• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

a. Memberikan informasi kepada institusi kesehatan, institusi pendidikkan, dan pihak- pihak terkait lainnya mengenai profil bayi baru lahir dari ibu dengan HIV & AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2012-2014.

b. Menjadi dasar-dasar ataupun data pendukung untuk penelitian-penelitian mengenai profil bayi baru lahir dari ibu dengan HIV & AIDS.

c. Menjadi tambahan informasi bagi wanita hamil yang terdiagnosa HIV &

AIDS untuk meningkatkan kesadaran diri tentang pentingnya pemberian terapi antiretroviral terhadap dirinya dan bayinya.

d. Menjadi pengalaman dan menambah wawasan peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya.

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 HIV dan AIDS

2.1.1 Pengertian HIV dan AIDS

Human Immunodeficiency Virus atau HIV yaitu sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk ke dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit.

Kondisi ini disebut AIDS. AIDS singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh, maka semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh dengan mudah (infeksi oportunistik). Oleh karena itu sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, maka penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya.18

2.1.2 Sejarah HIV & AIDS

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika SUB-Sahara. Penularan HIV diduga berasal dari kera hijau Afrika yang mengidap HIV tetapi banyak yang tidak sakit, namun menyebabkan simian AIDS pada kera di Asia. AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981 di Los Angeles oleh Centers for Disease Control and Prevention (Amerika Serikat).

Penyakit ini diderita oleh 5 laki-laki homoseksual yang mengalami penurunan kekebalan dan terjangkit Pneumonia pneumosistis. Spesies HIV yang menginfeksi manusia yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 merupakan spesies yang lebih mematikan, mudah masuk ke dalam tubuh, sumber mayoritas infeksi HIV di dunia. Berasal dari simpanse Pan troglodytes yang ditemukan di Kamerun Selatan. HIV-2 merupakan spesies yang sulit dimasukkan, kebanyakan berada di Afrika Barat. Berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus Atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon dan Kamerun. Banyak ahli berpendapat, bahwa HIV masuk ke dalam tubuh akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.15

2.1.3 Epidemiologi

AIDS pada anak-anak hampir selalu didapat dari ibu yang terinfeksi, baik lewat penularan intrauterin atau intrapartum. Ibu menjadi terinfeksi karena merupakan anggota salah satu kelompok beresiko seperti; pemakai obat intravena yang memakai jarum suntik bersama-sama dengan individu yang terinfeksi HIV; pelacur yang mendapat penyakit dari salah satu mitranya; atau yang kurang umum, menerima transfusi darah terkontaminasi; dan wanita yang menikah dengan pria yang seropositif HIV, termasuk penderita hemofilia laki-laki yang diobati dengan faktor VII mengandung HIV .𝟏𝟏𝟏𝟏

Distribusi geografis AIDS perinatal di Amerika Serikat terpusat terutama pada daerah metropolitan pantai, seperti New York/New Jersey, Miami, dan Los Angeles, daerah yang mencakup kebanyakan wanita dengan AIDS. Studi epidemiologis memberi keterangan bahwa sekitar 7.000 wanita seropositif HIV di Amerika Serikat akan menjadi hamil pada tiap tahunnya. Angka penularan pada janin atau bayi baru lahir tergantung pada faktor-faktor ibu, seperti keparahan penyakit dan tingkat viremianya. Pada beberapa wanita hamil dengan AIDS, angka infeksi janin dan perinatal dapat mendekati 70%. Namun, angka penularan janin secara vertikal pada wanita yang diketahui seropositif-HIV sekitar 25%. Pada keadaan khusus dimana wanita tertular infeksi HIV primer

saat awal kehamilan, risiko bagi penularan janin nampak lebih tinggi daripada 25%. Banyak contoh infeksi HIV pada trimester kedua yang diketahui melalui isolasi virus jaringan. Ada lebih sedikit contoh-contoh penularan transplasenta vertikal selama trimester pertama, namun antigen dan asam nukleat HIV telah ditemukan pada jaringan yang berasal dari tiga janin berumur 8 minggu. Telah ditemukan mekanisme penularan HIV intrauterin. Pertama, virus di dalam sistem ibu dilepaskan dari sel desidua, selanjutnya difagositosis oleh sinsitiotrofoblas.

Kedua, trofoblas yang menginvasi jaringan desidua berkontak dengan limfosit Cluster of Disease atau CD4 ibu yang terinfeksi-HIV. Ketiga, makrofag ibu yang terinfeksi menginvasi stroma vilus. Fagositosis dapat merupakan mekanisme yang lebih penting pada penularan intrauterin daripada kejadian yang diperantai reseptor CD4 spesifik karena sel bernukleus yang mengekspresikan molekul permukaan sel CD4 belum pernah diamati hingga minggu 12-14 kehamilan.19 2.1.4. Proses Replikasi HIV

Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian Ribonucleic Acid atau RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan struktural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol dan env. Gag berarti grup antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope. Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease dan integrase. Gen env mengode komponen struktural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu dan vpr.𝟏𝟏𝟏𝟏

Gambar 2.1 Struktur HIV.15

Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrit pada membran mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selam 5 hari setelah paparan, dimana replikasi virus menjadi cepat. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu : (1) Masuk dan mengikat; (2) Reverse transcriptase; (3) Replikasi; (4) Budding; (5)Maturasi.15

Gambar 2.2 Siklus Hidup HIV.15

Proses Replikasi HIV, sel CD4 berperan sebagi koordinator sistem imun, menjadi sasaran utama HIV. HIV merusak sel-sel CD4 sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi porak-poranda. Berbeda dengan bakteri, misalnya : Mycobacterium tuberculosis yang berkembang-biak dengan membelah diri, maka HIV sebagai retrovirus butuh sel hidup untuk memperbanyak dirinya. Sel yang jadi sasaran adalah sel-sel CD4, memasuki dan menggunakannya sebagai mesin fotokopi untuk memperbanyak diri. Replikasinya begitu cepat, bisa mencapai jutaan setiap harinya, sekaligus merusakkan sel CD4 yang digunakan sebagai host atau inang.15

Cara Penularan HIV dari ibu kepada bayi yang dikandungnya dapat melalui: (1) Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum). Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya,

cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal, transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar darah ibu; (2) Selama persalinan (intrapartum), selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan sevikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir; (3) Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi, pada ibu yang erinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan, besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persaliinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini,persalinan prematur, penggunaan eletrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu, ketuban pecah dini lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat; (4) Bayi tertular melalui pemberian ASI, ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak, konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah 1 per 104 sel, partikel virus ini dapat mempengaruhi risiko transmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di putting, lesi di mukosa mulut bayi, prematuritis dan respon imun bayi, penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko transmisi dua kali lipat.

Ibu dengan viral load HIV yang tinggi lebih mungkin meularkan infeksi pada bayinya. Kebanyakan ahli menganggap bahwa risiko penularan bayi sangat amat rendah bila viral load ibu dibawah 1000 waktu melahirkan. Walaupun janin dalam kandungan dapat terinfeksi, sebagian besar penularan terjadi dalam proses melahirkan. Bayi lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut lama. Selama persalinan, bayi dalam keadaan berisiko tertular oleh darah ibunya.20

2.1.5. Diagnosis HIV pada Bayi

Penyebaran virus HIV/AIDS di sejumlah provinsi di tanah air dalam beberapa tahun terakhir telah memasuki populasi umum, yakni kaum ibu dan bayi. Setiap hari, hmapir 1800 bayi di dunia telah terinfeksi HIV. Di Indonesia, jika tanpa intervensi diperkirakan 3000 bayi lahir dengan HIV per tahun.

Biasanya bayi dan ank terinfeksi HIV melalui: (a) Penularan dari ibu ke anak, dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum), selama persalinan (intrapartum), bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi (postpartum), bayi tertular melalui pemberian Air Susu Ibu atau ASI; (b) Penularan melalui darah, transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV, penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan, penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan tradisional misalnya tindik, sirkumsisi, dan lain-lain; (c) Penularan melalui hubungan seks, pelecehan seksual pada anak, pelacuran anak.17

Bayi yang terrtular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystisis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali (perbesarah hepar dan lien) .17

Mengingat antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai usia 18 bulan, maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes ini berdasarkan ada tidaknya antibodi terhadap virus HIV. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi HIV adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga menunjukkan pasien terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan Polymerase Chain Reaction atau PCR, bayi harus dilakukan pengambilan sampel darah untuk tes PCR pada dua saat yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat bayi berusia 1 bulan karena tes ini kurang sensitif selama periode satu bulan setelah lahir. Centers for Disease Control atau CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi berusia empat bulan. Jika tes ini negatif, maka bayi tidak terinfeksi HIV. Tetapi

bila bayi tersebut mendapatkan ASI maka bayi beresiko terular HIV sehinggga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan, pemeriksaan yang lain.17

2.1.6. Diagnosa HIV pada anak

Anak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosa dengan menggunakan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.

Anak dengan HIV sering mengalami infeksi kambuh-kambuhan, gagal tumbuh atau wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring. Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA dengan tes konfirmasi lain seperti pada orang dewasa. Terdapat dua klasifikasi yang bisa digunakan untuk mendiagnosa bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut CDC dan WHO.17

CDC mengembangkan klasifikasi HIV pada bayi dan anak berdasarkan hitung limfosit CD4+ dan manifestasi klinis penyakit. Pasien dikategorikan berdasarkan derajat imunosupresi (1, 2, atau 3) dan kategori klinis (N, A, B, C, E). Klasifikasi ini memungkinkan adanya surveilansi serta perawatan pasien yang lebih baik. Pada klasifikasi pediatri, kategori E berarti bayi terinfeksi HIV secara vertikal dari ibu, tapi statusnya masih belum jelas. Bila jumlah limfosit CD4+ normal dan tidak ada tanda-tanda infeksi HIV, maka bayi dan anak tersebut diklasifikasikan dalam N1.17

Anak yang masuk dalam kategori C diklasifikasikan dalam AIDS. Penyakit paru seperti Limfoid Intertitial Penumonitis atau LIP dan Pulmonary Lymphoid Hyperplasia atau PLH menandakan bahwa si anak telah terrinfeksi AIDS, tetapi bukan pada orang dewasa. Kedua penyakit ini diklasifikasikan CDC dalam kategori B. Beberapa penyakit lain seperti virus sitomegalo, Herpes simplex, dan

toksoplasmosis otak hanya menunjukkan AIDS pada anak usia lebih dari satu bulan dan orang dewasa.17

Klasifikasi klinis dan imunologis ini bersifat eksklusif, sekali pasien diklasifikasikan dalam satu kategori, maka klasifikasi ini tidak berubah meskipun telah terjadi perbaikan status karena pemberian terapi atau faktor lain.

Seorang bayi yang terinfeksi HIV dari ibunya dikategorikan dalam status E, status ini menjadi awalan untuk kode klasifikasi yang sesuai (misalnya EN1) .17

Tabel 2.1 Klasifikasi HIV pada Pediatri : Kategori Imunologi Usia, CD4 dan presentasinya.17

WHO mengembangkan diagnosis HIV hanya berdasarkan penyakit klinis dengan mengelompokkan tanda dan gejala dalam keiteria mayor dan minor.

Seorang anak yang mempunyai 2 gejala mayor dan 2 gejala minor bisa didiagnosis HIV meskipun tanpa pemeriksaan ELISA atau tes laboratorium lain.

Beberapa negara seperti Swiss memodifikasi kriteria ini menjadi 2 gejala mayor dan satu gejala minor atau 3 gejala minor dengan faktor resiko/paparan HIV.

Berikut ini adalah tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk mendiagnosa HIV berdasrkan klasifikasi WHO. (a) Gejala mayor seperti, gagal tumbuh atau penurunan berat badan, diare kronis, demam memanjang tanpa sebab, tuberkulosis; (b) gejala minor seperti limfadenopati generalisata, kandidiasis oral, batuk menetap, distres pernafasan/pneumonia, infeksi berulang, infeksi kulit generalisata.17

2.1.7. Terapi Anti Retroviral

HIV menyebabkan terrjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan terhadap serangan opportunistik. ARV bisa diberikan pada pasien untuk menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi opportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita HIV & AIDS.

Obat ARV terdiri atas beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease.17

Untuk memulai pengobatan ARV, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penderita. Syarat yang harus dipenuhi untuk mencegah putus obat dan menjamin efketifitas pengobatan antara lain adalah infeksi HIV telah dikonfirmasi dengan hasil tes (positif) yang tercatat, memiliki indikasi medis, dan tidak memulai pengobatan ARV, jika tidak memenuhi indikasi klinis, mengulangi pemeriksaan CD4 dalam 4 bulan jika memungkinkan, pasien yang memenuhi kriteria dapat memulai di pelayanan kesehatan, jika infeksi opportunistik telah diobati dan sudah stabil, maka pasien telah siap untuk

pengobatan pengobatan ARV, adanya tim medis AIDS yang mampu memberikan perawatan kronis dan menjamin persediaan obat yang cukup.17

Obat-obatan ARV yang beredar saat ini sebagian besar bekerja berdasarkan siklus replikasi HIV, sementara obat-obat baru lainnya masih dalam penelitian. Jenis obat-obat ARV mempunyai target yang berbeda pada siklus replikasi HIV yaitu : (a) entry (saat masuk).HIV harus masuk ke dalam sel T untuk dapat memulai kerjanya yang merusak. HIV mula-mula melekatkan diri pada sel, kemudian menyatukan membran luarnya dengan membran luar sel.

Enzim reverse transcriptase dapat dihalangi oleh obat AZT, ddC, 3TC, dan D4T, enzim integrase mungkin dihalangi oleh obat yang sekarang sedang dikembangkan, enzim protease mungkin dapat dihalangi oleh obat Saquina, Ritonivir, dan Indinivir, (b) early replication. Sifat HIV adalah mengambil alih mesin genetik sel T. setelah bergabung dengan mesin genetik sel T. Setelah bergabung dengan sebuah sel, HIV menaburkan bahan-bahan genetiknya ke dalam sel. Disini HIV mengalami masalah dengan kode genetiknya yang tertulis dalam bentuk yang disebut RNA, sedangkan pada manusia kode genetik tertulis pada DNA. Untuk mengatasi maslah ini, HIV membuat enzim reverse transcriptase (RT) yang menyalin RNA-nya ke dalam DNA. Obat Nucleose RT inhibitors (NRTI) menyebabkan terbentuknya enzim reverse transcriptase yang cacat. Golongan non-nucleoside RT inhibitors memiliki kemampuan untuk mengikat enzim reverse transcriptase sehingga membuat enzim tersebut menjadi tidak berfungsi, (c) late Replication. HIV harus menggunting sel DNA utnuk kemudian memasukkan DNA-nya sendiri ke dalam guntingan tersebut dan menyambung kembali helaian DNA tersebut. Alat penyambung itu adalah enzim integrase, maka obat integrase inhibitors diperlukan untuk menghalangi penyambungan ini, (d) assembly (perakitan/penyatuan). Begitu HIV mengambil alih bahan-bahan genetik sel, maka sel akan diatur untuk membuat berbagai potongan sebagai bahan untuk membuat virus baru. Potongan ini harus dipotong dalam ukuran yang benar yang dilakukan enzim protease HIV, maka pada fase

ini, obat jenis protease inhibitors diperlukan untuk menghalangi terjadinya penyambungan ini.17

Obat ARV terdiri atas ; (a) Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI). Obat ini dikenalsebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus HIV agar bisa bereplikasi) Nucleotide reverse transcriptase inhibitors. (NTRTI). Yang termasuk golongan ini adalah Tenofovir (TDF), (b) Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI), golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi, (c) Protease inhibitor (PI), menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk meproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir (IDV), nelvinavir (NFV), squinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV), dan loponavir /ritonavir (LPV/r), (d) Fusion inhibitor, yang termasuk golongan ini adlah Enfuvirtide (T-20), ARV bekerja secara berbeda-beda pada siklus hisup HIV untuk mencegah virus memperbanyak diri.17

Tabel 2.3 Beberapa Contoh Obat ARV.17

Semakin cepat pengobatan dimulai, semakin baik hasilnya. Obat akan bekerja dengan baik bila sistem kekebalan juga bekerja dengan baik melawan virus. Namun demikian, waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena terapi ARV diberikan dalam jangka panjang. Indikasi lain pemberian ARV: (a) profilaksis. Obat ARV diberikan pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengadung HIV (pot-exposure prophylaxis),

(b) pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. ARV diberikan untuk mencegah penularan pada saat proses melahirkan, melalui ASI ataupun saat kehamilan melalui plasenta

2.1.8. Pencegahan Penularan HIV & AIDS

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu; (1) pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun), (2) pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif, (3)pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, (4)dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya.17

Prong 1 : Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun). Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan HIVmenggunakan strategi “ABCD”, A (Abstinence) Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi

orang yang belum menikah. B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan). C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual denganmenggunakan kondom. D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.17

Prong 2: Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV. Perempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayi yang dikandungnya jika hamil.Karena itu, ODHA perempuan disarankan untuk mendapatkan akses layanan yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.

Beberapa kegiatan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu

dengan HIV antara lain: Mengedukasi tentang HIV-AIDS dan perilaku seks aman, menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan, melakukan upaya pencegahan dan pengobatan Infeksi Menular Seksual atau IMS, melakukan promosi penggunaan kondom, memberikan konseling pada perempuan dengan HIV untuk ikut KB dengan menggunakan metode kontrasepsi dan cara yang tepat, memberikan konseling dan memfasilitasi perempuan dengan HIV yang ingin merencanakan kehamilan.17

Prong 3: Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya. Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut: layanan ANC atau Ante Natal Care terpadu termasuk penawaran dan tes HIV, diagnosis HIV, pemberian terapi antiretroviral, persalinan yang aman, tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak, menunda dan mengatur kehamilan, pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak, pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.17

Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial dan Perawatan kepada Ibu dengan HIV beserta Anak dan Keluarganya. Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu melahirkan. Ibu akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis, social dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA.21

BAB 3

KERANGKA TEORI PENELITIAN DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori Penelitian

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

BAB 4

Profil bayi baru lahir dari ibu dengan HIV &

AIDS

• berat badan

• cara/ jenis persalinan

• cara/ jenis persalinan

Dokumen terkait