BAB I PENDAHULUAN
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian jni adalah :
1. Menambah pengetahuan lebih dalam lagi tentang pendekatan konstruktivisme khususnya bagi para pendidik atau guru.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan pelaksanaan pembenahan sistem pendidikan agar dapat menciptakan suasana dan keadaan yang kondusif sebagai penumbuhkembangan kreativitas bagi para peserta didik maupun bagi para pendidik.
3. Memotivasi bagi para penulis lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa atau hal-hal yang berhubungan dan berkaitan dengan penelitian tersebut.
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori 1. Konstruktivisme
a. Pengertian Konstruktivisme
Berdasarkan penelitiannya tentang bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan, Piaget menyimpulkan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak. Penelitiannya inilah yang menyebabkan ia dikenal sebagai konstruktivis pertama. Menurut Piaget, semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada diluar tetapi ada di dalam diri seseorang yang membentuknya. Pengetahuan selalu memerlukan pengalaman1. Dengan kata lain pengetahuan tidak dapat diteruskan dalam bentuk yang sudah jadi. Setiap orang harus membangun sendiri (mengkonstruksi) pengetahuan-pengetahuannya.
Menurut Bruner (1960), konstruktivisme merupakan suatu proses dimana siswa membina ide baru atau konsep yang berasaskan kepada pengetahuan asal mereka. Siswa memilih dan mengintepretasikan pengetahuan baru, membina hipotesis dan membuat keputusan yang melibatkan pemikiran mental (struktur kognitif) memberikan makna dan pembentukan pengalaman.2 Pembinaan pengalaman demi pengalaman inilah yang menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
1
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogya : Kanisius, 2001), h.38,42 2
Jurnal Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Reka Bentuk Pembinaan PPBK, dalam www.tutor.com.my/tutor/dunia.asp?y=2001&dt=0703&pub=DuniaPendidikan&sec=sain_teknolo gi&a-htm16.k h. 2. 21 September 2007
Briner (1999), berpendapat bahwa siswa membina pengetahuan mereka dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya dalam situasi yang baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh melalui pembinaan intelektual yang sudah ada. Selain itu menurut Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivisme adalah suatu pendekatan atau metode pengajaran berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa setiap manusia membina pengetahuan dan bukan hanya menerima pengetahuan dari orang lain.3
Dilihat dari segi pengajaran dan pembelajaran, konstruktivisme juga diartikan sebagai pendekatan yang memberikan hak dan peluang belajar kepada siswa untuk belajar dengan membina makna dalam kerangka pikirannya masing-masing berdasarkan pengalaman dan lingkungan yang sudah ada.4 Teori konstruktivisme juga diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, antara lain tindakan mencipta sesuatu maksud dari apa yang mereka pelajari.
Secara ringkasnya, teori pembelajaran konstruktivisme adalah suatu pemahaman bahwa pengetahuan, ide, atau konsep yang baru dibina secara aktif berdasarkan kepada pengalaman sendiri dan pengetahuan yang sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Ide atau konsep yang diterima diperoleh berdasarkan pengalaman sendiri, interaksi sosial dan lingkungan yang diselaraskan melalui proses metakognitif siswa. Secara ringkasnya alur proses konstruktivisme dapat dilihat berdasarkan gambar 2.1. Dan gambar 2.2 tentang pembelajaran konstruktivisme berdasarkan prinsip-prinsip secara umum, pengajarannya, serta peranan guru dan pelajar. 5
3
What is constructivism?, , dalam
www.mpbl.edu.my/math/modul/materials/construktivsm 6 Februari 2008. 4
Noraziah bt Ahmad, Konstruktivisme dalam Pengajaran dan Pembelajaran, dalam http://www.geocities.com/hypatia_01_2001/ilmiahazie.htm. 21 September 2007
5
b. Jenis – jenis Konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld, teori konstruktivisme dibedakan menjadi tiga jenis, antara lain (1) konstruktivisme radikal, (2) realisme hipotesis, dan (3) konstruktivisme yang biasa.
1). Konstruktivisme radikal merupakan teori yang mengesampingkan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Melainkan sebagai pengaturan yang dibentuk oleh pengalaman seseorang (Von Glaserfeld, 1982). Teori konstruktivisme radikal meyakini bahwa kita hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk atau dikonstruksi oleh pikiran kita, dan tidak harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang harus mengkonstruksi pengetahuan tersebut. Tokoh dalam konstruktivisme radikal adalah Piaget (Bettencourt, 1989).6
2). Menurut teori realisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah) dipandang sebagai suatu hipotesis dari struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati, yang dekat dengan realitas. Pengetahuan juga mempunyai hubungn dengan kenyataan, akan tetapi tidak sempurna (Manuvar, 1981). Tokoh dalam teori ini adalah Lorenz dan Popper. 7
3). Pada teori konstruktivisme biasa, tidak mengambil konsekuensi konstruktivisme. Menurut teori ini, pengetahuan kita merupakan gambaran dari realitas tersebut. Pengetahuan kita dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri.8
6
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Kanisius, 2001), cet ke-5, h.25 - 26.
7
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h. 26. 8
c. Prinsip -prinsip Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu faktor yang paling utama dalam pembelajaran konstruktivisme adalah pengajaran dan pembelajaran yang berpusatkan pada siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa tersebut dan bukan pengejaran yang diterima secara pasif.
Berdasarkan gambar 2.2, prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme yang pertama terpusatkan pada siswa memiliki ciri-ciri, antara lain pembelajaran merupakan suatu proses yang aktif. Siswa diberikan peluang untuk memilih tujuan, strategi dan penilaian pelajarannya. Yang kedua adalah motivasi merupakan kunci pembelajaran, yakni terdapat penemuan inkuiri, perasaan ingin tahu, dan inisiatif siswa. Selain itu pengalaman, sikap dan pengetahuan sebelumnya, dan kecenderungan berpikir (cognitive predisposition) mempunyai peranan yang penting dalam pembelajaran.
Dalam teori konstruktivisme, pembelajarannya berbentuk kontekstual, yakni berkaitan dengan kehidupan seseorang yang berhubungan dengan analisis dan bimbingannya. Pembelajaran konstruktivisme juga merupakan suatu aktivitas sosial dimana termasuk pembelajaran kooperatif yakni antara sesama siswa maupun antara guru dengan siswa.
Pembelajaran konstruktivisme juga membutuhkan waktu. Siswa perlu diberikan waktu untuk memenuhi dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Pembelajaran konstruktivisme juga menekankan pada pematangan pemahaman siswa.9 Karena pemahaman yang matang akan menghasilkan pengetahuan yang mendalam dan menyeluruh.
9
Adapun menurut Caine dan Caine (1991), pembelajaran konstruktivisme, mempunyai 12 prinsip dasar , antara lain : 10
1). Otak adalah alat yang paling utama. Karena ia memproses banyak jenis ide termasuk pikiran, emosi, dan pengetahuan budaya.
2). Pembelajaran melibatkan keseluruhan fisiologis. Guru tidak boleh menitikberatkan kepada kemampuan intelektual saja.
3). Usaha dalam mencari pengetahuan bersifat personal dan unik. Hal ini terjadi karena pemahaman siswa dibangun sendiri dan didasari oleh pengalaman uniknya.
4). Pembelajaran yang efektif adalah saling menghubungkan antara ide dan kegiatan dengan suatu konsep dan tema yang global.
5). Emosi adalah faktor kritis dalam pembelajaran. Pembelajaran hendaknya dipengaruhi oleh emosi, perasaan, dan sikap.
6). Kemampuan otak memproses sebagian kecil sampai keseluruhannya secara bersamaan sehingga tidak terjadi suatu masalah.
7). Pembelajaran melibatkan perhatian yang terfokus dan persepsi dari lingkungan, kebudayaan dan iklim.
8). Pembelajaran melibatkan proses secara sadar dan tidak sadar. Siswa membutuhkan waktu untuk memproses “apa” dan “bagaimana” isi pelajarannya.
9). Terdapat sekurang-kurangnya dua jenis ingatan, yakni sistem ingatan ruang (spartial) dan sistem ingatan untuk pembelajaran hapalan. Pengajaran yang terlalu mengutamakan pembelajaran hapalan tidak dapat memajukan pembelajaran ruang dan pembelajaran yang berasaskan pengalaman sehingga pemahaman siswa menjadi terhambat dan tidak menyeluruh.
10). Pembelajaran yang menitikberatkan terhadap eksperimen adalah paling efektif.
10
Teori Konstruktivisme, dalam www.teachersrock.net/ciri_konst.htm. 21 September 2007
11). Pembelajaran dengan penguatan. Penguatan tidak selalu hal yang menggembirakan, tetapi bisa juga sebaliknya. Hal ini diterapkan kepada siswa disesuaikan dengan situasi pembelajaran yang ada, dimana penguatan ini juga tidak membuat siswa menjadi tertekan.
12). Setiap otak adalah unik dan berbeda. Pembelajaran haruslah diimplementasikan kepada siswa sehingga siswa dapat membangun pemikirannya masing-masing.
c. Peranan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Konstruktivisme Berdasarkan yang telah ditunjukkan dalam gambar 2.2, pengajar atau guru mempunyai peran sebagai mediator dan fasilitator dikelas. Antara lain dijabarkan tugas-tugas guru sebagai berikut :11
1). Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan atau proses. 2). Menyediakan atau memberikan kegiatan yang menstimulus
keingintahuan siswa dan membantu mereka mengekspresikan gagasan atau ide ilmiah mereka.
3). Menyediakan sarana yang menstimulus siswa untuk berpikir secara poduktif dan kreatif.
4). Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru juga harus mengamati dan membantu mengevaluasi kesimpulan siswa.
Tugas yang paling penting adalah menghargai dan menerima pemikiran siswa apapun adanya sambil menunjukkan apakah pemikiran itu jalan atau tidak. Guru juga harus menguasai bahan secara luas dan mendalam sehingga dapat lebih fleksibel menerima
11
Konstruktivisme, dalam
gagasan siswa yang berbeda-beda.12 Secara garis besar, tugas guru dalam proses ini lebih menjadi mitra yang aktif bertanya, menstimulus pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya, serta kritis menguji konsep siswa.
Salah satu peran esensial dari guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran sains adalah membina belajar mandiri (independent study) kepada siswa. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :13
1). Mengakses minat siswa
2). Memperkenalkan kepada siswa berbagai bidang minat 3). Melakukan wawancara pribadi terhadap siswa
4). Mengembangkan rencana tertulis
5). Menentukan arah dan waktu dengan siswa berbakat 6). Membantu siswa dalam mencari macam-macam sumber 7). Melakukan sumbang saran terhadap produk akhir
8). Memberikan bantuan dalam metodelogi yang dibutuhkan
9). Membantu siswa dalam menemukan pendengar untuk presentasi siswa
10). Menilai hasil studi bersama siswa dan mempertimbangkan bidang baru untuk diteliti.
Selain guru, siswa juga mempunyai peranan penting dalam pembelajaran konstruktivisme, antara lain :
1). Bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran mereka sendiri 2). Membangun sendiri pengetahuannya
3). Menggabungkan pengertian yang lama dan pengertian yang baru
12
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h.72. 13
Utami Munandar, Pengembangan kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), h. 149.
4). Diperbolehkan untuk menyelesaikan masalah. Siswa juga perlu mempunyai inisiatif dalam mengemukakan permasalahan dan membuat prediksi serta menjawab persoalan-persoalan yang dikemukakan guna membantu dalam mengubah atau membuat ide-ide baru mereka sebelumnya.
d. Keunggulan dari Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran konstruktivisme dapat mestimulus seseorang dalam berpikir secara kreatif dan kritis. Siswa terbiasa untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah, membuat ide-ide baru dan keputusan yang bijaksana. Karena siswa terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, maka siswa menjadi lebih paham dan ingat lebih lama semua konsep yang diperolehnya.14
Siswa juga dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya, yakni bekerja sama dengan siswa lain, menambah pengetahuan dan pemahamannya. Oleh karena siswa terlibat secara terus-menerus, siswa menjadi lebih paham, ingat, yakin dan mampu berinteraksi sosial dengan baik, maka siswa akan lebih berani lagi dalam belajar dan dalam membina pengetahuannya yang baru.
Menurut pendapat Shapiro (1994) yang menyatakan bahwa kelas yang mengaplikasikan pendekatan konstruktivisme, maka akan menghasilkan siswa yang mempunyai sifat dan perilaku yang sama dengan saintis. Hal itu terjadi karena siswa secara mandiri yang membangun hipotesis, mengumpulkan data dengan melakukan percobaan atau observasi kemudian membangun konsep berdasarkan hipotesis dan fakta yang mereka peroleh.15
e. Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme.
14
Jurnal Teori Pembelajaran Konstruktivisme PPBK…, h. 9. 15
Metamorfosa, vol 1, Munaspriyanto Ramli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode Konstruktivisme, (Ciputat : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta FITK, 2006), h.
Untuk mengaplikasikan pendekatan konstruktivisme dalam kelas sains, guru diharapkan mampu memahami dan melaksanakan langkah-langkah pembelajaran dengan teratur dan terurut sesuai dengan proses tahapannya. Alters (2004) memberikan ilustrasi tentang langkah-langkah pembelajaran tersebut, antara lain : 16
1). Menarik Perhatian
Dalam tahapan ini, guru memberikan gambaran singkat tentang sebuah fenomena dan menayakan pengalaman siswa tentang fenomena tersebut.
2). Prediksi Pribadi
Pada tahapan ini, siswa diberi kesempatan untuk membuat prediksi tentang percobaan yang akan dilakukan.
3). Prediksi Kelompok
Guru mengajak siswa untuk membuat kelompok kecil dan berdiskusi di dalam kelompok untuk membuat prediksi kelompok. Kemudian masing-masing kelompok diharapkan menyampaikan prediksi mereka.
4). Percobaan
Tahapan ini merupakan bagian yang sangat penting, karena pada bagian ini siswa akan melakukan sendiri percobaan mereka. Mereka akan melakukan percobaan untuk menguji hipotesis mereka dan mengobservasi apakah prediksi mereka akurat atau tidak.
5). Diskusi Kelompok
Setelah melakukan percobaan, siswa diajak untuk berdiskusi dalam kelompok mengenai hasil percobaan mereka. Mereka berdiskusi apakah prediksi mereka akurat atau tidak dan mengapa hal tersebut bisa terjadi.
16
6). Laporan Kelompok
Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka dan bermacam alasan yang mendukung hipotesis dan konsep mereka.
7). Penjelasan
Pada tahapan ini, guru menyampaikan penjelasan singkat tentang teori dan konsep yang mendasari percobaan serta juga mengoreksi sekiranya terdapat kesalahpahaman siswa.
8). Aplikasi
Pada tahap ini, guru mengajak siswa untuk berpikir tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk mengembangkan percobaan yang telah dikerjakan atau menjelaskan fakta lain mengenai percobaan yang mereka lakukan.
Langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme juga telah terangkum dalam tahapan pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran tersebut terbagi menjadi empat tahapan, yaitu apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep, serta pengembangan dan aplikasi.
Pada tahapan apersepsi, guru menarik perhatian siswa dengan mengajukan pertanyaan dan siswa diajak untuk membuat prediksi pribadi. Tahapan eksplorasi, siswa sudah mempunyai prediksi secara kelompok kemudian mendiskusikannya. Tahapan diskusi dan penjelasan konsep, siswa memberikan hasil diskusi dan solusi berdasarkan hasil observasinya. Pada tahapan inilah siswa dapat dikatakan sudah mengkonstruksi pemikirannya. Dan pada tahapan pengembangan dan aplikasi, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran agar siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya dengan mengajak siswa berpikir untuk mengembangkan percobaan yang telah dikerjakannya. 17
Efektifitas implementasi pembelajaran konstruktivisme biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Apabila ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut kurang memuaskan, maka akan dapat diperbaiki pada pembelajaran berikutnya dengan cara mangantisipasi kelemahan-kelemahan proses pembelajaran sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.
f. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia
Perkembangan mental peserta didik di sekolah, antara lain meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode dan pendekatan yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik.18
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dan dapat menstimulus anak untuk berkreatif adalah dengan menyesuaikan metode, strategi atau pendekatan pembelajarannya. Pendekatan pembelajaran adalah cara kerja yang dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh tujuan pengajaran yang lebih baik. Pendekatan merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan instruksional dalam satuan pembelajaran.19 Pendekatan seringkali disamakan dengan model
17
Nengsih Juanengsih, Penerapan model Pembelajaran Konstruktivisme melalui Pendekatan Induktif Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa, Seminar Internasional Pendidikan IPA,FITK, UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta, 31 Mei 2007), h.41-42
18
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet ke-4, h.107
19
pembelajaran, karena model memiliki arti yang sangat luas antara lain mencakup strategi, metode, dan prosedur yang dapat dipakai.
Terdapat beberapa macam dari pendekatan dan strategi belajar mengajar yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pengajaran, antara lain pendekatan umum seperti pendekatan konsep dan proses, deduktif dan induktif, ekspositori, heuristik, dan pendekatan kecerdasan. Namun adapula pendekatan modern yang bisa diterapkan sebagai metode baru dalam pengajaran seperti pendekatan keterampilan berproses, konstruktivisme, pembelajaran kooperatif, CTL (Contextual Teaching Learning), dan sebagainya.
Menurut para ahli psikologi pendidikan berpendapat, bahwa belajar adalah perubahan secara sadar, bersifat kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan dan terarah, serta mencakup seluruh aspek perilaku.20 Kaum konstruktivis juga mengartikan belajar sebagai proses aktif pelajar dalam mengkonstruksi arti, baik teks, dialog, pengalaman fisis, dll.21 Agar siswa mempunyai keinginan untuk belajar sesuatu dengan cara yang lebih efisien, maka dibutuhkan tindakan pembelajaran.
Hamzah (2007), mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu proses interaksi antara siswa dengan guru/instruktur dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan belajar tertentu.22 Pembelajaran dalam suatu definisi juga dipandang sebagai upaya mempengaruhi siswa agar belajar.
Pembelajaran juga diartikan sebagai proses menerjemahkan dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat pada kurikulum kepada siswa melalui interaksi belajar mengajar di sekolah.23
20
Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 61. 21
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h.61. 22
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara, 2007, h.54. 23
Syarif Mughni, Meningkatkan Kualitas Pembelajaran…, (Jakarta : FITK, UIN Syarif Hidayatullah) h. 4.
Proses pembelajaran yang baik diyakini dapat menghasilkan output pendidikan yang baik pula
Ilmu kimia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “ilmu tentang susunan, sifat dan reaksi suatu unsur atau zat.” 24 Dalam ilmu kimia juga terdapat bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi dalam proses-proses alamiah maupun dalam percobaan yang sudah direncanakan.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia adalah suatu proses yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik dapat mempelajari tentang bahan penyusun suatu benda, reaksi-reaksi yang terjadi pada benda tersebut, serta perubahan-perubahan yang terjadi pada benda tersebut baik secara fisik maupun secara kimiawi. Dan dapat membangun pola berfikir peserta didik agar kreatif guna memecahkan suatu masalah.
Pembelajaran kimia disebut juga sebagai pembelajaran sains. Dikarenakan ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu sains. Pembelajaran kimia sering diyakini sebagai pembelajaran yang kurang menyenangkan dan cenderung membosankan. Hal ini terjadi karena pembelajaran kimia masih sering diajarkan dalam suasana pendekatan yang tradisional, dimana guru mengambil peranan dominan sementara siswa hanya bersifat pasif.
Munculnya perspektif konstruktivisme dalam pendidikan sains tidak terlepas dari pengaruh konstruktivisme dalam bidang sains itu sendiri. Proses membangun pengetahuan ilmiah sains harus bersifat bermanfaat (useful) dan mengarah pada hal-hal yang praktis. Selain itu juga harus relevan dengan fenomena sains sehari-hari yang familiar dimata siswa.
24
Pusat Bahasa DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h. 569.
Dalam konstruktivisme, siswa perlu membangun pengetahuannya sendiri, terlepas dari bagaimana mereka belajar.25 Dengan demikian konstruktivisme mengantarkan siswa dalam membangun pemahamannya tentang konsep kimia melalui serangkaian aktivitas antara lain, kegiatan pemikiran (reasoning), mental dan performan siswa.
Menurut perspektif guru, pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia merupakan cara berpikir, sikap, dan perilaku guru dalam proses belajar mengajar dengan menekankan pada peran aktif siswa untuk membangun pengetahuan kimianya melalui pemahaman terhadap realitas kehidupan sebagai hasil dari pengalaman dan interaksinya. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa.
Sesuai dengan tujuan dari pembelajaran konstruktivisme, antara lain :26
1). Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab dari siswa itu sendiri
2). Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya
3). Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap
4). Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri
5). Lebih menekankan pada proses belajar.
25
On Constructivism, dalam www.academic.sun.ac.za/mathed/174/constructivism.pdf, 6 Februari 2008, h. 2
26
Konstruktivisme, dalam
Konstruktivisme memandang bahwa pembelajaran, khususnya pembelajaran kimia merupakan proses interaksi (terutama kognitif) antara guru dan siswa dalam rangka membangun pengetahuan. Hasil dari proses pemahaman konsep ini, siswa dapat mengingat dengan ingatan jangka panjang, karena melalui pelibatan yang aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan asal untuk membentuk suatu pengetahuan yang baru
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan pola pikir siswa dan mengembangkan ruang gerak siswa. Dengan menekankan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya melalui pemahaman konsep berdasarkan pengalaman dan lingkungan sosialnya.
3. Berpikir Kreatif Dalam Sains a. Konsep Berpikir Kreatif
Betapa pentingnya kreativitas dalam pengembangan sistem pendidikan yang ditekankan dalam UU RI Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional. Yakni pasal 8 ayat 2 bahwa “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.” Dalam GBHN tahun 1993 juga dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra-sekolah.27
Pada setiap tahap perkembangan anak dan pada sampai jenjang pendidikan. Mulai dari pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan di perguruan tinggi, bahwa kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan serta ditingkatkan disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan.
27
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak berbakat, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004) cet. 4, h. 16.
Ditinjau dari sudut etimilogi, kreativitas berasal dari bahasa Inggris yaitu to create, yang artinya mencipta. Sedangkan menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Bahasa