• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

I.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada klinisi mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan end stage renal disease yang menjalani Hemodialisis sehingga klinisi dapat mempertimbangkan pemberian tindakan intervensi kepada orang dengan End stage renal disease dengan lebih terarah.

2. Dengan mengidentifikasi faktor faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan end stage renal disease yang menjalani Hemodialisis, diharapkan dapat mengurangi gejala depresi pada orang dengan end stage renal disease yang menjalani Hemodialisis sehingga meningkatkan angka harapan hidup pada penderita end stage renal disease yang menajlani hemodialisis.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian lainnya yang sejenis atau penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Chonic kidney disease II.1.1. Definisi

Chonic kidney disease didefinisikan berdasarkan keadaan patologis ginjal yang ditandai dengan adanya kerusakan ginjal atau penurunan laju filtrasi glomerulus/Glomerular Filtrate Rate (GFR). Penyakit ginjal dikategorikan sebagai CKD bila memenuhi kriteria berikut :

1) Kerusakan ginjal berlangsung lebih dari tiga bulan.

2) Glomerular Filtrate Rate < 60 ml/menit/1,73 m2. Glomerular Filtrate Rate merupakan indeks pengukuran fungsi ginjal dimana nilai normal pada dewasa sekitar 125 mL/min per 1,73 m².

3) Kelainan struktural atau fungsional dengan manifestasi berupa: kelainan histologi ginjal, elektrolit akibat abnormalitas tubular, albuminuria, abnormalitas sedimen urin, riwayat transplantasi ginjal, dan kelainan struktural ginjal yang dinilai dengan pencitraan.1

Berdasarkan pemeriksaan laju fitrasi glomerulus, maka stadium Chonic kidney disease dapat terbagi menjadi:

 Stadium I (G1) : Dimana nilai laju fitrasi glomerulus di atas atau sama dengan 90 ml/menit/1,73 m2.

 Stadium II (G2) : Dimana nilai laju fitrasi glomerulus 60 hingga 89 ml/menit/1,73 m2.

 Stadium IIIa (G3a) : Dimana nilai laju fitrasi glomerulus 45 hingga 59 ml/menit/1,73 m2.

 Stadium IIIb (G3b) : Dimana nilai laju fitrasi glomerulus 30 hingga 44 ml/menit/1,73 m2.

 Stadium IV (G4) Dimana nilai laju fitrasi glomerulus 15 hingga 29 ml/menit/1,73 m2..

 Stadium V (G5) Dimana nilai laju fitrasi glomerulus di bawah 15 ml/menit/1,73 m2.1

Istilah end stage renal disease atau penyakit ginjal stadium akhir yang merepresentasikan stadium CKD dengan terjadinya akumulasi toksin, cairan, dan elektrolit tidak dapat diekskresikan oleh ginjal yang bisa menyebabkan kematian kecuali jika toksin dikeluarkan dengan terapi penggantian ginjal, seperti dialisis atau transplantasi ginjal. 1

II.1.2 Epidemiologi

Data Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) tahun 2013 dan 2018 menunjukan bahwa prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter pada tahun 2013 adalah sebesar 2% dan terjadi peningkatan pada tahun 2018 sebesar 3,8% yang dapat disebabkan oleh neuropati diabetes sebesar 52%, hipertensi dan komplikasinya sebesar 24 % dan penyebab lainnya sebesar 24%.3

Chronic kidney disease di dunia saat ini mengalami peningkatan dan menjadi masalah kesehatan serius, hasil penelitan Global Burden of Disease tahun 2010, Chronic kidney disease merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di

dari 2 juta penduduk di dunia mendapatkan perawatan dengan dialisis atau transplantasi ginjal dan hanya sekitar 10% yang benar-benar mengalami perawatan tersebut. Sepuluh persen penduduk di dunia mengalami chronic kidney disease dan jutaan meninggal setiap tahun karena tidak mempunyai akses untuk pengobatan.12 End stage renal disease dikenal sebagai tahap kelima dan terakhir dari chronic kidney disease dan diderita oleh individu yang membutuhkan transplantasi ginjal atau dialisis seumur hidup.1

Insiden end stage renal disease bervariasi menurut demografi. Angka lebih tinggi untuk orang yang lebih tua daripada orang yang lebih muda: 1556 Per million per year (PMPY), berusia ≥75 tahun; 1265, usia 65 hingga 74; 573, usia 45 hingga 64; dan 129, usia 22 hingga 44 tahun. 13

Gambar 1. Laporan Data Tahunan the United States Renal Data System (USRDS) yang menilai usia terjadinya ESRD dari tahun 1997 – 2014 yang memberikan informasi tentang tren temporal dalam penyebab utama terjadinya ESRD.

Diadaptasi: Himmelfrab J, Ikizler TA editors Chornic Kidney Disease, Dialysis and Transplantation 4th Edition. Philadephia. 2019

Angka kejadian End stage renal disease jauh lebih tinggi untuk orang kulit hitam / Afrika Amerika (877 PMPY) daripada untuk orang kulit putih (286 PMPY); nilai-nilai antara untuk orang Asia (357 PMPY) dan Penduduk Asli Amerika (333 PMPY). 13

Gambar 2. Laporan Data Tahunan the United States Renal Data System (USRDS) yang menilai usia terjadinya ESRD dari tahun 1997 – 2014 yang memberikan informasi tentang tren temporal dalam penyebab utama terjadinya ESRD.

Diadaptasi: Himmelfrab J, Ikizler TA editors Chornic Kidney Disease, Dialysis and Transplantation 4th Edition. Philadephia. 2019

Tingkat kejadian yang disesuaikan jauh lebih tinggi untuk orang-orang dari etnis hispanik (466 PMPY) daripada untuk non-Hispanik (346 PMPY) dan angka kejadian ESRD jauh lebih tinggi untuk pria daripada wanita.13

II.1.3. Etiologi

Penyebab utama Chronic kidney disease adalah diabetes, hipertensi, glomerulonefritis, dan penyakit ginjal polikistik. Penyebab utama CKD juga merupakan faktor penyebab untuk terjadinya ESRD. Laporan Data Tahunan the United States Renal Data System (USRDS) yang menilai faktor penyebab terjadinya ESRD dari tahun 1997 – 2014 yang memberikan informasi tentang tren temporal dalam penyebab utama ESRD, dimana diabetes dikaitkan dengan 44%

individu yang mengembangkan ESRD dan hipertensi hingga 29%; karena itu dua penyebab utama berkontribusi hampir tiga perempat dari total laporan data USRDS.1,13

Gambar 3. Laporan Data Tahunan the United States Renal Data System (USRDS) yang menilai faktor penyebab terjadinya ESRD dari tahun 1997 – 2014 yang memberikan informasi tentang tren temporal dalam penyebab utama terjadinya ESRD.

Diadaptasi: Himmelfrab J, Ikizler TA editors Chornic Kidney Disease, Dialysis and Transplantation 4th Edition. Philadephia. 2019

II.1.4.Penatalaksanaan

Pada end stage renal disease, pilihan pengobatan termasuk hemodialisis (di rumah sakit atau di rumah); dialisis peritoneal, continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) atau continuous cyclic peritoneal dialysis (CCPD);

atau transplantasi. 1

II.1.4.1. Hemodialisis

Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuh melalui dialyzer yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh pasien. Hemodialisis merupakan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dializer (tempat terjadi pertukaran cairan, elektrolit, dan toksin). Ada lima cara memperoleh akses ke sirkulasi darah pasien antara lain: Fistula arteriovena, graft arteriovena, shunt arteriovenal eksternal, kateterisasi vena femoralis, dan kateterisasi vena subklavia.14

Hemodialisis merupakan suatu proses pembersihan darah dari toksin, yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan end stage renal disease yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Pada keadaan dengan gejala uremia berat, semakin cepat dilakukan tindakan hemodialisis semakin baik. Pada stadium ini telah terjadi uremia sehingga

memerlukan hemodialisis secara rutin 2-3 kali perminggu dengan waktu 4-5 jam perkali tindakan.14

Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergensi atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan pada : kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine

<50ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K

>6,5 mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12meq/I), uremia (BUN

>150 mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.15

Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15 ml/mnt tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi, anoreksia, mual dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolik yang berulang.15

Komplikasi jangka panjang dari hemodialisis adalah penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian pada penderita penyakit End stage renal disease selain dari infeksi. Penyebab dasar penyakit kardiovaskular berkaitan dengan faktor risiko seperti diabetes melitus, inflamasi kronik, perubahan besar pada volume ekstraselular (terutama pada penambahan

berat badan interdialitik yang besar), tatalaksana hipertensi yang tidak adekuat, dislipidemia, anemia, kalsifikasi vaskular, hiperhomosisteinemia, dan mungkin juga diakibatkan oleh perubahan hemodinamik kardiovaskular selama hemodialisis berlangsung.16

II.2. Depresi pada End stage renal disease II.2.1. Definisi

Menurut PPDGJI-III, depresi merupakan suatu suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama mood yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas, serta beberapa gejala lainnya seperti konsentrasi dan perhatian yang berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur yang terganggu dan nafsu makan berkurang.17

Depresi adalah penyakit kronis dan berulang. Pasien dengan End stage renal disease yang mendapat perawatan hemodialisis harus menanggung ketidaknyamanan fisik yang berhubungan dengan penyakit mereka dan harus menghadapi berbagai tekanan, masalah keluarga, yang meningkatkan risiko terjadinya depresi. Depresi sangat terkait dengan ketidakpatuhan terhadap pengobatan, peningkatan mortalitas dan tingkat rawat inap.2

II.2.2. Epidemiologi

Depresi sangat lazim pada pasien dengan ESRD. Tinjauan meta-analisis oleh Palmer dan kawan-kawan memeriksa prevalensi depresi pada populasi ini.

Prevalensi depresi adalah 3 sampai 4 kali lebih tinggi pada pasien dengan CKD dan ESRD dibandingkan dengan populasi umum dan 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan penyakit kronis lainnya. Pada populasi umum, risiko depresi seumur hidup diperkirakan antara 5% dan 10%. Tingkat depresi dengan penyakit medis komorbiditas bahkan lebih tinggi. Untuk pasien dengan diabetes, tingkat prevalensi antara 12% dan 18%; untuk pasien dengan coronary artery disease (CAD), angka antara 15% dan 23%, dan untuk pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis, perkiraan prevalensi depresi adalah sekitar 25%. 4 Prevalensi depresi lebih tinggi di antara pasien yang menerima hemodialisis, dengan perkiraan tingkat berkisar antara 23 hingga 42% di Amerika Serikat dan Eropa, dan 45,9% di Taiwan.2

II.2.3. Mekanisme biologi terjadinya depresi pada End stage renal disease.

Ada banyak laporan yang menghubungkan depresi dengan status inflamasi. Gagal ginjal kronis adalah suatu keadaan peradangan kronis dimana pada keadaan ini terjadi peningkatan kadar sitokin dan reaktan fase akut pada pasien dengan keadaan kadar ureum tinggi yang berimplikasi pada terjadinya depresi yang diinduksi oleh sitokin hal ini merupakan patogenesis depresi pada pasien dialisis. Banyak biomarker inflamasi didesregulasikan pada pasien ESRD, jadi mungkin ada hubungan biologis langsung antara peningkatan tingkat depresi dan penyakit ginjal kronis. 18

Pada orang dengan gagal ginjal kronis ditemukan terjadi peningkatan sekresi dari sitokin yang akan menyebabkan peningkatan siktokin proinflamasi hal ini diketahui memainkan peran penting dalam patofisiologi depresi pada gagal ginjal kronis. Sitokin telah ditemukan mempengaruhi hampir setiap jalur yang terlibat dalam patogenesis depresi termasuk perubahan pada basal ganglia, ekspresi neurotransmiter, fungsi neuroendokrin, serta plastisitas sinaptik.

Beberapa studi dan studi metaanalisis menemukan peningkatan yang signifikan dalam tingkat sirkulasi sitokin proinflamasi, khususnya IL-6 dan TNF-α, pada pasien dengan depresi berat. 19

II.2.4. Faktor resiko terjadinya depresi pada end stage renal disease.

II.2.4.1. Faktor Resiko Demografis, Sosial ekonomi dan Klinis II.2.4.1.1. Umur

Prevalensi major depressive disorder berdasarkan usia pada individu berusia 18 hingga 29 tahun, tiga kali lipat lebih tinggi daripada prevalensi pada individu berusia 60 tahun atau lebih.20 Pada orang dengan ESRD usia yang lebih muda. telah dikaitkan dengan kejadian keparahan depresi dibandingkan usia tua.21

II.2.4.1.2. Jenis kelamin

Prevalensi major depressive disorder 1,5 sampai 3 kali lipat lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.20 Hal ini disebakan oleh karena perbedaan faktor hormonal dan perbedaan stresor psikososial antara perempuan dan laki-laki.22 Pada orang dengan ESRD, depresi dilaporkan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.

II.2.4.1.3. Status pernikahan

Pada umumnya major depressive disorder terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, bercerai atau berpisah.22 Dalam sebuah studi di India pada pasien yang menjalani hemodialisis dan pasangan mereka, didapati perselisihan dalam hubungan pernikahan dilaporkan pada sekitar sepertiga dari populasi penelitian, yang memiliki hubungan yang kuat dengan depresi. Dukungan dan konflik pernikahan juga dapat dikaitkan dengan sejauh mana pasien mematuhi regimen pengobatan.13

II.2.4.1.4. Suku

Etnisitas telah dikaitkan dengan berbagai hambatan untuk perawatan, yang menyebabkan kesenjangan kesehatan mental. Ada beberapa bukti dalam literatur ESRD bahwa kualitas hidup, persepsi dukungan agama dan kualitas dukungan sosial bervariasi menurut ras dan mungkin berkontribusi terhadap depresi. Satu studi membandingkan 78 pasien HD ras kulit hitam dan 82 ras kulit putih, dan tidak menemukan perbedaan dalam tingkat efek depresi mereka. Namun, mereka menemukan penekanan yang lebih kuat pada agama atau spiritualitas sebagai alat mengatasi dalam kelompok pasien kulit hitam. 13

II.2.4.1.5. Status Sosioekonomi

End stage renal disease menghadapi banyak hambatan untuk tetap terus bekerja setelah memulai dialisis oleh karena jadwal dialisis, kelelahan, gejala-gejala dari gagal ginjal dan persepsi masyarakat bahwa pasien dengan ESRD tidak dapat bekerja hal ini akan berdampak pada status sosial ekonomi yang kurang

baik.23 Pengangguran dan kehilangan pekerjaan telah lama dilaporkan dikaitkan dengan gangguan kesehatan mental. Pengangguran telah terbukti terkait dengan penurunan kesejahteraan psikososial dan kepuasan hidup sehinnga meningkatkan risiko suasana perasaan. Pengangguran dapat berkontribusi terhadap depresi karena dapat menyebabkan kehilangan kontak sosial dan stress terkait dengan kehilangan pendapatan.24

2.2.4.1.6. Lama dialisis

Kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien dengan end stage renal disease biasanya lebih buruk daripada populasi umum. Selain itu, depresi adalah masalah psikologis yang sangat umum pada pasien dengan ESRD. Ini merupakan masalah psikologis yang harus dianggap sama pentingnya dengan masalah fisik karena depresi dilaporkan terkait dengan tingkat morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan ESRD.25

Salah satu periode paling kritis dalam kehidupan pasien end stage renal disease adalah awal dari dialisis Selama periode ini, pasien menjadi tergantung pada teknologi medis, yang dapat memiliki konsekuensi patofisiologis dan psikologis yang kritis. Penyebab dari perubahan ini adalah multifaktorial dan mungkin termasuk perawatan dialisis itu sendiri, hilangnya fungsi ginjal secara progresif, di samping perbaikan yang tidak memadai dari lingkungan internal oleh modalitas dialisis saat ini, serta penyakit komorbiditas yang sedang berlangsung dan progresif. Persiapan yang memadai dari pasien untuk terapi dialisis termasuk perawatan akses, resep perawatan dialisis yang ditargetkan secara individual dan terarah, perhatian untuk diet dan rehabilitasi fisik, permulaan dialisis yang tepat

waktu dan perawatan yang memadai dari penyakit komorbiditas semua kemungkinan penting dalam meningkatkan hasil selama periode kritis ini.

Disamping itu durasi dialisis yang lama juga dikaitkan dengan kejadian depresi pada ESRD.4,26

II.2.4.1.7. Kualitas tidur

Keluhan tidur sangat umum di antara pasien dengan pasien yang memiliki end stage renal disease terutama yang berisiko mengalami gejala terkait gangguan tidur. Mengantuk, kelelahan, restless legs syndrome, dan sulit tidur adalah salah satu gejala paling umum pada ESRD.13 Pasien dengan HD dianggap sangat rentan terhadap masalah emosional seperti depresi karena stres kronis terkait dengan beban penyakit, pembatasan diet, keterbatasan fungsional, penyakit kronis terkait, efek samping obat, perubahan persepsi diri dan ketakutan akan kematian.

Gangguan tidur di antara pasien dialisis ditemukan terkait dengan durasi terapi dialisis, urem atau kreatinin yang tinggi, nyeri, cacat dan keluhan somatik seperti pruritus dan nyeri tulang. Prevalensi masalah tidur (insomnia, restless legs syndrome (RLS), Periodic limb movement during sleep (PLMS), dan sleep apnea) mungkin berkontribusi terhadap gangguan kualitas hidup pada pasien dengan ESRD.27

II.2.4.1.8. Komorbiditas

End stage renal disease yang diobati dengan hemodialisis, sering dikaitkan dengan beberapa komorbiditas seperti hipertensi, penyakit jantung, masalah muskuloskeletal, dan diabetes mellitus. Jumlah komorbiditas dengan

penyakit kronis menunjukkan hubungan yang sangat signifikat dengan tingkat depresi. Pasien yang menerima terapi HD dengan tingginya jumlah komorbiditas menunjukkan rendahnya tingkat kualitas hidup yang dirasakan, biasanya disertai dengan karakteristik tekanan emosional yang signifikan seperti gejala depresi dan kecemasan.28

II.2.4.2.Faktor Biologi

Berapa penelitian telah mendukung hubungan dua arah antara peradangan dan depresi pada penyakit kronis. Hubungan ini sangat relevan untuk pasien dengan ESRD, dimana tingkat inflamasi tinggi tampaknya memprediksi hasil kesehatan yang buruk seperti mortalitas. 4

II.2.4.3. Faktor Behavioral

Meningkatnya beban perawatan diri terkait CKD dan ESRD, termasuk seringnya kunjungan ke klinik dan rumah sakit, pembatasan diet, peningkatan beban pil, dan pemantauan glukosa, tekanan darah, dan berat badan di rumah, dapat menyebabkan depresi. Ini ditambahkan ke tantangan yang terkait dengan dialisis, seperti bepergian ke klinik dialisis 3 kali seminggu untuk hemodialisis, atau melakukan hemodialisis harian di rumah atau dialisis peritoneal. 4

Gangguan fungsional dan gejala fisik yang disebabkan oleh penyakit kronis, juga dapat berkontribusi pada perkembangan depresi. Untuk pasien dengan ESRD, kondisi komorbiditas seperti demensia, stroke sebelumnya, atau gagal jantung dapat membatasi aktivitas sehari-hari. Untuk pasien dengan ESRD, orthostasis, sakit kepala, dan kelelahan setelah hemodialisis dapat mencegah

pasien dari melakukan tugas rutin. Seperti dijelaskan di atas, gejala fisik yang berhubungan dengan uremia, perawatan dialisis, dan / atau obat-obatan (misalnya, gangguan pencernaan dari pengikat fosfat) sering dialami oleh pasien-pasien ini, dan telah dikaitkan dengan depresi . 4

II.3. Alat Ukur

II.3.1.Hospital Anxiety Depresion Rating Scale

Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dikembangkan pertama kali oleh Zigmond dan Snaith pada tahun 1983 untuk mengidentifikasi gangguan ansietas dan depresi di antara pasien di rumah sakit non psikiatri. HADS terbagi menjadi Hospital Anxiety and Depression Scale – Anxiety (HADS-A) untuk subskala ansietas dan Hospital Anxiety and Depression Scale – Depression (HADS-D) untuk subskala depresi. Baik HADS-A maupun HADS-D memiliki sensitifitas dan spesifisitas sebesar 0,80.29Hospital Anxiety and Depression Scale dirancang untuk menyediakan alat ukur yang sederhana dan dapat dipercaya dalam praktek medis.30

Hospital Anxiety and Depression Scale terdiri dari 14 pernyataan yang dibagi menjadi 2 subskala, yaitu untuk menilai kecemasan (7 pernyataan) dan depresi (7 pernyataan), yang mana penderita menggolongkan masing-masing pernyataan dalam 4 skala nilai, dari nilai 0 (tidak sama sekali) sampai nilai 3 (sangat sering). Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan adanya permasalahan.

Jawaban subjek dijumlahkan secara terpisah, yaitu penilaian untuk kecemasan dan penilaian untuk depresi, dengan jumlah minimum dan maksimum adalah 0 dan 21 untuk masing-masing skala. Titik potong yang direkomendasikan adalah : lebih

dari atau sama dengan 16 menyatakan kasus berat, titik potong 11-15 merupakan kasus sedang, titik potong 8-10 merupakan kasus ringan, dan kurang dari 8 bukan merupakan suatu kasus kecemasan atau depresi. Validitas dan reliabilitas HADS sudah dilaporkan beberapa penelitian. Di Indonesia, telah dilakukan uji reliabilitas oleh Widyadharma dkk pada tahun 2015. Hasil interrater agreement untuk HADS-A adalah 0,706. Hasil interrater agreement untuk HADS-D adalah 0,681.

Dimana nilai 0,61-0,80 berarti reliabilitasnya adalah baik.31

II.3.2. Pittsburgh Sleep Quality index

Pittsburgh Sleep Quality index mengevaluasi tujuh komponen kualitas tidur, termasuk kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat untuk tidur, dan disfungsi siang hari karena kurang tidur. Pittsburgh Sleep Quality index memiliki sensitifitas 89,6%, dan spesifisitas 86,5%. Setiap skor komponen dihitung dan dikodekan dari 0 hingga 3, di mana 0 menunjukkan "tidak ada kesulitan," dan 3, "kesulitan parah." Skor global berkisar dari 0 hingga 21, di mana skor ≤5 menunjukkan kualitas tidur yang baik dan skor> 5 menunjukkan kualitas tidur yang buruk.32

Pittsburgh Sleep Quality index telah dilakukan uji validasi dan reabilitas versi bahasa Indonesia pada penderita penyakit ginjal kronis oleh Ikbal ZI pada tahun 2015 dengan hasil uji konsistensi internal yang baik (Cronbach’s Alpha = 0,79 pada responden penyakit ginjal kronis dan 0,75 pada pembanding, bila keduanya digabung mendapat Cronbach’s Alpha 0,85). Uji Validitas isi didapatkan nilai 0,89, uji validitas konstruksi didapatkan bukti-bukti instrumen PSQI memiliki validitas konstruksi yang baik. Korelasi Pearson menunjukkan

korelasi yang baik tiap komponen dengan skor global PSQI pada kelompok responden ( r antara 0,50 – 0,80, p <0,001), known group validity didapatkan bermakna dengan p <0,001.33

II.4. Kerangka Teori

II.5. Kerangka Konseptual

Mekanisme Biologi

Masalah Psikososial Penderita

Persepsi dan mekanisme koping

SKOR DEPRESI PADA ORANG DENGAN END STAGE

RENAL DISEASE

Jenis kelamin

Lama pendidikan

Status pernikahan

Status pekerjaan

Pendapatan keluarga

Lama sakit

Skor Kualitas Tidur

Riwayat Depresi Sebelumnya

Jumlah Komorbiditas

SKOR HADS-D

Usia

Suku

II.6. Definisi Operasional

NO Variabel Definisi operasional Alat ukur dan

cara ukur Hasil ukur Skala

sejak dilahirkan. Wawancara Dalam tahun Numerik

3. Jenis kelamin

4. Lama pendidikan Lamanya mengikuti pendidikan

formal. Wawancara Dalam tahun Numerik

5. Status pernikahan

6. Status pekerjaan suatu kegiatan yang dilakukan pasien yang mendapatkan upah.

Wawancara Dalam juta Numerik

8. Lama Dialisis

Lama waktu penyakit yang diderita oleh orang dengan End stage renal disease

- Rekam medis

- Wawancara Dalam tahun Numerik

9. Skor Kualitas tidur Kualitas tidur pasien dengan ESDR dalam satu bulan terakhir

BAB III

METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait