• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari tujuan penelitian diatas,adapun manfaat dari penelitian yang dapat diperoleh sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya, dalam menambah pengetahuan tentang Efek Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

2. Bagi Pembaca

a. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam hal bidang perpajakan

b. Penelitian ini dapat dijadiakan sebagai sarana informasi serta sebagai bahan referensi dalam mengerjakan atau memecahkan suatu masalah dengan memberikan bukti empiris tentang efek Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap PPh pasal 21

c. Sebagai sarana untuk pembanding, dapat dijadikan

4

sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang terkait.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Teori Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pajak ialah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang

Berdasarkan Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak adalah Orang Pribadi dan Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM serta peraturan pelaksanaannya). Wajib Pajak tersebut terdiri dari :

5

6

1. Wajib Pajak Orang Pribadi :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Usaha.

b. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Pekerjaan Bebas.

c. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Pekerjaan.

2. Wajib Pajak Badan :

a. BUMN (Badan Usaha Milik Negara) b. BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) c. PT (Perseroan Terbatas)

d. CV (Perseroan Komanditer) e. Firma.

f. Koperasi.

g. Dana Pensiun.

h. Yayasan.

i. Organisasi Massa.

j. Organisasi Sosial Politik.

Mardiasmo (2018) subjek pajak orang pribadi dalam negri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh), subjek pajak PPh terdiri dari tiga yaitu orang pribadi, badan dan warisan. Subjek

7

pajak tersebut juga digolongkan menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

a. Subjek Pajak Dalam Negeri

Berikut ini yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri:

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.

2. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

3. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

4. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

b. Subjek Pajak Luar Negeri

Berikut ini yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri:

1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

2. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

3. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang

8

dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

4. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat di Indonesia, yang memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

3. Pajak Penghasilan (PPh)

Undang-undang pajak penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila memperoleh penghasilan.

Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-undang PPh disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berahir dalam tahun pajak.

Ada 6 jenis pajak PPh yang berlaku di Indonesia yang dibagi

berdasarkan sumber pendapatannya yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29.

Berikut pembagian pajak PPh:

1. PPh Pasal 21 atau PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran

9

lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.

2. PPh Pasal 22 adalah pajak dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.

3. PPh Pasal 23 atau PPh 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

4. PPh Pasal 24 yakni pengaturan pajak bagi wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.

5. PPh Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang pembayarannya bisa dilakukan dengan sistem angsuran demi meringankan Wajib Pajak.

6. PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang biasanya tercantum dalam SPT Tahunan.

4. Objek Pajak Penghasilan

Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 pasal 4 adapun yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

10

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau yang diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

5. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Menurut Sari (2013) Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah PPh yang harus dipotong oleh setiap pemberi kerja terhadap imbalan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, penghargaan, maupun pembayaran lainnya, yang mereka bayar atau terutang kepada orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan orang pribadi tersebut.

Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan pajak yang bersifat withholding system, yaitu pajak yang dipotong oleh orang lain atau pihak

ketiga. Perhitungan jumlah Pajak Penghasilan pasal 21 yang harus dibayar oleh wajib pajak dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak berdasarkan pasal 17 UU pajak penghasilan.

Besarnya jumlah penghasilan kena pajak dari wajib pajak dihitung berdasarkan penghasilan netonya dikurangi dengan penghasilan

11

tidak kena pajak. Perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif sesuai undang-undang PPh Pasal 17.

Mengenai tarif lapisan penghasilan kena pajak, rencananya pemerintah akan menaikan serta menambah tarif lapisan tersebut yang tertuang pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan di sidang paripurna DPR pada 7 Oktober 2021.

berikut ini rincian tarif PPh Pasal 21 yang berlaku bagi wajib pajak (WP):

1. sampai dengan Rp50 juta = 5%

2. di atas Rp50 juta sampai dengan Rp250 juta = 15%

3. di atas Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta = 25%

4. di atas Rp500 juta = 30%

6. Peraturan Pemerintah tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan jumlah pendapatan wajib pajak pribadi yang dibebaskan dari PPh Pasal 21.

Pembebasan tersebut didasarkan pada ambang batas tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jika penghasilan tahunan melebihi ambang batas, maka wajib pajak harus membayar Pajak Penghasilan (PPh). Dapat dikatakan bahwa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan batasan penghasilan yang tidak dikenai pajak dan juga merupakan pengurang penghasil netto.

Besaran Penghasilan Kena Pajak (PTKP) masing-masing Wajib Pajak jelas berbeda, menyesuaikan jumlah pendapatan masing-masing

12

dan mengikuti aturan yang tercantum. Aturan terbaru menetapkan bahwa PTKP untuk Wajib Pajak pribadi adalah sebesar Rp 54.000.000 setahun atau Rp 4.500.000 per bulan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa pendapatan di bawah atau sama dengan Rp 4.500.000 per bulan akan dibebaskan dari pungutan PPh 21. Sebab, jumlah pendapatan tersebut dalam satu tahun tidak melebihi ambang batas PTKP. Namun jika jumlah pendapatan dalam satu tahun melebihi ambang batas PTKP, Wajib Pajak akan dikenai pungutan PPh 21.

Besaran tarif PTKP terbaru untuk menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI No.

101/PMK.010/2016.

Tabel 2.2

Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak

Keterangan Status Besaran

PTKP

Wajib Pajak Kawin dengan

Dua Tanggungan

Tidak

Kawin/TK2 Rp63.000.000 Wajib Pajak Kawin dengan

Tiga Tanggungan

Tidak

Kawin/TK3 Rp67.500.000

Keterangan Status Besaran

PTKP

Wajib Pajak Kawin Tanpa

Tanggungan

Kawin/K0 Rp58.500.000

13

Wajib Pajak Kawin dengan Satu Tanggungan

Kawin/K1 Rp63.000.000

Wajib Pajak Kawin dengan Dua Tanggungan

Kawin/K2 Rp67.500.000

Wajib Pajak Kawin dengan Tiga Tanggungan

Kawin/K3 Rp72.000.000

Sumber data : website ayopajak.com

B. Kerangka Konseptual

kerangka konseptual merupakan suatu cara yang digunakan untuk menjelaskan hubungan atau kaitan antara variabel yang akan diteliti.

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian sebagai berikut

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

C. Metode Pelakasanaan Penelitian

Dalam pelaksaan penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Metode kualitatif ini memberikan teknik untuk memperoleh jawaban atau KP2KP

14

informasi mendalam tentang pendapat seseorang berupa data bukan angka yang di peroleh dari hasil wawancara, dokumen dan sebagainya

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat KP2KP ENREKANG dan telah dilaksanakan selama 2 bulan setelah ujian proposal dari bulan Agustus sampai September tahun 2021

2. Jenis Pengambilan Data Dan Sumber Data a. Jenis pengambilan data

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian dengan tujuan untuk memahami fenomena mengenai apa yang dialami subyek penelitian secara menyeluruh dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata serta bahasa, pada konteks khusus yang dialami serta dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moloeng, (2010).

Penelitian ini menguraikan dan menggambarkan secara deskriptif mengenai efek Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (

PTKP ) terhadap penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 b) Sumber data

1) Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber asli (tanpa melalui perantara).

2) Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah terusun arsip yang dipublikasikan atau tidak dipublikasi.

15

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mempermudah penulis dalam mendapat data yang valid dan reliable. Dalam penelitian tersebut antara lain:

a. Pengamatan (Observation)

Pengumpulan data melalui pengamatan (observation) yaitu mengamati langsung objek penelitian di lapangan untuk mendapatkan suatu kesimpulan mengenai objek yang diamati, dimana kesimpulan tersebut disusun dalam sebuah laporan yang relevan.

b. Wawancara

Pengumpulan data dengan cara wawancara dilakukan untuk mencari informasi dari narasumber, cara pengumpulan data yang diperoleh dari wawancara yaitu melalui pegawai kantor KP2KP ENREKANG tentang, efek kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai berupa wawancara secara langsung

c. Studi Kepustakaan

Mengumpul data yang relevan sesuai topik serta masalah yang akan diteliti. Informasi yang diperoleh dari jurnal, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, serta sumber-sumber yang tertulis baik tercetak maupun elektronik.

d. Dokumentasi

16

Pengumpulan data dengan dokumentasi dilakukan melalui pengambilan data-data yang berhubungan dengan penelitian dari tempat penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian atau permasalahan yang ada ditempat penelitian. Analisis data dilakukan saat pengumpulan data dilapangan secara berkesinambungan. Apabila jawaban dari hasil wawancara belum memuaskan maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan sampai peneliti mendapatkan data yang ingin diperoleh. Aktivitas dalam analisis data dengan memerlukan teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan tiga tahap yaitu:

a. Reduksi Data

Teknik menganalisis data dengan cara merangkum, memilah hal yang besifat pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang besifat penting (Sugiyono 2018). Reduksi data dilakukan dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap data yang diperoleh.

b. Penyajian Data

Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan mengambil tindakan selanjutnya. Bentuk penyajian data antara lain berupa teks naratif, matrik, grafik, maupun bagan, namun dalam penelitian ini bentuk penyajian data lebih merajuk pada penyajian secara deskriptif.

c. Menarik Kesimpulan

Semua data yang telah direduksi, digambarkan lagi secara rinci agar mudah dipahami oleh peneliti maupun orang lain. Data yang

17

dirincikan ini adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data baik berupa pengamatan maupun penelitian

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat

Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan Enrekang (KP2KP) bertempat di Jl.Buttu Juppandang, Juppandang, Kec.Enrekang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan di bawah wilayah kerja KPP Pratama pare-pare sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 94/KMK.01/1994 Tanggal 29 Maret 1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jendral Pajak sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997.

Sejak bulan Juni 2008 Menteri Keuangan Republik Indonesia bersama dengan Direktur Jendral Pajak meresmikan dua Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (Kanwil DJP) Modern yaitu Kanwil DJP Naggroe Aceh Darussalam dan Kanwil DJP Sumatera Utara II, serta 40 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dan 37 Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di lingkungan Kanwil-Kanwil DJP. Sumatera Utara I, Riau dan Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Sultanbatara). Pembentukan dua Kanwil DJP modern dan Pembentukan KPP Pratama dan KP2Kp di wilayah di 4 Kantor Wilayah DJP ini merupakan tahapan proses modernisasi di Direktorat Jendral Pajak

Sejak 55 diresmikannya sejumlah KPP Pratama dan KP2KP di wilayah Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara oleh Menteri Keuangan, maka KP4 Enrekang mengalami perubahan menjadi KP2Kp Enrekang

.

18

19

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan kepada wajib pajak. Namun untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh KPP maka pelaksanaan pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan dilaksanakan oleh unit KP2KP.

B. Struktur Organisasi

KP2KP Enrekang membentuk suatu struktur organisasi agar lebih mempermudah pelayanan kepada Wajib Pajak, sehingga dalam pelaksanaan tugas pokoknya dapat terorganisir dengan baik. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 535/KM.01/2001 tentang Susunan dan Tugas Koordinator Pelaksanan di Lingkungan Dirjen Pajak, dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Dirjen Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan serta Penyidikan Pajak dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan.

Tata kerja semua unit struktur organisasi dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integritas dan singkronisasi, Tata kerja semua unit struktur organisasi dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integritas dan singkronisasi.

20

Berikut gambar struktur organisasi KP2KP Enrekang

Gambar 3.1 Struktur Organisasi

C. Job and Description

Masing masing organisasi di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan Sungguminasa mempunyai tugas yang sesuai dengan bidangnya. Tugas-tugas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

i. Kepala Kantor mempunyai tugas menilai dan mengawasi staff atau anggota kantor dalam memberikan pelayanannya kepada wajib pajak.

ii. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, Penerimaan Surat lainnya, serta pelaksanaan Pendaftaran Wajib Pajak.

iii. Seksi Konsultasi mempunyai tugas melakukan proses penyelesaian permohonan wajib pajak, usulan pembetulan ketetapan pajak, bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak.

Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan

(KP2KP) ENREKANG

KEPALA KANTOR

Seksi Pelayanan Seksi Penyuluhan Seksi konsultasi

21

iv. Seksi Penyuluhan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi, bimbingan pengawasan Wajib Pajak baru, serta penyuluhan perpajakan.

D. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh dari kantor pelayanan penyuluhan dan konsultasi perpajakan sebagai berikut :

1. Jumlah Wajib Pajak (WP) yang terdaftar tahun 2018-2020 di KP2KP Enrekang

Tabel 3.1

Daftar WP yang terdaftar

No Tahun Total WP Terdaftar

1 2018 22.217

2 2019 25.386

3 2020 41.307

Sumber data : Staff pengelola data

Sumber data pada tabel 3.1 diatas dapat diketahui jumlah Wajib Pajak (WP) yang terdaftar pada tahun 2018 berjumlah 22.217, kemudian tahun 2019 naik menjadi 25.386 dan di tahun 2020 meningkat menjadi 41.307. Jumlah wajib pajak yang terdaftar pada tahun 2018 ke tahun 2019 mengalami peningkatan sebanyak 3.169 wajib pajak yang terdaftar sedangkan tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami kenaikan sejumlah 15.921 wajib pajak terdaftar.

22

2. Jumlah WP Lapor SPT Masa PPh Pasal 21 tahun 2018-2020 di KP2KP Enrekang

Tabel 3.2

WP lapor SPT Masa PPh Pasal 21

No. Tahun Total WP lapor

Sumber data : Staff pengelola data

Dari hasil data pada tabel 3.2 di atas dapat dilihat Wajib Pajak Lapor SPT Masa PPh Pasal 21 pada tahun 2018 sebanyak 790 Wajib Pajak, tahun 2019 turun berjumlah 490 Wajib Pajak, kemudian di tahun 2020 menurun drastis berjumlah 304 Wajib Pajak. Penurunan yang sangat drastis itu disebabkan karena adanya faktor covid-19

3. Jumlah Penerimaan PPh Pasal 21 tahun 20218-2021 di KP2KP Enrekang

Tabel 3.3

Penreimaan PPh pasal 21

No Tahun Penerimaan PPh pasal 21

1 2018 16.846.673.093 2 2019 16.602.076.084 3 2020 18.424.906.172 Sumber data : Staff pengelola data

23

Berdasarkan sumber data pada tabel 3.3 Pajak Penghasilan dari tahun 2018 sampai dengan 2020 mengalami fluktasi yaitu tidak stabilnya penerimaan PPh 21 di kantor KP2KP Enrekang. Dimulai di 2018 ke 2019 penurunan sebesar 244.579.009 dari total penerimaan PPh Pasal 21 dari tahun 2018, dan tahun 2019 ke tahun 2020 meningkat pesat sebesar 1.822.830.088 dari penerimaan PPh Pasal 21

E.

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kenaikan PTKP yang diterapkan oleh pemerintah memiliki pengaruh terhadap penerimaan PPh pasal 21. Kenaikan tersebut memberikan dampak kepada pemerintah dan wajib pajak dibuktikan pada tabel 3.1 jumlah wajib pajak yang terdaftar mengalami peningkatan di tiga tahun terakhir itu menunjukkan bahwa kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berefek pada jumlah Wajib Pajak Efektif yang berpengaruh positif terhadap penerimaan PPh Pasal 21, semakin banyak jumlah wajib pajak efektif maka akan menaikkan penerimaan PPh Pasal 21 di KP2KP Enrekang walaupun pada tabel 3.3 penerimaan PPh pasal 21 mengalami fluktasi dikarenakan di setiap 1 wp berbeda pendapatanya besar sehingga total PPh Pasal 21 nya meningkat

Hasil wawancara (draft wawancara) dari salah satu wajib pajak dapat disimpulkan bahwa kenaikan PTKP sangat berdampak pada wajib pajak dimana mengalami peningkatan yang baik. Efek dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) itu sendiri terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu terciptanya keadilan bagi setiap Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang berpenghasilan tinggi sampai dengan Wajib Pajak berpenghasilan menengah ke bawah. Agar masyarakat tidak terlalu terbebani dengan beban pajak yang harus di bayar.

24

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) identik dengan standar biaya hidup, berkurangnya pajak penghasilan diharapkan membuat masyarakat bisa menikmati lebih banyak penghasilannya dalam bentuk konsumsi maupun tabungan.

Kepala kantor KP2KP juga menambahkan bahwa ada pula yang menjadi kendala sehingga tidak stabilnya atau naik turunnya penerimaan PPh 21 pada tabel 3.3 di kantor KP2KP Enrekang yaitu faktor pandemic COVID-19 sehingga banyak wajib pajak yang kurang teliti dalam melaporkan pajaknya juga masih terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) di kantor KP2KP Enrekang. Ditambah akses internet dapat dikatakan minim.

25

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian Efek Kenaikan Penghasilan Tidak Pajak Kabupaten Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 penulis menyimpulkan bahwa jika PTKP naik maka jumlah yang dibelanjakan naik karena PPh yang harus di setor menurun. Akan tetapi penerimaan pajak belum tentu turun karena penerimaan sebagaimana ketaatan bayar pajak. Naiknya PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) memperbesar penghasilan Wajib Pajak dan pengeluaran Wajib Pajak

B. SARAN

Efek dari kenaikan PTKP yang ada sebaiknya dilakukan sosialisasi dengan baik agar masyarakat terutama wajib pajak yang belum mengerti dapat memperoleh informasi tersebut. Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran atas wajib pajak untuk membayar pajak.

Dan untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan ruang lingkup yang dapat dijadikan objek penelitian agar peneliti memiliki berbagai macam hasil penelitian sebagai bahan pembanding satu sama lain dan tidak berpatokan dalam satu objek saja.

26

DAFTAR PUSTAKA

Andiyanto, Dimas;Dkk. (2014). Analisis Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Tingkat Pertumbuhan Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) (Studi Pada Kpp Pratama

Andiyanto, Dimas;Dkk. (2014). Analisis Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Tingkat Pertumbuhan Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) (Studi Pada Kpp Pratama

Dokumen terkait