ciri-ciri orang yang tidak percaya diri menurut Hakim (2005) adalah:

a. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan

tertentu

b. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik, sosial,

atau ekonomi

c. Sulit menetralisasi timbulnya ketegangan di dalam suatu situasi

d. Gugup dan terkadang bicara gagap

e. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik

f. Memiliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil

g. Kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu

bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan tertentu

(34)

i. Mudah putus asa

j. Cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah

k. Pernah mengalami trauma

l. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah, misalnya dengan

menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri

7. Proses Pembentukan Ketidakpercayaan Diri

Hakim (2005) berpendapat bahwa rasa tidak percaya diri bisa terjadi

melalui proses panjang yang dimulai dari pendidikan dalam keluarga. Awal

dari proses tersebut terjadi sebagai berikut :

a. Terbentuknya berbagai kekurangan atau kelemahan dalam berbagai

aspek kepribadian seseorang yang dimulai dari kehidupan keluarga dan

meliputi berbagai aspek, seperti aspek mental, fisik, sosial, atau

ekonomi

b. Pemahaman negatif seseorang terhadap dirinya sendiri yang cenderung

selalu memikirkan kekurangan tanpa pernah meyakini bahwa ia juga

memiliki kelebihan

c. Kehidupan sosial yang dijalani dengan sikap negatif, seperti merasa

rendah diri, suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri

dari kelompok, dan reaksi negatif lainnya yang justru semakin

memperkuat rasa tidak percaya diri

8. Hal-hal yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri

Ada empat cara untuk meningkatkan percaya diri remaja menurut

(35)

a) Mengidentifikasikan penyebab dari rendahnya rasa percaya diri dan

domain-domain kompetensi diri yang penting

b) Dukungan emosional dan penerimaan sosial

c) Prestasi

d) Mengatasi masalah (coping)

Damon mengatakan bahwa bagi sebagian besar remaja, rendahnya

rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional

yang bersifat sementara. Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter &

Marold, 1992; Markus & Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 berujar bahwa bagi

beberapa remaja, rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi,

bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyelesaian diri

lainnya (dalam Santrock, 2003).

Savin-Williams & Demo (dalam Santrock 2003) menceritakan

tentang beberapa ahli pengukuran berpendapat bahwa kombinasi dari

beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur rasa percaya diri.

Sebagai tambahan untuk pengukuran lapor diri, pengukuran rasa percaya

diri remaja yang dilakukan oleh orang lain dan observasi perilaku remaja

pada berbagai situasi dapat memberikan gambaran rasa percaya diri yang

lebih lengkap dan akurat. Sebuah penelitian yang menggunakan observasi

tingkah laku untuk mengukur rasa percaya diri menunjukkan bahwa

beberapa tingkah laku positif dan juga negatif dapat memberikan petunjuk

(36)

Somad dan Hernawati (1996) berpendapat bahwa

pengalaman-pengalaman yang dapat membangkitkan kepercayaan pada diri sendiri perlu

ditanamkan kepada remaja tunarungu karena remaja tunarungu ada

kemungkinan menghadapi kegagalan yang lebih besar dari anak yang

normal.

B.Tunarungu

1.Pengertian Tunarungu

Banyak istilah bagi remaja yang mengalami kelainan pendengaran,

misalnya : tuli, bisu, cacat dengar, kurang dengar, tunarungu, dan tunawicara.

Istilah yang sekarang lazim digunakan dalam dunia pendidikan khususnya

pendidikan anak luar biasa adalah tunarungu.

Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”. Tuna artinya

kurang dan rungu artinya pendengaran. Seseorang dikatakan tunarungu

apabila ia tidak mampu atau kurang mampu mendengar suara.

Sutjihati Somantri (2006) berpendapat bahwa tunarungu adalah suatu

keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat

menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya.

Choirul Anam (dalam Sudjadi, 2003) mengatakan bahwa tuna rungu

adalah orang yang mempunyai kekurangan pendengaran sedemikian rupa

sehingga membutuhkan pendidikan khusus.

Mufti Salim (dalam Somantri, 2006) menyimpulkan bahwa orang yang

(37)

kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak

berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami

hambatan dalam perkembangan bahasanya.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang

tunarungu adalah orang yang memiliki kekurangan dalam fungsi

pendengaran karena adanya kerusakan pada alat pendengaran yang

menyebabkan perkembangan bahasanya terhambat.

2.Klasifikasi tentang Ketajaman Pendengaran

Klasifikasi ketunarunguan menurut Samuel A. Kirk (dalam Somad dan

Hernawati, 1996) :

a.0 dB : menunjukkan pendengaran yang optimal

b.0 – 26 dB : menunjukkan seseorang yang masih mempunyai

pendengaran yang normal

c.27 – 40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh,

membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan

memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan).

d.41 – 55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi

kelas, membutuhkan alat bantu dengan dan terapi bicara

(tergolong tunarungu sedang)

e.56 – 70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih

mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan

bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta

(38)

f. 71 – 90 dB: hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-

kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa

yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan

bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat).

g.91 dB keatas: mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran,

banyak tergantung pada penglihatan daripada pendengaran

untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan

dianggap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).

Penguraian klasifikasi tentang tunarungu menurut Streng (dalam Somad

dan Hernawati, 1996) sebagai berikut :

i) Kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB (Mild Losses) mempunyai

ciri-ciri :

a.Sukar mendengar percakapan yang didengar lewat percakapan melalui

pendengaran. Tidak mendapat kesukaran mendengar dalam suasana

kelas biasa asalkan tempat duduk diperhatikan

b.Mereka menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah dan

kesadaran dari pihak guru tentang kesulitannya.

c.Tidak mempunyai kelainan bicara

d.Kebutuhan dalam pendidikan perlu latihan membaca ujaran, perlu

diperhatikan mengenai perkembangan penguasaan perbendaharaan

katanya.

e.Jika kehilangan pendengaran melebihi 20 dB dan mendekati 30 dB

(39)

ii)Kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB (Marginal Losses)

ciri-cirinya :

a.Mereka mengerti percakapan biasa pada jarak 1 meter. Mereka sulit

menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan

kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dalam menangkap

percakapan kelompok.

b.Percakapan lemah hanya bisa ditangkap 50%, dan bila si pembicara

tidak terlihat yang ditangkap akan lebih sedikit atau dibawah 50%.

c.Mereka akan mengalami sedikit kelainan dalam bicara dan

perbendaharaan kata terbatas.

d.Kebutuhan dalam proram pendidikan antara lain belajar membaca

ujaran, latihan mendengar, penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara,

latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan

kata.

e.Bila kecerdasannya di atas rata-rata dapat ditempatkan di kelas biasa

asalkan tempat duduk diperhatikan. Bagi yang kecerdasannya kurang

memerlukan kelas khusus.

iii) Kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB (Moderat Losses),

ciri-cirinya :

a.Mereka mempunyai pendengaran yang cukup untuk mempelajari bahasa

dan percakapan, memerlukan alat bantu mendengar.

(40)

c.Mereka sering salah paham, mengalami kesukaran-kesukaran di sekolah

umum, mempunyai kelainan bicara.

d.Perbendaharaan kata mereka terbatas.

e.Untuk program pendidikan, mereka membutuhkan alat bantu dengar

untuk menguatkan sisa pendengarannya dan penambahan alat-alat bantu

pengajaran yang sifatnya visual, perlu latihan artikulasi dan membaca

ujaran serta perlu pertolongan khusus dalam bahasa.

f. Mereka perlu masuk SLB bagian B (SLB/B)

iv) Kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB (Severe Losses),

ciri-cirinya:

a.Mereka mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara

dengan menggunakan alat bantu dengar dan dengan cara khusus.

b.Karena mereka tidak belajar bahasa dan percakapan secara spontan pada

usia muda, mereka kadang-kadang disebut “tuli secara pendidikan

(Educationally Deaf)” yang berarti mereka dididik seperti orang yang

sungguh-sungguh tuli.

c.Mereka diajar dalam suatu kelas yang khusus untuk anak-anak

tunarungu, karena mereka tidak cukup sisa pendengarannya untuk

belajar bahasa dan bicara melalui telinga, walaupun masih mempunyai

sisa pendengaran yang digunakan dalam pendidikan.

d.Kadang-kadang mereka dapat dilatih untuk dapat mendengar dengan

alat bantu dengar dan selanjutnya dapat digolongkan terhadap kelompok

(41)

e.Mereka masih bisa mendengar suara yang keras dari jarak dekat,

misalnya mesin pesawat terbang, klakson mobil dan lolong anjing.

f. Karena masih mempunyai sisa pendengaran mereka dapat dilatih

melalui latihan pendengaran (auditory training).

g.Mereka dapat membedakan huruf hidup tetapi tidak dapat membedakan

bunyi-bunyi huruf konsonan.

h.Diperlukan latihan membaca ujaran -an pelajaran yang dapat

mengembangkan bahasa dan bicara dari guru khusus, karena itu mereka

harus dimasukkan ke SLB/B, kecuali bagi anak jenius dapat mengikuti

kelas normal.

v) Kehilangan kemampuan mendengar 75 dB ke atas (Profound Losses),

ciri-cirinya :

a. Mereka tidak dapat mendengar suara yang keras dari jarak 1 inci (2.54

cm) atau sama sekali tidak mendengar.

b. Mereka tidak sadar akan bunyi-bunyi keras tetapi mungkin ada reaksi

kalau dekat dengan telinga, meskipun menggunakan pengeras suara

mereka tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk menangkap

dan memahami bahasa.

c. Mereka tidak belajar dan bicara melalui pendengaran, walaupun

menggunakan alat bantu dengar (hearing aid).

d. Mereka memerlukan pengajaran khusus yang intensif di segala bidang,

(42)

e. Yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pendidikan ialah:

membaca ujaran, latihan mendengar, fungsinya untuk

mempertahankan sisa pendengaran yang masih ada, meskipun hanya

sedikit.

f. Diperlukan teknik khusus untuk mengembangkan bicara dengan

metode visual, taktil, kinestetik, serta semua hal yang dapat membantu

terhadap perkembangan bicara dan bahasanya.

3.Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan

Faktor-faktor penyebab ketunarunguan menurut Somad dan Hernawati

(1996) dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a.Faktor dalam diri anak

1) Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua

orangtuanya yang mengalami ketunarunguan.

2) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman

(Rubella).

3) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau

Toxaminia, hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang

mempengaruhi terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut

menyerang syaraf atau alat-alat pendengaran maka anak tersebut akan

lahir dalam keadaan tunarungu.

b.Faktor dari luar

1) Mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran, misal

(43)

dapat menular pada saat anak dilahirkan. Demikian pula dengan

penyakit kelamin yang lain, dapat ditularkan melalui terusan jika

virusnya masih dalam keadaan aktif. Penyakit-penyakit yang

ditularkan oleh ibu kepada anak yang dilahirkannya dapat

menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada

alat-alat atau syaraf pendengaran.

2) Meningitis atau radang selaput otak

3) Otitis media (radang telinga bagian tengah)

Otitis media adalah radang pada telinga bagian tengah sehingga

menimbulkan nanah dan nanah tersebut mengumpul dan

mengganggu hantaran bunyi. Jika kondisi ini kronis dan tidak segera

diobati penyakit ini bisa menimbulkan kehilangan pendengaran

yang tergolong ringan sampai sedang. Otitis media adalah salah satu

penyakit yang sering terjadi pada masa kanak-kanak sebelum

mencapai usia 6 tahun.

4) Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan

alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.

C. Remaja Putri Tunarungu

1.Pengertian Remaja Putri Tunarungu

Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) remaja adalah masa

antara usia 12 sampai 23 dan penuh dengan topan dan tekanan. Topan dan

(44)

ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Santrock (2003)

berpendapat bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi

antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,

kognitif, dan sosial-emosional.

Gunarsa & Gunarsa (1986) mengatakan bahwa remaja adalah masa

peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan

yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.

Sarwono (1994) mengemukakan pedoman umum batasan seseorang

dikatakan remaja di Indonesia yaitu usia 11-24 tahun dan belum menikah,

dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1) Kriteria fisik yaitu pada usia 11 tahun umumnya tanda-tanda seksual

sekunder mulai nampak.

2) Kriteria sosial yaitu usia 11 tahun banyak sudah dianggap akil balik

menurut adat maupun agama.

3) Kriteria psikologik yaitu mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, Erik

Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikososial

(Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget)

maupun moral (Kohlberg).

4) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih

menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh

(45)

pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan kata lain, orang-orang yang

sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan

kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan

remaja.

5) Status perkawinan seseorang sangat menentukan. Seseorang yang sudah

menikah, pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang

dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat

dan keluarga.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

seseorang dapat dikatakan remaja jika dimana orang tersebut berada dalam

masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang

ditunjukkan dengan berkembangnya aspek biologis, psikologis, sosial, dan

emosional yaitu pada usia 11 tahun hingga 24 tahun.

Perkembangan fisik remaja putri berbeda dengan remaja putra.

Remaja putri mengalami perkembangan fisik lebih cepat dari remaja putra,

remaja putri akan mulai perkembangan fisik kurang lebih 2 tahun lebih dulu.

Tanda-tanda kematangan seksual remaja putri adalah membesarnya

payudara, pertumbuhan rambut di daerah kemaluan bagian luar dan ketiak.

Remaja putri mengalami menarche/kedatangan haid, hal itu tidak hanya

merupakan peristiwa fisiologis tetapi tanda menginjak kedewasaan dan

menjadi seorang wanita dengan sifat dan tanda-tanda kewanitaannya

(46)

Jadi remaja putri tunarungu adalah orang yang berjenis kelamin

wanita yang berada pada masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa

yang memiliki kekurangan dalam fungsi pendengaran karena adanya

kerusakan pada alat pendengaran yang menyebabkan perkembangan

bahasanya terhambat.

2.Tahap-tahap Perkembangan Remaja

Sarwono (1994) membagi 3 tahap perkembangan remaja dalam

proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu:

i) Remaja pada masa awal (early adolescence, putri 13–15 tahun, putra

15-17 tahun)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan

yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan

pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah

terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan

kurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja pada masa

awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

ii)Remaja pada masa madya (middle adolescence, putri 15–18 tahun, putra

17-19 tahun )

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Remaja

senang jika banyak teman yang menyukai dirinya. Ada kecenderungan

(47)

yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, remaja

pada masa madya berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu

harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau

sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau matrealis, dan sebagainya.

Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan

cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat

hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.

iii) Remaja pada masa akhir (late adolescence, putri 18–21 tahun, putra

19-21 tahun)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai

dengan pencapaian 5 hal, yaitu :

a.Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

b.Ego mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

dalam pengalaman-pengalaman baru

c.Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

d.Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang

lain

e.Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public)

Friksi atau konflik-konflik dalam diri remaja yang seringkali

menimbulkan masalah pada remaja, tergantung sekali pada keadaan

(48)

3.Karakteristik Khusus Remaja Tunarungu

Remaja tunarungu mempunyai karakteristik yang berbeda dengan

remaja mendengar. Remaja tunarungu ini memiliki karakteristik khusus,

yaitu :

a. Segi Fisik

Santrock (2002) mengatakan bahwa perkembangan fisik remaja

ditandai dengan adanya pubertas. Pubertas ialah suatu periode di mana

kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal

masa remaja. Hormon testosteron memainkan peran penting dalam

perkembangan pubertas laki-laki, sedangkan estradiol pada

perkembangan pubertas perempuan. Remaja tunarungu juga mengalami

pubertas sama seperti remaja lain pada umumnya.

Perubahan hormonal dan perubahan tubuh ini terjadi rata-rata dua

tahun lebih awal pada perempuan dengan usia 10,5 tahun daripada

laki-laki 12,5 tahun. Empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada

perempuan adalah pertambahan tinggi badan yang cepat, menarche (haid

pertama yang menandai masa pubertas, namun bukan satu-satunya ciri

yang muncul), pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut

kemaluan. Empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada laki-laki

adalah pertambahan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan penis,

pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan.

Dibandingkan dengan remaja normal, sepintas fisik remaja

(49)

tunarungu memiliki gangguan dalam pendengarannya. Pendengarannya

yang terganggu itu menyebabkan cara bicaranya menjadi terganggu pula.

b. Segi Kognitif

Somad dan Hernawati (1996) mengatakan bahwa pada dasarnya

kemampuan intelektual remaja tunarungu sama seperti remaja yang

normal pendengarannya. Remaja tunarungu ada yang memiliki

inteligensi tinggi, rata-rata maupun rendah. Umumnya remaja tunarungu

memiliki inteligensi normal atau rata-rata. Remaja tunarungu akan

memiliki prestasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan remaja

mendengar untuk materi yang diverbalisasikan, tetapi untuk materi yang

tidak diverbalisasikan, prestasi remaja tunarungu akan seimbang dengan

remaja mendengar.

Rendahnya tingkat prestasi remaja tunarungu bukan berasal dari

kemampuan intelektualnya yang rendah, tetapi umumnya disebabkan

karena inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang

dengan maksimal. Pintner dan Myklebust (dalam Paul & Quigley, 1993)

berpendapat bahwa keterlambatan intelektual subjek-subjek tuli

disebabkan karena kekurangan bahasa.

Paul & Quigley (1993) mengatakan bahwa individu tunarungu

inferior dibandingkan dengan individu pendengar untuk tugas-tugas

yang melibatkan seriasi (menyusun sesuatu secara berurutan),

(50)

Individu tunarungu menjalani pendidikannya di sekolah khusus

yaitu di Sekolah Luar Biasa (SLB-B) agar dapat mengatasi masalah

yang menghambat perkembangannya. Sudjadi (2003) memberikan

gambaran umum dari usaha-usaha yang dilakukan dalam pendidikan di

SLB-B, yaitu :

a.Bimbingan pendidikan dengan memberikan materi pelajaran yang

hampir sama dengan sekolah umum ditambah dengan materi khusus

berupa latihan artikulasi, bahasa isyarat, latihan membaca bibir, dan

penggunaan alat peraga.

b.Bimbingan keterampilan diberikan agar anak didik mempunyai

keterampilan yang dapat dijadikan bekal untuk mencari nafkah di

kemudian hari

c.Pembinaan mental dimaksudkan agar anak mengenal Tuhannya,

dapat membedakan baik dan buruk dengan mengadakan kegiatan

kerohanian.

d.Pemberian aktivitas pribadi dimaksudkan agar anak tunarungu dapat

mengerjakan pekerjaan sehari-hari tanpa sepenuhnya bergantung

pada orang lain

e.Bimbingan kemasyarakatan dimaksudkan agar anak dapat mengenal

lingkungan di luar dirinya

f. Konsultasi psikologis, kegiatannya berupa pemberian pelayanan tes

(51)

penyuluhan di kelas terutama pada hal kesulitan belajar dan

sosialisasi.

c. Segi Emosi dan Sosial

Boothroyd (dalam Hendriani, 2006) mengatakan bahwa

permasalahan emosional pada tunarungu berawal dari ketidakmampuan

untuk merasakan kepuasan dalam berbicara dan berhubungan dengan

orang lain, adanya kesulitan untuk memahami dan merasakan situasi

yang berbeda-beda ketika berkomunikasi, seringnya mengalami

kebingungan ataupun rasa marah karena tidak dapat memahami maksud

pembicaraan orang lain, sehingga dengan kondisi yang dialaminya

individu tunarungu cenderung membentuk citra diri yang lebih rendah

dibandingkan dengan individu normal.

Ketunarunguan dapat menyebabkan remaja tunarungu menjadi

terasing dengan lingkungan sosialnya. Remaja tunarungu merasa

terasing dengan pergaulan dan aturan sosial yang berlaku dalam

masyarakat dimana remaja tunarungu tersebut hidup. Akibat dari

keterasingan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif seperti :

a) Egosentrisme yang melebihi orang normal

Egosentrisme itu diperoleh dari kemampuan remaja tunarungu

dalam mempelajari lingkungannya yang terbatas hanya dengan

penglihatan saja tanpa mendengar. Besarnya peran penglihatan dalam

pengamatan membuat remaja tunarungu memiliki sifat sangat ingin

(52)

dilihatnya bahkan terkadang ingin memilikinya dengan merebut atau

menariknya dari tangan orang lain. Hal tersebut dapat terjadi pada

orang mendengar, tetapi bagi orang yang tunarungu sifat tersebut

lebih menonjol.

b)Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas

Perasaan takut yang dialami remaja tunarungu disebabkan

karena sering merasa kurang menguasai keadaan yang diakibatkan

oleh pendengarannya yang terganggu. Kemiskinan bahasa membuat

remaja tunarungu tidak mampu menguasai dan menyatukan situasi

sehingga situasi menjadi tidak jelas.

c)Ketergantungan terhadap orang lain

Ketidakmampuan membaca situasi secara jelas membuat

remaja tunarungu tergantung pada orang lain. Ketergantungan

terhadap orang lain merupakan gambaran bahwa remaja tunarungu

tersebut merasa putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar

pada orang lain.

d)Perhatian mereka lebih sukar dialihkan

Kesempitan bahasa menyebabkan kesempitan berpikir

seseorang. Alam pikiran remaja tunarungu terpaku pada hal-hal

konkrit, seluruh perhatiannya tertuju pada sesuatu dan sukar untuk

dilepaskan karena mereka tidak mempunyai kemampuan lain

sehingga pikiran remaja tunarungu tidak mudah beralih ke hal yang

(53)

mengenai hal-hal yang belum terjadi artinya remaja tunarungu lebih

miskin akan fantasi.

e)Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tanpa banyak

masalah

Sifat polos, sederhana, dan tanpa banyak masalah dimiliki

remaja tunarungu karena mereka memiliki kemiskinan dalam

mengekspresikan perasaan dalam berbagai cara. Remaja tunarungu

hampir tidak menguasai sesuatu ungkapan dengan baik sehingga

remaja tunarungu akan mengatakan langsung apa yang

dimaksudkannya.

f) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung

Perasaan mudah marah dan cepat tersinggung timbul karena

sukarnya menyampaikan perasaan dan pikirannya. Sulitnya mengerti

dan memahami apa yang disampaikan oleh orang lain kepadanya, hal

ini bisa diekspresikan dengan kemarahan.

Greenberg, dkk (dalam Paul & Quigley, 1993) dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa kematangan sosial remaja

tunarungu lebih rendah dibandingkan dengan remaja mendengar.

Hendriani (2006) berpendapat bahwa remaja tunarungu yang menyadari

dan memiliki kemampuan untuk mengelola emosi yang dimilikinya

akan dapat mempermudah sosialisasi yang dilakukannya. Mengingat

bahwa emosi remaja tunarungu cenderung dangkal dan tidak stabil,

(54)

kehidupannya, terutama dalam penguasaan berbagai ketrampilan yang

diperlukan agar dapat melakukan interaksi sosial dengan baik, dan

dalam pemenuhan tugas-tugas perkembangan di masa remajanya.

Abdurrachman & Sudjadi (1994) menuliskan akibat-akibat yang

ditimbulkan dari rusaknya pendengaran pada individu tunarungu :

1. Gangguan perseptual dimana individu tunarungu tidak dapat

mengidentifikasikan bunyi dari alam sekitar benda-benda yang

menghasilkan suara

2. Gangguan bicara sehingga tidak dapat mempelajari bagaimana

hubungan antara gerak-gerak mekanisme bicara dengan suara-suara

yang dihasilkan

3. Gangguan komunikasi karena tidak dapat mempelajari bahasa ibu

sehingga individu tunarungu tidak dapat mengekspresikan apa yang

dipikirkan kepada orang lain kecuali melalui gerakan-gerakan atau

isyarat-isyarat yang konkret

4. Gangguan kognitif karena kemampuan kognitif erat hubungannya

dengan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa

mempengaruhi perkembangan kognitif, dan selanjutnya

mempengaruhi kemampuan baca tulis.

5. Gangguan sosial karena mereka sulit berkembang dalam cara-cara

bertingkah laku yang tepat terhadap orang lain. Individu tunarungu

tidak dapat mendengarkan nada suara yang menunjukkan emosi,

(55)

dijelaskan kepada mereka. Individu tunarungu akan

mengekspresikan perilaku manipulatif dan ritualistik sebagai

pengganti bahasa dalam usahanya mempengaruhi orang lain.

6. Gangguan emosi karena mereka tidak dapat mendengarkan apa yang

dibicarakan orang lain dan mereka juga sulit untuk mengekspresikan

apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya sehingga mereka

cenderung egosentris, mudah curiga, menarik diri, atau berbuat yang

berlebihan. Hal tersebut terjadi karena mereka sukar menempatkan

diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain sehingga sukar

menyesuaikan diri. Mereka juga sering merasa curiga kepada yang

lain karena tidak dapat mendengar apa yang dibicarakan orang lain.

7. Masalah kependidikan karena mereka hanya memperoleh manfaat

yang minimal dari pengalaman-pengalaman pendidikan.

8. Gangguan dalam intelektual, jika mereka melakukan tes secara non

verbal pada umumnya hasilnya normal dan di atas rata-rata, tetapi

dalam pengetahuan verbal dan dalam bentuk bahasa agak sulit karena

dalam pengertian inteligensi secara keseluruhan mengalami

hambatan.

9. Masalah vokasional karena kurangnya keterampilan verbal,

pengetahuan umum, kemampuan akademik, dan keterampilan sosial

sehingga mendapat kesempatan yang terbatas dalam mencari

(56)

D. Dinamika Kepercayaan Diri dan Remaja Putri Tunarungu

Percaya diri adalah keyakinan akan kemampuan diri dalam melakukan

sesuatu, yang artinya mengenal dan memahami diri bahwa dirinya mampu

melakukan sesuatu. Mengenal dan memahami diri dapat membuat seseorang

mengerti kelebihan yang dimiliki dan yakin untuk mampu mencapai tujuan di

dalam hidupnya. Percaya diri merupakan faktor pendukung keberhasilan

seseorang karena orang yang percaya diri berani mengambil langkah untuk

maju dan menghadapi tantangan sehingga kemampuannya bertambah.

Penghalang rasa percaya diri yang utama adalah rasa malu. Rasa malu

itu timbul akibat adanya suatu kekurangan dalam diri seseorang. Kekurangan

tersebut dapat berupa cacat fisik, ekonomi lemah, pendidikan kurang, atau

status sosial yang rendah sehingga membuat orang-orang tersebut menjadi

rendah diri. Terlebih lagi pada remaja putri, hal-hal yang berkaitan dengan

kekurangan diri dapat berpengaruh besar bagi kepercayaan dirinya. Demikian

pula yang terjadi pada remaja putri yang memiliki tunarungu. Remaja putri

tunarungu ini akan merasakan rendah diri karena memiliki kekurangan yang

bersifat menetap.

Kekurangan dalam hal pendengaran dan berbicara menyulitkan remaja

putri tunarungu untuk bergabung dengan lingkungan sosialnya. Masyarakat

sulit melibatkan remaja putri tunarungu untuk masuk dalam hubungan yang

lebih dekat lagi, bahkan keluargapun terkadang kesulitan untuk melibatkan

(57)

Kesulitan berkomunikasi yang dialami remaja putri tunarungu ini dapat

membuat remaja putri tunarungu menjadi jauh dengan lingkungannya, terlebih

lagi pendapat masyarakat tentang remaja putri tunarungu. Masyarakat

terkadang memandang remaja putri tunarungu sebagai orang yang

merepotkan, tidak berguna, dan patut dikasihani. Pendapat ini mempengaruhi

pandangan remaja putri tunarungu itu terhadap dirinya sendiri sehingga

remaja putri tunarungu tidak berani bergaul dengan lingkungan sosialnya dan

tidak berani terbuka dengan orang lain. Remaja putri tunarungu tersebut

cenderung menutup diri dan tidak percaya diri dengan kemampuan yang ada

pada dirinya.

Percaya diri pada remaja putri tunarungu dapat timbul jika remaja putri

tunarungu dapat mengenal dan memahami diri. Mengenal dan memahami diri

dapat membuat seseorang mengerti kelebihan dan potensi diri. Setelah

mengenal dan memahami kelebihan dan potensi diri, remaja putri tunarungu

dapat mengasah kemudian menonjolkan kelebihannya itu untuk membuatnya

percaya diri. Percaya diri pada remaja putri tunarungu juga dapat timbul jika

remaja putri tunarungu tersebut mampu bereaksi positif terhadap

kelemahan-kelemahan yang ada dalam dirinya.

Pada fase remaja, remaja dituntut untuk lebih mandiri dalam

menghadapi lingkungan sosialnya, oleh sebab itu setiap remaja harus mampu

menggali potensi diri agar dapat diterima dan dihargai oleh lingkungan

sosialnya. Terlebih lagi remaja putri tunarungu memiliki karakteristik yang

(58)

kognitifnya, remaja tunarungu sebenarnya memiliki kemampuan yang sama

dengan remaja mendengar, hanya pada materi yang diverbalisasikan saja

remaja tunarungu mendapat nilai yang lebih rendah dari remaja mendengar.

Rendahnya tingkat prestasi remaja tunarungu bukan disebabkan karena

kemampuan intelektualnya yang rendah, tetapi umumnya disebabkan karena

perkembangan inteligensinya terbatas sehingga tidak dapat berkembang

maksimal.

Segi emosi dan sosial yang dimiliki oleh remaja tunarungu juga berbeda

dengan remaja mendengar. Remaja tunarungu sering merasa terasing dari

pergaulannya sehingga menyebabkan remaja tunarungu memiliki

egosentrisme yang melebihi orang normal karena kemampuan remaja

tunarungu mempelajari lingkungannya terbatas pada penglihatan saja sehingga

selalu ingin tahu, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas

karena gangguan pendengaran pada remaja tunarungu menyebabkan mereka

tidak dapat membaca situasi secara jelas, ketergantungan terhadap orang lain,

perhatian remaja tunarungu juga lebih sukar dialihkan karena remaja

tunarungu hanya terpaku pada hal-hal nyata saja. Umumnya remaja tunarungu

memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tanpa banyak masalah. Remaja

tunarungu lebih mudah marah dan cepat tersinggung karena remaja tunarungu

sulit mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh orang lain kepada

dirinya sehingga diekspresikannya dengan kemarahan.

Perbedaan karakteristik yang dimiliki remaja putri tunarungu dengan

(59)

terasing di lingkungan sosialnya. Kemampuan untuk menyadari dan

mengelola emosi yang dimiliki akan dapat mempermudah sosialisasi yang

dilakukannya. Kesadaran emosi dapat berperan penting dalam kehidupannya,

terutama dalam penguasaan ketrampilan yang diperlukan agar dapat

melakukan interaksi sosial dengan baik, dan dalam pemenuhan tugas-tugas

perkembangan di masa remajanya. Remaja putri tunarungu sendiri harus

mampu menggali potensi diri agar dapat diterima di lingkungan sosialnya

yang dapat membuatnya percaya diri.

Perlu diingat satu hal bahwa tidak semua remaja putri tunarungu tidak

percaya diri. Ada yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi karena remaja

putri tunarungu tersebut mampu menggali potensi diri dan menonjolkannya

sehingga apa yang menjadi tujuan hidupnya dapat tercapai, oleh sebab itulah

rasa percaya diri sangat diperlukan bagi remaja terutama remaja putri

tunarungu agar mereka dapat lebih dihargai oleh lingkungannya.

Gambar

Tabel 2. Identitas subjek penelitian
Tabel 3. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 1
Tabel 4. Pelaksanaan Penelitian Wawancara 2
Tabel 6. Pelaksanaan Penelitian Observasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

“Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Identitas Diri pada Remaja SMA Pusaka 1 Jakarta”.. Keluarga Cenderung Kurang Memberikan Dukungan Sosial pada

Remaja yang memiliki masalah dalam kepercayaan diri (kurang atau tidak percaya diri) akan melakukan usaha untuk menutupi rasa kurang percaya dirinya tersebut, salah satunya

Sebagian besar remaja tunarungu memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi yaitu sebanyak 10 orang atau sebesar 41.67 % dan dukungan sosial orang tua pada taraf yang

Permasalahan yang dihadapi remaja tunarungu untuk mencapai kemandirian tersebut cukup kompleks, diantaranya kurangnya rasa percaya diri, kurangnya menunjukkan

didapatkan dari hasil rxy = 0,956 (p < 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara citra tubuh dengan harga diri pada remaja putri, dengan

Dari penelitian ini diketahuibahwa sebagian besar remaja putri SMP Darul Hijrah Putri Banjarbaru memiliki pengetahuan kurang dan penyesuaian diri yang negatif saat

Hal ini dikarenakan sebagian besar remaja putri memiliki skor pengetahuan gizi yang sedang dan diduga pengetahun gizi yang dimiliki oleh remaja putri kurang diterapkan dalam

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Putri- ana (2004) yang berjudul Hubungan Citra Diri dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Putri di SMU 3 Jambi, bahwa orang-orang