• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Manfaat Teoretis

Dalam penelitian ini peneliti berusaha menerapkan pendekatan pragmatik untuk menganalisis sebuah terjemahan, dalam hal ini terjemahan ujaran yang mengandung implikatur. Peneliti juga mencoba menjelaskan teknik-teknik yang diterapkan oleh penerjemah dan pengaruhnya pada pergeseran daya pragmatis dan tingkat keakuratan serta keberterimaan terjemahan.

Penelitian ini diharapkan akan memberi gambaran bagaimana pendekatan pragmatik bisa dipakai dalam mengkaji terjemahan. Pemanfaatan maksim-maksim, baik maksim-maksim prinsip kooperatif maupun prinsip kesantunan untuk menelaah makna tersembunyi sebuah ujaran, akan sangat bermanfaat untuk menilai kualitas penerjemahan, terutama terjemahan untuk teks yang berupa karya fiksi, misalnya novel atau cerita pendek.

2. Manfaat Praktis

Penerjemah membutuhkan banyak kompetensi, termasuk dalam hal ini kompetensi linguistik. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan para penerjemah untuk bisa memanfaatkan pragmatik agar hasil terjemahannya lebih akurat. Pragmatik meninjau makna tidak saja pada tataran leksikal mauupun gramatikal, pragmatik meninjau makna setelah kalimat/ujaran dikaitkan dengan konteks, bauk konteks situasi maupun konteks kultural. Oleh karena itu, seorang penerjemah dituntut untuk memiliki pengetahuan pragmatik yang cukup untuk bisa menyampaikan makna pada tataran yang lebih dalam. Dengan kata lain pemahaman pragmatik akan

commit to user

membuat seorang penerjemah mampu melihat makna yang tersembunyi dari sebuah kalimat/ujaran, makna yang tidak diucapkan tapi dikomunikasikan.

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

B. Kajian Teori

Penelitian ini membahas bagaimana ujaran yang mengandung implikatur diterjemahkan, teknik-teknik apa yang diterapkan penerjemah serta bagaimana pengaruhnya pada pergeseran daya pragmatis ujaran teks bahasa sumber serta tingkat keakuratan dan keberterimaan. Oleh karena itu pada bab II ini akan dibahas aspek-aspek teoretis yang akan mendukung analisis pada penelitian ini. Teori-teori yang akan dibahas meliputi teori-teori penerjemahan, antara lain; (1) pengertian perjemahan; (2) proses penerjemahan; (3) teknik penerjemahan, serta teori-teori pragmatik yang meliputi (1) pragmatik, dan (2) cakupan pragmatik, penerjemahan dan pragmatik, implikatur dan penerjemahan serta penerjemahan dan budaya.

1. Penerjemahan

a. Pengertian Penerjemahan

Meskipun secara garis besar mirip, setiap pakar penerjemahan mempunyai definisinya sendiri tentang penerjemahan. Pada bagian ini akan dibahas pengertian penerjemahan dari berbagai pakar serta persamaan dan perbedaan di antara mereka.

commit to user

Larson mengatakan bahwa penerjemahan pada dasarnya adalah perubahan bentuk (Larson, 1984:2). Larson sangat menekankan perbedaan antara bentuk dan makna dalam proses penerjemahan. Bentuk bahasa yang terealisasikan melalui kata, frasa, klausa dan kalimat adalah struktur permukaan (surface structure) sementara makna atau pesan adalah struktur dalam (deep structure). Proses penerjemahan pada dasarnya adalah perubahan bentuk bahasa sumber ke bentuk bahasa sasaran. Dalam proses penerjemahan yang terjadi adalah transfer makna. Maknalah yang tetap konstan sedang bentuk berubah karena tiap bahasa punya cara yang berbeda dalam mengemas makna. Jadi jelaslah kiranya bahwa kesamaan bentuk dan makna yang sepenuhnya sejajar sulit dijumpai dalam penerjemahan. (Machali, 2000:144)

Baker dengan teori kesepadanannya menyatakan bahwa tidak ada korespondensi satu-satu antara kata dan makna antar dua bahasa (Baker, 1992:11). Ini mengandung konsekuensi bahwa kesepadanan tidak selalu bisa tercapai secara linear. Apa yang disampaikan dalam suatu bahasa dengan kata mungkin perlu disampaikan dalam bentuk frasa atau bahkan klausa dalam bahasa lain. Baker menyusun kesepadanan dari tataran kata sampai tataran teks, Bahkan menurutnya, kesepadanan perlu dicapai pada tataran yang lebih tinggi dari itu, yaitu tataran pragmatik.

Sementara itu Catford menyatakan bahwa penerjemahan adalah penggantian materi teks dari suatu bahasa (bahasa sumber) dengan padanannya dalam bahasa lain (bahasa target) (Catford, 1965:20). Dapat disimpulkan bahwa Catford memahami penerjemahan sebagai proses pencarian padanan teks bahasa

commit to user

sumber untuk ditempatkan sebagai teks bahasa sasaran. Pendapat ini sedikit banyak mirip dengan pandangan Baker.

Dari tiga pakar penerjemahan di atas, tampak ada benang merah yang menghubungkan ketiganya tentang penerjemahan. Ketiga pakar melibatkan dua hal penting yaitu bahasa sumber dan bahasa sasaran yang dihubungkan oleh makna atau pesan.

Dapat pula disimpulkan, dari penjelasan di atas, bahwa penerjemahan bukanlah sekedar mengalihkan bentuk bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Ada sesuatu yang lebih substansial yang mesti dipertahankan, yaitu pesan, makna atau gagasan dari teks bahasa sumber.

Dari sini kita kemudian menyadari langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan penerjemah ketika ia melakukan kegiatan penerjemahan

b. Proses Penerjemahan

Kata terjemahan bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah produk, sementara yang kedua adalah proses atau tindakan menerjemahkan (Munday, 2001:5). Menurut T. Bell (1991) terjemahan/translation merupakan konsep abstrak yang meliputi baik proses penerjemahan maupun hasil dari proses tersebut. Penerjemahan adalah proses rumit yang menuntut ketelitian dan kesungguhan. Tahap-tahap yang harus dilalui, meskipun secara garis besar mirip antara satu pakar dan pakar yang lain, adalah cerminan proses mental dalam diri penerjemah. Karena penerjemahan pada dasarnya adalah mentransfer makna dari teks bahasa sumber ke teks bahasa sasaran, maka minimal ada dua proses yang

commit to user

selalu hadir yaitu proses dekonstruksi teks bahasa sumber dan proses rekonstruksi

teks bahasa sasaran.

Penerjemahan bisa diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa kalimat atau

bahkan teks secara keseluruhan (Hatim & Munday

penerjemahan diawali dengan mengidentifikasi leksikon, struktur gramatikal,

situasi komunikasi dan konteks struktural teks bahasa sumber. Tahap selanjutnya

adalah menganalisis untuk mendapatkan makna teks tersebut, baru kemudian

merekonstruksi makna yang sama ini dengan menggunakan leksikon dan struktur

gramatika yang sesuai dengan bentuknya yang berterima dalam bahasa sasaran

(Larson, 1984:2). Proses penerjemahan secara tradisional adalah aktivitas yang

berorientasi tujuan (bahasa sasara

Diagram 1: Proses penerjemahan menurut Larson

selalu hadir yaitu proses dekonstruksi teks bahasa sumber dan proses rekonstruksi

Penerjemahan bisa diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa kalimat atau

bahkan teks secara keseluruhan (Hatim & Munday, 2004:17).

penerjemahan diawali dengan mengidentifikasi leksikon, struktur gramatikal,

situasi komunikasi dan konteks struktural teks bahasa sumber. Tahap selanjutnya

untuk mendapatkan makna teks tersebut, baru kemudian

truksi makna yang sama ini dengan menggunakan leksikon dan struktur

gramatika yang sesuai dengan bentuknya yang berterima dalam bahasa sasaran

Proses penerjemahan secara tradisional adalah aktivitas yang

berorientasi tujuan (bahasa sasaran) dan bersifat praktis (Gorle, 1994: 67)

Diagram 1: Proses penerjemahan menurut Larson (dikutip dari Larson, 1984) selalu hadir yaitu proses dekonstruksi teks bahasa sumber dan proses rekonstruksi

Penerjemahan bisa diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa kalimat atau

, 2004:17). Proses

penerjemahan diawali dengan mengidentifikasi leksikon, struktur gramatikal,

situasi komunikasi dan konteks struktural teks bahasa sumber. Tahap selanjutnya

untuk mendapatkan makna teks tersebut, baru kemudian

truksi makna yang sama ini dengan menggunakan leksikon dan struktur

gramatika yang sesuai dengan bentuknya yang berterima dalam bahasa sasaran

Proses penerjemahan secara tradisional adalah aktivitas yang

commit to user

Dengan kata lain, dalam prosesnya, seorang penerjemah mengubah struktur permukaan (surface structure) sebuah teks yaitu kata, frasa, klausa dan kalimat dalam rangka menyampaikan semirip mungkin struktur dalam (deep structure) teks bahasa sumber, yaitu makna, pesan atau informasi. Artinya, yang berubah dalam penerjemahan adalah struktur permukaan sementara struktur dalam yaitu makna justru dipertahankan semaksimal mungkin. It is meaning which is being transferred and must be constant (Larson, 1984:3).

Yang harus diketahui seorang penerjemah dalam proses rekonstruksi bentuk bahasa sumber ke bentuk bahasa sasaran adalah bahwa setiap bahasa punya cara yang berbeda dalam menyampaikan sebuah pesan yang sama. Perbedaan itu bisa pada tataran leksis maupun tataran gramatika. Untuk menyatakan informasi yang sama, misalnya bahwa si pembicara menderita pusing, seorang pembicara bahasa Inggris akan mengatakan, “I have a dizzy”. Orang Indonesia mungkin akan mengatakan, “Kepala saya pusing”. Sementara orang Jawa mengatakan, “Sirahku mumet”. Artinya apabila kita menerjemahkan kalimat bahasa Inggris di atas dengan terjemahan literal, “Saya mempunyai rasa pusing” atau “aku nduwe rasa mumet” maka penutur bahasa Indonesia dan Jawa akan merasa kalimat itu tidak lazim bahkan mungkin pada kasus-kasus tertentu akan terjadi kesalahpahaman. Pengunaan leksis “mempunyai” untuk menyatakan rasa sakit tentu tidak lazim atau tidak berterima dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa. Pada tataran gramatika, sintaksis, jelas bahasa Inggris menggunakan struktur kalimat verbal sementara bahasa Indonesia dan Jawa memilih menggunakan kalimat nominal. Pilihan ini sama skali bersifat arbriter. Seorang

commit to user

penerjemah tidak bisa selalu terikat oleh bentuk leksikal maupun gramatikal bahasa sumbernya. Bila ia gagal melakukannya maka hasil terjemahan akan terdengar tidak wajar menurut penutur bahasa sasaran.

Sementara, menurut Suryawinata dan Hariyanto (2003) ada dua proses utama dan empat tahap dalam penerjemahan. Yang pertama adalah struktur lahir atau proses eksternal dan yang kedua adalah struktur batin atau proses internal. Di bawah ini digambarkan empat tahap tersebut seperti terlihat pada gambar 3.

Evaluasi dan revisi

Proses eksternal

Analisis/ Restrukturisasi/

Pemahaman penulisan kembali

Proses internal

transfer padanan

Diagram 2: Proses Penerjemahan menurut Suryawinata dan Hariyanto (2003)

1) Tahap analisis. Pada tahap ini, penerjemah berusaha memahami teks bahasa sumber secara cermat. Penerjemah berusaha memahami hubungan antar kata, frasa dan kalimat teks bahasa sumber. Pada tataran gramatika, penerjemah berusaha mencari tahu bagaimana bahasa sumber menggunakan gramatika

Teks asli dalam BSu

Teks terjemahan dalam BSa

Konsep, makna, pesan dari teks

BSu

Konsep, makna, pesan dalam

commit to user

untuk merealisasikan pesan. Ini adalah tahap di mana penerjemah bergelut dengan struktur permukaan teks bahasa sumber.

2) Tahap transfer. Setelah memahami struktur permukaan teks bahasa sumber, penerjemah melalui kompetensi linguistik bahasa sumber, berusaha mencerna kata, frasa, klausa dan kalimat untuk memahami makna atau struktur dalam di balik struktur permukaan teks tersebut. Penerjemah tidak hanya berusaha memahami makna pada tataran kata atau frasa saja, dia juga berusaha memahami makna pada tataran tekstual bahkan pada kasus-kasus tertentu pada tataran pragmatik. Proses ini berlangsung di dalam pikiran penerjemah sehingga proses ini termasuk dalam proses internal.

3) Tahap restrukturisasi. Setelah penerjemah memahami struktur dalam, makna atau pesan teks bahasa sumber ini, dia berusaha mencari bentuk kata, frasa, klausa atau kalimat bahasa sasaran yang memiliki pesan atau makna semirip mungkin dengan bentuknya dalam bahasa sumber. Dengan kata lain, penerjemah berusaha mencari padanan bentuk bahasa sumber sehingga menjadi bentuk bahasa sasaran yang akurat dalam hal menyampaikan makna, mudah dipahami oleh pembaca bahasa sasaran dan terdengar natural di telinga pendengar atau pembaca bahasa sasaran.

4) Tahap evaluasi dan revisi. Setelah penerjemah berhasil melakukan restrukturisasi teks bahasa sasaran, dia harus membandingkan kembali antara teks bahasa sasaran dengan teks bahasa sumber. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua pesan yang terdapat pada teks bahasa sumber, baik pesan yang tersurat maupun pesan yang tersirat, tersampaikan ke dalam teks

commit to user

bahasa sasaran secara akurat. Pada tahap ini, penerjemah perlu berhati-hati karena keakuratan tidak saja pada tataran semantik tapi juga tataran prakmatik dan bahkan tataran tekstual. Apabila penerjemah masih menemukan kekurangan, dia perlu melakukan revisi dengan mempertimbangkan keakuratan, keterbacaan dan keberterimaan.

Tentu saja tahap-tahap di atas bukanlah tahapan yang mutlak. Seorang penerjemah yang sangat terlatih dan berpengalaman mungkin tidak memerlukan waktu dan proses yang lama dalam menerjemahkan sebuah teks. Ia mungkin tidak memerlukan tahap evaluasi dan revisi. Tapi setidaknya tahapan di atas adalah sebuah model yang mungkin secara tidak disadari dialami oleh sebagian besar penerjemah.

c. Teknik Penerjemahan

Teknik penerjemahan adalah cara atau prosedur mengalihkan pesan teks dari bahasa sumber ke teks bahasa sasaran yang diberlakukan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Berikut ini sebagian teknik terjemahan yang biasa diterapkan oleh seorang penerjemah yang sebagian diambil dari Molina dan Albir (2002):

1) Penambahan (addition)

Teknik penambahan adalah teknik dengan menambah informasi pada teks bahasa sasaran dimana informasi tersebut tidak ada dalam teks bahasa

commit to user

sumber. Penerapan teknik ini dilakukan apabila penerjemah menganggap bahwa ada informasi yang tidak penting untuk diketahui pembaca bahasa sumber tetapi penting untuk pembaca bahasa sasaran.

Contoh:

BSU BSA

I’m sorry but I’m tired _. Maaf, tetapi saya sangat letih _.

2) Penghapusan (deletion)

Kebalikan dengan teknik penambahan, teknik penghapusan adalah teknik dengan menghilangkan informasi yang ada dalam bahasa sumber sehingga informasi tersebut tidak disampaikan dalam bahasa sasaran. Penerapan teknik ini dilakukan apabila penerjemah menganggap bahwa ada informasi yang tidak penting untuk pembaca bahasa sasaran. Penghapusan ini bisa terjadi pada tataran kata, frasa, klausa atau bahkan kalimat.

Contoh:

BSU BSA

Jesus had but one true message. Yesus punya satu pesan yang sejati.

3) Eksplisitasi (explicitation)

Teknik eksplisitasi adalah teknik untuk memunculkan pesan yang pada teks bahasa sumber tidak bersifat ekplisit. Jadi berbeda dengan teknik penambahan dimana pesan itu memang tidak terdapat pada teks bahasa sumber, pada teknik eksplisitasi pesan itu sebenarnya ada dalam teks bahasa sumber, hanya saja pesan tersebut implicit.

commit to user Contoh:

BSU BSA

He was a famous lawyer. Dulu dia seorang pengacara terkenal

4) Implisitasi (implicitation)

Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik eksplisitasi, Teknik implisitasi diterapkan untuk membuat pesan/informasi yang eksplisit menjadi implisit. Pesan atau informasi yang pada teks bahasa sumber disampaikan secara eksplisit lewat perangkat leksikal menjadi implisit secara gramatikal atau makna/pesan itu memang sudah terkandung dalam kalimat/klausa secara keseluruhan. Tidak ada penghilangan pesan pada teknik ini.

Contoh:

BSU BSA

You two can expect to stay in France

Kalian tidak mungkin berada di Perancis

5) Modulasi (modulation)

Teknik modulasi adalah teknik yang diterapkan dengan memanfaatkan pergeseran semantik (semantic shift) dengan cara mengubah sudut pandang baik pada tataran struktural maupun leksikal. Teknik ini banyak dipakai apabila dengan mempertahankan konstruksi kalimat bahasa sumber mengakibatkan terjemahan menjadi tidak atau kurang berterima. Menurut Molina & Albir (2002): Modulation is to change the point of view, focus or cognitive category in relation to the ST; it can be lexical or structural.

commit to user Contoh:

BSU BSA

This is a charter flight, not a taxi Ini pesawat sewaan, bukan taksi

6) Transposisi (transposition)

Teknik transposisi adalah teknik yang diterapkan dengan cara mengubah unit-unit gramatikal antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran. Dengan kata lain terjadi pergeseran gramatikal pada penerapan teknik ini. Pergeseran gramatikal ini bisa dalam bentuk kategori kelas kata, pluralitas maupun struktur gramatikal yang lain seperti perubahan aktif ke pasif dan sebaliknya.

Contoh:

BSU BSA

A man of faith deserves the highest

Seorang yang percaya berhak mendapatkan yang terbaik

7) Generalisasi (generalization)

Teknik generalisasi menerapkan penggunaan istilah yang lebih general dalam teks bahasa sasaran dari sebuah istilah yang lebih spesifik dalam teks bahasa sumber. Menurut Molina & Albir (2002): Generalization is to use a more general or neutral term. Penerapan teknik ini mungkin dilakukan apabila tidak ada istilah yang lebih spesifik dalam bahasa sasaran.

Contoh:

BSU BSA

I am going back to Paris in the morning.

commit to user

8) Partikularisasi (particularization)

Teknik partikularisasi diterapkan dengan cara menggunakan istilah yang lebih spesifik dalam teks bahasa sasaran untuk menggantikan istilah yang lebih general dalam teks bahasa sumber, kebalikan dari teknik generalisasi. Menurut Molina & Albir (2002). Particularisation is to use a more precise or concrete term.

Contoh:

BSU BSA

Sangreal is my favorite mistress.”

Dan Sangreal adalah kekasih favoritku.”

9) Pinjaman Murni (pure borrowing)

Teknik pinjaman murni adalah sebuah teknik penerjemahan dengan cara mengambil istilah yang ada di teks bahasa sumber untuk kemudian dipakai pada teks bahasa sasaran tanpa ada perubahan baik perubahan ejaan maupun perubahan yang lainnya.

Contoh:

BSU BSA

At the right hand of the Lord. Di sebelah kanan the Lord.

10) Pinjaman Alami (naturalized borrowing)

Kebalikan dengan teknik pinjaman murni, teknik pinjaman alami adalah teknik penerjemahan dengan cara mengadopsi istilah yang ada di teks bahasa sumber untuk kemudian dilakukan beberapa penyesuaian, misalnya

commit to user

penyesuaian ejaan dan sebagainya agar sesuai dengan tata aturan bahasa sasaran.

Contoh:

BSU BSA

Simon, did I win the policemen’s lottery?

Simon, apakah aku memenangkan lotere?

11) Teknik Padanan Lazim (established equivalence)

Teknik padanan lazim adalah teknik penerjemahan dengan mengadopsi istilah yang dipakai secara resmi dari istilah tehnis di bidang tertentu. Teknik padanan lazim adalah teknik dengan menggunakan istilah atau ungkapan yang telah dikenal dan diakui dalam kamus atau bahasa sasaran sebagai padanan dari bahasa sumber (Molina & Albir, 2002) padanan lazim ini sering disebut terjemahan baku. Teknik ini sering dipakai pada penerjemahn bidang keilmuan atau profesi tertentu.

Contoh:

BSU BSA

Bonds are negotiable as cash. Surat berharga bisa dinegosiasikan untuk diuangkan.

12) Teknik Literal (literal)

Teknik literal sering disebut teknik penerjemahan harfiah. Dikatakan teknik penerjemahan harfiah karena teknik ini dilakukan dengan cara mengalihkan makna secara apa adanya dari teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran. Menurut Molina & Albir (2002) literal translation is

commit to user

to translate a word or an expression word for word. Teknik ini biasanya dilakukan terutama pada level kata, frasa atau klausa yang sederhana. Contoh:

BSU BSA

“Go!” She yelled. “Jalan!” Sophie berteriak

13) Teknik kompensasi (compensation)

Teknik kompensasi adalah teknik di mana sebuah pesan disampaikan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pesan atau informasi tersebut tidak memungkinkan berada pada posisi yang sama seperti pada teks bahasa sumber. Menurut Molina & Albir (2002): Compensation is to introduce a ST element of information or stylistic effect in another place in the TT because it cannot be reflected in the same place as in the ST.

Contoh:

BSU BSA

Then I’m sure he will be pleased to receive you in the morning.

Kalau begitu dia dia pasti akan senang menerima Anda besok pagi.

14) Teknik kalke (calque)

Teknik kalke hampir mirip dengan teknik literal. Perbedaannya, teknik ini masih mempertahankan struktur bahasa sumber atau bisa juga struktur yang mengikuti bahasa sumber tetapi masih mempertahankan leksikan bahasa sumber. Teknik kalke merupakan sebuah terjemahan kata atau frasa yang bisa bersifat leksikal maupun structural (Molina & Albir, 2002:510).

commit to user Contoh:

BSU BSA

Secretary general Sekretaris jendral

15) Teknik deskripsi (description)

Teknik deskripsi menggantikan sebuah istilah atau ekspresi dengan deskripsi bentuk atau fungsinya (Molina & Albir, 2002:510). Teknik deskripsi memberi penjelasan atas sebuah istilah atau konsep yang mungkin tidak dimiliki bahasa sasaran.

Contoh:

BSU BSA

Pan cake Semacam kue serabi dengan rasa manis

16) Teknik kreasi diskursif (discursive creation)

Teknik kreasi diskursif memuat terjemahan yang tampak sangat berbeda dengan teks bahasa sumbernya. Teknik ini membuat sebuah kesepadanan temporal yang tidak terduga dan kadang di luar konteks (Molina & Albir, 2002:510).

Contoh:

BSU BSA

Appointment in Samarra Maut Menunggumu di Samarra.

17) Teknik substitusi (substitution)

Teknik substitusi mengubah elemen linguistik dengan elemen paralinguistik (intonasi, gerak tangan) atau sebaliknya (Molina & Albir, 2002:510). Teknik ini misalnya dipakai pada interpreting.

commit to user 18) Teknik variasi (variation)

Teknik variasi mengubah elemen linguistik atau paralinguistik (intonasi, gerak tangan) yang mempengaruhi aspek variasi linguistik: perubahan tone teks, style, dialek sosial atau regional (Molina & Albir, 2002:511).

d. Kualitas Terjemahan

Kualitas terjemahan merupakan salah satu isu terpenting dalam disiplin ilmu penerjemahan. Ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan seorang penerjemah untuk menghasilkan terjemahan yang baik/berkualitas. Beberapa ahli mengajukan proposinya tentang bagaimana terjemahan yang baik. Nida & Taber membuat kriteria tentang bagaimana terjemahan yang baik. Yang pertama, terjemahan harus mengikuti kaidah ketepatan; artinya pembaca dapat memehami teks terjemahan seperti teks aslinya; 2 kemudahan dalam memahami teks terjemahan atau dengan kata lain sebuah teks terjemahan tidak menimbulkan kesulitan tersendiri untuk dipahami; 3 menggunakan kemampuan dan pendapat orang untuk menyempurnakan informasi pada terjemahan (Nida & Taber, 1969:173).

Meskipun begitu pandangan Nida dan Taber ini mempunyai kelemahan yaitu pendekatan itu hanya mengacu pada respon pembaca. Pendekatan ini mengabaikan teks asli sebagai pembanding sehingga penilaian keakuratan menjadi rendah sementara keberterimaan tinggi. Tentu pembaca tidak bisa menilai apakah terjemahan akurat atau tidak, karena mereka tidak punya akses terhadap teks bahasa sumber.

commit to user

Sementara itu, Nababan (2010) mengajukan Accuracy Rating dan Readibility Rating dalam mengukur keakuratan pesan maupun keterbacaan. Secara umum para praktisi penerjemahan menilai kualitas terjemahan meliputi keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan. Keakuratan mengacu pada seberapa jauh pesan teks bahasa sumber tersampaikan ke dalam teks bahasa sasaran. Sementara itu keberterimaan mengacu pada seberapa jauh hasil terjemahan memenuhi kaidah bahasa sasaran, baik kaidah gramatikal maupun

Dokumen terkait