• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi untuk dijadikan acuan bagi perusahaan guna meningkatkan produksi yang dibutuhkan dari peningkatan travel speed pada hauler dan memperhitungkan berapa lama pengembalian modal dari perubahan geometri jalan yang dilakukan.

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Salah satu wilayah PT Adaro Indonesia berada pada daerah Kabupaten Tabalong (Kecamatan Muara Harus, Murang Pudak, Upau Tanta, dan Kelua), dan Kabupaten Balangan (Paringin, Lampihong, Awayan, dan Batumandi). Lokasi PT Adaro Indonesia dapat ditempuh melalui :

a. Darat : dengan waktu tempuh sekitar 4 – 5 jam melalui jalur darat dan masih dilanjutkan sekitar 15 km dari kota Tanjung dengan jalan yang sudah beraspal yang merupakan bagian dari ruas jalan Trans Kalimantan yang menghubungkan Banjarmasin dan Balikpapan

b. Udara: ditempuh melalui udara menggunakan pesawat AirFast Indonesia dengan jarak tempuh sekitar 40 menit dan mendarat di Bandara Warukin. Dilanjutkan dengan unit sarana dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Namun mulai 1 Januari 2015 bandara Warukin ditutup karena adanya pembangunan sehingga sementara tidak dapat menggunakan jalur udara melalui bandara Warukin.

Daerah penambangan batubara PT Adaro Indonesia merupakan daerah yang termasuk dalam wilayah Kuasa Pertambangan Eksploitasi DU.

182/Kal-Sel. Daerah PKP2B PT Adaro Indonesia seluas 35.800,8 Ha.

Daerah operasional PT Adaro Indonesia secara geografis terletak pada (Gambar 2.1) :

• 115o33’30” sampai dengan 115o26’10” Bujur Timur

• 2o7’30” sampai dengan 2o55’30” Lintang Selatan

• Lokasi penambangan berjarak 220 km ke arah Timur Laut kota Banjarmasin

Gambar 2.1 Wilayah Operasional PT. Adaro Indonesia

2.2 Sejarah PT. Adaro Indonesia

PT. Adaro Indonesia didirikan pada tahun 1982, melakukan kegiatan eksplorasi dan penambangan batubara di Kalimantan Selatan. Pemasaran hasil produksinya berdasarkan Perjanjian Karya Pegusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Saat ini izin PKP2B PT. Adaro Indonesia berlaku hingga tahun 2022.

Pada awalnya saham PT. Adaro Indonesia merupakan milik perusahaan pemerintah Spanyol, Enadimsa (Empresa National Adaro De Investigation Mineral, S.A). Kegiatan eksplorasi mulai dilaksanakan pada tahun 1982, dan dilanjutkan dengan studi kelayakan pada tahun 1988 pada akhirnya kegiatan konstruksi dilaksanakan pada tahun 1990. Tetapi sejak tahun 1989, terjadi dan di beberapa kali perubahan kepemilikan saham. Dan pada tahun 1994, Enadimsa menjual seluruh sahamnya, sehingga komposisi pemegang saham PT. Adaro pun berubah yaitu : New Hope Corporation dari Australia 40,83 %, PT. Asminco Bara Utama dari Indonesia 40%, PT Harapan Insani Indotama 11%, dan Mission Energy dari Amerika Serikat 8,17 %. Pada tahun 2008, terjadi perubahan dalam kepemilikan saham sehingga PT Adaro Indonesia sepenuhnya dimiliki oleh PT.

Adaro Energy.

6

2.3 Keadaan Geologi 2.3.1 Geologi Regional

Endapan batubara yang berada di PT Adaro Indonesia berada pada margin Timur Laut dari Cekungan Barito, yang merupakan suatu cekungan yang besar dengan lebar sampai 250 km dengan umur dari Eocene sampai Pliocene.

Cekungan ini banyak terletak di Provinsi Kalimantan Tengah dan bagian barat dari Kalimantan Selatan. Cekungan tersebut berada di propinsi Kalimantan Tengah dan bagian barat Kalimantan Selatan dimana di berbatasan dengan Sesar Sunda dan bagian timur berbatasan dengan jalur up-thrust dari landasan bantuan yang membentuk jajaran Pegunungan Meratus (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 PT Adaro Indonesia Regional Geologic Map Sumber: Geology Department PT Adaro Indonesia

8

Cekungan Kutai dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat Pegunungan Meratus dan Cekungan Pasir yang terdapat di sebelah Timur Pegunungan Meratus. Sub-cekungan Barito merupakan bagian selatan cekungan Kutai yang berupa suatu cekungan luas dan meliputi Kalimantan bagian Selatan dan Timur selama zaman Tersier (sekitar 70 sampai 2 juta tahun silam) Cekungan Barito, terdiri dari empat formasi yang berumur eocene sampai plesitosen (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Stratigrafi Cekungan Barito

Period Epoch Stratigraphy Lithology Thickness

(m)

Miocene Warukin Fm

Upper Coal, claystone and fine

sandstone (Adaro Mine) 850

Middle Sandstone, siltstone,

claystone, thin coal 500 Lower Fine sandstone, shale

mud 1050

Berai Fm Limestone and mud 1075

Oligocene Eocene

Hayup Fm Claystone

Tanjung Fm Sandstone, shale thin

coal 900

Pre

Tertiary Basement Quartzite, shale, igneous

rocks

Sumber: Geology Department PT Adaro Indonesia

Tabel 2.2 Stratigrafi Detail Cekungan Barito

Sumber: Geology Department PT Adaro Indonesia

Formasi Warukin adalah formasi penting pembawa batubara di Adaro Indonesia CCOW Area dengan total ketebalan mencapai 2300 m. Formasi ini dibagi menjadi tiga sub-unit dengan principal coal horizon berada pada sub-unit paling atas. Sub-unit ini mencapai ketebalan 850 m dengan lapisan basal setebal 400 m yang terdiri dari batupasir dan serpih lalu 200 m awal merupakan lapisan batulanau berpasir dan memiliki interbed berupa lapisan batubara (Tabel 2.2).

10

2.3.2 Geologi Daerah Pit South Tutupan

Endapan batubara Tutupan melintasi wilayah sepanjang 20 km dan berada pada topografi perbukitan yang ada pada bagian timur laut dari konsesi. Endapan ini berada diantara Dahai Thrust dan Tanah Abang-Tepian Timur Thrust. Lapisan ini umumnya memiliki kemiringan ke arah tenggara dan memiliki dip di antara 450⁰-550⁰ kecuali pada satu lokasi dimana dip berkurang menjadi 150⁰ akibat adanya lipatan. Pada timur laut, kemiringan lapisan disebabkan oleh struktur Anticline dan batubara dangkal yang jauh lebih lebar daripada di bagian selatan.

Tiga belas seam menyusun blok Tutupan yaitu group seam T100, T200, dan T300. Batubara tebal (60 m) terdapat pada seam T100 di bagian selatan pengendapan. Seam ini semakin tipis ke arah utara dan hilang di bagian utara.

Seam T220 adalah seam utama di bagian utara dengan ketebalan sampai 50 m (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Peta Penambangan di Area Tutupan 1 (PT. PAMA) Sumber: Geology Department PT Adaro Indonesia

12

2.4 Kegiatan Penambangan

Blok – blok penambangan yang dimiliki oleh PT Adaro Indonesia ditangani oleh pihak kontraktor yang terdiri dari PT Pama Persada, PT Saptaindra Sejati, dan PT Bukit Makmur. Adapun urutan penambangan yang diterapkan di PT Adaro Indonesia sebagai berikut :

1. Pembukaan lokasi penambangan dan land clearing 2. Pengupasan top soil

3. Pengupasan overburden

4. Penimbunan overburden ke disposal 5. Penggalian dan pengangkutan batubara

6. Pengangkutan batubara dari ROM ke Crushing Plant 7. Pengolahan Batubara

8. Pengapalan

2.5 Analisis Tempat Kerja

Sebelum melakukan pekerjaan pemindahan tanah mekanis, perlu dilakukan analisis tempat kerja yang bertujuan untuk dapat menentukan alat apa yang cocok digunakan untuk bekerja di daerah tersebut.

2.5.1 Material yang Dikerjakan dan Perubahan Volumenya

Sebelum merencanakan pekerjaan pemindahan tanah mekanis perlu diketahui jenis material apa yang akan dikerjakan. Ada beberapa satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan volume material, yaitu :

 Bank Cubic Meter (BCM)

Adalah 1 (satu) kubik material dalam keadaan asli (bank) sebelum dilakukan pekerjaan apapun.

 Loose Cubic Meter (LCM)

Adalah 1 (satu) kubik material yang sudah digali (loose) dan mengalami pengembangan.

 Compacted Cubic Meter (CCM)

Adalah 1 (satu) kubik material yang mengalami pemadatan setelah digali.

Untuk dapat mengestimasi produksi, hubungan antara BCM, LCM, dan CCM harus dipahami dengan baik.

 Swell Factor

Swell adalah persentasi pengembangan volume material yang telah digali dari keadaan aslinya. Saat digali, material akan menjadi loose dan terbentuk rongga-rongga di antara material, maka akan menyebabkan perubahan volume dalam keadaan berat yang sama.

Swell factor (faktor pengembangan) merupakan perbandingan antara volume material insitu (belum digali = BCM) dengan volume material dalam keadaam loose (setelah digali = LCM). Besarnya swell factor dapat dihitung dengan persamaan:

Swell Factor =

X 100% (2.1)

 Berat Jenis Material (Material Density)

Berat Jenis adalah berat per satuan volume dari suatu material. Berat jenis setiap material berbeda-beda, tergantung dari ukuran partikel, kandungan air, dan variasi di dalam material tersebut.

Density =

(2.2)

14

2.5.2 Geometri Jalan Angkut Tambang

Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada umumnya, yaitu lebar jalan angkut tambang, jari-jari tikungan dan superelevasi, cross slope serta kemiringan jalan.

a. Lebar Jalan Angkut Tambang

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut AASHTO Manual Rural High Way Design dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum (Gambar 2.2).

Persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar minimum jalan angkut pada kondisi lurus adalah [9] :

di mana:

Lmin = lebar minimum jalan angkut pada kondisi lurus (meter) n = jumlah jalur

Wt = lebar alat angkut (meter)

Gambar 2.4 Lebar Jalan Angkut Dua Lajur pada Jalan Lurus

Maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dihitung sebagai berikut :

Tabel 2.3 Lebar jalan angkut minimum

Jumlah Faktor x Lebar Jalur kendaraan maksimum

1 2.0

2 3.5

3 5.0

4 6.5

Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar dari pada lebar jalan lurus (Gambar 2.3). Lebar jalan minimum pada belokan, dapat dihitung menggunakan rumus [9].

Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa untuk menghitung lebar jalan angkut pada tikungan adalah :

W = n (U + Fa + Fb + Z) + C C = Z = 1/2 (U + Fa + Fb) Fa = Ad X sin 

Fb = Ab X sin 

 =

Gambar 2.5 Lebar Jalan Angkut Dua Jalur pada Tikungan

16

Keterangan :

W = Lebar jalan angkut pada tikungan (m) n = Jumlah jalur

U = Lebar jejak roda depan (center to center tire) (m)

Fa = lebar juntai depan (m) (dikoreksi dengan sin sudut belok roda depan) Fb = lebar juntai belakang (m) (dikoreksi dengan sin sudut belok roda depan) Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck (m)

Ab = jarak as roda belakang dengan bagian belakang dump truck (m)

 = sudut penyimpangan (belok) roda depan

C = jarak antara dua dump truck yang akan bersimpangan (m) Z = jarak sisi luar dump truck ke tepi jalan (m)

R = radius putar truck

Wb = jarak sumbu roda depan dengan sumbu roda belakang

b. Jari-jari Tikungan dan Superelevasi

Gambar 2.6 Jari – jari tikungan atau Superelevasi

Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan tertentu akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang disebut superelevasi.

Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian jalan yang lengkung.

Jari-jari tikungan dapat dihitung dengan rumus [9]sebagai berikut :

Di mana :

R = jari - jari belokan jalan angkut

w = jarak poros roda depan dan belakang β = sudut penyimpangan roda depan

c. Cross Slope

Cross Slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang horizontal. Dibuat demikian dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran.

Gambar 2.7 Penampang melintang jalan angkut

Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan horizontal (a) dengan satuan mm/m. jalan angkut yang baik memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m.

d. Kemiringan Jalan Angkut

Kemiringan (grade) adalah tanjakan dari jalan angkut, kelandaian atau kecuramannya sangat mempengaruhi produksi (output) alat angkut, sebab adanya kemiringan jalan (grade) menimbulkan tahanan tanjakan (grade resistance) yang harus diatasi oleh mesin alat angkut. Rumus [6]:

18

Keterangan:

Δh = Beda tinggi antara 2 titik yang diukur (m) Δx = Jarak datar antara 2 titik yang diukur (m)

Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut khususnya dump truck, berkisar antara 7% - 10%. Sedangkan untuk jalan naik maupun jalan turun pada daerah perbukitan lebih aman kemiringan jalan maksimum 8%.

e. Tahanan Gulir (Rolling resistance)

Tahanan gulir / tahanan gelincir (Rolling resistance, biasa disingkat RR) merupakan segala gaya-gaya luar yang berlawanan arah atau tahanan yang berusaha menahan putaran roda dan arah gerak kendaraan di atas suatu jalur.

Bagian yang mengalami RR secara langsung adalah ban kendaraan. Rumus [6] : Tahanan Gulir = W x Crr (kg)

Dimana :

W = Berat kendaraan (kg)

Crr = Koefisien tahanan gelinding

Penentuan besarnya nilai koefisien tahanan gulir sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan jalan yang dilalui oleh peralatan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel berikut [12] :

Tabel 2.4 Koefisien Tahanan Gulir

f. Rimpull

Rimpull adalah besarnya kekuatan tarik yang dapat diberikan oleh mesin atau ban penggerak yang menyentuh permukaan jalur jalan dari suatu kendaraan.

Rimpull biasanya dinyatakan dalam satuan kg atau lbs.

Rimpull tidak dapat dihitung pada roda rantai (Crawler); istilah yang dipakai penggantinya adalah Draw Pull Bar (DPB). Dalam DPB pada traktor, mesin traktur harus mampu untuk menahan:

- Tahanan guling (RR) dan tahanan kemiringan (GR)

- Tahanan gulir dan tahanan kemiringan dari alat yang ditariknya.

Rimpull tergantung pada HP dan kecepatan gerak dari alat berat tersebut.

Biasanya pabrik telah memberikan pedoman tentang berapa besar kecepatan maksimum dan Rimpull yang dapat dihasilkan oleh masing-masing gigi verseneling.

20

𝑅𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙𝑙 𝐻𝑃 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑥 375 𝑥 𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑝ℎ

Besarnya harga Rimpull ini dapat dihitung dengan persamaan berikut [6]:

Dimana :

Rimpull = Tenaga tersedia (kg atau ton) Hp = Tenaga Kuda (kilowatt) Effisiensi Mekanis = Effisiensi mesin ( 80% - 85%) Kecepatan = km/jam

375 = Angka konstanta untuk merubah satuan HP dari Kw menjadi Kg km/jam

g. Kecepatan Pengangkutan Ideal Alat Angkut

Kecepatan kendaraan ideal saat kosong dan bermuatan dapat ditentukan dengan menggunakan grafik untuk kerja (Gambar 2.8). Kecepatan rata-rata kendaraan dapat dihitung dengan membagi lintasan jalan angkut menjadi beberapa bagian berdasarkan tahanan gulir dan tahanan kemiringan [4].

2

1

Gambar 2.8 Performance Chart Speed Hauler

Misalnya sebuah truck Komatsu HD 785 memiliki berat kosong 45 ton mengangkut muatan sebesar 55 ton di jalan yang memiliki tahanan gulir sebesar 100 lbs/ton dan tahanan kemiringan sebesar 200 lbs/ton, maka cara untuk menentukan kecepatan kendaraan tersebut adalah (Gambar 2.8):

a. Tarik garis vertical dari berat kendaraan (gross weight) di titik 94 ton (berat kosong + muatan) ke bawah hingga berpotongan dengan grafik tahanan total (total resistance) di titik 6% (RR +GR) di titik 1.

b. Tarik garis horizontal ke kiri dari titik 1 hingga berpotongan dengan grafik gigi di titik 2.

c. Dari titik 2 tarik garis vertical ke bawah hingga memotong sumbu kecepatan (Speed) dan horizontal ke kiri hingga memotong sumbu rimpull untuk menentukan rimpull yang dihasilkan oleh mesin pada kecepatan tersebut.

22

d. Dari grafik didapat bahwa kecepatan ideal mesin pada 40 km /jam pada gigi 6.

2.6 Ketersediaan Alat Mekanis

1. Kesediaan Mekanis atau Mechanical Availability (MA)

Adalah suatu faktor yang menunjukkan ketersediaan alat dengan memperhitungkan waktu kerja yang hilang untuk perbaikan karena alasan mekanis seperti kerusakan mesin dan perawatan.

Kesediaan mekanis dirumuskan :

MA =

X 100 % (2.3)

2. Kesediaan fisik atau Physical Availability (PA)

Merupakan suatu catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang dipergunakan dalam beroperasi. Faktor ini meliputi adanya pengaruh dari segala waktu akibat permasalahan yang ada.

Kesediaan Fisik dapat dirumuskan :

PA = X 100% (2.4)

3. Kesediaan Pemakaian atau Use of Availability (UA)

Menunjukkan berapa persen dari waktu yang digunakan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat dapat digunakan.

Kesediaan pemakaian dapat dirumuskan : UoA =

X 100% (2.5)

4. Penggunaan Efektif atau Efektive Utilization (EU)

Suatu faktor yang menunjukkan persentase dari keseluruhan waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif dari alat dalam suatu kegiatan.

Penggunaan Efektif dirumuskan :

EU = X 100% (2.6)

Dimana :

W = waktu operasi aktual, merupakan jumlah jam kerja alat pada saat alat dalam kondisi dapat dioperasikan.

R = waktu repair, merupakan waktu yang hilang akibat unit rusak, sedang, atau belum diperbaiki karena tunggu suku cadang atau tenaga.

S = waktu standby, merupakan jumlah waktu yang tidak dapat dipergunakan unit tetapi unkt dalam keadaan baik dan siap digunakan.

T = waktu total, merupakan jumlah dari waktu operasi aktual, waktu repair atau waktu standby.

24

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Alat Muat dan Alat Angkut Produksi alat muat, alat angkut, dan alat dorong dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut dalam penggunaannya dilapangan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produksi alat muat, dan alat angkut adalah :

2.7.1 Waktu Edar

Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat untuk menghasilkan daur kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka produksi semakin tinggi.

Waktu edar dibedakan berdasarkan jenis kerja alat tersebut:

a. Waktu Edar Alat Muat

Merupakan total waktu pada alat muat yang dimulai dari pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali kosong.

Rumus [7] :

Dimana:

Ctm = Total waktu edar alat muat (detik).

Tm1 = Waktu untuk menggali muatan (detik).

Tm 2 = Waktu swing bermuatan (detik).

Tm 3 = Waktu untuk menumpahkan (detik).

Tm 4 = Waktu swing tidak bermuatan (detik).

Ctm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm3

b. Waktu Edar Alat Angkut

Waktu edar alat angkut umumnya terdiri dari waktu menunggu alat untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuat, waktu mengangkut muatan, waktu dumping dan waktu kembali kosong.

Rumus [7] :

Dimana:

Cta = Waktu edar alat angkut (detik)

Ta1 = Waktu mengambil posisi siap dimuat (detik) Ta2 = Waktu diisi muatan (detik)

Ta3 = Waktu mengangkut muatan (detik)

Ta4 = Waktu mengambil poisisi untuk penumpahan (detik) Ta5 = Waktu muatan ditumpahkan (detik)

Ta6 = Waktu kembali kosong (detik) Ta7 = Waktu mengantri dump truck (detik)

2.8 Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja adalah suatu perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu yang tersedia.

2.9 Produktivitas Alat Muat dan Alat Angkut

Perhitungan produktivitas alat terdapat 2 macam kemampuan alat yaitu kemampuan alat secara teoritis dan kemampuan alat secara nyata. Produksi teoritis alat merupakan hasil terbaik secara perhitungan yang dapat dicapai suatu hubungan kerja alat selama waktu operasi tersedia dengan memperhitungkan faktor koreksi yang ada.

Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6 + Ta7

26

2.9.1 Produktivitas Alat Muat

Kemampuan produksi alat muat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut [12] :

3

Keterangan :

Qex = Kemampuan Produksi Excavator per jam ( ) Bf = Faktor pengisian bucket

Ef = Efisiensi kerja (%) CT = Waktu siklus (detik) Sf = Swell Factor

q = volume bucket (m3)

2.9.2 Produktivitas Alat Angkut

Kemampuan produksi alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut [12] :

Dimana:

Qm = Kemampuan Produksi Alat Per Jam (BCM) Sf = Swell Factor

Ef = Efisiensi (%) Ct = Cycle Time (menit) C = n x q1 x k

n = jumlah bucket q1 = kapasitas bucket

Qm = C x

60

𝐶𝑡

x Sf x Ef

k = bucket fill factor

2.10 Keserasian Kerja (Match Factor)

Untuk mencapai target produksi yang diinginkan maka keserasian kerja antara alat muat dan angkut perlu mendapatkan perhatian sehingga nantinya tidak terjadi kekurangan alat maupun kelebihan alat yang dapat mengganggu aktivitas penambangan. Besarnya harga faktor keserasian kerja alat mekanis dapat ditentukan berdasarkan data waktu edar dan jumlah alat muat yang dikombinasikan dengan alat angkut.

Rumus Match Factor [7] :

Dimana: MF = Match Factor (MF)

nF = Banyaknya Pengisian Alat Angkut oleh Alat Muat nA = Jumlah Alat Angkut

nM = Jumlah Alat Muat CtA = Cycle Time Alat Angkut CtM = Cycle Time Alat Muat

Ada 3 kriteria dari harga Match Factor (MF) , yaitu:

a. MF < 1, Berarti kerja alat muat kurang dari 100% dari faktor kerja alat angkut 100%. Maka kemampuan alat muat lebih besar dari pada alat angkutnya sehingga terdapat waktu menunggu bagi alat muat.

b. MF = 1, berarti faktor kerja alat muat dan alat angkut sama besarnya (serasi) sehingga alat angkut tidak antri dan alat muat tidak menunggu.

MF = 𝑛𝐹 𝑥 𝑛𝐴 𝑥𝐶𝑡𝑀 𝑛𝑀 𝑥 𝐶𝑡𝐴

28

c. MF > 1, berarti faktor kerja alat muat 100% dan faktor kerja alat angkut kurang dari 100% kemampuan alat angkut lebih besar daripada alat muat sehingga terdapat waktu menunggu.

2.11 Biaya Kepemilikan dan Biaya Operasi (Owning & Operation Cost)

Tahapan kegiatan penambangan sangatlah memerlukan modal dan risiko investasi yang besar, maka harus dilakukan analisis dari segi ekonominya terlebih dahulu agar terhindar dari kerugian yang begitu besar.

Dalam suatu rencana penambangan permodalan dapat bersumber dari modal sendiri atau modal pinjaman. Modal sendiri pada dasarnya merupakan modal yang bersumber dari pemilik perusahaan yang tersusun di dalam perusahaan untuk waktu tidak tertentu, sedangkan modal pinjaman merupakan modal yang bersumber dari luar perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang, yang pada waktu tertentu aliran dibayarkan kembali.

Dalam menganalisis peralatan berat/peralatan Pemindahan Tanah Mekanis (PTM) untuk mengukur kemampuan alat (equipment performance), maka sangat penting untuk memperhitungkan biaya yang dikeluarkan untuk memperkerjakan suatu peralatan (cost of the job). Dengan demikian dapat mengetahui efisiensi dari segi biaya yang harus kita tinjau dari faktor biaya suatu alat pemindahan tanah mekanis yang diestimasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cost adalah:

a. Biaya pemilikan (Owning Cost)

Biaya pemilikan adalah biaya atau ongkos yang harus dikeluarkan untuk memiliki suatu alat memelihara segala peralatan baik dari segi keausan maupun dari segi kepajakan (perpanjangan). Dengan demikian ownership cost merupakan fixed cost dan variable cost. Fixed cost merupakan biaya tetap, variable cost merupakan biaya yang harus dikeluarkan, besar kecilnya biaya berubah-ubah sesuai dengan lama atau tidaknya alat beroperasi.

Biaya pemilikan ini sendiri sensitive terhadap biaya depresiasi dan taxes, interest, insurance.

i. Depresiasi yang dimaksud di sini adalah praktik bisnis untuk menghemat investasi dalam bentuk peralatan yang dibeli, dengan kata lain, untuk membuat persiapan secara sistematis untuk dana yang diperlukan untuk mengganti peralatan yang ada dengan peralatan baru atau lainnya. Depresiasi di sini menggunakan straight line sesuai dengan Persamaan [4] berikut ini:

ii. Interest adalah bunga yang dikehendaki oleh pemilik alat PTM sebagaimana kalau menanamkan modalnya di bank. Hanya saja di sini menanamkan modalnya dalam bentuk alat PTM.

iii. Taxes adalah pajak-pajak yang akan dibebankan pada average annual investment.

iv. Insurance adalah premi yang harus ditambahkan dan diperhitungkan untuk menjaga kemungkinan kebakaran, kecelakaan, dan lain-lain.

b. Biaya operasi (Operating Cost)

Biaya operasi merupakan biaya-biaya yang berkaitan dengan pengoperasian suatu alat, terdiri dari Persamaan berikut ini:

i. Ban termasuk dalam kategori suku cadang dan umumnya mempunyai harga yang mahal. Oleh karena itu, lebih baik untuk memasukkan biaya ban sebagai barang individu dalam biaya operasi.

Biaya ban (bagi kendaraan yang memakai ban) terdiri dari Persamaan berikut ini [4] :

ℎ Keterangan:

n = Jumlah ban

𝐻𝑜𝑢𝑟𝑙𝑦 𝑡𝑖𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑇𝑖𝑟𝑒 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝐸𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑡𝑒𝑑 𝐿𝑖𝑓𝑒

30

ii. Repair Cost (Pemeliharaan dan Perbaikan)

Adalah biaya yang digunakan untuk perbaikan alat PTM yang rusak, mogok atau maintenance. Secara umum, biaya perbaikan dianggap sebagai rata-rata total biaya perbaikan selama masa pakai mesin.

iii. Fuel (pemakaian bahan bakar atau sumber tenaga)

Bahan bakar yang dibutuhkan mesin setiap horsepower tiap jamnya.

iv. Lubricator

Biaya untuk lubrikasi setiap jamnya seperti oil, grease, dan filter.

Biaya untuk lubrikasi setiap jamnya seperti oil, grease, dan filter.

Dokumen terkait