• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendekatan konstruktivisme dalam pembelajran kimia terhadapa kemampuan berpikir kreatif siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendekatan konstruktivisme dalam pembelajran kimia terhadapa kemampuan berpikir kreatif siswa"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH:

PALUPI PURNAMAWATI

103016227140

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

BERPIKIR KREATIF SISWA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

PALUPI PURNAMAWATI 103016227140

Pembimbing I Pembimbing II

Dedi Irwandi, M.Si Munasprianto Ramli, S.Si, M.A NIP. 19710528 200003 1 002 NIP. 19791029 200604 1 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

(3)

kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS dalam ujian Munaqasyah pada, 18 Juni 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan.

Jakarta, 18 Agustus 2010 Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan IPA) Tanggal Tanda Tangan

Baiq Hana Susanti, M.Sc

NIP. 19700209 200003 2 001 ……… ….…………. Sekretaris (Sekretaris Jurusan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19790510 200604 1 001 ……… ….…………. Penguji I

Tonih Feronika, M.Pd

NIP. 19760107 200501 1 007 ….………… .………. Penguji II

Burhanudin Milama, M.Pd

NIP. 19770201 200801 1 011 ..………..… ……….. Mengetahui

Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003

(4)

Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara Pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran kimia terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Metode penelitian yang dipakai adalah metode eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 7 Srengseng Sawah. Sampel pada penelitian ini adalah 60 orang yang diambil dari 2 kelas, yaitu kelas XI IPA 1 (kelas kontrol) dan kelas XI IPA 2 (kelas eksperimen). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Instrumen penelitian yang diberikan berupa Tes Kreativitas Verbal (TKV) dengan 6 dimensi, antara lain (1) kelancaran kata, (2) kelancaran menyusun kata, (3) Kelancaran berekspresi, (4) Kelancaran memberi ide, (5) fleksibilitas dan orisinalitas, dan (6) elaborasi. Analisis validitas butir instrumen menggunakan teknik belah dua (split half) kelompok atas (nilai tinggi) dan kelompok bawah (nilai rendah) sehingga menghasilkan 24 butir pernyataan yang valid (TKV). Koefisien reliabilitas instrumen dihitung menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment yang kemudian dianalisis dengan rumus Spearman Brown, menunjukkan reliabilitas yang tinggi sebesar 0,9265. Uji prasyarat analisis data menunjukkan bahwa semua data hasil penelitian berdistribusi normal dan homogen. Uji hipotesis penelitian menghasilkan t hitung > t tabel, yakni 7,92 > 2,00. tolak H0 pada α = 0,05. hal ini berarti terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif yang signifikan antara siswa yang diajar menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dengan siswa yang diajar menggunakan Pendekatan Ekspositori. Dengan demikian terbukti bahwa terdapat pengaruh Pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran kimia terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

Kata kunci : Pendekatan Konstruktivisme, pembelajaran kimia, kemampuan berpikir kreatif

(5)

(Science), Faculty of Science and Teaching Tarbiyah (FITK), State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this study is to determine whether there is influence between the Constructivism Approach in Chemical learning to creative thinking abilities of students. The research method used is a quasi-experimental method. The population were eleventh grade students of MAN 7 Srengseng Sawah. The sample in this study were 60 people taken from the two classes, which is used class XI IPA 1 (control class) and class XI IPA 2 (experimental class). The sampling technique in this study using purposive sampling technique. The research instrument is given in the form of Verbal Creativity Test (TKV) to six dimensions, among others (1) word fluency, (2) the smoothness of a word, (3) The smoothness of expression, (4) Smooth suggest ideas, (5) flexibility and originality, and (6) elaboration. Analysis of the validity of the instrument using the technique of grain split (split half) group of (high value) and the lower group (low value) so as to produce a 24 valid statement (TKV). Instrument reliability coefficient calculated is using Pearson Product Moment correlation formula which was then analyzed by Spearman Brown formula, showed a high reliability of 0.9265. Prerequisite test data analysis indicate that all survey data in normal distribution and homogeneous. Testing hypotheses resulted t count > t table, is, 7.92> 2.00. H0 rejected at α = 0.05. This mean that there are differences on average a significant creative thinking skills among students who were taught using the Constructivism Approach with students who were taught using expository approach. Thus proved that there are significant Constructivism approach in chemical learning of creative thinking abilitiy of students.

Keywords: Constructivism Approach, chemical learning, creative thinking ability

(6)

pujian dan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan segala karunia dan kemudahan yang tidak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sekaligus menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat kelulusan. Shalawat serta salam juga selalu tercurah kepada teladan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarganya, para sahabatnya hingga pengikutnya semoga kita termasuk dalam barisannya hingga akhir zaman nanti. Amin.

Penulis sadar bahwa penelitian ini tidak akan dapat terlaksana kecuali atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak mulai dari awal penelitian hingga penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu , pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan doa semoga mendapatkan balasan dan kebaikan dari Allah SWT, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahun Alam (IPA).

4. Bapak Dedi Irwandi, M.Si., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Kimia sekaligus sebagai dosen pembimbing I, yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis sehinggga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Munasprianto Ramli, S.Si, M.A., selaku dosen pembimbing II yang

juga telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasinya kepada penulis untuk melakukan penelitian sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Drs. H. Taufik, M.M., selaku Kepala Sekolah MAN 7 Srengseng

Sawah, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

(7)

penulis serta kepercayaannya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi ini.

9. Keluarga di Tangerang : Bapak dan Mama atas doa dan bantuannya selama penyusunan skripsi ini.

10.Suami ku tercinta Eko Febrianto, S.Sos.I yang tak pernah berhenti mendoakan, memotivasi dan memberikan banyak dukungannya baik berupa tenaga, pikiran, maupun materi. Tak lupa juga skripsi ini ku persembahkan untuk putri pertama kami Sarahasna Putri Oktavia, terima kasih atas senyuman yang tak pernah lepas dari hadapan umi hingga penat dan jenuh selama penyusunan semakin tidak terasa.

11.Teman-teman di Program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2003, yang telah memberikan warna dalam kehidupan ku.

12.Semua “pahlawan tanpa nama” yang tidak dapat disebutkan satu - persatu atas bantuan, pengalaman, dan diskusinya.

Penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih dan berdoa semoga Allah SWT senantiasa membalas dengan sebaik-baik balasan atas segala jasa yang telah diberikan kepada penulis.

Besar harapan penulis semoga karya yang tidak seberapa ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dari Allah SWT, sehingga dapat membuat kita lebih merenungkan dan bersyukur atas keagungan-Nya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah, oleh sebab itu saran untuk perbaikan adalah harapan dari penulis.

Jakarta, Juni 2010

Penulis

(8)

LEMBAR PENGESAHAN ……….….. i

ABSTRAK ………... iii

KATA PENGANTAR ………..……….. v

DAFTAR ISI ……….……….. vii

DAFTAR TABEL …………..………..………. x

DAFTAR GAMBAR ………..………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ………..……… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …..……….…...………...…… 1

B. Identifikasi Masalah ………...…….…...……… 5

C. Pembatasan Masalah ………...….……….. 5

D. Perumusan Masalah ……….……..…....……….... 5

E. Manfaat Penelitian ………..…….………….…….. 6

BABII DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori ………..………..….….…...…….. 7

1. Konstruktivisme ………..….. 7

a. Pengertian Konstruktivisme …….…………..………..……7

b. Jenis-jenis Konstruktivisme ………..………..….. 11

b. Prinsip Pembelajaran Konstruktivisme …..…..….…..….. 12

c. Peranan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Konstruktivisme ………..………....…14

d. Keunggulan Pembelajaran Konstruktivisme …….…….. 16

e. Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme ….…… 17

f. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia.. 19

(9)

b. Karakteristik Siswa yang Kreatif …….……..……..…...… 27

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas. .…..….….. 31

d. Cara-cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ……….………..….….….. 34

e. Pengukuran Kreativitas Verbal ……….. 35

3. Hubungan antara Pendekatan Konstruktivisme terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ……...……..37

B. Kerangka Berpikir ………...…..………... 39

C. Perumusan Hipotesis ………....…….….…….… 43

D. Penelitian yang Relevan ……….. 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan penelitian …...………..….….……..…….….… 45

B. Waktu dan Tempat Penelitian …………...…..….…...……... 45

C. Metode Penelitian …….…...…………...…...……....…………45

D. Prosedur Penelitian ………...……....…....…....……. 46

E. Populasi dan Sampel ……....………….……..…..……..…..… 48

F. Variabel Penelitian ………..…….….….… 49

G. Teknik Pengumpulan Data …...………….……..…………..…. 50

H. Teknis Analisis Data ……….….….…..……...….. 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………...………. 56

1. Deskripsi Data …………...………... .56

2. Pengujian Persyaratan Analisis …….………..….…. 59

B. Pembahasan ……….……….………..……. 62

(10)

DAFTAR PUSTAKA ……….. 67 LAMPIRAN –LAMPIRAN ..………. 70 BIODATA PENULIS ……… 127

(11)
[image:11.595.112.507.163.565.2]

Tabel 3.1. Variabel penelitian ………. 49 Tabel 3.2. Kisi –kisi instrumen berpikir kreatif verbal ………... 51 Tabel 3.3. Ketentuan waktu pengisian tes berpikir kreatif verbal ……..….... 51 Tabel 4.1. Distribusi frekuensi skor kemampuan berpikir kreatif kelompok

siswa yang menggunakan pendekatan konstruktivisme ….….…. 56 Tabel 4.2. Distribusi frekuensi skor kemampuan berpikir kreatif kelompok

siswa yang menggunakan pendekatan ekspositori …….…….…. 58 Tabel 4.3. Hasil pengujian normalitas dengan Uji Liliefors ……….… 60 Tabel 4.4. Hasil pengujian homogenitas kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol dengan Uji Bartlett ……….... 60

(12)
[image:12.595.112.500.152.569.2]

Halaman Gambar 2.1 Alur proses konstruktivisme ……… 9 Gambar 2.2 Peta konsep konstruktivisme dan pembelajaran ……….. 10 Gambar 2.3 Skema kerangka berpikir pendekatan konstruktivisme dengan

Kemampuan berpikir kreatif siswa ……….. 42 Gambar 4.1 Histogram distribusi frekuensi skor kemampuan berpikir

kreatif kelompok eksperimen ….………. 57 Gambar 4.2 Histogram distribusi frekuensi skor kemampuan berpikir

kreatif kelompok kontrol ………. 59 Gambar 4.3 Histogram skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa

Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ……….. 63

(13)

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan Pendekatan Konstruktivisme ……….. 70 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan pendekatan ekspositori ………..………….. 81 Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ………..…………... 89 Lampiran 4. Instrumen Tes Kreativitas Verbal (TKV) …..……….. 95 Lampiran 5. Alternatif jawaban instrumen ……..……… 100 Lampiran 6. Skor pre test dan post test kemampuan berpikir kreatif

kelompok eksperimen dan kontrol …..………... 103 Lampiran 7. Skor hasil uji coba instrumen tes berpikir kreatif ………. 104 Lampiran 8. Skor hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif siswa

kelompok eksperimen ……….…. 105 Lampiran 9. Skor hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif siswa

kelompok kontrol .…………..………. 106 Lampiran 10. Data hasil uji coba kemampuan berpikir kreatif siswa

kelompok atas dan kelompok bawah .……….….. 107 Lampiran 11. Perhitungan analisis butir soal instrumen uji coba kemampuan

berpikir kreatif siswa ……..………..…... 108 Lampiran 12. Perhitungan koefisien reliabilitas hasil uji cobainstrumen

kemampuan berpikir kreatif ………. 109 Lampiran 13. Perhitungan koefisien reliabilitas kemampuan berpikir

kreatif kelompok eksperimen ……….. 111 Lampiran 14. Perhitungan koefisien reliabilitas kemampuan berpikir

kreatif kelompok kontrol ….………..…….. 113 Lampiran 15. Analisa data skor hasil penelitian kemampuan berpikir

kreatif kelompok eksperimen ……….... 115 Lampiran 16. Analisa data skor hasil penelitian kemampuan berpikir

(14)

kontrol ………. 118 Lampiran 19. Uji kesamaan variansi (homogenitas) kelompok eksperimen

dan kontrol ……….. 119 Lampiran 20. Uji hipotesis penelitian ……….... 121 Lampiran 21. Distribusi t pada beberapa level probabilitas …………..…. 123 Lampiran 22. Tabel nilai statistik uji Liliefors ………..…. 124 Lampiran 23. Distribusi nilai z ……….…... 125 Lampiran 24. Surat keterangan izin melakukan penelitian ………....…… 126

(15)

Jakarta : PT Bumi Aksara.

Ardiana, Fani Prima. 2007. Keefektifan Penerapan Pendekatan Konstruktivis Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi pokok Trigonometri di SMA Negeri 15 Semarang Kelas X Semester 2. Skripsi Sarjana Pendidikan. Semarang : FMIPA UNNES.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi, Cet.13, Jakarta : PT Rineka Cipta.

Barak, Moshe dkk. Using Portfolios to Enhance Creative Thinking, dalam www.scholar.lib.vt.edu/ejourney/summer_fall_2000/pdf.,30 Januari 2007. Boo Hong Kwen. Using Two Tier Reflective Multiple Choice Questions to Cater

to Creative Thinking, dalam www.aare.edu.au/05pap/boo05235.pdf. 30 Januari 2007/

Cottrell, Stella. Creative Thingking, dalam www.palgrave.com. 30 Januari 2007 Depag RI. 2003. Memahami Paradigma Baru Dalam UU Sisdiknas, Jakarta :

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

Hadis, Abdul. 2006. Psikologi Dalam Pendidikan, Bandung : Alfabeta.

Juanengsih, Nengsih. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Pendekatan Induktif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa, Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA, Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah

Konstruktivisme, dalam

www.freewebs.com/arrosailtep/makalah/konstruktivisme2.htm. 21 September 2007.

Mariati, 2006. Pengembangan Kreativitas Siswa Melalui Pertanyaan Divergen pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Jurnal pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : LIPI

Miranto, Sujiyo. 2006. Portofolio Strategi Pengajaran Sains, Jakarta : FITK, UIN Syarif Hidayatullah.

Mughni, Syarif. 2007. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Melalui Pendekatan Konstruktivisme dan Kontekstual Sebuah Refleksi dalam Upaya

(16)

Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan kreativitas Anak Sekolah,

Cet. 3, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana.

________________ 2004. Pengembangan kreativitas Anak Berbakat, Cet. 2,

Jakarta : Rineka Cipta.

Noraziah, Konstruktivisme dalam Pengajaran dan Pembelajaran, dalam www.geocities.com/hypatia_01_2001/ilmiahazie.htm. 21 September 2007

On Constructivism, dalam

www.academic.sun.ac.za/mathed/174/constructivism.pdf. 6 Februari2008. Portofolio. 2002. Psikologi Kognitif, Jakarta : Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I.

Purwanto, 2005. Kreativitas Berpikir Siswa dan Perilaku dalam Tes, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : LIPI.

Ramli, Munaspriyanto. 2006. Metamorfosa, Jurnal Pembelajaran Sains Yang Menyenangkan Dengan Metode Konstruktivisme. Jakarta : FITK, UIN Syarif Hidayatullah.

Semiawan, Conny R. 2007. Suatu Orientasi Tentang Kurikulum Berbasis Konstruktivisme Untuk Pendidikan Agama, Makalah, Jakarta : FITK, UIN Syarif Hidayatullah

Setyaningsih, N. 2009. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa Dalam Pemecahan Masalah Pengantar Dasar Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Konstruktivis. Surakarta : Varia Pendidikan, vol 21, No.1.

Sofa, H. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle), dalam www.massofa.wordpress. 1 Mei 2008

Somantri, Ating, dkk. 2006. Aplikasi Statistika dalam Penelitian, Bandung : CV. Pustaka Setia

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Alfabeta

Suparno, Paul. 2001. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Cet. 5, Yogyakarta : Kanisius.

(17)

Ulfah, Iswatin. 2005. Pengaruh Metode Demonstrasi Dalam Pembelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SLTP 2 Mei Ciputat, Skripsi Sarjana Pendidikan, Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah.

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Cet 1. Jakarta : Bumi Aksara.

Vertika, Lingga. 2007. Hubungan Antara Berpikir Kreatif Dengan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII di SLTP Negeri 188 Ciracas Jakarta, Skripsi Sarjana Pendidikan, Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah.

What is Constructivism?, dalam

www.mpbl.edu.my/math/modul/matterials/constructivism. 6 Februari 2008.

Teori Pembelajaran Konstruktivisme Dalam Reka Bentuk dan Pembinaan Perisian Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK), dalam www.planet,time,net.my/KLCC/azm/2001/teori. 21 September 2007

Teori Konstruktivisme, dalam www.teachersrock.net/ciri_konst.htm. 21 September 2007

(18)
(19)
(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha sadar dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Karena pendidikan juga merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.

Agar terwujud masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera. Maka harus didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, bertakwa, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 3 tentang fungsi dari pendidikan nasional, yakni :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang beriman dan bertakwa, cakap dan kreatif dalam berilmu pengetahuan, serta mandiri dan bertanggung jawab dalam kehidupannya. Sebagai upaya mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional tersebut, pemerintah Indonesia menyelenggarakan pendidikan disekolah-sekolah. Kegiatan pengajaran tersebut dilakukan pada semua satuan dan jenjang pendidikan. Mulai dari tingkat TK (Taman Kanak-kanak) sampai Perguruan Tinggi (PT).

1

(21)

Sekolah sebagai lembaga formal, sudah seharusnya mulai menerapkan paradigma baru dalam pendidikan. Seperti gaya mengajar, pendekatan, strategi ataupun metode belajar yang lebih efektif. Hal tersebut sangat berarti, karena lembaga formal ini sangat diharapkan peranannya dalam membentuk sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berguna bagi agama, bangsa, serta negara.

Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal adalah masih rendahnya kemampuan siswa dalam memahami pelajaran. Hal ini dikarenakan kondisi pembelajaran masih bersifat konvensional atau guru masih mendominasi dan tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui proses berpikirnya.2

Pendidikan disekolah masih kurang menunjang tumbuh dan berkembangnya kemampuan kreativitas peserta didik. Sistem pendidikan kita sebagian besar didesain untuk membuat anak-anak menempuh ujian saja. Ini berarti membuat mereka memberikan jawaban sesuai dengan apa yang diinginkan pengujinya saja. Melainkan tidak ada jawaban yang memberikan peluang kreatif dalam lembar jawabannya.

Kenyataannya bidang pendidikan lebih menekankan kepada pemikiran tidak produktif, hapalan, dan mencari satu jawaban yang benar saja. Dan akibatnya kreativitas siswa pun dapat terhambat. Proses pemikiran yang tinggi termasuk berpikir kreatif jarang sekali dilatih. Sehingga pembelajaran seperti ini dapat menimbulkan kekakuan dalam proses berpikir dan kurang luas dalam meninjau suatu masalah.

Pada dasarnya bakat dasar kreatif itu dimiliki oleh setiap orang, karena setiap orang memiliki kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya. Selain itu juga untuk mewujudkan dirinya, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitasnya namun hanya kadar dan potensinya yang

2

(22)

berbeda-beda. Potensi inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lainnya.

Manusia diberi kemampuan untuk berpikir dan memiliki potensi untuk menciptakan berbagai hal yang memberi arti bagi kehidupan. Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mulai belajar mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam diri kita. Untuk dapat memupuk, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir tersebut, perlu diciptakan lingkungan yang kreatif. Lingkungan tersebut, antara lain orangtua, guru, teman, maupun masyarakat harus memberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas.

Guru sebagai salah satu pendorong kreatif merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan kreativitas siswa disekolah. Banyak hal yang dapat dilakukan guru untuk merangsang dan meningkatkan daya pikir siswa, sikap dan perilaku kreatif siswa, yakni dengan melakukan kegiatan didalam (indoor) atau diluar (outdoor) kelas. Diantaranya melalui pendekatan pembelajaran yang kreatif, yakni pendekatan mengajar yang dilakukan untuk mengembangkan kreativitas siswa.

Pendekatan pengajaran yang sering digunakan oleh guru sebagai strategi dalam proses pembelajaran diantaranya adalah pendekatanekspositori. Pendekatan ini sifatnya kaku, kompetitif dan satu arah sehingga membuat anak menjadi bosan dan tidak diberi kesempatan untuk berkreasi. Meskipun demikian, pendekatan ini sering menjadi pilihan guru-guru dalam mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah, karena dianggap cukup efektif dilaksanakan dan cenderung memudahkan guru.

(23)

Terkadang pendekatan atau metode baru lebih dapat menempatkan pembelajaran ke arah yang lebih kreatif di kelas, sedangkan pendekatan atau metode lama cenderung tidak meningkatkan kreativitas di kelas karena pembelajarannya yang tidak berubah (monoton).3 Konstruktivisme merupakan suatu pendekatan yang berpusatkan pada siswa melalui serangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran, dengan cara ikut berperan aktif dan menjadi lebih kreatif.

Dari perspektif konstruktivisme inilah, siswa perlu membangun pengetahuannya sendiri, terlepas dari bagaimana mereka belajar.4 Dengan demikian pendekatan konstruktivisme diharapkan dapat mengantarkan siswa dalam membangun pemahamannya tentang konsep kimia, khususnya pada materi pokok sistem koloid. Sistem koloid dipilih karena materi tersebut berisi tentang konsep-konsep kimia yang bersifat verbal. Dimana serangkaian aktivitas seperti kegiatan pemikiran (reasoning), mental dan performan siswa dapat dilakukan sesuai tahapan dalam pembelajaran secara konstruktivisme.

Setelah dikemukakan penjelasan tentang pendekatan konstruktivisme dan pendekatan ekspositori, serta dijelaskan pula tentang peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran, maka menarik perhatian bagi penulis untuk meneliti apakah ada perbedaan antara siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan ekspositori dengan siswa yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa ?. Oleh karena itu penulis mengangkat judul “Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa (Penelitian di Kelas XI MAN 7 Srengseng Sawah)”.

3

Boo Hong Kwen, Using Two Tier Reflective Multiple Choice Question to Cater to Creative Thinking, dalam www.are.edu.au/05pap/boo05235.pdf. 30 Januari 2007.

4

(24)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, antara lain :

1. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran kimia. 2. Pendekatan mengajar guru yang kurang dapat mengaktifkan siswa.

3. Pendekatan mengajar guru yang telah dipakai, kurang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang telah diungkapkan maka perlu dibatasi, diantaranya adalah :

1. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konstruktivisme. Dimana proses pengajarannya bukan terdapat pada gagasan guru yang kemudian diteruskan oleh siswa, melainkan suatu proses untuk mengubah gagasan-gagasan siswa yang sudah ada dan mungkin salah kemudian dikembangkan melalui langkah-langkah pembelajaran oleh siswa tersebut dan berakhir dengan gagasan-gagasan yang telah mengalami modifikasi. 2. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang akan diteliti adalah kemampuan

berpikir kreatif siswa secara verbal pada pembelajaran Kimia, dinilai dari aspek dimensi kelancaran kata, kelancaran berekspresi, kelancaran memberi ide, fleksibilitas dan orisinalitas, serta elaborasi.

3. Pokok bahasan pembelajaran Kimia dibatasi pada materi pokok Sistem Koloid untuk kelas XI.

D. Perumusan Masalah

(25)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian jni adalah :

1. Menambah pengetahuan lebih dalam lagi tentang pendekatan konstruktivisme khususnya bagi para pendidik atau guru.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan pelaksanaan pembenahan sistem pendidikan agar dapat menciptakan suasana dan keadaan yang kondusif sebagai penumbuhkembangan kreativitas bagi para peserta didik maupun bagi para pendidik.

(26)
(27)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN

PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori 1. Konstruktivisme

a. Pengertian Konstruktivisme

Berdasarkan penelitiannya tentang bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan, Piaget menyimpulkan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak. Penelitiannya inilah yang menyebabkan ia dikenal sebagai konstruktivis pertama. Menurut Piaget, semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada diluar tetapi ada di dalam diri seseorang yang membentuknya. Pengetahuan selalu memerlukan pengalaman1. Dengan kata lain pengetahuan tidak dapat diteruskan dalam bentuk yang sudah jadi. Setiap orang harus membangun sendiri (mengkonstruksi) pengetahuan-pengetahuannya.

Menurut Bruner (1960), konstruktivisme merupakan suatu proses dimana siswa membina ide baru atau konsep yang berasaskan kepada pengetahuan asal mereka. Siswa memilih dan mengintepretasikan pengetahuan baru, membina hipotesis dan membuat keputusan yang melibatkan pemikiran mental (struktur kognitif) memberikan makna dan pembentukan pengalaman.2 Pembinaan pengalaman demi pengalaman inilah yang menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

1

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogya : Kanisius, 2001), h.38,42 2

(28)

Briner (1999), berpendapat bahwa siswa membina pengetahuan mereka dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya dalam situasi yang baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh melalui pembinaan intelektual yang sudah ada. Selain itu menurut Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivisme adalah suatu pendekatan atau metode pengajaran berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa setiap manusia membina pengetahuan dan bukan hanya menerima pengetahuan dari orang lain.3

Dilihat dari segi pengajaran dan pembelajaran, konstruktivisme juga diartikan sebagai pendekatan yang memberikan hak dan peluang belajar kepada siswa untuk belajar dengan membina makna dalam kerangka pikirannya masing-masing berdasarkan pengalaman dan lingkungan yang sudah ada.4 Teori konstruktivisme juga diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, antara lain tindakan mencipta sesuatu maksud dari apa yang mereka pelajari.

Secara ringkasnya, teori pembelajaran konstruktivisme adalah suatu pemahaman bahwa pengetahuan, ide, atau konsep yang baru dibina secara aktif berdasarkan kepada pengalaman sendiri dan pengetahuan yang sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Ide atau konsep yang diterima diperoleh berdasarkan pengalaman sendiri, interaksi sosial dan lingkungan yang diselaraskan melalui proses metakognitif siswa. Secara ringkasnya alur proses konstruktivisme dapat dilihat berdasarkan gambar 2.1. Dan gambar 2.2 tentang pembelajaran konstruktivisme berdasarkan prinsip-prinsip secara umum, pengajarannya, serta peranan guru dan pelajar. 5

3

What is constructivism?, , dalam

www.mpbl.edu.my/math/modul/materials/construktivsm 6 Februari 2008. 4

Noraziah bt Ahmad, Konstruktivisme dalam Pengajaran dan Pembelajaran, dalam http://www.geocities.com/hypatia_01_2001/ilmiahazie.htm. 21 September 2007

5

(29)
(30)
(31)

b. Jenis – jenis Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld, teori konstruktivisme dibedakan menjadi tiga jenis, antara lain (1) konstruktivisme radikal, (2) realisme hipotesis, dan (3) konstruktivisme yang biasa.

1). Konstruktivisme radikal merupakan teori yang mengesampingkan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Melainkan sebagai pengaturan yang dibentuk oleh pengalaman seseorang (Von Glaserfeld, 1982). Teori konstruktivisme radikal meyakini bahwa kita hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk atau dikonstruksi oleh pikiran kita, dan tidak harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang harus mengkonstruksi pengetahuan tersebut. Tokoh dalam konstruktivisme radikal adalah Piaget (Bettencourt, 1989).6

2). Menurut teori realisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah) dipandang sebagai suatu hipotesis dari struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati, yang dekat dengan realitas. Pengetahuan juga mempunyai hubungn dengan kenyataan, akan tetapi tidak sempurna (Manuvar, 1981). Tokoh dalam teori ini adalah Lorenz dan Popper. 7

3). Pada teori konstruktivisme biasa, tidak mengambil konsekuensi konstruktivisme. Menurut teori ini, pengetahuan kita merupakan gambaran dari realitas tersebut. Pengetahuan kita dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri.8

6

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Kanisius, 2001), cet ke-5, h.25 - 26.

7

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h. 26. 8

(32)

c. Prinsip -prinsip Pembelajaran Konstruktivisme

Salah satu faktor yang paling utama dalam pembelajaran konstruktivisme adalah pengajaran dan pembelajaran yang berpusatkan pada siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa tersebut dan bukan pengejaran yang diterima secara pasif.

Berdasarkan gambar 2.2, prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme yang pertama terpusatkan pada siswa memiliki ciri-ciri, antara lain pembelajaran merupakan suatu proses yang aktif. Siswa diberikan peluang untuk memilih tujuan, strategi dan penilaian pelajarannya. Yang kedua adalah motivasi merupakan kunci pembelajaran, yakni terdapat penemuan inkuiri, perasaan ingin tahu, dan inisiatif siswa. Selain itu pengalaman, sikap dan pengetahuan sebelumnya, dan kecenderungan berpikir (cognitive predisposition) mempunyai peranan yang penting dalam pembelajaran.

Dalam teori konstruktivisme, pembelajarannya berbentuk kontekstual, yakni berkaitan dengan kehidupan seseorang yang berhubungan dengan analisis dan bimbingannya. Pembelajaran konstruktivisme juga merupakan suatu aktivitas sosial dimana termasuk pembelajaran kooperatif yakni antara sesama siswa maupun antara guru dengan siswa.

Pembelajaran konstruktivisme juga membutuhkan waktu. Siswa perlu diberikan waktu untuk memenuhi dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Pembelajaran konstruktivisme juga menekankan pada pematangan pemahaman siswa.9 Karena pemahaman yang matang akan menghasilkan pengetahuan yang mendalam dan menyeluruh.

9

(33)

Adapun menurut Caine dan Caine (1991), pembelajaran konstruktivisme, mempunyai 12 prinsip dasar , antara lain : 10

1). Otak adalah alat yang paling utama. Karena ia memproses banyak jenis ide termasuk pikiran, emosi, dan pengetahuan budaya.

2). Pembelajaran melibatkan keseluruhan fisiologis. Guru tidak boleh menitikberatkan kepada kemampuan intelektual saja.

3). Usaha dalam mencari pengetahuan bersifat personal dan unik. Hal ini terjadi karena pemahaman siswa dibangun sendiri dan didasari oleh pengalaman uniknya.

4). Pembelajaran yang efektif adalah saling menghubungkan antara ide dan kegiatan dengan suatu konsep dan tema yang global.

5). Emosi adalah faktor kritis dalam pembelajaran. Pembelajaran hendaknya dipengaruhi oleh emosi, perasaan, dan sikap.

6). Kemampuan otak memproses sebagian kecil sampai keseluruhannya secara bersamaan sehingga tidak terjadi suatu masalah.

7). Pembelajaran melibatkan perhatian yang terfokus dan persepsi dari lingkungan, kebudayaan dan iklim.

8). Pembelajaran melibatkan proses secara sadar dan tidak sadar. Siswa membutuhkan waktu untuk memproses “apa” dan “bagaimana” isi pelajarannya.

9). Terdapat sekurang-kurangnya dua jenis ingatan, yakni sistem ingatan ruang (spartial) dan sistem ingatan untuk pembelajaran hapalan. Pengajaran yang terlalu mengutamakan pembelajaran hapalan tidak dapat memajukan pembelajaran ruang dan pembelajaran yang berasaskan pengalaman sehingga pemahaman siswa menjadi terhambat dan tidak menyeluruh.

10). Pembelajaran yang menitikberatkan terhadap eksperimen adalah paling efektif.

10

Teori Konstruktivisme, dalam www.teachersrock.net/ciri_konst.htm. 21 September 2007

(34)

11). Pembelajaran dengan penguatan. Penguatan tidak selalu hal yang menggembirakan, tetapi bisa juga sebaliknya. Hal ini diterapkan kepada siswa disesuaikan dengan situasi pembelajaran yang ada, dimana penguatan ini juga tidak membuat siswa menjadi tertekan.

12). Setiap otak adalah unik dan berbeda. Pembelajaran haruslah diimplementasikan kepada siswa sehingga siswa dapat membangun pemikirannya masing-masing.

c. Peranan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Konstruktivisme Berdasarkan yang telah ditunjukkan dalam gambar 2.2, pengajar atau guru mempunyai peran sebagai mediator dan fasilitator dikelas. Antara lain dijabarkan tugas-tugas guru sebagai berikut :11

1). Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan atau proses. 2). Menyediakan atau memberikan kegiatan yang menstimulus

keingintahuan siswa dan membantu mereka mengekspresikan gagasan atau ide ilmiah mereka.

3). Menyediakan sarana yang menstimulus siswa untuk berpikir secara poduktif dan kreatif.

4). Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru juga harus mengamati dan membantu mengevaluasi kesimpulan siswa.

Tugas yang paling penting adalah menghargai dan menerima pemikiran siswa apapun adanya sambil menunjukkan apakah pemikiran itu jalan atau tidak. Guru juga harus menguasai bahan secara luas dan mendalam sehingga dapat lebih fleksibel menerima

11

Konstruktivisme, dalam

(35)

gagasan siswa yang berbeda-beda.12 Secara garis besar, tugas guru dalam proses ini lebih menjadi mitra yang aktif bertanya, menstimulus pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya, serta kritis menguji konsep siswa.

Salah satu peran esensial dari guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran sains adalah membina belajar mandiri (independent study) kepada siswa. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :13

1). Mengakses minat siswa

2). Memperkenalkan kepada siswa berbagai bidang minat 3). Melakukan wawancara pribadi terhadap siswa

4). Mengembangkan rencana tertulis

5). Menentukan arah dan waktu dengan siswa berbakat 6). Membantu siswa dalam mencari macam-macam sumber 7). Melakukan sumbang saran terhadap produk akhir

8). Memberikan bantuan dalam metodelogi yang dibutuhkan

9). Membantu siswa dalam menemukan pendengar untuk presentasi siswa

10). Menilai hasil studi bersama siswa dan mempertimbangkan bidang baru untuk diteliti.

Selain guru, siswa juga mempunyai peranan penting dalam pembelajaran konstruktivisme, antara lain :

1). Bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran mereka sendiri 2). Membangun sendiri pengetahuannya

3). Menggabungkan pengertian yang lama dan pengertian yang baru

12

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h.72. 13

(36)

4). Diperbolehkan untuk menyelesaikan masalah. Siswa juga perlu mempunyai inisiatif dalam mengemukakan permasalahan dan membuat prediksi serta menjawab persoalan-persoalan yang dikemukakan guna membantu dalam mengubah atau membuat ide-ide baru mereka sebelumnya.

d. Keunggulan dari Pembelajaran Konstruktivisme

Pembelajaran konstruktivisme dapat mestimulus seseorang dalam berpikir secara kreatif dan kritis. Siswa terbiasa untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah, membuat ide-ide baru dan keputusan yang bijaksana. Karena siswa terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, maka siswa menjadi lebih paham dan ingat lebih lama semua konsep yang diperolehnya.14

Siswa juga dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya, yakni bekerja sama dengan siswa lain, menambah pengetahuan dan pemahamannya. Oleh karena siswa terlibat secara terus-menerus, siswa menjadi lebih paham, ingat, yakin dan mampu berinteraksi sosial dengan baik, maka siswa akan lebih berani lagi dalam belajar dan dalam membina pengetahuannya yang baru.

Menurut pendapat Shapiro (1994) yang menyatakan bahwa kelas yang mengaplikasikan pendekatan konstruktivisme, maka akan menghasilkan siswa yang mempunyai sifat dan perilaku yang sama dengan saintis. Hal itu terjadi karena siswa secara mandiri yang membangun hipotesis, mengumpulkan data dengan melakukan percobaan atau observasi kemudian membangun konsep berdasarkan hipotesis dan fakta yang mereka peroleh.15

e. Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme.

14

Jurnal Teori Pembelajaran Konstruktivisme PPBK…, h. 9. 15

(37)

Untuk mengaplikasikan pendekatan konstruktivisme dalam kelas sains, guru diharapkan mampu memahami dan melaksanakan langkah-langkah pembelajaran dengan teratur dan terurut sesuai dengan proses tahapannya. Alters (2004) memberikan ilustrasi tentang langkah-langkah pembelajaran tersebut, antara lain : 16

1). Menarik Perhatian

Dalam tahapan ini, guru memberikan gambaran singkat tentang sebuah fenomena dan menayakan pengalaman siswa tentang fenomena tersebut.

2). Prediksi Pribadi

Pada tahapan ini, siswa diberi kesempatan untuk membuat prediksi tentang percobaan yang akan dilakukan.

3). Prediksi Kelompok

Guru mengajak siswa untuk membuat kelompok kecil dan berdiskusi di dalam kelompok untuk membuat prediksi kelompok. Kemudian masing-masing kelompok diharapkan menyampaikan prediksi mereka.

4). Percobaan

Tahapan ini merupakan bagian yang sangat penting, karena pada bagian ini siswa akan melakukan sendiri percobaan mereka. Mereka akan melakukan percobaan untuk menguji hipotesis mereka dan mengobservasi apakah prediksi mereka akurat atau tidak.

5). Diskusi Kelompok

Setelah melakukan percobaan, siswa diajak untuk berdiskusi dalam kelompok mengenai hasil percobaan mereka. Mereka berdiskusi apakah prediksi mereka akurat atau tidak dan mengapa hal tersebut bisa terjadi.

16

(38)

6). Laporan Kelompok

Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka dan bermacam alasan yang mendukung hipotesis dan konsep mereka.

7). Penjelasan

Pada tahapan ini, guru menyampaikan penjelasan singkat tentang teori dan konsep yang mendasari percobaan serta juga mengoreksi sekiranya terdapat kesalahpahaman siswa.

8). Aplikasi

Pada tahap ini, guru mengajak siswa untuk berpikir tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk mengembangkan percobaan yang telah dikerjakan atau menjelaskan fakta lain mengenai percobaan yang mereka lakukan.

Langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme juga telah terangkum dalam tahapan pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran tersebut terbagi menjadi empat tahapan, yaitu apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep, serta pengembangan dan aplikasi.

(39)

konseptualnya dengan mengajak siswa berpikir untuk mengembangkan percobaan yang telah dikerjakannya. 17

Efektifitas implementasi pembelajaran konstruktivisme biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Apabila ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut kurang memuaskan, maka akan dapat diperbaiki pada pembelajaran berikutnya dengan cara mangantisipasi kelemahan-kelemahan proses pembelajaran sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.

f. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia

Perkembangan mental peserta didik di sekolah, antara lain meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode dan pendekatan yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik.18

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dan dapat menstimulus anak untuk berkreatif adalah dengan menyesuaikan metode, strategi atau pendekatan pembelajarannya. Pendekatan pembelajaran adalah cara kerja yang dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh tujuan pengajaran yang lebih baik. Pendekatan merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan instruksional dalam satuan pembelajaran.19 Pendekatan seringkali disamakan dengan model

17

Nengsih Juanengsih, Penerapan model Pembelajaran Konstruktivisme melalui Pendekatan Induktif Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa, Seminar Internasional Pendidikan IPA,FITK, UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta, 31 Mei 2007), h.41-42

18

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet ke-4, h.107

19

(40)

pembelajaran, karena model memiliki arti yang sangat luas antara lain mencakup strategi, metode, dan prosedur yang dapat dipakai.

Terdapat beberapa macam dari pendekatan dan strategi belajar mengajar yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pengajaran, antara lain pendekatan umum seperti pendekatan konsep dan proses, deduktif dan induktif, ekspositori, heuristik, dan pendekatan kecerdasan. Namun adapula pendekatan modern yang bisa diterapkan sebagai metode baru dalam pengajaran seperti pendekatan keterampilan berproses, konstruktivisme, pembelajaran kooperatif, CTL (Contextual Teaching Learning), dan sebagainya.

Menurut para ahli psikologi pendidikan berpendapat, bahwa belajar adalah perubahan secara sadar, bersifat kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan dan terarah, serta mencakup seluruh aspek perilaku.20 Kaum konstruktivis juga mengartikan belajar sebagai proses aktif pelajar dalam mengkonstruksi arti, baik teks, dialog, pengalaman fisis, dll.21 Agar siswa mempunyai keinginan untuk belajar sesuatu dengan cara yang lebih efisien, maka dibutuhkan tindakan pembelajaran.

Hamzah (2007), mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu proses interaksi antara siswa dengan guru/instruktur dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan belajar tertentu.22 Pembelajaran dalam suatu definisi juga dipandang sebagai upaya mempengaruhi siswa agar belajar.

Pembelajaran juga diartikan sebagai proses menerjemahkan dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat pada kurikulum kepada siswa melalui interaksi belajar mengajar di sekolah.23

20

Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 61. 21

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h.61. 22

Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara, 2007, h.54. 23

(41)

Proses pembelajaran yang baik diyakini dapat menghasilkan output pendidikan yang baik pula

Ilmu kimia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “ilmu tentang susunan, sifat dan reaksi suatu unsur atau zat.” 24 Dalam ilmu kimia juga terdapat bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi dalam proses-proses alamiah maupun dalam percobaan yang sudah direncanakan.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia adalah suatu proses yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik dapat mempelajari tentang bahan penyusun suatu benda, reaksi-reaksi yang terjadi pada benda tersebut, serta perubahan-perubahan yang terjadi pada benda tersebut baik secara fisik maupun secara kimiawi. Dan dapat membangun pola berfikir peserta didik agar kreatif guna memecahkan suatu masalah.

Pembelajaran kimia disebut juga sebagai pembelajaran sains. Dikarenakan ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu sains. Pembelajaran kimia sering diyakini sebagai pembelajaran yang kurang menyenangkan dan cenderung membosankan. Hal ini terjadi karena pembelajaran kimia masih sering diajarkan dalam suasana pendekatan yang tradisional, dimana guru mengambil peranan dominan sementara siswa hanya bersifat pasif.

Munculnya perspektif konstruktivisme dalam pendidikan sains tidak terlepas dari pengaruh konstruktivisme dalam bidang sains itu sendiri. Proses membangun pengetahuan ilmiah sains harus bersifat bermanfaat (useful) dan mengarah pada hal-hal yang praktis. Selain itu juga harus relevan dengan fenomena sains sehari-hari yang familiar dimata siswa.

24

(42)

Dalam konstruktivisme, siswa perlu membangun pengetahuannya sendiri, terlepas dari bagaimana mereka belajar.25 Dengan demikian konstruktivisme mengantarkan siswa dalam membangun pemahamannya tentang konsep kimia melalui serangkaian aktivitas antara lain, kegiatan pemikiran (reasoning), mental dan performan siswa.

Menurut perspektif guru, pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia merupakan cara berpikir, sikap, dan perilaku guru dalam proses belajar mengajar dengan menekankan pada peran aktif siswa untuk membangun pengetahuan kimianya melalui pemahaman terhadap realitas kehidupan sebagai hasil dari pengalaman dan interaksinya. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa.

Sesuai dengan tujuan dari pembelajaran konstruktivisme, antara lain :26

1). Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab dari siswa itu sendiri

2). Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya

3). Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap

4). Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri

5). Lebih menekankan pada proses belajar.

25

On Constructivism, dalam www.academic.sun.ac.za/mathed/174/constructivism.pdf, 6 Februari 2008, h. 2

26

Konstruktivisme, dalam

(43)

Konstruktivisme memandang bahwa pembelajaran, khususnya pembelajaran kimia merupakan proses interaksi (terutama kognitif) antara guru dan siswa dalam rangka membangun pengetahuan. Hasil dari proses pemahaman konsep ini, siswa dapat mengingat dengan ingatan jangka panjang, karena melalui pelibatan yang aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan asal untuk membentuk suatu pengetahuan yang baru

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan pola pikir siswa dan mengembangkan ruang gerak siswa. Dengan menekankan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya melalui pemahaman konsep berdasarkan pengalaman dan lingkungan sosialnya.

3. Berpikir Kreatif Dalam Sains a. Konsep Berpikir Kreatif

Betapa pentingnya kreativitas dalam pengembangan sistem pendidikan yang ditekankan dalam UU RI Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional. Yakni pasal 8 ayat 2 bahwa “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.” Dalam GBHN tahun 1993 juga dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra-sekolah.27

Pada setiap tahap perkembangan anak dan pada sampai jenjang pendidikan. Mulai dari pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan di perguruan tinggi, bahwa kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan serta ditingkatkan disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan.

27

(44)

Ditinjau dari sudut etimilogi, kreativitas berasal dari bahasa Inggris yaitu to create, yang artinya mencipta. Sedangkan menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Bahasa Indonesia mengartikan kreativitas sebagai “kemampuan untuk mencipta, daya cipta.” 28

Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh pakar pendidikan berdasarkan sudut pandang masing-masing. Perbedaan dalam sudut pandang ini menghasilkan berbagai definisi kreativitas dengan penekanan yang berbeda-beda. Menurut Baron (1982), kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu hal yang baru.29

Menurut Guilford (1970), bahwa “kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif.” 30 Yakni dengan berpikir untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan (divergen) bukan berpikir bahwa hanya ada satu jawaban yang benar (konvergen).

Rogers mendefinisikan kreativitas sebagai suatu proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu tindakan. Kreativitas ini juga dapat terwujud dalam suasana kebersamaan. Menurut Drevdahl, kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.31

Berdasarkan berbagai definisi kreativitas, Rhodes (1961) mengelompokan kreativitas kedalam empat dimensi atau lebih dikenal

28

Pusat Bahasa DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h. 599

29

Muhammad Ali, dkk, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), cet-1, h. 41

30

Muhammad Ali, dkk, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik.., h. 41 31

(45)

dengan The Four P’s of Creativity, antara lain process, product, person dan press. 32

Dimensi process melihat kreativitas sebagai suatu proses yang dilakukan oleh seseorang berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya suatu perilaku kreatif. Dalam hal ini, memberikan kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif dengan tidak merugikan orang lain atau lingkungannya..

Dimensi product, menekankan pada hasil karya seseorang. Baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama sehingga menghasilkan sesuatu yang baru. Selain itu hendaknya pendidik menghargai produk kretivitas dengan mempertunjukkan dan mengkomunikasikannya dengan orang lain sehingga akan lebih menggugah minat untuk lebih berkreasi.

Dimensi person, memandang bahwa karakteristik kreatif seseorang lebih mengacu kepada kemampuan individu itu sendiri. Atau berdasarkan dari segi ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas.

Untuk dimensi press, penekanannya pada faktor dorongan. Dorongan tersebut baik dari internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, juga dorongan secara eksternal dari lingkungan sosial dan psikologisnya.

Kreativitas dapat terbina melalui proses berpikir. Berpikir merupakan proses dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yakni pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.33

Menurut De Bono, berpikir dibedakan menjadi 2 tipe, yakni berpikir lateral dan berpikir vertikal. Berpikir lateral merupakan kecenderungan menemukan gagasan baru dalam berpikir untuk

32

Fakultas Psikologi UPI Y.A.I, Portofolio Psokologi Kognitif, (Jakarta, 2002) 33

(46)

mencari ide yang bervariasi. Dalam berpikir lateral, pemikirannya menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya. Berpikir vertikal yakni menghubungkan dengan membangun ide serta meneliti ide itu semua secara terurut sehingga menjadi kriteria gagasan yang objektif. Berpikir vertikal memilih pendekatan yang paling menjanjikan untuk setiap masalah sementara berpikir lateral menghasilkan banyak alternatif gagasan untuk mencari solusi suatu masalah. Berpikir kreatif adalah perpaduan antara berpikir lateral dan berpikir vertikal.34

Menurut Sarwono, kegiatan berpikir terbagi menjadi dua, yaitu berpikir asosiatif (tidak terarah) dan berpikir terarah. Berpikir asosiatif adalah proses berpikir dimana suatu ide menstimulus timbulnya ide baru. Jalan pikiran tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya, sehingga ide-ide timbul secara bebas. Yang termasuk dalam berpikir ini adalah asosiasi bebas, asosiasi terkontrol, melamun, mimpi, dan berpikir artistik. Berpikir terarah adalah proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan pada sesuatu pemecahan persoalan. Yang termasuk dalam berpikir jenis ini adalah berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir inilah yang menghasilkan kreativitas berpikir.35

Menurut Woolfolk, keterampilan berpikir kreatif “adalah suatu keterampilan seseorang dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide baru, konstruktif, dan baik berdasarkan konsep-konsep, prinsip-prinsip yang rasional, maupun persepsi dan intuisi.” 36

34

Moshe Barak dkk, Using Portfolios to Enhance Creative Thinking, dalam www.scholar.lib.vt.edu/ejourney/summer_fall_2000/pdf. , 30 Januari 2007.

35

Purwanto, Kreativitas Berpikir Siswa dan Perilaku dalam Tes, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No 055: Juli 2005), h.513.

36

(47)

Kreativitas berpikir atau berpikir kreatif adalah kreativitas sebagai proses dan berpikir dilakukan secara terarah. Dalam berpikir kreatif, kreativitas merupakan tindakan berpikir yang menghasilkan gagasan kreatif atau cara berpikir yang baru, asli, independen, dan imajinatif. Kreativitas juga dipandang sebuah proses mental. Daya kreativitas menunjuk pada kemampuan berpikir yang lebih orisinal dibandingkan dengan kebanyakan orang lain.37

Dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban (berpikir divergen) terhadap suatu masalah dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan beragam jawaban. Semakin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah maka semakin kreatif seseorang. Tentunya jawaban yang dikemukakan harus sesuai dengan masalahnya.

b. Karakteristik Siswa yang Kreatif

Secara operasional, kreativitas dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, meperkaya, dan merinci) suatu gagasan.38 Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut : 39

1). Memiliki rasa ingin tahu yang besar 2). Tekun dan tidak mudah bosan 3). Percaya diri dan mandiri

4). Merasa tertantang oleh kemajemukan atau kompleksitas 5). Berani mengambil resiko

6). Berpikir divergen.

37

Purwanto, Kreativitas Berpikir Siswa dan Perilaku dalam Tes, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta : LIPI, 2005)

38

Mariati, Pengembangan Kreativitas Siswa melalui Pertanyaan Divergen pada Mata Pelajaran IPA, (Jakarta : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 063, November 2006), h.763.

39

(48)

Disisi lain, Utami Munandar mengemukakan ciri-ciri kreativitas sebagai berikut : 40

1). Senang mencari pengalaman baru

2). Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit

3). Memiliki inisiatif

4). Memiliki ketekunan yang tinggi 5). Cenderung kritis terhadap orang lain

6). Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya 7). Selalu ingin tahu

8). Peka atau perasa 9). Enerjik dan ulet

10). Menyukai tugas-tugas yang majemuk 11). Percaya kepada diri sendiri

12). Mempunyai rasa humor 13). Memiliki rasa keindahan

14). Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi

Kreativitas berhubungan dengan faktor-faktor kognitif dan afektif. Faktor-faktor tersebut diperlihatkan dalam ciri-ciri aptitude dan non aptitude dari kreativitas. Adapun ciri-ciri aptitude yang berhubungan dengan kognitif meliputi :41

1). Keterampilan berpikir lancar

Kelancaran dalam berpikir yang dimaksud adalah kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan banyak hal dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Penekanannya disini adalah dalam waktu yang singkat dapat menghasilkan gagasan atau ide tentang obyek tertentu dalam jumlah yang banyak.

40

M. Ali, Psikologi Remaja “ Perkembangan Peserta Didik”.., h. 52 41

(49)

2). Keterampilan berpikir luwes (fleksibel)

Fleksibel yang dimaksud adalah kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran, dan mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda. Mereka yang memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi mampu mengalihkan arah berpikir untuk memecahkan suatu masalah. Sehingga penekanan fleksibilitasnya pada segi keragaman gagasan, kaya akan alternatif dan bukan kekakuan dalam berpikir yang cenderung otoriter.

3). Keterampilan berpikir orisinil

Orisinilitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk memberikan gagasan yang secara statistik unik dan langka untuk populasi tertentu, kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru atau kombinasi baru antar bermacam-macam unsur atau bagian. Semakin banyak unsur-unsur yang digabung menjadi satu gagasan atau produk kreatif, maka semakin orisinil pula pemikiran individu tersebut.

4). Keterampilan memerinci (mengelaborasi)

(50)

Ciri-ciri non aptitude yang berhubungan dengan sikap dan perasaan adalah :42

1). Rasa ingin tahu : terdorong untuk mengetahui lebih banyak, mengajukan banyak pertanyaan, memperhatikan orang/obyek/ situasi, peka mengamati, mengetahui dan meneliti.

2). Bersifat imajinatif : mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi, menggunakan daya khayal, tetapi mengetahui batas antara khayalan dan kenyataannya.

3). Merasa tertantang oleh kemajemukan : terdorong mengatasi masalah yang sulit, tertantang oleh situasi yang sulit dan lebih tertarik pada tugas-tugas yang rumit.

4). Sifat berani mengambil resiko : berani memberi jawaban meskipun belum tentu benar, tidak takut gagal, tidak ragu karena ketidakjelasan, dan hal-hal yang tidak konvensional atau kurang berstruktur.

5). Sifat menghargai : menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup, menghargai kemampuan dan bakat yang berkembang.

Pada dasarnya kedua aspek diatas mempunyai pengaruh besar pada tingkat kreativitas seseorang. Siswa yang kreatif biasanya sering mengajukan pertanyaan yang baik, mempunyai motivasi ingin tahu yang besar, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah. Siswa yang kurang kreatif bahkan tidak kreatif, sebaliknya merupakan kurang mampu atau tidak mampu dalam menghasilkan banyak gagasan, tidak berani untuk mengajukan pertanyaan dan lain sebagainya. Dengan demikian semakin banyak ciri-ciri kognitif dan

42

(51)

afektif yang dimiliki seseorang maka semakin kreatiflah orang tersebut.

Dalam penelitian lain, kita juga dapat mengenali siswa yang berbakat sains dan sekaligus kreatif. Antara lain dengan menekankan kepada komponen-komponen yang berbeda, komponen itu meliputi : 1). Kepekaan terhadap masalah

2). Kemampuan untuk mengembangkan gagasan baru 3). Kemampuan untuk menilai

4). Kesiagaan dalam mendeteksi ketidakajegan (inkonsistensi) 5). Derajat tinggi dari kemampuan mekanikal

6). Ketekunan semangat

7). Dedikasi terhadap pekerjaan dan prakarsa 8). Visualisasi spesial,

9). Kemampuan manipulatif, kemampuan untuk mengkomunikasikan 10). Keuletan, dan sikap mempertanyakan.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Kreativitas bukanlah unsur bawaan yang dimiliki oleh sejumlah anak saja, akan tetapi kreativitas dimiliki oleh semua anak. Oleh karena itu kreativitas perlu diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan sekitarnya agar dapat berkembang dengan baik

Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas adalah sebagai berikut :43

1). Usia

2). Tingkat pendidikan orang tua 3). Tersedianya sarana (fasilitas) 4). Penggunaan waktu luang.

43

(52)

Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat. Faktor yang mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut : 44

1). Situasi yang memunculkan ketidaklengkapan serta keterbukaan 2). Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak

pertanyaan

3). Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu

4). Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian

5). Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.

6). Kedwibahasaan yang memungkinkan pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.

7). Posisi kelahiran (berdasarkan tes kreativitas, anak sulung laki-laki lebih kreatif daripada anak laki-laki yang lahir kemudian).

8). Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya, rangsangan dari lingkungan sekolah (pendekatan, metode pembelajaran), dan motivasi diri.

Faktor-faktor yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas adalah sebagai berikut :

44

(53)

1). Adanya kebutuhan akan keberhasilan, ketidakberanian dalam menanggung resiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.

2). Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.

3). Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.

4). Stereotip peran seks atau jenis kelamin. 5). Diferensiasi antara bekerja dan bermain. 6). Otoritarianisme.

7). Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.

Ahli lain, yaitu Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya, salah satu lingkungan pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut. Ini dapat dimungkinkan karena sebagian besar waktu kehidupan anak berlangsung dalam keluarga. Dalam hal ini, Torrence mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan anak yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas dan yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu :45 1). Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim

2). Menghormati gagasan imajinatif

3). Menunjukkan kepada anak bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai

4). Memberikan kesempatan kapada anak untuk belajar atas inisiatifnya sendiri dan memberikan reward kepadanya

5). Memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar dan melakukan kegiatan tanpa suasana penilaian.

45

(54)

Interaksi dalam keluarga yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, antara lain :

1). Terlalu dini dalam mengeliminasi fantasi anak 2). Membatasi rasa ingin tahu anak

3). Terlalu menekankan peran berdasarkan jenis kelamin 4). Terlalu banyak melarang anak

5). Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu 6). Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu 7). Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif

d. Cara-cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kreativitas siswa dalam belajar sangat bergantung pada kreativitas guru dalam mengembangkan materi standar dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru dapat menggunakan berbagai macam pendekatan dalam meningkatkan kreativitas siswa. Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kreativitas siswa, antara lain : 46

1). Jangan terlalu banyak membatasi ruang gerak siswa dalam pembelajaran dan mengembangkan pengetahuan baru

2). Bantulah siswa memikirkan sesuatu yang belum lengkap, mengeksplorasi pertanyaan, dan mengemukakan gagasan yang orisinal.

3). Bantulah siswa untuk mengembangkan prinsip-prinsip tertentu ke dalam situasi baru

4). Berikan tugas-tugas secara independen

5). Kurangi pengekangan dan ciptakan kegiatan-kegiatan yang dapat menstimulus otak

46

(55)

6). Berikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir reflektif terhadap masalah yang dihadapi

7). Hargai perbedaan individu siswa, dengan melonggarkan aturan dan norma kelas

8). Jangan memaksakan kehendak terhadap siswa

9). Tunjukkan perilaku-perilaku baru dalam pembelajaran

10). Kembangkan tugas-tugas yang dapat menstimulus tumbuhnya kreativitas

11). Kembangkan rasa percaya diri siswa

12). Kembangkan kegiatan-kegiatan yang menarik

13). Libatkan siswa secara optimal dalam proses pembelajaran, sehingga proses mentalnya bisa lebih dewasa dalam menemukan konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.

Semua teknik kreatif yang dilakukan oleh guru pada dasarnya menuntut siswa untuk berpikir divergen, yakni kemampuan dalam melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan dapat memberikan gagasan yang bervariasi. Dan bukan hanya memberikan satu gagasan saja.

e. Pengukuran Kreativitas Verbal

Untuk mengukur kreativitas secara verbal, maka dapat menggunakan tes kreativitas verbal (TKV). Tes ini dikonstruksi di Indonesia pertama kali pada tahun 1977 oleh pakar Psikologi Pendidikan, Univ

Gambar

Tabel 3.1.   Variabel penelitian ……………………………………………….   49
Gambar 2.1   Alur proses konstruktivisme …………………………………    9
Gambar 2.1 :  ALUR  PROSES  KONSTRUKTIVISME
Gambar 2.2 :  BAGAN   KONSTRUKTIVISME  DAN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui perbedaan kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang

Ungkapan Sumaji, dkk tersebut menunjukkan bahwa sains (IPA) menuntut adanya kreativitas dalam rangka memperkaya dan memberdayakan pengetahuan awal yang dimiliki

Bagi guru matematika yang ingin menerapkan pendekatan inkuiri dan konstruktivisme sebaiknya lebih memperhatika alokasi waktu yang ada agar seluruh tahapan

SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, Jurnal kajian filosofi, teori, kualitas dan manajemen pendidikan , Vol 1.. selalu berkembang, melalui latihan dapat

Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan proses belajar mengajar, terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelompok eksperimen yaitu yang

Proses penelitiannya mengikuti tahap-tahap: (a) merumuskan teori hipotetik awal berdasar kajian teori dan didukung dengan data empiris awal, (b) memvalidasikan draf tingkat

Kunci dari teori konstruktivisme adalah siswa belajar melalui informasi secara aktif untuk membangun pengetahuan sendiri, membandingkan informasi yang baru dengan

Ketiga komponen untuk menilai berpikir kreatif dalam matematika tersebut meninjau hal yang berbeda dan saling berdiri sendiri, sehingga siswa atau individu