• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Bab 1. Pendahuluan

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat khususnya bagi pelayanan keperawatan mengenai DM tipe II, Pengertian, Penyebab, Perawatan dan Komplikasi, agar dapat memberikan informasi pada pasien Diabetes Mellitus.

1.5.2. Bagi Ilmu Pengetahuan Keperawatan

Memberikan pengetahuan mengenai Diabetes Mellitus, pengertian, penyebab, komplikasi dan perawatan pada semua petugas kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan mengenai DM tipe II.

1.5.3. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan dan wawasan serta pengalaman berharga bagi penulis untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah sehingga dapat bermanfaat untuk melakukan asuhan keperawatan

pada pasien-pasien Diabetes Mellitus, baik di rumah sakit maupun di masyarakat, serta dapat memberikan gambaran pada peneliti-peneliti selanjutnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengetahuan

2.1.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007).

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmdjo (2007) Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni: Tahu (Know),Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

1. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginter prestasikan materi tersebut secarabenar.

2. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

3. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

4. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan.

5. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Menurut allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide atau konsep terhadap suatu objek

b. Kehidupan emosional atau eveluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

b) Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah bearti orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.1.4. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, yaitu fasilitas. Faktor fasilitas juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

2.2. Diabetes Mellitus

2.2.1. Defenisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM atau tidak.

(Hasdianah H.R 2012)

Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit sebagai akibat dari kelainan metabolisme yang disebabkan karena ketidakmampuan pangkreas menghasilkan insulin, sehingga waktu kerja insulinmenjadi terhambat dan mengakibatkan kadar gula darah meningkat(Juwiningtyas, 2014).

2.2.2. Penyebab Diabetes Mellitus

Penyebab DM adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh yang mencukupi maka tidak dapat bekerja secara normal atau terjadinya gangguan fungsi insulin. Insulin berperan utama dalam mengatur kadar glukosa dalam darah, yaitu 60-120 mg/dl waktu puasa dan dibawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan (orang normal) (Tjokroprawiro, 2006). Kekurangan Insulin disebabkan karena terjadinya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar penkreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai berikut :

a. Genetik atau Faktor Keturunan

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.

Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM.

Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya (Maulana, 2008).

b. Asupan Makanan

Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan asupan makanan, baik sebagai factor penyebab maupun pengobatan. Asupan makanan yang berlebihan merupakan factor risiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. Salah satu asupan makanan tersebut yaitu asupan karbohidrat.

Semakin berlebihan asupan makanan semakin besar kemungkinan terjangkitnya DM (Maulana, 2008).

c. Obesitas

Retensi insulin paling sering dihubungkan dengan kegemukan atauobesitas.

Pada kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga ikut gemuk dan selseperti ini akan menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagaiadipositokin yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan pada waktu tidakgemuk. Zat-zat itulah yang menyebabkan resistensi terhadap insulin (Hartini,2009).

2.2.3. Faktor Resiko

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American DiabetesAssociation (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputiriwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur

≥45 tahun, etnik, riwayatmelahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang dapatdiubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi

glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan

merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein.

1. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.

2. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.

Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.

4. Dislipedimia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.

5. Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah

> 45 tahun.

6. Riwayat persalinan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >

4000gram

7. Faktor Genetik

DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakitini.

8. Alkohol dan Rokok

Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml.

Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh.

2.2.4. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah : 1. Keluhan Klasik

a. Penurunan berat badan dan lemah

Penurunan BB disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.

a. Banyak kencing, karena disebabkan kadar glukosa yang tinggi.

b. Banyak minum, rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing.

c. Banyak makan, kalori dari makanan yang dimakan akan dimetabolis menjadi glukosa dalam darah tetapi tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, dan penderita selalu merasa lapar

2. Keluhan Lain

a. Gangguan saraf tepi / kesemutan

Gangguan saraf tepi yaitu kondisi ketika saraf yang terjadi di luar otak dan saraf tulang belakang. Kata lain, neuropati perifer atau gangguan saraf tepi mempengaruhi saraf-saraf anggota gerak seperti jari – jari kaki, kaki, tungkai, jari tangan, tangan, dan lengan.

b. Gangguan penglihatan

Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kaca mata berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

c. Gatal / bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Keluhan yang sering lama timbul dan luka yang lama sembuhnya

d. Keputihan

Pada wanita keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering di temukan dan sering menjadi satu-satunya gejala yang dirasakan.

2.2.5. Klasifikasi diabetes mellitus

a. Diabetes mellitus tipe 1 (insulin dependent)

Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan dari kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.

Diabtes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun.

Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel σ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukosa, sedangkan sel-sel σ memproduksi hormon somastatin. Namun demikian serangan autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β.

Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langershans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defenisi sekresi insulin. Defenisi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defesiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurun sekresi glukagon. Tapi hal ini tidak terjadi pada penderita DM tipe 1, sekresi glokagon akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapatkan terapi insulin.

b. Diabetes mellitus tipe 2 (insulin requirement)

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut resietensi insulin.

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun sebagaimana terjadinya pada DM tipe 1. Dengan demikian fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.

Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan faktor resiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel α terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatkan hiperlikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki (ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

c. Diabetes Mellitus gestasional

Diabetes mellitus gestasional adalah keadaan diabetes yang timbul selama masa hamil, dan biasanya berlangsung hanya sementara. Keadaan ini terjadi

karena pembentukan hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin (Tandra, 2008)

2.2.6. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (resiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan resiko amputasi.

Komplikasi pada Diabetes Mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu : a. Komplikasi Metabolik Akut

Terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.

b. Hiperglikemia

Hiperglikemi yaitu kadar gula darah lebih dari 250 mg % dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma. Komplikasi akut ini masih merupakan masalah utama, karena angka kematiannya cukup tinggi.

c. Komplikasi Kronik

Terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu : makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu sama lain saling pisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan.

Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut : a) Mikrovaskuler :

1. Ginjal

2. Mata

b) Makrovaskuler :

1. Penyakit jantung koroner 2. Pembuluh darah kaki 3. Pembuluh darah otak

c) Neuropati : mikro dan makrovaskuler d. Hipoglikemi

Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut Diabetes Mellitus (DM). Hipoglikemia adalah menurunnya kadar gula dalam darah. Hipoglikemia murni adalah menurunnya kadar gula dalam darah <60 mg/dlReaksi hipoglikemia adalah glukosa darah turun mendadak, meskipun glukosa darah masih >100 mg/dl. Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Koma hipoglikemia adalah koma atau penurunan kesadaran karena glukosa darah <30 mg/dl. Hipoglikemia reaktif adalah gejala hipoglikemia yang terjadi 3-5 jam sesudah makan. Setiap terjadi penurunan kesadaran pada penderita DM kemungkinan mengalami hipoglikemia.

Hipoglikemia pada pasien DM biasanya disebabkan oleh pemakaian obat anti diabetes (OAD) oral terutama golongan sulfonylurea dan insulin. Kelebihan pemakaian dosis obat ketidak teraturan penderita dalam hal mengkonsumsi makanan sehabis memakai obat, faktor usia lanjut dan adanya penyakit gagal ginjal kronik bisa merupakan faktor resiko terjadinya hipoglikemia.

e. Gejala hipoglikemia

Berdebar-debar, banyak berkeringat (biasanya keringat dingin), gemetar, terasa lapar. Penderita merasa pusing, gelisah, kesadaran menurun hingga koma.

2.2.7. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.

Tabel 2.1. Kriteria penegakan diagnosis diabetes mellitus Glukosa plasma

Puasa

Glukosa Plasma 2 jam setelah makan

Normal <100 mg/dl <140 mg/dl Diabetes ≥126 mg/dl ≥200 mg/dl

Faktor Pencetus

Beberapa faktor yang dapat menyuburkan dan sering merupakan faktor pencetus diabetes mellitus ialah : a) Kurang gerak/malas, b) Makanan berlebihan, c) Kehamilan, d) Kekurangan produksi hormon insulin, e) Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin.

2.2.8.

Penatalaksanaan 1. Medis

Menurut Soegondo (2005), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan : 1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan : 1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antisepticringan. Misalnya rivanol dan

larutan kalium permanganate 1 : 500 mg danpenutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang lukaamputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utamapenatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkanaktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangkapanjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Adabeberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e.

Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga

akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

2.3. Umur

2.3.1. Pengertian Umur

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Oleh yang demikian, umur itu diukur dari tarikh ianya lahir sehingga tarikh semasa(masa kini).

2.3.2. Jenis Umur

Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):

1. Masa balita = 0 – 5 tahun, 2. Masa kanak-kanak = 5 – 11 tahun.

3. Masa remaja Awal =12 – 1 6 tahun.

4. Masa remaja Akhir =17 – 25 tahun.

5. Masa dewasa Awal =26- 35 tahun.

6. Masa dewasa Akhir =36- 45 tahun.

7. Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun.

8. Masa Lansia Akhir = 56 – 65 tahun.

9. Masa Manula = 65 – sampai atas

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas.

Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia

Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia

Dokumen terkait