• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Kajian

Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui kajian akademik ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan tambahan khazanah ilmiah dalam pengembangan organisasi kediklatan di lingkungan pemerintah.

2. Memberikan alternatif strategi bagi BPPK dalam mewujudkan visi dan misinya sebagai lembaga diklat terdepan di bidang pengelolaan keuangan negara.

BAB II

LANDASAN TEORI

Pengembangan layanan diklat oleh BPPK sangat berkaitan dengan pengembangan BPPK sebagai sebuah organisasi. Sebagai instansi pemerintah, pengembangan ini juga tidak dapat dilepaskan dari peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian, kerangka teoretis yang digunakan di sini mencakup peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh instansi berwenang dan teori-teori ilmiah yang dikembangkan oleh para pakar.

A. Landasan Pengembangan

Upaya pengembangan BPPK dan unit yang ada di bawahnya memiliki landasan baik berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku maupun berdasarkan teori-teori pengembangan organisasi. Kedua landasan tersebut diuraikan sebagaimana di bawah ini.

1. Alasan Peraturan Perundangan (Legalitas)

Terdapat beberapa peraturan perundangan yang dapat dijadikan dasar bagi pengembangan diklat yang diselenggarakan BPPK. Peraturan perundangan tersebut mulai dari undang-undang hingga peraturan perundangan yang ada di bawahnya. Di bawah ini akan diuraikan berbagai peraturan perundangan yang terkait.

a. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang ini menyatakan bahwa Menteri Keuangan merupakan Bendahara Umum Negara (BUN). Hal ini didasarkan pada Pasal 7 ayat (1)

BAB II LANDASAN TEORI

9 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sebagai Bendahara Umum Negara, Menteri Keuangan juga memiliki fungsi untuk membina bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan. Undang-undang ini juga secara jelas menyebutkan bahwa bendahara penerimaan/ pengeluaran sebagai jabatan fungsional. Setiap jabatan fungsional di lingkungan pemerintahan selalu ada kementerian/lembaga yang menjadi pembinanya. Guna melakukan pembinaan jabatan bendahara ini, dalam penjelasan Pasal 10 undang-undang ini disebutkan bahwa “Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh Bendahara Umum Negara selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara”. Hal ini menegaskan bahwa fungsi Bendahara Umum Negara yang dipegang oleh Menteri Keuangan juga berperan sebagai “Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara”. Sebagai Pembina Nasional tentunya fungsi ini tidak terbatas hanya pada jabatan bendahara di lingkungan kementerian/lembaga, tetapi juga mencakup bendahara di lingkungan satuan kerja pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan pengertian bendahara penerimaan/pengeluaran sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 nomor 17 dan 18 sebagai berikut

“17.Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

18.Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.”

Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa bendahara penerimaan/pengeluaran keberadaannya mencakup satuan kerja di

KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN DIKLAT

KEUANGAN NEGARA MELALUI PENDANAAN ALTERNATIF DALAM RANGKA MENCAPAI VISI DAN MISI BPPK

10

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, baik yang mengelola APBN maupun APBD. Dengan demikian pembinaan kebendaharaan yang dilakukan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara juga mencakup pemerintah daerah.

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Pada dasarnya kewenangan di suatu negara dibedakan menjadi kewenangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Berdasarkan UUD 1945, kewenangan eksekutif di Indonesia dipegang oleh Presiden selaku kepala pemerintahan. Dalam melaksanakan tugasnya ini, presiden dibantu oleh menteri-menteri. Pengaturan kementerian negara dituangkan dalam UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Berdasarkan pasal 5 ayat (2) undang-undang ini salah satu kementerian yang dibentuk Presiden adalah Kementerian Keuangan. Fungsi dari kementerian ini disebutkan dalam Pasal 8 ayat (2) adalah sebagai berikut:

“Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;

d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; dan

e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Dari kelima fungsi yang ada tersebut di atas, salah satunya adalah bimbingan teknis dan supervisi di daerah (huruf d). Penjelasan dari ayat ini menyebutkan bahwa “Pelaksanaan urusan kementerian di daerah yang dimaksud adalah kegiatan teknis yang berskala provinsi/kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh dinas provinsi/kabupaten/kota disertai penyerahan keuangannya.”

BAB II LANDASAN TEORI

11 Pelaksanaan otonomi daerah berakibat diserahkannya sebagian urusan pemerintahan dari pemerintah pusat (kementerian/lembaga) kepada pemerintah daerah. Penyerahan urusan ini juga disertai dengan penyerahan keuangan untuk pendanaannya. Bahkan guna mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga telah diterbitkan undang-undang tersendiri, yaitu UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sebagian besar dana APBD bersumber dari APBN. Dana tersebut dapat berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), ataupun dana otonomi khusus (khusus bagi Provinsi Papua dan NAD). Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan keuangan negara juga memiliki fungsi untuk memberikan bimbingan teknis kepada dinas/daerah agar mereka dapat melaksanakan tugas pengelolaan keuangan tersebut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2010

Peraturan Presiden ini merupakan pelaksanaan dari UU No 39 Tahun 2008 yang mengatur tentang kedudukan, tugas, dan fungsi Kementerian Negara serta susunan organsiasi, tugas, dan fungsi eselon I Kementerian Negara.

Sebagai salah satu kementerian negara, sesuai dengan Pasal 171 Perpres No.

24 Tahun 2010, Kementerian Keuangan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara;

2) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan;

KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN DIKLAT

KEUANGAN NEGARA MELALUI PENDANAAN ALTERNATIF DALAM RANGKA MENCAPAI VISI DAN MISI BPPK

12

3) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan 4) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Keuangan di daerah;

5) pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan 6) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

Organisasi eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan salah satunya adalah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Adapun tugas yang diemban oleh BPPK, sesuai dengan Pasal 195, adalah melaksanakan pendidikan dan pelatihan keuangan negara. Sedangkan fungsi yang dimiliki oleh BPPK disebutkan dalam Pasal 195 Peraturan Presiden ini sebagai berikut:

1) penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara;

2) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara;

3) pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara; dan

4) pelaksanaan administrasi Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.”

Fungsi yang diselenggarakan BPPK terkait dengan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara. Dalam pasal 195 tersebut di atas tidak disebutkan bahwa penyelenggaraan fungsi ini terbatas hanya untuk pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Pendekatan yang digunakan lebih bersifat pendekatan fungsional (yakni diklat di bidang keuangan negara) daripada pendekatan struktural (terbatas pada organisasi Kementerian Keuangan).

Untuk mengetahui secara pasti pengertian dan cakupan keuangan negara maka harus merujuk pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 1 UU Keuangan Negara menyebutkan bahwa

BAB II LANDASAN TEORI

13

“Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”

Sementara itu, cakupan keuangan negara ditegaskan dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 yang berbunyi sebagai berikut:

“Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi:

1) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

2) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3) Penerimaan negara;

4) Pengeluaran negara;

5) Penerimaan daerah;

6) Pengeluaran daerah;

7) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;

8) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

9) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.”

Pasal di atas secara tegas menyebutkan bahwa keuangan negara juga meliputi penerimaan daerah, pengeluaran daerah, dan bahkan kekayaan daerah. Keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem keuangan negara secara keseluruhan. Dari pengertian keuangan negara dalam UU Keuangan Negara ini, maka pelaksanaan fungsi diklat bidang keuangan negara juga mencakup pada penerimaan daerah, pengeluaran daerah, dan bahkan kekayaan daerah. Dengan demikian, fungsi layanan diklat yang dilaksanakan BPPK seharusnya sampai pada pemerintah daerah, tidak hanya di lingkungan kementerian/lembaga. Layanan diklat kepada pemerintah daerah oleh BPPK bukan hanya masalah sekunder atau bahkan tidak menjadi urusan BPPK.

Kewajiban BPPK dalam memberikan layanan diklat di bidang keuangan negara kepada pemerintah daerah adalah sama halnya dengan kewajiban BPPK dalam

KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN DIKLAT

KEUANGAN NEGARA MELALUI PENDANAAN ALTERNATIF DALAM RANGKA MENCAPAI VISI DAN MISI BPPK

14

memberikan layanan diklat bidang keuangan negara kepada kementerian/lembaga lainnya.

2. Landasan Teoretis

Selain didukung peraturan perundangan yang berlaku, pengembangan BPPK bersama pusdiklat dan balai diklat juga didukung oleh beberapa teori pengembangan organisasi. Sebagai organisasi pemerintah yang memberikan layanan kepada masyarakat (instansi pemerintah lainnya), maka pengembangan BPPK mengarah pada pengembangan layanan diklat yang diberikannya. Di bawah ini adalah landasan teoretis dalam pengembangan organisasi dan layanan tersebut.

a. Reinventing Government

Birokrasi merupakan merupakan inti dan pelaku utama kegiatan pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Baik dan buruknya suatu pemerintahan sangat bergantung pada kualitas birokrasi yang menjalankannya. Dengan demikian, birokrasi menjadi hal yang pokok dalam membenahi pemerintahan (reinventing government). Peran sentral birokrasi dalam pemerintahan tersebut digambarkan oleh Riant Nugroho D (2003) dalam gambar 2.1.

BAB II LANDASAN TEORI

15 Gambar 2.1

Peran Sentral Birokrasi

Dengan posisinya yang sangat sentral tersebut, birokrasi perlu mendapatkan perhatian yang serius sehingga dapat memberikan layanan terbaik kepada masyarakat. Birokrasi yang terdiri dari organisasi, sistem, dan pegawai (SDM) perlu ditata ulang (reformasi) sesuai dengan kebutuhan. Pembenahan organisasi, sistem, dan SDM merupakan pilar utama reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan. Reformasi birokrasi pun sudah menjadi tuntutan masyarakat agar mereka mendapatkan layanan yang terbaik dari pemerintah (birokrasi).

Salah satu strategi penting dalam reformasi birokrasi, menurut Osborne dan Peter Plastrik (1996) adalah menanamkan semangat entrepreneur di jajaran PNS. Semangat entrepreneur di sini tidak semata-mata berhubungan dengan upaya meningkatkan penghasilan tetapi lebih kepada adanya daya berinovasi dan senantiasa meningkatkan kualitas sehingga dapat menjadi lebih baik dan

Negara-bangsa negara

eksekutif birokrasi

KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN DIKLAT

KEUANGAN NEGARA MELALUI PENDANAAN ALTERNATIF DALAM RANGKA MENCAPAI VISI DAN MISI BPPK

16

kompeten. Semangat entrepreneur juga akan menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat.

Perubahan dalam tatanan birokrasi diarahkan pada upaya-upaya untuk menyehatkan birokrasi itu sendiri. Organisasi pemerintahan digerakkan oleh misi yang diperkuat oleh peraturan-peraturan. Di samping itu pemerintahan harus berorientasi kepada kebutuhan masyarakat (user). Organisasi BPPK dan unit layanan diklat di bawahnya saat ini telah cukup sehat. Namun, pelaksanaan diklat bidang keuangan negara yang menjadi fungsi utamanya belum dapat dilaksanakan secara luas yang mencakup unit organisasi pemerintah di luar Kementerian Keuangan.

b. Teori Organisasi: Organization as Organism

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184 Tahun 2010 tentang organiasi dan tata kerja Kementerian Keuangan, Balai Diklat Keuangan merupakan unit organisasi di bawah BPPK yang melayani penyelenggaraan diklat di daerah. Sebagai sebuah organisasi, teori-teori terkait dengan organisasi juga dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap kinerja balai diklat keuangan. Salah satu teori terkait dengan hal ini adalah cara pandang bahwa organisasi sebagai sebuah makhluk hidup atau organisme. Menurut Morgan (1989), sebagai sebuah organisme, organisasi memiliki berbagai kebutuhan, daya adaptasi, dan kemampuan untuk berpikir. Di samping kebutuhan tersebut organisasi juga perlu mendapatkan kesempatan untuk berpikir dan menciptakan kreativitas dan inovasi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kreativitas dan inovasi tersebut dimaksudkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi yang dicanangkan, termasuk visi dan misi organisasi induknya.

BAB II LANDASAN TEORI

17 Hal lain yang tidak kalah pentingnya bagi organisasi adalah adaptasi terhadap lingkungan tempat mereka berada. Dengan melakukan adaptasi terhadap lingkungan tempat mereka berada, maka organisasi akan terjaga eksistensinya. Bahkan, keberadaannya semakin dibutuhkan oleh masyarakat.

Organisasi harus merespon tuntutan ataupun kebutuhan masyarakat sekitarnya.

Bahkan tuntutan tersebut merupakan peluang bagi pengembangan organisasi.

c. Pengembangan Organisasi

Menurut Barnard, dalam Kreitner dan Kinicki (2001), organisasi merupakan sebuah sistem dari aktivitas yang dikoordinasi secara sadar oleh dua orang atau lebih. Suatu organisasi mengandung empat karakteristik, yaitu (1) adanya koordinasi usaha; (2) mempunyai tujuan bersama; (3) terdapat pembagian kerja; dan (4) adanya hierarki kekuasaan. Organisasi bukanlah merupakan sistem yang statis, tetapi terus berkembang didasarkan kebutuhan sistem dan peluang yang ada.

Tyagi (2000) berpendapat bahwa pengembangan organisasi adalah usaha terencana, sistematis, terorganisasi, dan kolaboratif di mana prinsip pengetahuan tentang perilaku dan teori organisasi diaplikasikan dengan maksud meningkatkan kualitas kehidupan. Pengembangan organisasi dilakukan seiring dengan tuntutan yang meningkat dan berubah dari pihak-pihak yang memerlukan produk yang dihasilkan organisasi sehingga organisasi dan anggotanya semakin efektif. Seperti yang dikatakan Greenberg dan Baron (1997) bahwa pengembangan organisasi adalah serangkaian teknik ilmu sosial yang dirancang untuk merencanakan perubahan dalam pengaturan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pengembangan pribadi individual dan memperbaiki efektivitas fungsi organisasi. Pengembangan pada organisasi dapat dilihat dari dua hal yaitu

KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN DIKLAT

KEUANGAN NEGARA MELALUI PENDANAAN ALTERNATIF DALAM RANGKA MENCAPAI VISI DAN MISI BPPK

18

pengembangan secara struktur dan pengembangan fungsi dengan menambah jenis pelayanan.

Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi baik secara internal maupun eksternal organisasi, muncullah terminologi terkait dengan pengembangan organisasi yaitu organisasi pembelajaran (learning organization).

Organisasi pembelajaran adalah sebuah organisasi yang membangun kapasitas menyesuaikan dan berubah secara terus menerus.

Dalam organisasi-pembelajaran terdapat pengembangan kemampuan pembelajaran (learning capability) yaitu serangkaian kompetensi inti yang didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan pengetahuan teknis khusus. Menurut Wibowo (2006) kemampuan pembelajaran akan melengkapi organisasi untuk melihat ke depan dan merespons perubahan internal dan eksternal.

Dalam melakukan pengembangan organisasi, menurut Siagian (1989), terdapat beberapa pertimbangan yang dapat digunakan, yaitu:

1) Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menampung perubahan yang terjadi di luar organisasi

2) Meningkatkan peran organisasi dalam menentukan arah perubahan 3) Melakukan penyesuaian intern demi peningkatan kemampuan

4) Meningkatkan daya tahan, pertumbuhan, dan perkembangan organisasi 5) Mengendalikan suasana kerja sehingga anggota organisasi tetap merasa

aman.

Pengembangan organisasi bukan merupakan hal yang tabu. Bahkan jika sebuah organisasi tidak mau berubah/berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya maka tidak tertutup kemungkinan organisasi tersebut

BAB II LANDASAN TEORI

19 akan ditinggalkan. Lebih lanjut Siagian (1989) memberikan konsep pengembangan organisasi. Terdapat enam variabel yang harus diperhatikan dalam pengembangan organisasi, yaitu (1) asal-usul organisasi, (2) keabsahan organisasi, (3) kesehatan organisasi, (4) pertumbuhan organisasi, (5) kepribadian organisasi, dan (6) citra organisasi. Secara keseluruhan, konsep pengembangan organisasi tersebut dapat digambarkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2

Bagan Pengembangan Organisasi

Dalam melakukan pengembangan organisasi perlu diperhatikan asal-usul organisasi berkenaan. Selanjutnya harus dipastikan bahwa legitimasi organisasi itu tidak diragukan. Legitimasi ini didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku. Dari legitimasi yang yang kuat diharapkan akan menghasilkan organisasi yang sehat. Salah satu hal yang patut diperhatikan dalam kesehatan organisasi adalah kemampuan beradaptasi (adaptabilitas) terhadap perkembangan yang terjadi. Organisasi yang sehat akan dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat terbangun budaya organisasi yang mampu memunculkan kepribadian organisasi yang diharapkan. Hal ini akan mendukung bagi terciptanya citra organisasi yang positif di mata masyarakat. Citra positif ini akan

Asal-usul

KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN DIKLAT

KEUANGAN NEGARA MELALUI PENDANAAN ALTERNATIF DALAM RANGKA MENCAPAI VISI DAN MISI BPPK

20

mendukung organisasi dalam memperoleh pengertian, penerimaan, dukungan, dan partisipasi baik dari pihak internal maupun eksternal organisasi. Di samping itu, citra positif ini akan berdampak bagi organisasi dalam menyusun rencana, program, manajemen SDM, dan manajemen keuangan/anggaran yang dimilikinya. Semua tahapan dalam pengembangan organisasi akan bermuara pada tercapainya tujuan organisasi atau yang biasa disebut sebagai visi dan misi organisasi.

d. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan

Sebuah organisasi selalu berusaha untuk melahirkan budaya organisasi dalam rangka mendukung kinerja yang dilaksanakannya. Kementerian Keuangan telah berusaha semaksimal mungkin mungkin menciptakan budaya organisasi yang positif melalui reformasi birokrasi. Bahkan Kementerian Keuangan merupakan pionir dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Sebagai sarana untuk lebih memberikan penekanan terhadap budaya organisasi, Kementerian Keuangan memiliki lima nilai-nilai (values) untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya. Kelima nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:

1) Integritas

Nilai ini dilaksanakan dengan berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.

2) Profesionalisme

Dengan nilai ini maka pegawai/pejabat di Kementerian Keuangan harus dapat bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.

BAB II LANDASAN TEORI

21 3) Sinergi

Semua pihak di Kementerian Keuangan harus mampu membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas.

4) Pelayanan

Pihak-pihak yang terkait di Kementerian Keuangan harus dapat memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman sesuai dengan tugas dan fungsinya.

5) Kesempurnaan

Semua unit di Kementerian Keuangan harus senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.

Nilai-nilai tersebut di atas sangat relevan dengan usaha mengembangkan layanan diklat BPPK. Melalui pengembangan ini berarti BPPK meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan yang diberikannya kepada para pemangku kepentingan, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di luar Kementerian Keuangan. Dengan pengembangan diklat BPPK juga berarti senantiasa melakukan perbaikan untuk memberikan yang terbaik bagi para pengguna jasanya.

e. Sumber Anggaran Belanja Satuan Kerja

Pelaksanaan APBN mencakup kegiatan budget execution yang dilakukan oleh satuan kerja di kementerian/lembaga. Pelaksanaan anggaran mencakup penerimaan dan pengeluaran anggaran. Sebuah instansi pemerintah adakalanya melaksanakan pengeluaran anggaran tanpa memberikan

KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN DIKLAT

KEUANGAN NEGARA MELALUI PENDANAAN ALTERNATIF DALAM RANGKA MENCAPAI VISI DAN MISI BPPK

22

penerimaan kepada negara, dan adakalanya melaksanakan keduanya.

Penerimaan negara yang diterima oleh instansi atau satuan kerja pemerintah ada yang ditetapkan pemerintah dapat ditarik kembali oleh instansi penyetor dan ada yang tidak dapat ditarik kembali. Di samping itu, ada juga instansi atau satuan kerja yang dapat menggunakan penerimaannya secara langsung tanpa harus disetor terlebih dahulu ke kas negara.

Di lingkungan APBN, pelaksanaan anggaran didasarkan pada dokumen pelaksanaan anggaran yang disebut dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Dalam DIPA terdapat informasi jumlah pagu anggaran yang dapat digunakan oleh satuan kerja bersangkutan. Selain itu di dalamnya juga terdapat target penerimaan negara yang akan disetorkan ke rekening kas negara di tahun anggaran berkenaan. Dilihat dari keleluasaan kewenangannya dalam menggunakan anggaran belanja (DIPA) yang dimilikinya, satuan kerja tersebut dibedakan menjadi:

1) Kantor/satuan kerja yang seluruh anggaran belanjanya disediakan dalam DIPA dan tidak memiliki hak untuk menarik kembali PNBP yang disetorkannya ke rekening kas negara walaupun ada setoran PNBP. Semua kebutuhan untuk menutupi belanja/operasional kantor bersangkutan dibiayai dari anggaran yang tersedia. Pencairan anggaran yang mereka lakukan tidak diperkenankan melebihi pagu anggaran yang telah ditentukan dalam DIPA.

Pagu anggaran ini biasanya ditandai sebagai RM (rupiah murni). Tidak tertutup kemungkinan kantor ini memperoleh penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun, PNBP yang mereka terima hanya dapat disetorkan ke rekening kas negera dan tidak diperkenankan ditarik/dicairkan kembali walaupun untuk membiayai belanja operasional kantor bersangkutan.

BAB II LANDASAN TEORI

23 2) Instansi Pengguna PNBP, yakni kantor/satuan kerja yang selain anggaran belanjanya bersumber dari rupiah murni juga terdapat belanja yang dapat didanai dari PNBP yang telah disetorkannya ke rekening kas negara. Kantor yang berstatus sebagai pengguna PNBP biasanya adalah kantor pemerintah yang memberikan layanan kepada masyarakat, misalnya kantor pertanahan, kantor pelabuhan, dan sebagainya. Atas pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat, peraturan perundangan mengizinkan kantor ini untuk melakukan pungutan kepada masyarakat yang dilayaninya. Hasil pungutan ini merupakan PNBP yang harus disetor ke rekening kas negara. PNBP yang telah disetor ke rekening kas negara tersebut dapat ditarik/dicairkan kembali untuk mendanai dan mendukung pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat. Jumlah dana PNBP yang dapat ditarik tersebut ditentukan

23 2) Instansi Pengguna PNBP, yakni kantor/satuan kerja yang selain anggaran belanjanya bersumber dari rupiah murni juga terdapat belanja yang dapat didanai dari PNBP yang telah disetorkannya ke rekening kas negara. Kantor yang berstatus sebagai pengguna PNBP biasanya adalah kantor pemerintah yang memberikan layanan kepada masyarakat, misalnya kantor pertanahan, kantor pelabuhan, dan sebagainya. Atas pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat, peraturan perundangan mengizinkan kantor ini untuk melakukan pungutan kepada masyarakat yang dilayaninya. Hasil pungutan ini merupakan PNBP yang harus disetor ke rekening kas negara. PNBP yang telah disetor ke rekening kas negara tersebut dapat ditarik/dicairkan kembali untuk mendanai dan mendukung pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat. Jumlah dana PNBP yang dapat ditarik tersebut ditentukan

Dokumen terkait