BAB I PENDAHULUAN
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperkaya sumber referensi perpustakaan yang ada di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya pada program studi Sastra Batak.
2. Menambah wawasan tentang bahasa- bahasa yang lebih halus atau eufemisme.
3. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu guna sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan dan
pelesatarian bahasa Batak Toba sebagai salah satu etnis yang ada di Indonesia.
4. Penulis juga berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian sosiolinguistik khususnya yang berhubungan dengan eufemisme.
5. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah daerah mengenai penggunaan eufemisme dalam bahasa Batak Toba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakan yang Relevan
Dalam menyusun sebuah karya ilmiah tentu tidak terlepas dari kepustakan yang relevan karena hal ini sangat penting dari keseluruhan langkah-langkah metode penyusunan penelitian. Tinjauan pustaka merupakan konsep kegiatan mencari, membaca,dan menelaah laporan-laporan hasil penelitian.
Adapun beberapahasil penelitian terdahulu baik dalam bentuk buku, skripsi dan juga tesis digunakan sebagai penunjang dalam pembuatan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Sutarman (2013) dalam bukunya tabu dan bahasa mengidentifikasi penggunaan eufemisme dalam bahasa sebagai berikut, (1) bidang ekonomi dan perdagangan, (2) bidang sosial, (3) bidang kesehatan, (4) bidang seksologi, (5) bidang pekerjaan, (6) bidang kebijakan pemerintah. Hal ini merupakan pilihan kata atau diksi yang tepat untuk menandai penggunaan eufemisme dalam masing-masing profesi maupun aktivitas kehidupan.
2. Penelitian tentang eufemisme Faridah (2002) dalam tesisnya
„Eufemisme dalam Bahasa Melayu Serdang yang menjelaskan bentuk, fungsi, dan makna eufemisme, Faridah juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh Allan dan Burridge.
3. Selanjutnya ada Rubby dan Dardanila (2008) dalam artikelnya yang berjudul “eufemisme pada Harian seputar Indonesia‟ mereka membahas bentuk-bentuk eufemisme dan frekuensi pemakaiannya.
Mereka juga menggunakan teori Allan dan Burridge (1991). Penelitian mereka bersumber dari Seputar Indonesia edisi juni-juli 2007, yang dikumpulkan dengan menggunakan metode simak yang kemudian dianalisis dengan metode agih dan dan metode deskripsi. Menurut Rubby dan Dardanila ada tujuh bentuk eufemisme pada harian Seputar Indonesia, yaitu (1) ekspresi figurative (misalnya: Nasib mpseda di PSMS berada di ujung tanduk‟berada dalam situasi yang kritis atau keadaan genting‟), (2) flipansi (misalnya:..kader yang tidak menghindahkan peraturan organisasi‟tidak menaati peraturan yang telah ditetapkan‟), (3) sirkumlokusi (misalnya: Pemain Timnas Indonesia tak bolehterperangkap dalam permainan dan perang kata yang dilontarkan Arab Saudi „terprovokasi atau terpancing emosi‟), (4) singkatan (misalnya: PSK (Pekerja Seks Komersial) „pelacur‟), (5) satu kata untuk menggantikan satukata yang lain (misalnya: Lembaga Permasyarakat (LP) „penjara‟, „bui‟, atau „rumah tahanan‟) , (6) umum ke khusus (misalnya: gugur „mati‟, „meninggal‟), dan (7) hiperbola (misalnya: Barna belum juga puas, kembalimenghujani tubuh pria malang itu bertubi-tubi „ditikam‟ atau „dibacok‟.
4. Andayani (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Eufemisme dalam upacara perkawinan Adat Jawa Nemokke di Medan”, mengkaji
tentang tipe-tipe eufemisme, fungsi, makna, serta pola sosiolinguistik penggunaan eufemisme dalam prosesi Nemokke. Menurut Andayani, tipe-tipe eufemisme terdiri atas (1) metafora (misalnya: golek sandang lan pangan „mencari pakaian dan makanan‟ atau „nafkah‟), (2) satu kata menggantikan kata yang lain (misalnya: wal lang„lepas hitungan‟
atau „segala sesuatu harus diperhitungkan), (3) hiperbola (misalnya:
satrio bagus„ksatria baik‟ atau „suami‟), dan (4) ekspresi figuratif (misalnya: wes ngentok ake kembar mayang ponco worno„sudah bertemu dengan bunga lima warna‟ atau „menikah). Selanjutnya, eufemisme berfungsi sebagai sapaan (misalnya: guru laki „suami‟) dan menghindari tabu (misalnya: kembar sekar mayang ponco worno
„perawan‟.
5. Yanti Friska Purba (2013) juga menggunakan pandangan Allan dan Burridge dalam skripsinya yang berjudul“Eufemisme pada Tuturan Perkawinan Batak Toba yang menjelaskan bentuk, makna, dan fungsi pada tuturan perkawinan”. Menurut Yanti, ada enam tipe yang ditemukan pada tuturan perkawinan Batak Toba yaitu (1) Ekspresi Figuratif, (2) Metafora , (3) Sirkumlokusi). (4) Pelesapan, (5) Jargon, (6) Hiperbola, (7) Sebagian untuk keseluruhan.
Perlu dicatat Yanti Friska Purba hanya meneliti tentang Eufemisme pada Tuturan Perkawinan Batak Toba, Tetapi pada pembahasan eufemisme dalam Batak Toba secara keseluruhan belum pernah dilakukan, sehingga peneliti tertarik untuk melakukannya.
2.2 Teori yang Digunakan
Teori yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Allan dan Burridge (1991:14), yang menjelaskan bahwa eufemisme merupakan bentuk pilihan dalam mengungkapkan sesuatu yang tidak berkenan dan digunakan untuk menghindarkan rasa malu(kehilangan muka).
Bentuk ungkapan tersebut yang tidak berkenaan dapat berupa seperti tabu, ketakutan, dan yang tidak disenangi karena memiliki arti yang negatif untuk dipilih/dipakai dalam tujuan komunikasi penutur dan mitra tutur pada situasi tertentu.
2.2.1 Tipe Eufemisme
Tipe eufemisme yang digunakan pada skripsi ini adalah tipe eufemisme menurut Allan dan Burridge yaitu :
1. Figuratif expressions (Ekspresi figuratif ) => merupakan bentuk perlambangan, makna atau kiasan.
Contoh :
Go to the happy huntinggrounds„pergi ke tanah pekuburan yang menyenangkan‟ =>meninggal.
2. Metaphor (Metafora) => merupakan bentuk yang implisit dalam dua hal yang berbeda.
Contoh :
The miraculous pitcher that holds water with the mouth downwards„tempat air yang menakjubkan dengan mulut yang menghadap ke bawah‟=> alat kelamin wanita.
3. Flippancy (Flippansi) => merupakan makna di luar pernyataan.
Contoh :
Kick the bucket„menendang tempat air‟=> die‟meninggal‟.
4. Remodeling (pemodelan ulang => merupakan bentuk kata ulang.
Contoh :
Basket„keranjang‟ =>bastard „bajingan.
5. Cirkumlocutions(sirkumlokusi)=>merupakan bentuk kata yang lebih panjang atau bersifat tidak langsung.
Contoh :
Little girl‟s room„ruang gadis kecil‟ =>toilet‟kamar mandi‟ .
6. Clipping (kliping) => merupakan bentuk pemotongan atau pemenggalan.
Contoh:
Brassiere„bh‟ =>bra „bh.
7. Acronyms (Akronim) => merupakan bentuk penyingkatan atas beberapa kata menjadi satu.
Contoh :
Snafu => situation normal‟situasi normal‟
8. Abbreviation (Abreviasi) =>merupakan bentuk penyingkatan kata-kata menjadi beberapa huruf.
Contoh :
S.O.B => son of bitch „anak pelacur‟.
9. Pelesapan (Omission) => merupakan bentuk penghilangan sebagian kecil.
Contoh :
I need to go„saya mau pergi‟=>I need to go to the lavatory „saya mau pergi ke kamar mandi‟.
10. One for one substitution (penggantian kata/kata).
Contoh :
Bottom„dasar‟=>ass „pantat‟.
11. General for specific (hipernim) => merupakan bentuk kata yang umum menjadi kata yang khusus.
Contoh :
Go to bed„pergi tidur‟=>fuck „berhubungan intim‟ .
12. Part for whole eupheisms (Hiponim) => merupakan bentuk kata yang khusus menjadi kata umum.
Contoh:
Stuffed up nose, postnasal drip running eyes„hidung tersumbat, ingusan, mata berair‟=>I‟ve got cough „saya demam‟.
13. Hyperbole (Hiperbola) => merupakan bentuk ungkapan yang berlebihan.
Contoh:
Flight to glory„terbang ke tempat yang nyaman (surga)=>death
„meninggal‟ .
14. Understatement(Makna diluar pernyataan) => merupakan satu makna kata yang terlepas dari makna kata tersebut.
Contoh:
Genitals‟ alat kelamin, bulogate‟ kasus, etc‟dll‟=>thing „sesuatu‟.
15. Jargon (Jargon), yaitu kata yang memiliki makna yang sama tetapi berbeda bentuk.
Contoh:
Feces„kotoran (istilah medis)‟ → shit „tahi‟
16. Colloquial (Kolokial) => merupakan bentuk ungkapan yang dipakai sehari-hari.
Contoh:
Period„periode‟=>menstruation „menstruasi‟.
2.2.2. Fungsi Eufemisme
Menurut Keith Allan dan Burridge (1991) mengemukakan beberapa fungsi Eufemisme dalam penggunannya didalam masyarakat pemakainya yaitu:
1. Sapaan dan Penamaan
Didalam kehidupan sehari-hari,tentu setiap manusia menggunakan sitem sapaan sebagai manusia yang berbudaya dan bergantung pada pesapa dan penyapa. Kata sapaan yang berbeda ditujukan untuk menyebutkan,misalnya nama Tuhan, panggilan nama berdasarkan usia (misalnya, dalam Batak Toba: angkang boru „kakak perempuan‟) berdasarkan genders (misalnya, dalam Batak Toba:
ito‟bisa panggilan abang adik, bisa juga panggilan untuk orang muda yang baru kita kenal. juga berdasarkan latar belakang sosial dan budaya, nama dalam
keluarga(family), nama binatang buas (misalnyadalam Batak Toba: namalo
„dukun‟).
2. Menghindari kata Tabu
Kata tabu adalah kata yang merunjuk pada tindakan yang tidak boleh dilakukan atau harus dihindari. Kata tabu bisasaja terdapat pada bagian tubuh, bagian yang khusus, seks, haid, cacat mental dan tubuh, penyakit, yang dikeluarkan oleh tubuh, kematian serta seni. Misalnya dalam Batak Toba,lao tu pudi„buang hajat‟.
3.Gender
Setiap manusia selain memiliki usia yang berbeda tapi juga memiliki jabatan yang berbeda dan kemampuan ekonomi yang berbeda pula. Sehingga pada setiap percakapan atau komunikasi yang sedang terjadi dapat disesuaikan dengan jabatan atau kedudukan dengan sebutan yang berbeda. Misalnya dalam bahasa batak, untuk memanggil Pendeta harus dengan sebutan „Amang‟ demi menunjukkan rasa hormat, ada pangggilan khusus untuk status tersebut begitu juga dengan panggilan untuk seorang Polisi, Guru, pemilik perusahaan, bahkan orang yang tertua di dalam sebuah kampung, untuk memanggil orang yang baru dikenal sebelum bertutur dengan sebutan Amang boru/Namboru agar terlihat akrab dan lebih sopan dan lain-lain.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodelogi berasal dari kata metode dan logos. Metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi metodelogi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sudaryanto (1982:2).
Penelitian adalah sebuah kegiatan untuk mencari fakta yang sebenarnya pada saat terjun langsung kelapangan, mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan objek penelitian,untuk merumuskan dan menganalisis data hingga membuahkan hasil yang maksimal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan ilmu menenai suatu cara yang dilakukan guna mencapai suatu tujuan.
3.1 Metode Dasar
Segala sesuatu yang kita harapkan atau hasil yang kita inginkan dapat diketahui melalui terjun langsung kelapangan, Sehingga penulis menggunakan metode penelitian yang deskriptif kualitatif Sudaryanto(1986:40-50) yang merupakan jenis metode yang berusaha utnuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek kebahasaan sesuai apa adanya,sehingga penulis mendapatkan gambaran sifat keadaan atau fenomena kebahasaan yang secara
alami dalam bahasa Batak Toba pada saat penelitian dilaksanakan atau dapat memberikan penyelesaian masalah yang ada pada fenomena kebahasaan dengan cara menganalisis data yang sudah diperoleh dari informan yang dianggap mengetahui objek yang ingin diteliti.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang penulis tetapkan adalah Desa Silando, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara,Provinsi Sumatera Utara. Alasan penulis mengambil lokasi ini karena menurut penulis pada desa tersebut masih kental akan budaya dan menurut informasi mereka masih menggunakan bahasa Batak yang asli dan dianggap mampu menguasai social budaya Batak Toba sehingga untuk mengetahui kebenarannyamaka penulis akan melakukan penelitian.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Sumber data adalah kunci dari pada hasil penelitian yang diharapkan, dan subjek dari mana data diperoleh. yang dimaksudkan disini adalah ketersediaan sumber data. Sumber data dapat dibagi dua yaitu :
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data mentah yang akan diperoleh dari lapangan dan yang belum pernah dianalis.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data skunder merupakan sumber data yang sudah pernah diteliti sebelumnya dan dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui dari sudut pandang yang berbeda. Sumber data skunder ini dapat diperoleh dari daftar-daftar pustaka atau buku-buku yang yang berhubungan dengan objek yang sedang dikaji, termasuk juga media lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian yang berbeda adalah hampir sama dengan penelitian ini. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah semua alat-alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data,memeriksa data, mengolah data, dan menganalisis data hingga mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini, penulis memakai beberapa alat bantu seperti :
1) Alat rekam 2) Kamera 3) Pulpen 4) Buku
3.5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan salah satu cara yang dilakukan para peneliti untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian di lapangan. Adapun metode yang dipakai untuk mengumpulkan data yaitu :
1. Metode observasi
Metode observasi merupakan cara langsung yang dapat dilihat dilapangan gejala pemakaian kata dan frasa eufemisme seperti acara digereja,acara adat,dan percakapan bahasa toba yang digunakan pada masyarakat Batak Toba khususnya yang tinggal di desa Silando.
2. Metode wawancara
Metode wawancara merupakan salah satu metode yang langsung dilakukan pada seorang informan yang terpilih dan dianggap telah memahami tentang masalah social budaya Batak Toba. Percakapan tersebut dilakukan dengan cara memancing informan agar pembicaraan terarah dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang sudah dirumuskan oleh penulis.
3. Metode kepustakaan
Metode kepustakaan merupakan salah satu metode yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data-data dengan membaca, mencatat, dan mengidentifikasi kata dan frasa eufemisme dari buku-buku yang relevan untuk
membantu menyelesaikan dserta melengkapi data yang berhubungan dengan penyusunan skripsi ini.
3.6. Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti dalam mengolah data yang mentah yang diperoleh dari informan menjadi data yang akurat dan ilmiah. Adapun proses analisis data pada skripsi ini yaitu :
1. Menyeleksi data yang telah dikumpulkan atau data yang valid, yang kemudian menggugurkan data yang tidak relevan..
2. Mengklasifikasi data dealam ennam belas tipe eufemisme yang ada dalam Batak Toba.
3. Menganalisis data yang sudah dikumpulkan.
4. Mencari fungsi eufemisme yang ada dalam Batak Toba.
5. Membuat kesimpulan dari hasil analisis data.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam masyarakat Batak Toba terdapat unsur-unsur yang dipengaruhi oleh beberapa elemen seperti etika, baik berbicara maupun bertindak, agama serta filosofi Batak Toba.Elemen-elemen tersebut sangat berpengaruh dalam bertindak dan berkomunikasi karena memiliki aturan yang tersirat yang dapat digunakan oleh masyarakat Batak Toba dengan baik dan benar.
Misalnya dalam etika berbicara, tentu sesorang memberikan nilai moral, norma dan kesopanan guna untuk membimbing masyarakat secara baik dan benar dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Karena ketika seseorang mengucapkan kata-kata naso sumanatau bersifat tidak sopan mengenai bagian sensitif seperti alat vital, mereka akan dianggap sebagai orang dang maradatatau tidak memiliki nilai moral.
Sistem sapaan dalam masyarakat Batak Toba diatur oleh Dalihan Natolu(tungku yang tiga)‟, yang merupakan hula-hula‟orangtua dari istri‟, dongan tubu‟,teman lahir atau teman semarga‟, ketiga hal inilah yang membatasi hubungan antarpenutur dan yang membatasi pilihan tutur dalam berkomunikasi
juga berperan penting dalam upacara adat seperti peristiwa perkawinan, upacara kematian, upacara mangokal holi. Setiap penutur dan mitra tutur yang menghadiri setiap upacara padat maka mereka harus menempatkan diri dengan baik pada situasi tertentu serta mampu memilih tuturan yang tepat dan bijak untuk menghindari kesalahpahaman. Berikut beberapa filosofi yang dianut oleh masyarakat Batak Toba :
Filosofi yang berlaku dalam masyarakat Batak Toba yaitu :
pantun hangoluon, tois hamagoan
Maksudnya adalah supaya anak muda memiliki sopan santun, menghormati orang tua dan belajar menghargai seseorang serta tidak meremehkan orang lain.
Filsafat yang ada dalam masyarakat Batak Toba yaitu :
hamoraon, hagabeon, dohot hasangapon
Maksudnya adalah masyarakat Batak Toba biasanya mengharapkan kehidupan anak-anaknya bisa memiliki kekayaan anak, memiliki keturunan baik anak laki-laki maupun perempuan, dan semua berada diatas puncak kesuksesan.
Larangan-larangan yang diatur oleh system sapaan, etika, norma dan kesopanan, dan agama sangatlah berpengaruh satu sama lain, apalagi menyangkut filosofi masyarakat Batak Toba yang sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Seperti mengucapkan kata-kata yang tidak baik atau tidak berkenan di hati seseorang, yang dapat menyinggung hati seseorang.
Tentu ada sebuah kekwahatiran dalam masyarakat Batak Toba suatu saat nilai-nilai tersebut akan hilang begitu saja dan mungkin masyarakat akan kacau balau karena tidak bisa memberikan contoh yang baik, saling menjatuhkan dan tidak menghargai satu sama lain . Sehingga perlu dilestarikan dari generasi ke regenerasi mengenai nilai-nilai sosial budaya agar tidak merusak hubungan sistem baik diantara anggota kerabat dekat bahkan anggota keluarga masyarakat lainnya.
Maka dari itu elemen-elemen sosial budaya yang ada dalam masyarakat Batak Toba sebaiknya menggunakan bahasa eufemisme untuk menghindari kata tabu yang dapat meyakiti dan menyinggung perasaan seseorang. Karena elemen-elemen tersebut mempengaruhi perilaku seseorang secara baik dan benar dalam berkomunikasi dan berinteraksi, dan dapat memberikan nilai yang positif bagi masyarakat itu sendiri serta supaya dapat hidup rukun dan harmonis.
Menghindari tabu bahasa dan menggunakan eufemisme dalam masyarakat Batak Toba sangatlah penting dalam berkomunikasi dan berinteraksi, karena hal ini dipengaruhi oleh nilai sosial budaya yang ada dalam masyarakat Batak Toba, seperti sistem kekerabatan yang diatur oleh Dalihan Natolu, filosofi „pantun hangoluan, tois hamagoon, dan filsafat masyarakat Batak Toba yang menyangkut
‟hamoraon, hagabeon, dan hasangapon seperti yang dijelaskan pada halaman sebelumnya.
Melihat fakta yang terjadi pada sebagian masyarakat yang kurang memahami elemen-elemen sosial budaya atau kurang apresiasi(menghargai), hal ini terjadi pada kaum muda-mudi pada jaman modern sekarang, mereka kurang
memahami akan nilai-nilai sosial budaya yang akan mempengaruhi sistem komunikasi dan interaksi, apalagi saat bertemu dengan kerabat dekat dari kedua orang tua, kita harus menunjukkan rasa hormat saat menyapa mereka. Situasi ini sangat penting, mereka bisa menilai sifat dan karakter seeorang dari perkataan dan perbuatannya, karena karena pada saat mereka salah tingkah dan salah ucapan, orang lain tentu akan dengan mudah meyalahkan kedua orang tua yang tidak tepat dalam memberikan didikan dan moral kepada anaknya, padahal si anak tersebutlah yang tidak bisa di didik karena dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, apalagi terjadi perpindahan suku-suku lain ke wilayah masyarakat Batak Toba, begitupun sebaliknya, perpindahan suku Batak Toba kewilayah lain sangat mempengaruhi nilai-nilai yang asli dalam masyarakat tersebut.
Eufemisme lebih cenderung digunakan pada acara-acara formal seperti tempat ibadah, pesta pernikahan, atau acara resmi lainnya, berbeda dengan situasi seperti di pasar, kede tuak, bahkan jalanan umum yang tidak menggunakan eufemisme.
Kata tabu bisa digantikan oleh eufemisme agar tidak menyinggung atau menyakiti hati seseorang bahkan bisa menimbulkan efek ketidaknyamanan bagi penutur maupun mitra tutur, dengan memakai eufemisme seseorang akan terlihat santun berbicara, budi bahasanya, penuh belas kasihan dan suka menolong sesama. Kesantunan berbahasa bertujuan untuk menghindari hal-hal yang bersifat pornografi. Ada beberapa factor lain yang dapat mempengaruhi seseorang tidak menggunakan eufemisme dalam berkomunikasi dan bertindak :
1. lingkungan :
merupakan sebuah factor tempat tinggal sekitar, dimana factor ini sangat memengaruhi sifat dan tindak laku seseorang, mereka melihat dengan seksama dan akan mengikuti mana kata-kta yang lebih bergengsi yang digunakan oleh anak muda zaman modern.
Contoh: saat melihat seseorang sudah sukses dengan usaha dan kerja keras, maka ada pesan moral yang dapat kita ambil yaitu menjadikannya sebagai motivasi untuk maju dan berkembang atau sebaliknya menjelek-jelekkan seseorang dan mengatakan bahwa dia bisa sukses karena ada orang dalam‟.
2. Psikologis
=>merupakan sebuah factor kejiwaan dimana seseorang yang tidak bisa mengendalikan diri dan emosi, sehingga seseorang lebih cenderung menggunakan kata tabu bahasa daripada eufemisme bahasa.
Contoh :
saat seseorang tidak menyukai orang lain yang mungkin membuatnya sakit hati atau iri hati, mereka akan memilih menggunakan kata tabu seperti,
„babi, bujang inam,parbonda bosi,rojan,bursik,tena‟ kata-kata tersebut merupakan hal yang tabu,tapi dengan mengucapkannya menurutnya dapat mengurangi sakit hatinya walau hal ini sangatlah tidak sopan.
3. Sifat atau keadaan seseorang :
merupakan sebuah factor yang berbeda situasi, ada yang merasa kurang, bahkan ada yang merasa lebih. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan dalam suatu masyarakat, jika sifat seseorang yang menonjol adalah sifat baik seseorang maka tidak akan bermasalah, namun sebaliknya jika sifat seseorang tidak baik atau bahkan kategori sangat buruk, hal inilah yang menimbulkan seseorang untuk menggunakan ungkapan yang tepat dan harus menggunakan kata-kata yang tepat untuk menghormati orang tersebut. Dengan menggunakan pilihan kata yang tepat merupakan sebuah kesantunan berbahasa, dan apapun sifat atau keadaan seseorang kita harus menghormatinya supaya dia tidak merasa diremehkan atau direndahkan.
Contoh :
Batak Toba Eufemisme Bahasa Indonesia
- Narintik [naritti]
Semua yang berbentuk eufemisme tentu tidak terlepas dari kata dan frasa. Pilihan kata dan frasa yang tepat sangatlah penting demi menjaga nilai-nilai sosial budaya secara baik dan benar, karena masyarakat Batak Toba menjunjung tinggi nilai etika, moral, kesopanan yang ditunjukkan lewat perilaku sesesorang dengan menggunakan atau mengungkapkan gaya bahasa eufemisme untuk menghormati perasaan seseorang serta tidak membuatnya tersinggung atau merasa terluka.
Paham agama dan kepercayaan pada masyarakat Batak Toba masih mengenal Debata, tondi dan datu bolon, bahkan masih ada masyarakat yang menganut agama sipele begu yaitu agama yang sama sekali percaya kepada Tuhan atau Debata. Berikut akan dijelaskan beberapa tipe eufemisme yang ada dalam bahasa Batak toba
4.1 Eufemisme Dalam Bahasa Batak Toba
Setelah dilakukan penelitian terdapat tipe-tipe eufemisme, fungsi
Setelah dilakukan penelitian terdapat tipe-tipe eufemisme, fungsi