• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. pengaruh pembelajaran menggunakan metode TGT dengan permainan TTS dan Roda Impian terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Hidrokarbon. 2. pengaruh kemampuan awal siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar

kimia pada materi pokok Hidrokarbon.

3. pengaruh motivasi belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok Hidrokarbon.

4. interaksi antara pembelajaran menggunakan metode TGT dengan permainan TTS dan Roda Impian dengan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok Hidrokarbon.

5. interaksi antara pembelajaran menggunakan metode TGT dengan permainan TTS dan Roda Impian dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok Hidrokarbon.

6. interaksi antara kemampuan awal siswa dengan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok Hidrokarbon.

commit to user

7. interaksi antara pembelajaran menggunakan metode TGT dengan kemampuan awal siswa dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi pokok Hidrokarbon.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk menberikan : 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai masukan guna memperluas wawasan bagi guru dalam memilih model pembelajaran.

b. Sebagai bahan rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kimia.

c. Menambah khasanah karya ilmiah dalam mata pelajaran kimia. 2. Manfaat Praktis

a. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi sekolah dalam rangka perbaikan dan peningkatan proses belajar mengajar. b. Masukan kepada guru maupun tenaga kependidikan lainnya agar lebih mencermati dalam menentukan metode pembelajaran sehingga mencapai tujuan dengan baik. Sebagai contoh dalam penerapan model pembelajaran kooperatif metode TGT-TTS dan TGT-RI.

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran kimia

Menurut Poerwadarminta (1984: 22) istilah “pembelajaran” sama dengan “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti : cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan. Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan. (Slameto, 2003:32) direncanakan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Menurut Murshell, pembelajaran digambarkan sebagai “mengorganisasikan belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau bermakna bagi siswa. (Slameto, 2003:32). pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar (Sardiman A.M., 1994:46-47).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat siswa belajar yaitu dengan bertambahnya pengetahuan atau perubahan tingkah laku pada dirinya dan suatu usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa.

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Belajar

commit to user

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan dan perilaku individu. Menurut Mohammad Joko Susilo (2007 : 165), “ belajar yaitu keaktifan siswa dan motivasi siswa untuk mengembangkan kompetensi, tata nilai, sikap, dan kemandirian”. Dalam belajar siswa diharapkan mengalami perubahan tingkah laku dari aktivitas yang dialami siswa pada proses pembelajaran sehingga dalam diri siswa timbul motivasi yang dapat mengembnagkan pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir. ”Aktivitas belajar sangat berkaitan dengan fungsi otak. Perkembangan dan cara kerja fungsi otak dipengaruhi oleh hasil interaksi dengan objek belajar atau lingkungan” ( Muhibbin Syah, 2005: 89). Dalam hal ini seorang siswa dapat belajar bagaimana caranya belajar dari pengalaman belajar yang dialami. Pengalaman belajar adalah interaksi antara subjek belajar dengan objek belajar, misalnya siswa mengerjakan tugas, melakukan pemecahan masalah, mengamati suatu gejala, percobaan dan lain-lain.

b. Teori – teori Belajar

Banyak teori belajar yang telah disusun oleh para ahli namun tidak dapat dikatakan bahwa hanya satu teori yang paling tepat. Setiap teori mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing sehingga dalam pelaksanaannya perlu menggabungkan beberapa teori agar saling melengkapi. Beberapa teori yang dapat kita jadikan acuan pada penelitian ini antara lain:

1). Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut Von Glaserfelt dalam Paul Suparno (1997 : 18),” Kontruktivis adalah konstruksi kita sendiri”. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan (Asri Budiningsih, 2005: 58).

commit to user

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dalam diri mereka sendiri. Pengetahuan dibangun dalam pikiran (dikonstruksi) dari hasil interpretasi atau suatu gejala, sehingga pengetahuan sangatlah dipengaruhi oleh pola pikir siswa itu sendiri. Siswa harus dibiasakan untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami, mereka harus bekerja keras untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.

Paul Suparno (1997 : 28),” belajar merupakan proses mengkonstruksi (membangun) pengetahuan melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungan sehingga diperlukan keaktifan dari masing – masing siswa”. Belajar merupakan pembentukan pengetahuan yang dilakukan oleh sipembelajar, siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal- hal yang dipelajari. Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu, sehingga kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkontruksi pengetahuan yang baru.

Von Galserfeld dalam Paul, S. (1997: 60), berpendapat bahwa ada beberapa kemmapuan yang diperlukan dalam proses mengkontruksi pengetahuan yaitu : ” a). Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengetahuan; b). Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan; c). Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari pada yang lain”.

commit to user

sendiri otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan, tantangan berpikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran.

Para ahli konstruktivis menyatakan bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan saat pengalaman baru diberi makna oleh pengetahuan terdahulu. Persepsi yang dimiliki oleh siswa mempengaruhi pembentukan persepsi baru. Siswa menginterpretasi pengalaman baru dan memperoleh pengetahuan baru berdasar realitas yang telah terbentuk di dalam pikiran siswa.

Menurut Mordechai Gordon dalam jurnalnya yang berjudul “Between

Constructivism and Connectedness ”(2008: 325):

“ Thus, constructivist teacher education programs typically agree on the following four principles formulated: a). Constructivist learning is about constructing knowledge, not receiving it.; b). Constructivist learning is about understanding and applying, not recall.; c). Constructivist learning is about thinking and analyzing, not accumulating and memorizing; d). Constructivist learning is about being active, not passive.

Berdasarkan pengertian diatas, program pendidikan guru menyetujui tipe pembelajaran konstrutivisme yang terdiri dari empat prinsip antara lain : a). Pembelajaran kontruktivis merupakan pembelajaran yang bersifat membangun pengetahuan dan bukan menerima pengetahuan, b). pembelajaran kontruktivis berupa pengertian dan penerapan konsep bukan penarikan kesimpulan, c). Pembelajaran kontruktivis merupakan membelajaran untuk berpikir dan menganalisis bukan untuk mengumpulkan dan menghafalkan pengetahuan, d).

commit to user

Pembelajaran kontrunstivis merupakan pembelajaran yang bersifat aktif bukan pembelajaran yang bersifat pasif.

Pembelajaran kontruktivis merupakan pembelajaran yang membangun atau membentuk pengetahuan itu dari dalam diri siswa berdasarkan pengalaman yang dialami. Dengan pengalaman yang dimiliki maka penerapan konsep untuk membetuk pengetahuan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari. Selain itu dalam pembelajaran kontruktivisme merupakan pembelajaran untuk berpikir dan menganalisis pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman (pelajaran kimia khususnya materi Hidrokarbon) dari pembelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkrit sehingga siswa benar – benar mengerti dan paham materi Hidrokarbon dan siswa tidak menghafal konsep materi Hidrokarbon dalam belajar. pembelajaran konstruktivisme siswa dituntut aktif dalam belajar sehingga dengan keaktifan itu siswa lebih cepat dalam memperoleh pengetahuan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa implikasi dari teori belajar konstruktivistik ini adalah aktivitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri, sehingga siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, aktif, mandiri, kritis, kreatif dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.

2). Teori Belajar Kognitif

Menurut Asri Budiningsih ( 2005 :51), ” belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat dialami dan diukur”. Berdasarkan uraian diatas setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru

commit to user

beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur – unsur kognisi terutama pikiran untuk mengenal dan memahami stimulus dari luar. Hal ini berarti aktivitas belajar ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi. Prinsip – prinsip teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut : a). siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap – tahap tertentu; b). anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda – benda konkrit; c). keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar sangat penting karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik; d). untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman dan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si pembelajar; e). pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke komplek; f). belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar meghafal; g). adanya perbedaan individu pada diri siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan siswa. Teori yang termasuk dalam teori kognitif antara lain :

a). Teori perkembangan Piaget

Piaget adalah ahli psikologi ynag pertama menggunakan filsafat konstruktivis dalam proses belajar. Piaget menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual yaitu berpikir konkrit ke abstrak. Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik,

commit to user

yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umurnya maka kemampuan seseorang akan semakin meningkat. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula kualitatifnya. Piaget membagi tahap – tahap perkembangan kognitif menjadi empat yaitu : (1). Tahap sensorimotor ( umur 0-2 tahun) yaitu pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana; (2). Tahap Preoperasional ( umur 2- 7/8 tahun) yaitu anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya walaupun masih sangat sederhana; (3). Tahap Oerasional konkret ( umur 7/8-12/12 tahun) yaitu ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan aturan – aturan yang jelas dan logis dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir tetapi hanya dengan benda – benda yang bersifat konkret dan masih memiliki masalah mengenai cara berpikir abstrak; (4). Tahap opersional fornal ( umur 11/12-18 tahun) yaitu pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir ” kemungkinan”.

Skema merupakan suatu struktur mental atau kognitif yang dengan seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Menurut piaget, adaptasi adalah proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengan seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru kedalam skema yang telah

commit to user

terbentuk secara tidak langsung. Selanjunya dalam proses perkembangan kognitif seseorang diperlukan keseimbangan antara antara asimilasi dan akomodasi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa materi yang diajarkan harus sesuai tingkat perkembangan kognitif siswa yang tergolong pada tingkat operasional konkrit sehingga konsep diwujudkan dalam bentuk konkrit.

b) Teori Vygotsky

Teori perkembangan kognitif yang dinyatakan oleh Vygotsky mengembangkan pemahaman pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran di mana pebelajar tinggal yakni interaksi sosial melalui dialog dan komunikasi verbal. Vygotsky memperkenalkan gagasan Zone Proximal Development (ZPD). Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan kemampuan siswa, atau tugas-tugas itu berada dalam ZPD siswa, yaitu tingkat perkembangan intelektual yang sedikit lebih tinggi di atas perkembangan intelektual siswa yang dimiliki saat ini. Vygotsky membedakan antara perkembangan dengan belajar. Belajar tidak sama dengan perkembangan tetapai belajar terkait dengan perkembangan, yakni belajar dapat menyebabkan terjadinya proses perkembangan intelektual. Vygotsky memberikan batasan tentang teori perkembangan ZPD, yakni sebagai berikut : jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu. Vygotsky sangat yakin bahwa ”kemampuan yang tinggi pada umumnya akan muncul dalam dialog atau kerjasama

commit to user

antar individu siswa, sebelum kemampuan yang lebih tinggi itu diserap ke dalam individu siswa”(Slavin, 1995:4). Ada dua hal yang ditekankan dalam teori Vygotsky, yakni :

”(1). Menghendaki setting kelas dengan pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran kooperatif, sehingga siswa dapat berinteraksi dengan sekelompok temannya dalam tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD-nya; (2). Menekankan tentang scafolding, yang artinya memberikan kepada seorang siswa bantuan belajar dan pemecahan masalah pada tahap-tahap awal pembelajaran yang kemudian mengurangi bantuan itu dan memberikan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan yang diberikan siswa dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, atau apaun yang lain yang memungkinkan siswa tumbuh secara mandiri ”(Slavin, 1994 : 49).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implikasi utama dari teori Vygostky terhadap pembelajaran adalah kemampuan untuk mewujudkan tatanan pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok – kelompok belajar yang mempunyai tingkat kemampuan berbeda dan penekanannya dalam pembelajaran supaya siswa mempunyai tanggung jawab terhadap belajar.

3). Teori Belajar bermakna dari Ausubel

Belajar merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat mempermudah proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar. Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna

commit to user

kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.

Menurut Ausubel dalam Ratna Willis Dahar ( 1989: 117) teori belajar bermakna menerapkan prinsip – prinsip sebagai berikut: “Pengatur awal ( Advance organizer), Diferensiasi progresif, Rekonsilasi integratif, dan Belajar superordinat” . a) Pengatur awal: Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi - informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru sehingga diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengetahui sebelumnya materi apa yang akan disampaikan guru. Contoh: handout sebelum perkuliahan, b) Diferensiasi progresif: Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan guru mengajarkan konsep – konsep yang umum dulu, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh, sebagai contoh dalam pembelajaran ilmu kimia pada materi hidrokarbon terlebih dahalu menjelaskan senyawa karbon dengan menunjukan mengapa senyawa itu disebut senyawa karbon, kemudian menjelaskan ada dua macam senyawa karbon yaitu senyawa alifatik dan senyawa aromatik hal ini dijelaskan berdasarkan perbedaannya, kemudian senyawa alifatik diturunkan menjadi beberapa golongan yaitu senyawa hidrokabon dan senyawa karbon kation. Kemudian hidrokarbon diperinci menjadi deret homolog alkana, alkena, dan alkuna berdasarkan sifat – sifatnya. Kemudian untuk deret homolog diberikan contoh – contoh yang terdapat dalan kehidupan sehari – hari, c) Rekonsilasi integratif: Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep-konsep yang baru saja dipelajari, d)

commit to user

Belajar superdinat: terjadi bila konsep - konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur – unsur dari suatu konsep yang lebih luas.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implikasi utama dari teori belajar bermakna adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau makna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relavan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Materi yang diajarkan harus berhubungan dengan materi sebelumnya. Disamping itu kesesuaian teori Ausubel dengan metode TGT-TTS dan TGT-RI adalah kedua metode tersebut konsep bermakna secara logis dalam belajar yang dilandasi oleh pengatahuan dan pengalaman terdahulu, sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan lama tersebut terhadap informasi – informasi baru dan selanjutnya dapat menarik kesimpulan untuk dijadikan suatu fakta, konsep yang baru. Konsep baru ini digunakan sebagai pengetahuan lama dalam mempelajari materi baru. 4). Teori Pemrosesan informasi Gagne

Asumsi yang menyadari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase (Ratna Wilis Dahar, 1989 : 141) yaitu ”delapan tahapan tersebut adalah: (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik”. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implikasi utama dari teori pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi – kondisi internal dan

commit to user

kondisi – kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran berupa metode pembelajaran dan media pembelajaran.

5).Teori Motivasi

Motivasi merupakan salah satu cabang ilmu yang berhubungan dengan tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia dari periode yang satu berbeda dari periode yang lain begitu pula dari daerah ynag satu berbeda dari daerah yang lain. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan pandangan hidup manusia itu sendiri dan perbedaan pandangan hidup manusia atas manusia. Perspektif motivasional terdiri atas belajar secara kerjasama yang berfokus kepada tujuan atau penghargaan kepada siswa yang berkooperatif. Deutsch (1949) dalam Slavin (1995: 16), mengidentifikasikan tiga tujuan kooperatif yaitu:

” a). kooperatif yang berorientasi kepada pencapaian tujuan orang lain; b). kooperatif yang bersifat perseorangan, yaitu berorientasi bukan untuk orang lain; c). struktur kerjasama yang menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya jalan agar tercapainya tujuan dirinya sendiri adalah dengan mensukseskan tujuan dari kelompoknya dahulu”.

Oleh karena itu mereka harus saling membantu antar anggota kelompoknya dan yang lebih penting adalah mereka harus berusaha secara maksimal untuk mensukseskan tujuan kelompoknya. Dengan kata lain, memberi penghargaan kelompok berdasarkan pada pencapaian kelompok (atau penjumlahan pencapaian individu) menciptakan suatu struktur hubungan penghargaan antar pribadi di mana anggota kelompok akan memberi atau menahan sosial reinforcers ( seperti dorongan dan pujian) sebagai hubungan atasusaha antar anggota kelompok .

commit to user

6). Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial adalah perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat dari perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku dan pada proses-proses mental internal.

Lebih jauh Bandura ( 1977 ) dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 27), menjelaskan bahwa “manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus-stimulus lingkungan”. Fungsi psikologi diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan - determinan pribadi dan determinan - determinan lingkungan. Pernyataan ini didapatkan dari studi awal yang mula-mula dilakukan oleh Bandura yang menemukan peranan model tingkah laku dalam belajar tingkah laku pro sosial dan juga tingkah laku anti sosial.

Menurut Bandura (1977) dalam William Crain (2007 : 304), ada empat komponen pada proses belajar lewat pengamatan (observasi) yang dapat dilihat dalam gambar 2.1.

Gambar 2. 1. Analisis Belajar Observasional

Dokumen terkait