• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pencegahan polusi udara dimana tertuang pada MARPOL Annex VI, yang bertujuan

supaya kesadaran awak kapal terhadap pencemaran lingkungan yang timbul dari sisa pembakaran diatas kapal.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menambah informasi awak kapal mengenai pentingnya dampak pencemaran udara akibat sisa pembakaran di atas kapal yang tercantum sesuai MARPOL Annex VI .

b. Sebagai usulan dan saran untuk penerapan MARPOL Annex VI supaya meningkatkan kesadaran dampak dari pencemaran udara.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA

Tingginya mobilisasi barang dengan menggunakan transportasi laut, berdampak pada tingginya emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan ke atmosfir.

Meski kapal mengeluarkan emisi gas buang di tengah laut, seolah-olah tidak mencemari lingkungan, padahal polutan yang keluar dari cerobong seperti SOx, NOX dan CO2 tetap masuk ke atmosfir dan mencemari lingkungan. Selain memacu percepatan pemanasan global, polutan dari kapal di laut juga bisa menimbulkan hujan asam (acid rain). Ketika kapal mendekati pelabuhan, kapal motor mencemari udara di sekitar pelabuhan. Bahkan selama kapal berada di kawasan pelabuhan, kapal motor tetap menyalakan mesin untuk memenuhi beberapa kebutuhan terutama listrik. Selama mesin beroperasi, berarti selama itu pula kapal mengeluarkan polutan ke udara.

Dalam penelitian seoarang profesor Ryan David Kennedy, PhD, MAES Department of Health, Behavior & Society Johns Hopkins University, Bloomberg School of Public Health berhasil mengemukakan bahwa Sistem pembuangan mesin kapal pesiar mengandung unsur-unsur berbahaya, termasuk logam dan hidrocarbon aromatic polycyclic yang banyak di antaranya memiliki sifat beracun, kemungkinan penyebab kanker bagi yang terpapar.

Kapal tempat Kennedy melakukan pengukuran adalah Carnaval Liberty yang berlayar dari Florida ke Bahama, Carnaval Freedom berlayar dari Texas ke

Karibia, Holland America MS Amsterdam berlayar dari Vancouver ke Los Angeles dan Princess Cruises Emerald Princess berlayar dari Los Angeles ke Meksiko. Holland American dan Princess Cruises adalah anak perusahaan dari Carnival Corp.

Kennedy melakukan pengukuran dengan menggunakan P-TRAK Ultrafine Particle Counter ketika kapal-kapal itu bersandar dan berlayar. Secara konsisten, pembacaan rata-rata tertinggi konsentrasi partikel (PM-Particular Matter) ditemukan di balik cerobong asap di bagian belakang kapal.

Dan menurut Arif Fadillah, Jurusan Teknik Perkapalan, Fak. Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada dengan penelitiannya yang berjudul

“KAJIAN EMISI GAS BUANG DARI KAPAL DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK” menghasilkan bahwa kontribusi emisi gas buang dari kegiatan kapal terhadap pencemaran udara perlu dianalisa secara cermat. Hal ini dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk kebijakan pengendalian pencemaran udara melalui strategi penurunan emisi gas buang di pelabuhan, sehingga dampak yang ditimbulkan oleh emisi gas buang terhadap tidak menurunkan kualitas kesehatan manusia di kapal dan pelabuhan serta ekologi lingkungan pelabuhan dapat terjaga dengan baik. Perhitungan emisi yang dilakukan adalah untuk polutan NOx, CO, CO2, VOC, PM dan SOx.. Hasil kajian memperlihatkan kenaikan emisi gas buang dari kapal yang cukup besar sehingga hal ini dapat mengganggu kesehatan manusia dan ekologi lingkungan pelabuhan.

8

Akibat dari semakin berkembangnya Industri dan semakin bertambah banyaknya populasi kapal sebagai sarana moda transportasi hasil industri maka akan semakin banyak pula bahan bakar fosil yang dipakai sehingga makin tinggi pulalah Polusi yang terjadi. Karena efek dari polusi udara yang ditimbulkan semakin hari semakin bertambah buruk dan semakin membahayakan maka perlu dibuatlah barikade-barikade dalam bentuk produk Regulasi seperti MARPOL Annex VI untuk mengurangi efek dari air polution agar kualitas udara menjadi semakin baik untuk kelangsungan hidup manusia.

Gambar 2.1 Contoh kapal dengan asap tercemar

Sumber: http://joe-pencerahan.blogspot.com/2016/04/annexes.html

B. LANDASAN TEORI

1. Pengertian penerapan

Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain (2010:1487) penerapan adalah hal, cara atau hasil. Adapun menurut Lukman Ali (2007:104), penerapan adalah mempraktekkan atau memasangkan. Penerapan dapat juga diartikan sebagai pelaksanaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan, sedangkan menurut beberapa ahli, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

2. Mencegah / pencegahan

Definisi kata pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti menangkal sesuatu yang akan terjadi, sedangkan menurut Notosoedirdjo dan Latipun, (2005 : 145) pencegahan merupakan salah satu upaya untuk menghindari kerugian,kerusakan yang terjadi pada seseorang atau masyarakat disekitarnya.

Sedangkan menurut (Oktavia, 2013) pencegahan adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak

10

diinginkan. Dengan demikian pencegahan adalah tindakan yang dilakukan sebelum sesuatu terjadi. Hal tersebut dilakukan karena sesuatu tersebut merupakan hal yang dapat merusak ataupun merugikan

3. Polusi udara

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup NO.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,zat, energi atau komponen lain ke dalam air/udara atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik,kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.

a. Sumber polusi udara

Menurut Harssema dalam Mulia (2005), pencemaran udara diawali oleh adanya emisi. Emisi merupakan jumlah polutan atau pencemar yang

dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu. Emisi dapat disebabkan oleh proses alam maupun kegiatan manusia. Emisi akibat proses alam disebut biogenic emissions, contohnya yaitu dekomposisi bahan organic oleh bakteri pengurai yang menghasilkan gas metan (CH4). Emisi yang disebabkan kegiatan manusia disebut anthropogenic emissions. Contoh anthropogenic emissions yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil, pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara, dan sebagainya.

Nugroho (2005) menyebutkan sumber pencemaran udara dengan istilah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terjadi secara alamiah. Sedangkan faktor eksternal merupakan pencemaran udara yang diakibatkan ulah manusia. Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu (Sunu, 2001):

1) Berdasarkan bentuk

a) Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx.

b) Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah-zarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara bersama- sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain.

12

2) Berdasarkan tempat

a) Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara tidak bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan bangunan lainnya.

Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang terjadi di dapur tradisional ketika memasak, dan lain-lain.

b) Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara bebas seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor

b. Komposisi Emisi Gas Buang yang berbahaya 1) Senyawa Hidro Carbon (HC)

Bensin adalah senyawa hidro carbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dengan sempurna dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidro carbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah carbon diokside (CO2) dan water (H20).Walaupun desain ruang bakar mesin kendaraan saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat

"bersembunyi" dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi.

2) Sulfur Okside (SOx)

Udara yang tercemar Sulfur Okside (SOx) menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernafasannya. Hal ini karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran nafas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena.

3) Senyawa Carbon Monokside (CO)

Gas carbon monokside (CO) adalah gas yang relatif tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain. Gas carbon monokside (CO) merupakan gas yang sangat sangat sulit dideteksi karena gas CO tidak memiliki bau, rasa dan bentuk.

4) Senyawa NOx

Senyawa NOx adalah ikatan kimia antara unsur nitrogen dan oksigen. Dalam kondisi normal atmosfir, nitrogen adalah gas inert yang amat stabil yang tidak akan berikatan dengan unsur lain. Tetapi dalam kondisi suhu tinggi dan tekanan tinggi dalam ruang bakar, nitrogen akan memecah ikatannya dan berikatan dengan oksigen.

Senyawa NOx ini sangat tidak stabil dan bila terlepas ke udara bebas, akan berikatan dengan oksigen untuk membentuk NO2. Inilah yang amat berbahaya karena senyawa ini amat beracun dan bila terkena air akan membentuk asam nitrat. Tingginya konsentrasi

14

senyawa NOx disebabkan karena tingginya konsentrasi oksigen ditambah dengan tingginya suhu ruang bakar.

5) Senyawa Carbon Diokside (CO2)

Zat asam arang sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang saling terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi carbon diokside di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Carbon diokside adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau.

4. Pembahasan MARPOL Annex VI

Annex VI of Marpol 73/78 - Regulations for the Prevention of Air Pollution from Ships adalah MARPOL Annex VI, “Peraturan untuk Pencegahan Polusi Udara dari Kapal”, diadopsi pada Konvensi MARPOL 1997. Lampiran ini akan mulai berlaku pada 19 Mei 2005, setelah ratifikasi konvensi oleh Samoa pada 18 Mei 2004, memenuhi persyaratan 15 negara yang mewakili setidaknya 50 persen dari tonase kotor dunia.

MARPOL Annex VI mengatur emisi ke atmosfer dari polutan tertentu dari kapal, termasuk nitrogen okside (NOx), sulfur okside (SOx), senyawa organik volatile (VOC), polychlorinated biphenyls (PCB) dan logam berat, dan klorofluorokarbon (CFC). Zat-zat ini berkontribusi terhadap masalah lingkungan termasuk pengasaman / hujan asam (NOx, SOx), eutrofikasi atau

penipisan oksigen di daratan dan beberapa perairan pesisir (NOx), penciptaan ozon permukaan tanah (VOC dan NOx), penipisan ozon atmosfer (CFC) dan akumulasi PCB dan logam berat dalam rantai makanan yaitu, berbagai masalah lingkungan regional dan global.

Ketika Lampiran VI mulai berlaku, pemilik kapal harus memastikan bahwa semua kapal berkapasitas 400 GT atau lebih, dan semua anjungan dan rig pengeboran yang terlibat dalam pelayaran ke pelabuhan dan perairan tempat konvensi MARPOL berlaku, memiliki Sertifikat Pencegahan Polusi Udara Internasional atau International Air Pollution Prevention Certificate (IAPPC) yang berlaku yang mengonfirmasikan kepatuhan dengan peralatan dan persyaratan operasional Lampiran VI. Sertifikat dikeluarkan atas nama negara bendera. Seperti sertifikat MARPOL lainnya, negara bagian dalam banyak kasus akan mendelegasikan sertifikasi ke masyarakat klasifikasi. Masa tenggang disediakan bagi kapal-kapal yang sedang beroperasi untuk mendapatkan sertifikat yang diperlukan; dalam hal ini survei awal IAPPC harus dilakukan selambat-lambatnya dari jadwal dry-dock setelahnya, meskipun dalam semua kasus dalam waktu tiga tahun sejak tanggal berlakunya.

MARPOL Annex VI, yang pertama kali diadopsi pada tahun 1997, membatasi polutan udara utama yang terkandung dalam gas buang kapal, termasuk sulfur okside (SOx) dan nitro okside (NOx), dan melarang emisi yang disengaja dari bahan perusak ozon (ODS). MARPOL Annex VI juga

16

mengatur pembakaran kapal, dan emisi senyawa organik volatile (VOC) dari kapal tanker.

Setelah diberlakukannya MARPOL Annex VI pada tanggal 19 Mei 2005, Komite Perlindungan Lingkungan Laut atau Marine Environment Protection Committee (MEPC) pada sesi ke - 53 (Juli 2005), sepakat untuk merevisi MARPOL Annex VI dengan tujuan untuk secara signifikan memperkuat batas emisi dengan mempertimbangkan teknologi peningkatan dan pengalaman implementasi. Sebagai hasil dari pemeriksaan tiga tahun, MEPC 58 (Oktober 2008) mengadopsi MARPOL Annex VI yang direvisi dan Kode Teknis NOx 2008 yang terkait, mulai berlaku pada 1 Juli 2010.

Perubahan utama pada MARPOL Annex VI akan melihat pengurangan progresif emisi SOx dari kapal, dengan tutup belerang global pada awalnya berkurang menjadi 3,50% (dari 4,50% saat ini), efektif mulai 1 Januari 2012;

kemudian secara progresif menjadi 0,50%, efektif sejak 1 Januari 2020, tergantung pada tinjauan kelayakan yang harus diselesaikan selambat- lambatnya 2018. Lampiran VI yang direvisi memungkinkan Area Kontrol Emisi atau Emission Control Areas (ECA) ditunjuk untuk SOx dan partikel, atau NOx, atau ketiga jenis emisi dari kapal, tunduk pada proposal dari suatu Pihak atau Pihak pada Lampiran, yang akan dipertimbangkan untuk diadopsi oleh Organisasi, jika didukung oleh kebutuhan yang ditunjukkan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan satu atau ketiga emisi tersebut dari kapal. ECA Amerika Utara baru, untuk SOx, nitrogen okside (NOx) dan

materi partikulat diadopsi oleh IMO pada bulan Maret 2010. Peraturan untuk mengimplementasikan ECA ini diharapkan mulai berlaku pada Agustus 2011, dengan ECA mulai berlaku sejak Agustus 2012. Pengurangan progresif dalam emisi NOx dari mesin laut juga mulai berlaku, dengan kontrol paling ketat pada apa yang disebut mesin "Tier III", yaitu yang dipasang di kapal yang dibangun pada atau setelah 1 Januari 2016, beroperasi di ECA. MARPOL Annex VI Peraturan untuk Pencegahan Polusi Udara dari Kapal, sampai saat ini, telah diratifikasi oleh 59 negara, mewakili sekitar 84,23% dari tonase kotor armada pengiriman pedagang dunia.

Emisi gas rumah kaca dari kapal. Sementara itu, IMO telah menangani pengurangan gas rumah kaca atau Greenhouse Gases (GHGs) dari kapal, sebagai bagian dari kontribusi IMO terhadap upaya dunia untuk membendung perubahan iklim dan pemanasan global dan kemajuan yang baik telah dilakukan pada langkah-langkah teknis dan operasional terkait, dengan pekerjaan lebih lanjut sedang dilakukan pada langkah-langkah berbasis pasar.

Pertimbangan lebih lanjut dari langkah-langkah untuk mengurangi GHGs dari kapal akan berlanjut pada sesi berikutnya dari Komite Perlindungan Lingkungan Laut dari IMO (MEPC 61), yang akan bertemu dari 27 September hingga 1 Oktober 2010.

a. Implementasi MARPOL Annex VI di Indonesia

MARPOL Annex VI mengatur emisi ke atmosfer dari polutan tertentu dari kapal, termasuk nitrogen okside (NOx), sulfur okside (SOx), senyawa

18

organik volatile (VOC), polychlorinated biphenyls (PCB) dan logam berat, dan clorofluoro carbon (CFC). Zat-zat ini berkontribusi terhadap masalah lingkungan termasuk pengasaman / hujan asam (NOx, SOx), eutrofikasi atau penipisan oksigen di daratan dan beberapa perairan pesisir (NOx), penciptaan ozon permukaan tanah (VOC dan NOx), penipisan ozon atmosfer (CFC) dan akumulasi PCB dan logam berat dalam rantai makanan yaitu, berbagai masalah lingkungan regional dan global.

Penerapan Marine Pollution (Marpol) Annex VI. Annex VI merupakan konvensi internasional yang mengatur tentang polusi udara yang disebabkan oleh kegiatan pelayaran. Selama ini, banyak kapal yang dalam gas buangnya masih banyak mengandung gas NOx dan Sox yang dapat merusak udara.

Penerapan Annex VI membutuhkan banyak persiapan, salah satunya dari sisi teknologi. Namun menurutnya, di Indonesia, banyak pemilik kapal yang enggan menambah biaya untuk membeli teknologi tersebut. Karena menurut pemilik kapal hal itu hanyalah salah satu masalah yang akan dihadapi dalam menerapkan Annex VI ini. Saat ini Indonesia memiliki sekitar 14 ribu kapal. Namun sayangnya, tidak semua kapal tersebut dapat beroperasi dengan baik. Banyak kapal yang telah berumur sangat tua namun masih digunakan. Bahkan jumlah kapal baru Indonesia jauh lebih sedikit dari itu.

Kondisi kapal ini sangat berhubungan dengan operasi kapal. Kapal yang telah berumur tua tentunya akan menghasilkan gas emisi berbahaya yang lebih banyak. Di samping itu, kapal-kapal ini juga akan sulit untuk menerapkan Annex VI sebagai kelengkapannya.

Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) meragukan kesungguhan pemerintah dalam mempersiapkan diri menyongsong diberlakukannya kebijakan internasional tentang pembatasan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak melebihi 0,5%.

Menurut INSA, Indonesia telah meratifikasi MARPOL 73/78 Annex VI yang melarang penggunaan bahan bakar dengan kandungan sulfur melebihi 0,5%, baik yang beroperasi di dalam negeri maupun luar negeri, melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 29 tahun 2012 sehingga Indonesia wajib melaksanakannya. Konvensi MARPOL (termasuk Annex VI) berlaku untuk semua kapal tanpa ada batasan ukuran.

Pembatasan ukuran berlaku untuk perberlakuan kewajiban melakukan sertifikasi (diatas 400 GT). Khusus untuk MARPOL Annex VI, Pasal 14, karena tidak secara spesifik disebutkan, pembatasan kadar sulfur bahan bakar berlaku untuk semua jenis kapal.

Menurut INSA juga mengingatkan bahwa poin 5 Surat Edaran No.

UM. 003/93/14/DJPL-18 yang membolehkan kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia untuk menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur melebihi 0.5% setelah 1 Januari 2020

20

lebih tepatnya berlaku untuk kapal non- konvensi, sedangkan kapal yang beroperasi di Indonesia mayoritas tidak termasuk ke dalam kategori kapal non-konvensi. Menurut INSA, terhadap kapal non - konvensi yang hanya beroperasi di dalam negeri, Pemerintah berhak menyatakan dikecualikan dari ketentuan wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak melebihi 0,5% dengan catatan Pemerintah mengajukannya kepada IMO. Tanpa persetujuan dari IMO, maka pengecualian tersebut tidak dapat berlaku.

Bagaiamana pelaksanaan penerapan MARPOL Annex VI di atas

Pelaksanaan penerapan MARPOL Annex VI di atas kapal guna mencegah pencemaran udara

Analisis penerapan MARPOL Annex VI di atas kapal MV. MERATUS MANADO guna mencegah polusi udara

Kesimpulan

SELESAI C. KERANGKA PENELITIAN

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menuangkan pokok – pokok pikiran ke dalam sebuah kerangka berpikir yang dirangkai pada suatu skema alur pembahasan sebagai berikut :

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Penelitian adalah pemeriksaan yang teliti atau penyelidikan, serta kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum”.

Penelitian merupakan suatu proses dari suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis, guna mendapatkan pemecahan masalah atau jawaban terhadap pernyataan-pernyataan tertentu. Dalam penyusunan proposal ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif.

Menurut Dr. Ibrahim, M.A dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif”, pendekatan kualitatif adalah cara kerja penelitian yang menekankan pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas dari hasil suatu penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif (qualitative approach) adalah suatu mekanisme kerja penelitian yang mengandalkan uraian deskriptif kata, atau kalimat, yang disusun secara cermat dan sistematis mulai dari menghimpun data hingga menafsirkan dan melaporkan hasil penelitian.

Pada umumnya penelitian merupakan refleksi keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan yang merupakan kebutuhan

dasar manusia sehingga menjadi motivasi untuk melakukan penelitian. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif.

Menurut Dr. Ibrahim, M.A dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif”, metode deskriptif adalah cara kerja penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan, melukiskan, atau memaparkan keadaan suatu objek (realitas atau fenomena) secara apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat penelitian itu dilakukan.

B. LOKASI PENELITIAN

Waktu dan tempat yang digunakan penulis untuk melaksanakan penelitiannya yakni di salah satu kapal niaga yaitu di kapal tipe kontainer MV.

MERATUS MANADO dimana penulis nanti akan melaksanakan praktek laut (PRALA) selama satu tahun dari periode November 2019 sampai November 2020.

C. JENIS DAN SUMBER DATA

Menurut Dr. Ibrahim, M.A dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif”, data adalah segala bentuk informasi, fakta dan realita yang terkait atau relevan dengan apa yang dikaji atau diteliti. Data dalam konteks ini bisa berupa kata-kata, lambang, simbol ataupun situasi dan kondisi riel yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Sedangkan sumber data dalam penelitian adalah orang, benda, objek yang dapat memberikan informasi,

24

fakta, data, dan realitas yang terkait atau relevan dengan apa yang dikaji atau diteliti.

Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penyusunan proposal ini adalah data yang merupakan informasi yang diperoleh penulis melalui pengamatan langsung dan wawancara. Dari sumber-sumber ini diperoleh data sebagai berikut .

1. Data Primer

Data primer adalah segala informasi, fakta, dan realitas yang terkait atau relevan dengan penelitian yang didapatkan di lapangan, dimana kaitan atau relevansinya sangat jelas, bahkan secara langsung. Disebut sebagai data utama (primer), karena data tersebut menjadi penentu utama berhasil atau tidaknya sebuah penelitian. Artinya, hanya dengan didapatkannya data tersebut sebuah penelitian dapat dikatakan berhasil dikerjakan. Dari data itulah pertanyaan utama penelitian dapat dijawab. Dan dari data itu pula, penelitian tersebut dapat dikembangkan menjadi lebih detil, mendalam dan rinci. Data yang memiliki karakteristik seperti inilah yang disebut dengan data utama (primer). (Dr. Ibrahim, M.A,2015).

Dari penelitian yang saya buat, data primer yang saya ambil yaitu

Dari penelitian yang saya buat, data primer yang saya ambil yaitu

Dokumen terkait