• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi dalam pengembangan ilmu sastra khususnya analisis terhadap novel yang difilmkan.

Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wacana yang berhubungan dengan kajian ekranisasiantara novel dan film serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembaca dalam menambah pengetahuan mengenai karya sastra negara Tiongkok, khususnya novel Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián karya Ba Yue Chang An. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu menambah apresiasi terhadap film

Tiongkok, khususnya film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián karya Wong Chun-Chun.

Selain itu, juga diharapkan dapat memberikan apresiasi kepada para sineas dalam memproduksi film sehingga berkembang menjadi lebih baik lagi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide yang akan dituangkan secara kongkret melalui pemahaman, pengertian, dan pendapat dari para ahli. Dengan kata lain, konsep merupakan suatu unsur penelitian yang dipergunakan untuk mengarahkan suatu penelitian. Konsep digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan, menggambarkan, ataupun mendeskripsikan suatu topik pembahasan.

Dalam merumuskan masalah, konsep merupakan suatu kesatuan tentang pengertian tentang suatu hal yang sesuai dengan tujuan individu atau kelompok yang menggunakannya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mendefenisikan konsep untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar. Hal ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari kesalahan dalam penelitian.

2.1.1 Ekranisasi

Eneste (1991:60-61) mengatakan bahwa ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Perancis berarti layar). Dalam proses ekranisasi tentu akan menimbulkan berbagai

perubahan. Proses perubahan tersebut misalnya terjadi pada perubahan alat-alat yang dipakai yakni mengubah dunia kata-kata menjadi dunia gambar-gambar yang bergerak secara berkelanjutan. Proses penggarapan antara novel dan film juga berbeda, novel adalah hasil kreasi individual dan merupakan hasil kerja perseorangan sedangkan film merupakan hasil kerja yang melibatkan banyak orang antara lain produser, penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, pemain. Selain itu, terjadi pula perubahan pada proses penikmatan, yakni dari membaca menjadi menonton, penikmatnya sendiri berubah dari pembaca menjadi penonton.

2.1.2 Novel

Novel merupakan cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas, berarti terdiri dari cerita dengan alur (plot) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang juga beragam. (Sumardjo dan K.M, 1995:10-11). Sejalan dengan itu, Nurgiyantoro, (2013:13) mengatakan bahwa novel juga dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil,dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel tersebut.

Novel menyampaikan cerita, ide, amanat, atau maksudnya dengan pertolongan kata-kata. Oleh sebab itu kata-kata menempati kedudukan paling penting dalam novel. Seorang novelis hanya bisa menyampaikan cerita atau amanatnya dengan kata-kata. Seorang novelis membangun alur, penokohan, latar,

dan suasana dengan bantuan kata-kata,sebab kata-kata adalah bagian integral dalam novel dan tidak mungkin memisahkannya dari sastra (Eneste, 1991:16).

2.1.3 Film

Nugroho (1995:77) menyatakan bahwa film adalah penemuan komunal dari penemuan-penemuan sebelumnya (fotografi, perekaman gambar, perekaman suara, dll), dan bertumbuh seiring pencapaian-pencapaian selanjutnya, seperti perekaman suara stereo, dll. Film sebagai media komunikasi massa akan berkaitan dengan fenomena produksi, cara, dan efek dalam berbagai dimensinya. Oleh sebab itu, film sering disebut sebagai media cangkokan dari unsur-unsur seni-seni lainnya seperti drama, teater, puisi, tari, hingga novel, sekaligus juga akrab dengan aktivitas imajinatif dan proses simbolis, yaitu kegiatan manusia menciptakan makna yang menunjuk pada realitas yang lain. Dan terakhir, film paling sering dihubungkan dengan kajian berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, dll).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Sastra Bandingan

Sastra bandingan merupakan salah satu kajian yang telah dikenal luas di duniaakademik.Sastra bandingan mula-mula dilahirkan dan dikembangkan di Eropa pada awal abad ke-19. Kegiatan sastra bandingan pertama kali dicetuskanoleh Sante-Beuve dalam sebuah artikelyang dimuat di Revue des Deux

Mondes yang terbit tahun 1868. Dalam artikel tersebut dijelaskannya bahwa cabang studi sastra bandingan berkembang pada awal abad ke-19 di Prancis.

Adapun pada abadke-20, pengukuhan terhadap sastra bandingan terjadi ketika jurnal Revue Litterature Comparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921(Damono, 2005: 14-15).

Damono (2005:1) mengatakan bahwa sastra bandingan adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak dapat menghasilkan teori sendiri. Boleh dikatakan teori apa pun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan objek dan tujuan penelitiannya. Dalam beberapa tulisan, sastra bandingan juga disebut sebagai studi atau kajian. Dalam langkah-langkah yang dilakukannya, metode perbandingan adalah yang utama.

Sejalan dengan itu, Remak (dalam Damono, 2005:1) juga mengatakan bahwa sastra bandingan adalah kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara dan kajian hubungan di antara sastra dengan bidang ilmu serta kepercayaan yang lain, seperti seni (misalnya seni lukis, seni ukir, seni bina, dan seni musik), filsafat, sejarah, dan sains sosial (misalnya politik, ekonomi, sosiologi), sains, agama, dan lain-lain. Ringkasnya, sastra bandingan membandingkan sastra dengan bidang lain secara keseluruhan.

Nurgiyantoro, (2013:141) mengatakan bahwa di dalam kajian sastra bandingan, terdapat beberapa istilah yang merupakan bentuk tradisi sastra.

Istilah tersebut salah satu nya dikenal dengan sebutan ekranisasi.

2.2.1.1 Ekranisasi

Eneste (1991:60-61) mengatakan ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Perancis berarti layar). Dalam proses ekranisasi tentu akan menimbulkan berbagai perubahan. Proses perubahan tersebut misalnya terjadi pada perubahan alat-alat yang dipakai yakni mengubah dunia kata-kata menjadi dunia gambar-gambar yang bergerak secara berkelanjutan. Proses penggarapan antara novel dan film juga berbeda, novel adalah hasil kreasi individual dan merupakan hasil kerja perseorangan sedangkan film merupakan hasil kerja yang melibatkan banyak orang antara lain produser, penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, pemain. Selain itu, terjadi pula perubahan pada proses penikmatan, yakni dari membaca menjadi menonton, penikmatnya sendiri berubah dari pembaca menjadi penonton. Eneste (1991:61-66) juga mengatakan pemindahan dari novel ke layar lebar atau film mau tidak mau akan menimbulkan berbagai perubahan dalam film, perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Penciutan

Ekranisasi berarti juga apa yang bisa dinikmati berjam-jam atau berhari-hari harus diubah menjadi apa yang dinikmati atau ditonton selama sembilan puluh atau seratus menit. Dengan kata lain, novel-novel yang tebal sampai beratus-ratus halaman mau tidak mau harus mengalami pemotongan atau penciutan bila akan difilmkan. Hal itu berarti tidak semua hal yang diungkapkan

dalam novel akan dijumpai pula dalam film. Sebagian alur, tokoh, latar ataupun unsur lainnya yang ada dalam novel akan ditemui dalam film. Biasanya pembuat film (penulis skenario atau sutradara) telah memilih bagian-bagian atau informasi-informasi yang dianggap penting untuk ditampilkan.

Menurut Eneste, (1991:61-64) ada beberapa kemungkinan mengapa dilakukan adanya penciutan atau pemotongan. Pertama, dalam pemilihan peristiwa ada beberapa adegan yang dirasa tidak penting untuk ditampilkan sehingga sutradara menghilangkan beberapa adegan yang ada dalam film. Kedua, dalam pemilihan tokoh pun terjadi hal yang sama. Ada beberapa tokoh dalam novel yang tidak ditampilkan dalam film. Film hanya menampilkan tokoh-tokoh yang dianggap penting saja karena keterbatasan teknis maka yang ditampilkan hanyalah tokoh yang memiliki pengaruh dalam jalannya cerita. Ketiga, dalam hal latar juga biasanya tidak semua latar akan ditampilkan dalam film karena kemungkinan besar jika semua latar ditampilkan akan menjadi film yang memiliki durasi yang panjang. Dalam mengekranisasi, latar pun mengalami penciutan.Oleh sebab itu, yang ditampilkan dalam film hanyalah latar yang penting-penting saja atau yang mempunyai pengaruh dalam cerita.

B. Penambahan

Penambahan biasanya dilakukan oleh penulis skenario atau sutradara karena mereka telah menafsirkan novel yang akan mereka filmkan sehingga akan terjadi penambahan di sana-sini. Penambahan misalnya terjadi pada alur, penokohan, latar atau suasana. Banyak pula dalam proses ekranisani, terdapat

cerita atau adegan yang dalam novel tidak ditampilkan tetapi dalam film ditampilkan. Di samping adanya pengurangan tokoh, dalam ekranisasi juga memungkinkan adanya penambahan tokoh yang dalam novel tidak dijumpai sama sekali tetapi dalam film ditampilkan. Latar pun juga tidak luput dari adanya penambahan, dalam film sering kali dijumpai adanya latar yang ditampilkan tetapi dalam novel tidak ditampilkan.

Menurut Eneste (1991:64-65), penambahan dalam proses ekranisasi tentu mempunyai alasan. Misalnya, dikatakan bahwa penambahan itu penting jika dilihat dari sudut film. Selain itu, penambahan dilakukan karena masih relevan dengan cerita secara keseluruhan.

C. Perubahan Bervariasi

Selain adanya penciutan dan penambahan, dalam ekranisasi juga memungkinkan terjadinya variasi-variasi tertentu dalam film. Walaupun terjadi variasi-variasi antara novel dan film, biasanya tema atau amanat dalam novel masih tersampaikan setelah difilmkan. Menurut Eneste (1991:66), novel bukanlah dalih atau alasan bagi pembuat film, tetapi novel betul-betul hendak dipindahkan ke media lain yakni film. Karena perbedaan alat-alat yang digunakan, terjadilah variasi-variasi tertentu di sana-sini. Di samping itu, dalam pemutaran film pun mempunyai waktu yang terbatas sehingga penonton tidak bosan untuk tetap menikmati sampai akhir, sehingga tidak semua hal atau persoalan yang ada dalam novel dapat dipindahkan semua ke dalam film.

Dari ketiga bentuk perubahan dalam ekranisasi tersebut, peneliti dalam hal ini hanya terfokus pada dua bentuk perubahan yaitu penciutan dan penambahan yang terdapat pada novel dan film, karena proses penciutan dan penambahan tersebut yang paling banyak muncul dalam segi alur cerita.

2.2.2 Unsur-Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik yang akan peneliti paparkan hanya terdiri dari unsur intrinsik alur. Nurgiyantoro (2013: 29) mengatakan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai orang ketika membaca sebuah karya. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain peristiwa, cerita, plot/alur, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.Unsur-unsur intrinsik yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

A. Plot/Alur

Peristiwa dalam suatu novel adalah bagian dari isi tetapi cara peristiwa itu disusun adalah atau plot, yang merupakan bagian dari bentuk. Kalau peristiwa-peristiwa dalam novel dilihat secara terpisah dari susunannya, efek artistiknya menjadi tidak jelas (Wellek dan Warren, 1990: 159). Hudson (dalam Eneste, 1991:20) menyatakan dari segi kuantitatif, alur dalam novel dapat dibagi dua, yakni alur tunggal dan alur ganda. Pada alur tunggal hanya terdapat satu jalinan

cerita, sedangkan pada alur ganda terdapat lebih dari satu jalinan cerita. Lazimnya, alur mempunyai bagian-bagian yang secara konvensional dikenal sebagai permulaan (beginning), pertikaian/perumitan (rising action), puncak (climax), peleraian (falling action), dan akhir (end).

Sejalan dengan itu, Nurgiyantoro 2013: 201 mengatakan bahwa plot sebuah karya fiksi sering tak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang manapun juga. Dengan demikian tahapan awal cerita dapat dapat terletak di bagian mana pun. Secara teoretis plot dapat diurutkan atau dikembangkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis. Namun, dalam praktiknya tidak selamanya tunduk pada aturan tersebut. Secara teoretis-kronologis, tahap-tahap pengembangan plot, yaitu tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir.Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Fungsi pokok tahap awal sebuah cerita adalah memberikan informasi dan penjelasan khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan. Disamping memperkenalkan situasi latar dan tokoh cerita, dalam tahap ini juga diperkenalkan konflik sedikit demi sedikit (Nurgiyantoro, 2013: 201-204).Tahap tengah merupakan tahap cerita yang juga dapat disebut sebagai tahap pertikaian. Dalam tahap ini ditampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, menjadi semakin menegangkan. Dalam tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik utama telah

mencapai titik intensitas tertinggi. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian inilah inti cerita disajikan, yaitu tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa-peristiwa penting dikisahkan, konflik berkembang mencapai klimaks, dan pada umumnya tema pokok cerita diungkapkan (Nurgiyantoro, 2013: 204-205).Tahap akhir sebuah cerita atau dapat disebut sebagai tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Bagian ini berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimana akhir sebuah cerita.

2.3 Tinjauan Pustaka

Dalam beberapa penelitian terdahulu, akan dipaparkan penelitian yang memiliki objek yang sama yaitu novel Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Niándan filmBèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián, dan juga topik yang berkaitan dengan ekranisasi.

Pertama,penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Sastra Cina bernama Supit (2017) dengan judul skripsi “Konflik Batin Tokoh Utama Novel The Stolen Years”. Penelitian ini menghasilkan tentang strategi penyelesaian konflik batin yang dialami oleh tokoh utama He Mann dan Xie Yu. Tokoh He Mann dan Xie Yu menyelesaikan konflik batin yang mereka alami melalui problem solving,yaitu dimana tokoh He Mann dan Xie Yu memilih jalan keluar untuk rujuk kembali menjadi suami istri.Dalam penelitian ini, objek yang digunakan sama sehingga penelitian beliau berkontribusi bagi peneliti dalam memahami siapa-siapa saja tokoh yang terlibat dalam novel dari sisi konflik batin yang dialami tokoh tersebut.

Selain itu, penelitian dengan objek yang sama yaitu pada film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Niánoleh Anastasya (2017) mahasiswa program studi Sastra Cina dengan judul skripsi“Analisis Tokoh Utama Film The Stolen Years: Pendekatan Psikologi Sastra”. Penelitian ini berfokus pada penggambaran kepribadian tokoh He mann melalui tinjauan psikologi sastra yang memaparkan Id, Ego,dan Superego. Penelitian ini memudahkan peneliti dalam menemukan unsur-unsur intrinsik pada film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Niánterutama dari segi alur dan tokoh.

Kemudian, untuk penelitian yang berkaitan dengan pembahasan ekranisasi oleh Erwani dan Hesti (2017) dalam jurnal yang berjudul “EkranisasiAlur Cerita Pada Novel Jīnlíng Shísān Chāi《金陵十三钗》 karya Yan Ge Ling ke film The Flower of War (Sebuah Kajian Ahli Wahana)”.Hasil penelitian ini adalah terdapat penambahan, penciutan yang terjadi pada alur cerita pada novel 《金陵十三钗》

ke film The Flower of War sebagai akibat dari proses ekranisasi. Penelitian ini membantu peneliti dalam menganalisis dan memahami proses penciutan dan penambahan yang terjadi pada alur cerita sesuai dengan kajian peneliti.

Yanti (2016) dalam skripsi nya yang berjudul “Ekranisasi Novel ke Bentuk Film 99 Cahaya di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra”. Penelitian ini mendeskripsikan proses ekranisasi alur, tokoh, dan latar dalam bentuk kategori aspek penciutan, penambahan,dan perubahan bervariasi di dalam novel yang kemudian di film kan. Penelitian ini sangat berkontribusi bagi peneliti dari sisi teoritis nya. Memudahkan peneliti dalam pengaplikasian teori yang ia gunakan. Selain itu juga penelitian ini sangat

membantu peneliti dalam mencari buku-buku rujukan yang berhubungan dengan kajian ekranisasi.

Ariesta (2016) dalam skripsi nya yang berjudul “Ekranisasi Novel ke Film Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Rais dan Rangga Almahendra”.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada unsur alur, tokoh, dan latar. Penelitian ini memiliki kontribusi bagi peneliti dalam memahami pengaplikasian metode pengumpulan data sesuai dengan kajian peneliti.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya (Arikunto, 2002:136). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatankualitatif dengan metode deskriptif. Moleong (2002:3) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.Sejalan dengan Moleong, Ratna (2009:46-47) mengatakan metode penelitian kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Dalam ilmu sastra, sumber datanya adalah karya, naskah, sedangkan data penelitiannya sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat dan wacana.

3.2 Data dan Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, adapun data yang diperoleh dari sumber data tersebut adalah sebagai berikut:

3.2.1 Data A. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data asli, sumber tangan pertama dari penyelidik. Sumber data primer yaitu data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber oleh penyelidik untuk tujuan khusus (Surachmad, 1990:163).

Sumber dataprimer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa kalimat pada kutipan yang terdapat pada novel mandarin dalam bentuk e-book yang berjudul Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián karya Ba Yue Chang An dan untuk novel terjemahan Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián versi indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit Haru tahun 2016 yang berjumlah 348 halaman. Selain itu juga,data yang peneliti gunakan yaituteks dialogfilm yang berjudulBèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Niányang di produksi oleh Fu Jian Heng Ye Film Distribution CO.LTD yang dirilis pada 29 Agustus 2013 dan berdurasi 1 jam 51 menit. Film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián ini diunduh melalui situs http://www.ganool.com

B. Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dan terlebih dahulu dikumpulkan oleh orang luar penyelidik, walaupun yang dikumpulkan itu sebenarnya data asli (Surachmad, 1990:163). Dalam penelitian ini, data sekunder membantu peneliti dalam menganalisis data primer pada sebuah penelitian berupa literature, jurnal, skripsi, dan buku-buku rujukan yang berhubungan dengan kajian ekranisasi.

3.2.2 Sumber Data Novel

Judul : The Stolen Years (Chinese :被偷走的那五年 )

Penulis : Ba Yue Chang An Penerbit :Haru

TahunTerbit :2016

Penerjemah : Jeanny Hidayat

Bahasa : Mandarin dan Indonesia Jumlah Halaman : 348 Halaman

Film

Judul : The Stolen Years (Chinese :被偷走的那五年 )

Sutradara : Wong Chun-chun

Produser : Peggy Chiao, Daniel Chan

Penulis Naskah : Wong Chun-chun, Shanyu Zheng, Yingyan Hou ( Novel : Ba Yue Chang An )

Artis : Bai Baihe ( He Mann ), Joseph Chang ( Xie Yu ), Christine Fan ( Lu Xiaohuan ), Amber An ( Lily ), Dai Junzhu (He Qi),Tse Kwan-Ho ( Dr.Zhang ), Ken Lin ( Danny ), SkyWu( Psychiatrist ).

Distribusi :Fu Jian Heng Ye Film CO.LTD Tanggal rilis : 29 Agustus 2013

Bahasa : Mandarin dan Indonesia

Durasi : 1 Jam 51 menit Genre :Romantis, Komedi

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Metode membaca, menonton,mencatat dan mengklasifikasikan data. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode tersebut adalah sebagai berikut.

1. Membaca novel Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián karya Ba Yue Chang An secara berulang-ulang dan menandai kutipan kata-kata yang berkaitan dengan adanya proses ekranisasi berdasarkan kategori aspek penciutan dan penambahan pada alur.

2. Menonton film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián karya Wong Chun-Chun secara berulang-ulang dan menandai setiap dialog antar tokoh yang berkaitan dengan adanya proses ekranisasi berdasarkan kategori aspek penciutan dan penambahan.

3.Mencatat data-data dari sumber data, yaitu berupa kalimat pada kutipan yang terdapat pada novel dan dialog yang terdapat pada film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián sesuai dengan pembahasan yaitu mengenai proses penciutan dan penambahan pada alur.

4. Mengklasifikan atau mengelompokkan data-data berupa kalimatdan dialog agar diperoleh data yang akurat sehingga peneliti menjadi lebih mudah dalam menyusun pembahasan yang berkaitan dengan proses penciutan dan penambahan pada alur.

3.4 Metode Analisis Data

Faruk 2012: 56 mengatakan bahwa analisis data pertama-tama adalah penganalisisan sumber-sumber sesuai dengan teori yang digunakan. Selanjutnya pemaknaan terhadap karya yang diteliti dan kemudian membandingkan struktur kedua karya tersebut. Untuk itu, langkah- langkah yang dilakukan dalam proses penganalisisan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Membaca novel Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián secara berulang-ulang yang menunjukkan bentuk proses penciutan.

2. Melakukan analisis pada novel Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Niánkemudian membagi nya ke dalam kategori penciutan pada alur.

3. Menonton film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián secara berulang-ulang, lalu menandai setiap scene yang menunjukkan adanya proses penambahan.

4. Melakukan analisis pada film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián kemudian membagi nya ke dalam kategori penambahan alur.

5. Membandingkan proses penciutan dan penambahan pada alur dalam novel ke film.

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini akan memaparkan hasil pembahasan tentang ekranisasi novel ke film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián. Adapun rumusan masalah dalam penelitian

Pada bab ini akan memaparkan hasil pembahasan tentang ekranisasi novel ke film Bèi Tōu Zǒu De Nà Wǔ Nián. Adapun rumusan masalah dalam penelitian

Dokumen terkait