• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Untuk memberikan data bagi para klinisi untuk penatalaksanaan pasien maupun peneliti selanjutnya untuk pengembangan penelitian.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BATU EMPEDU

Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya.Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu.Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran.1

Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati.Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati.Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.

Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang,duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya dating dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul

16

2.2 DIAGNOSA BATU EMPEDU 2.2.1 ANAMNESIS

tiba-tiba.Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah.Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.16

2.2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneous dan sclera dan bisa teraba hepar.16

2.2.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.

2.2.4 PENCITRAAN

16

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan

kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.16

Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstra hepatic.

Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.1

Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.1,16

Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu.Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.1,17

Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal disbanding USG.

Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis.Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan

17

kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mecakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian.17,18

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 % penduduk dewasa mendertia batu empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Setiap tahun, sekitar 1 juta pasien batu empedu ditemukan dan 500.000 – 600.000 pasien kolesistektomi, dengan total biaya sekitar US$4 trilyun.19

Balzer dkk,20

Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia> 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda.

melakukan penelitian epdiemiologi untuk mengetahui seberapa banyak populasi penderita batu empedu di Jerman. Dilaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1% pria dan 33,7% wanita menderita batu empedu. Faktor etnis dan genetic berperan penting dalam pembentukan batu empedu.Selain itu, penyakit batu empedu juga relative rendah di Okinawa Jepang. Sementara itu, 89 % wanita suku Indian Pima di Arizona Selatan yang berusia diatas 65 tahun mempunyai batu empedu. Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak factor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu.

2.3.1 Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan pria.Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.

2.3.2 Usia

2.3.3 Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.

2.3.4 Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

2.3.5 Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga

2.3.6 Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu empedu.Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.3.7 Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik

2.3.8 Nutrisi intravena jangka lama

Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu

2.4 PATOFISIOLOGI

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung

<20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu.10

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Factor motilitas kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.16,21

2.4.1. PATOFISIOLOGI BATU KOLESTEROL

Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu supersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu.22

2.4.1.1 Supersaturasi kolesterol

Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein,dan 0,3% bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu.Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga meningkat.Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi kolesterol.

2.4.1.2. Pembentukan inti kolesterol

Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air.Dan empedu memainkan peran tersebut.Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan vesikel.Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel.

Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.

2.4.1.3. Penurunan fungsi kandung empedu

Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu, memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes melitus.

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional untuk mengetahui gambaran profil lipid serum pada pasien dengan diagnosa batu kandung empedu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama periode April 2012 sampai Juli 2012.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian semua penderita batu kandung empedu yang datang ke poliklinik bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU. Sampel penelitian adalah penderita batu kandung empedu yang datang ke poliklinik bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.

3.4 Kriteria Inklusi

• Penderita yang telah didiagnosa batu kandung empedu dengan menggunakan USG / CT Scan dibagian bedah digestif FK USU/RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU.

3.5 Kriteria Ekslusi

• Penderita yang mendapat terapi hipolipidemia.

3.6 Besar Sampel

Seluruh penderita batu kandung empedu yang masuk ke dalam inklusi

3.7 Variabel Penelitian

Variabel Dependen : Batu kandung empedu Variabel Independen : Profil lipid serum

3.8 Definisi Operasional

• Batu kandung empedu yang di tegakkan dengan USG / CT Scan

• Batu empedu adalah batu yang dijumpai di dalam kandung empedu.

• Profil lipid serum(Kolesterol total, Triglycerides, HDL(High Density Lipoprotein) dan LDL(Low Density Lipoprotein) ) diambil pada pasien sebelum dilakukan tindakan cholesistectomy.

3.9 Kerangka Konsep

HIPERLIPIDEMIA

SUPERSATURASI KOLESTEROL

PEMBENTUKAN INTI KOLESTEROL

BATU KANDUNG EMPEDU

3.10 Data

Data yang diperoleh di presentasikan dalam bentuk tabel dan diagram 3.11 Alur Kerja

USG Batu kandung empedu Profil lipid serum

BAB IV. HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Sampel

Selama periode penelitian yang dilakukan dari bulan April 2012 sampai dengan Juli 2012, dijumpai 52 penderita batu kandung empedu yang dilakukan pemeriksaan profil lipid serum (kolesterol total, trigliserida, HDL, dan LDL). Dari 52 subjek penelitian didapatkan jumlah penderita batu kandung empedu yang sama antara jenis kelamin perempuan dengan laki-laki. Data demografi subjek yang mengikuti penelitian ini ditampilkan dalam tabel 4.1.1 dan 4.1.2.

Dari tabel 4.1.1 diketahui bahwa kelompok usia terbanyak penderita batu kandung empedu adalah pada kelompok usia 41 – 50 tahun. Rata-rata usia penderita batu kandung empedu adalah 49 ± 13,17 tahun, dengan usia tertinggi adalah 82 tahun dan usia terendah adalah 21 tahun.

Dari pengukuran berat badan didapatkan berat badan rata-rata penderita batu kandung empedu adalah 65 ± 6,75 kg. Dari pengukuran tinggi badan didapatkan tinggi badan rata-rata penderita batu kandung empedu adalah 1,61 ± 0,06 m. Dilakukan penghitungan BMI (Body Mass Index) dengan cara Du Bois dan didapatkan BMI rata-rata penderita batu kandung empedu adalah 25,2 ± 2,4 kg/m2. Berdasarkan BMI penderita batu kandung empedu pada penelitian ini didapatkan 1 orang termasuk kategori underweight, 20 orang termasuk kategori mempunyai berat badan yang ideal, dan 31 orang termasuk overweight.

Tabel 4.1.1. Distribusi pasien berdasarkan usia

Usia (Tahun)

Jumlah Proporsi

21-30 2 2/52

31-40 10 10/52

41-50 20 20/52

51-60 7 7/52

>61 13 13/52

Total 52

Tabel 4.1.2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Proporsi

Perempuan 26 26/52

Laki – laki 26 26/52

Total 52

Tabel 4.1.3. Distribusi pasien berdasarkan BMI Jumlah Proporsi

Underweight 1 1/52

Ideal 20 20/52

Overweight 31 31/52

Total 52

Diagram 1. Proporsi kelompok usia penderita batu kandung empedu

Diagram 2. Proporsi jenis kelamin penderita batu kandung empedu 2

10

20 7

13

Kelompok Usia

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun

>61 tahun

26 26

Jenis Kelamin

Perempuan Laki - laki

Diagram 3. Proporsi BMI penderita batu kandung empedu

4.2 Profil Lipid Serum pada Penderita Batu kandung empedu

Dari hasil pemeriksaan profil lipid serum penderita batu kandung empedu didapatkan rata-rata kolesterol total adalah 207,48 ± 44,78 mg/dL. Dengan nilai kolesterol total tertinggi adalah 371 mg/dL dan terendah adalah 141 mg/dL. Nilai rata-rata trigliserida adalah 191,03 ± 56,18 mg/dL.

Dengan nilai trigliserida tertinggi adalah 363 mg/dL dan terendah adalah 66 mg/dL. Nilai rata-rata HDL adalah 64,57 ± 17,27 mg/dL. Dengan nilai HDL tertinggi adalah 121 mg/dL dan terendah adalah 18 mg/dL. Nilai rata-rata LDL adalah 136,79 ± 31,34 mg/dL. Dengan nilai LDL tertinggi adalah 243 mg/dL dan terendah adalah 81 mg/dL.

1

20 31

Weight Category

Underweight Ideal

Overweight

Perbandingan profil lipid serum antara perempuan dengan laki-laki penderita batu kandung empedu ditampilkan dalam tabel 4.2.1.

Tabel 4.2.1. Perbandingan kadar lipid serum antara perempuan dengan laki-laki penderita batu kandung empedu

Diagram 4. Perbandingan kadar lipid serum antara perempuan dengan laki-laki penderita batu kandung empedu

Perbandingan profil lipid serum antara kelompok perempuan dengan laki-laki penderita batu kandung empedu menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05). Perbandingan kadar lipid

0

Kolesterol total Trigliserida HDL LDL

Perempuan Laki-laki

serum antara penderita batu kandung empedu usia ≤45 tahun dengan >45 tahun didapatkan penderita batu kandung empedu ≤45 tahun sebanyak 22 orang, sedangkan >45 tahun sebanyak 30 orang. Data ditampilkan dalam tabel 4.2.2.

Tabel 4.2.2. Perbandingan kadar lipid serum antara penderita batu kandung empedu usia ≤45 tahun dengan >45 tahun

Diagram 5. Perbandingan kadar lipid serum antara penderita batu kandung empedu dengan usia ≤45 tahun dengan >45 tahun

Perbandingan kadar lipid serum antara kelompok penderita batu kandung empedu ≤45 tahun dengan >45 tahun menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05). Perbandingan kadar lipid

0

Kolesterol total Trigliserida HDL LDL

≤45 tahun

>45 tahun

serum antara perempuan usia ≤45 tahun dengan >45 tahun didapatkan jumlah penderita batu kandung empedu yang sama, yaitu sebanyak 13 orang. Data ditampilkan dalam tabel 4.2.3.

Tabel 4.2.3. Perbandingan kadar lipid serum antara perempuan ≤45 tahun dengan perempuan >45 tahun penderita batu kandung empedu

Kolesterol total (<

Diagram 6. Perbandingan kadar lipid serum antara perempuan ≤45 tahun dengan perempuan >45 tahun

Kolesterol total Trigliserida HDL LDL

Perempuan ≤45 tahun Perempuan >45 tahun

Perbandingan kadar lipid serum antara kelompok perempuan ≤45 tahun dengan >45 tahun menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Perbandingan kadar lipid serum penderita batu kandung empedu antara kelompok overweight dengan yang tidak didapatkan penderita batu kandung empedu yang overweight sebanyak 31 orang, sedangkan yang tidak overweight sebanyak 21 orang.

Data ditampilkan dalam tabel 4.2.4.

Tabel 4.2.4. Perbandingan kadar lipid serum antara penderita batu kandung empedu yang overweight dengan yang tidak

Diagram 7. Perbandingan kadar lipid serum antara penderita batu kandung empedu yang overweight dengan yang tidak

Kolesterol total Trigliserida HDL LDL

Overweight Tidak

Perbandingan kadar lipid serum penderita batu kandung empedu yang overweight dengan yang tidak menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna ( p> 0,05).

BAB V. PEMBAHASAN

Penyakit batu kandung empedu lebih sering ditemukan pada populasi negara-negara barat dibanding dengan di Asia dan Afrika. Hal ini telah berubah selama beberapa dekade terkahir di negara-negara Asia, dengan peningkatan menonjol dalam prevalensi batu kandung empedu kolesterol.

Trend ini terjadi akibat dari meningkatnya konsumsi lemak, diet rendah serat, dan peningkatan gaya hidup sedentarian dalam populasi Asia.23

Perbandingan antara perempuan : laki-laki penderita batu kandung empedu pada penelitian ini didapatkan jumlah yang sama penderita batu kandung empedu. Secara global, perbandingan penderita batu kandung empedu antara perempuan dengan laki-laki adalah 2:1.

Batu kandung empedu jarang ditemukan pada dua dekade awal kehidupan dan insidennya meningkat seiring dengan usia, terutama pada usia diatas 40 tahun.25 Hal ini sesuai dimana pada penelitian ini didapatkan kelompok usia terbanyak penderita batu kandung empedu adalah pada kelompok usia 41 – 50 tahun. Dari sudut pandang biokimia, dengan seiring bertambahnya usia, terdapat peningkatan saturasi kolesterol empedu akibat dari meningkatnya sekresi kolesterol dari hepar akibat meningkatnya kadar HMG-Co-A reduktase. Juga terjadi penurunan sintesis dari asam empedu akibat dari penurunan aktivitas enzim 7 α-hidroksilase.24

Berdasarkan BMI rata-rata (25,2 ± 2,4 kg/m

Pada penelitian ini perbandingan profil lipid serum antara kelompok usia ≤45 tahun dengan >45 tahun tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05).

2), penderita batu kandung empedu pada penelitian ini dapat dikategorikan sebagai overweight. Dengan penderita batu kandung empedu yang overweight lebih banyak dibanding dengan yang mempunyai berat badan yang ideal maupun underweight.Kadar lipid serum penderita batu kandung empedu dengan overweight lebih tinggi daripada yang tidak overweight, tetapi tidak terdapat hubungan bermakna.Dari literatur dikatakan bahwa obesitas merupakan faktor risiko dari penyakit batu kandung empedu. Sekurangnya 25%

individu obese terdapat bukti mempunyai penyakit batu kandung empedu.Terutama pada perempuan dengan obesitas, mempunyai risiko yang meningkat untuk pembentukkan batu kandung empedu (risiko batu kandung empedu dua kali lipat pada perempuan dengan BMI >30 kg/m2 dibanding

dengan perempuan dengan BMI normal). Hal ini didasari oleh karena obesitas dikaitkan dengan peningkatan sintesis kolesterol dalam liver dan tingginya sekresi kedalam empedu.

Perbandingan profil lipid serum antara kelompok perempuan dengan laki-laki penderita batu kandung empedu pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05). Akan tetapi, dapat dilihat dari diagram 4 bahwa perempuan penderita batu kandung empedu mempunyai nilai profil lipid serum yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki penderita batu kandung empedu.

Perbedaan ini terutama didasari oleh hormon esterogen, dimana esterogen menstimulasi enzim HMG-Co-A reduktase, menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol empedu dan oleh karena itu menempatkan perempuan pada risiko tinggi terhadap super saturation.Pada masa hamil, empedu

Perbedaan ini terutama didasari oleh hormon esterogen, dimana esterogen menstimulasi enzim HMG-Co-A reduktase, menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol empedu dan oleh karena itu menempatkan perempuan pada risiko tinggi terhadap super saturation.Pada masa hamil, empedu

Dokumen terkait