• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Bagi Penulis

Dengan dibuatnya penelitian ini diharapakan penulis dapat memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai pengakuan dan pengukuran serta penyajian dan persediaan barang dagang sebuah entitas berdasarkan SAK EMKM.

2. Bagi Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

Hasil dari penelitian ini penulis harapkan dapat menjadi contoh bagi entitas dagang dalam melakukan pencatatan persediaan barang dagangnya agar tidak terjadi kesalahan pencatatan persediaan yang mengakibatkan kerugian bagi entitas.

3. Bagi Politeknik Negeri Banjarmasin

Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi acuan atau referensi bagi para pembaca dan peneliti selanjutnya yang akan mengambil judul Tugas Akhir mengenai persediaan barang dagangan.

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Persediaan

Persediaan barang secara umum ialah suatu istilah dari persediaan yang digunakan untuk menunjukkan berbagai jenis barang yang dimiliki agar dapat dijual kembali ataupun digunakan agar dapat memproduksi barang yang ingin dijual (Baridwan, 2004), sedangkan menurut (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016), persediaan merupakan aset yang akan dijual dalam kegiatan normal perusahaan, dalam proses produksi untuk kemudian dijual atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Menurut SAK EMKM dalam menguraikan pengakuan dan pengukuran persediaan pada entitas antara lain :

a. Entitas dagang mengakui persediaan saat persediaan barang diperoleh, sebesar biaya perolehan persediaan barangnya.

b. Persediaan dibawa ke kondisi dan lokasi yang telah siap digunakan jika biaya perolehan persediaan sudah terjadi.

c. Jika hasil mendekati biaya perolehan persediaan barang, agar lebih mudah, maka teknik pengukuran biaya persediaan, seperti metode eceran atau biaya standar dapat dilakukan.

d. Untuk menentukan biaya perolehan persediaan barang, maka entitas dapat memilih antara dua rumus yaitu rumus biaya Masuk Pertama-Keluar Pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang.

2. Pengakuan dan Pengukuran Persediaan

Menurut SAK EMKM, entitas mengakui persediaan saat persediaan barang diperoleh, sebesar biaya perolehan persediaan barangnya.Biaya perolehan persediaan barang dimana mencakup semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang sudah terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi dan lokasi siap

digunakan. Dan untuk menentukan biaya perolehan persediaan barang, maka entitas dapat memilih antara dua rumus yaitu rumus biaya Masuk Pertama-Keluar Pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang. (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016)

Ada dua rumus yang digunakan dalam menentukan biaya persediaan, yaitu sebagai berikut :

a. Rumus Biaya Masuk Pertama-Keluar Pertama (MPKP)

Dalam artikel (Widyastuti, 2015) untuk menentukan harga pokok sebuah barang yang telah terjual salah satu caranya yaitu menggunakan metode ini. Metode FIFO dimana harga pokok produk dari barang yang pertama diperoleh merupakan harga pokok yang akan digunakan sebagai harga pokok penjualan barang.

Tetapi ini tidak termasuk bahwa barang yang pertama kali diperoleh adalah barang yang dijual pertama kali.

b. Rumus Biaya Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average)

Metode rata-rata tertimbang dimana harga perolehan persediaan barang dagang paling akhir dan harga pokok penjualan akan dihitung saat akhir periode penjualan dengan menghitung rata-rata harga persediaan yang siap dijual. Dengan metode ini juga menentukan harga secara fisik. (Syakur, 2015).

3. Kepemilikan Persediaan Barang

Untuk mengetahui apakah persediaan barang tersebut telah dicatat sebagai persediaan atau belum maka digunakan hak kepemilikan.

Kadang kala akan ada suatu keadaan dimana sulit untuk menentukan hak pemilikan barang sehingga dalam praktek akan ditemui adanya banyak penyimpangan. Berikut beberapa kesulitan dalam menentukan perpindahan hak atas barang antara lain timbul pada keadaan sebagai berikut :

a. Barang dalam Perjalanan (Goods in Transit)

Pada saat barang yang dipesan sedang dalam perjalanan akan menimbulkan sebuah kebingungan apakah barang tersebut masih menjadi milik penjual atau telah berpindah kepemilikan menjadi

milik pembeli. Untuk mengetahui pemilik barang tersebut, harus diketahui syarat pengiriman barang. Ada 2 (dua) syarat pengiriman sebagai berikut :

1) FOB Shipping Point

Barang yang dikirim dengan menggunakan syarat FOB Shipping Point maka hak atas barang yang dikirim otomatis akan berpindah kepada pembeli saat barang tersebut diserahkan pada pihak pengangkut. Saat barang tersebut dikirim maka penjual akan melakukan pencatatan pada transaksi penjualan dan mengurangi persediaannya, sedangkan pembeli melakukan pencatatan pembelian dan menambahkan di persediaannya.

Tetapi syarat ini sulit dilakukan pada prakteknya karena banyak pembeli yang tidak mengetahui kapan barangnya akan dikirim. Maka dari itu cara untuk memudahkan pencatatan persediaan bagi pembeli dan penjual, maka pembeli akan melakukan pencatatan persediaan dan menambah persediaan barangnya, sedangkan penjual akan melakukan pencatatan penjualan dan mengurangi persediaan barangnya.

2) FOB Destination

Barang yang akan dikirim menggunakan syarat pengiriman FOB Destination ini menunjukan bahwa hak penjualan pada persediaan barang akan berpindah ke pembeli apabila barang yang dikirim telah diterima oleh pembeli. Maka perpindahan hak atas persediaan yang dibeli terjadi pada saat barang diterima oleh pembeli. Pada saat barang dikirim penjual melakukan pencatatan penjualan dan mengurangi persediaan barangnya, sedangkan pembeli menambah persediaan barangnya dan melakukan pencatatan pembelian. Sama halnya seperti FOB Shipping Point, terdapat kesulitan bagi penjual untuk menentukan kapan barang tersebut akan sampai kepada pembeli. Maka dari itu dalam prakteknya ada terjadi beberapa

penyimpangan seperti penjual yang telah melakukan pencatatan penjualan dan mengurangi persediaan barangnya pada saat barang dikirimkan, sedangkan pembeli melakukan pencatatan pembelian dan menambah persediaan barangnya pada saat barang diterima. (Baridwan, 2004)

b. Barang yang Dipisahkan (Segregated Goods)

Terkadang bisa saja terjadi suatu kontrak penjualan barang dengan jumlah yang banyak sehingga pengiriman barang tidak dapat dilakukan secara bersamaan. Walaupun belum dikirim barang yang telah dipisahkan tersendiri dengan maksud untuk memenuhi kontrak atau pesanan haknya telah berpindah kepada pembeli. Maka dari itu jika ada barang yang dipisahkan pada saat tanggal penyusunan laporan keuangan, barang tersebut dicatat sebagai penjualan dan dikeluarkan dari jumlah persediaan. Sama halnya dengan pembeli melakukan pencatatan pembelian dan menambah jumlah persediaannya. (Baridwan, 2004)

c. Barang Konsinyasi (Consignment Goods)

Dalam penjualan titipan, sampai barang terjual hak barang yang dititipkan untuk dijual (dikonsinyasikan) tetap milik yang menitipkan barang tersebut. Barang masih menjadi persediaan pihak yang menitipkan (konsinyor) sebelum barang terjual. Barang tidak dapat dicatat sebagai persediaan karena pihak yang dititipkan (konsinyi) tidak memiliki hak atas barang. Jika barang tersebut telah terjual maka yang menerima titipan dapat membuat laporan pada yang menitipkan. Saat menerima laporan, pihak yang menitipkan (konsinyor) melakukan pencatatan penjualan dan mengurangi persediaan barangnya. (Baridwan, 2004)

d. Penjualan Angsuran (Installment Sales)

Pada keadaan ini, hingga seluruh penjualannya dilunasi hak atas barang tetap milik penjual. Penjual akan melakukan laporan terhadap barang tersebut di persediaannya dan akan mengurangi

jumlah yang telah dibayarkan. Pembeli akan melaporkan barang tersebut dalam persediaannya sejumlah yang dibayar. (Baridwan, 2004)

4. Pembebanan Persediaan Barang Dagang

Pada saat akhir periode pelaporan (metode periodik) atau penjualan (metode perpetual), entitas melakukan pembebanan persediaan barang dagang. Dalam menentukan nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan (HPP) entitas dapat menggunakan rata-rata tertimbang ataupun rumus biaya masuk pertama-keluar pertama (MPKP). (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016)

Contoh:

Pada tanggal 1 Desember 20x8, Entitas A tidak memiliki saldo persediaan. Pada tanggal 5 Desember 20x8, Entitas A membeli 1.000 unit persediaan pada biaya perolehan Rp1.000 per unit. Pada tanggal 10 Desember 20x8, Entitas A membeli 1.000 unit persediaan pada biaya perolehan Rp1.100 per unit. Pada tanggal 15 Desember 20x8, Entitas A menjual 1.000 unit persediaan dengan harga jual Rp1.500 per unit secara tunai.

a. Rumus biaya MPKP-Perpetual

Pada artikelnya (Karongkong, Ilat, and Tirayoh, 2018) mengatakan bahwa metode ini memperkirakan barang pada persediaan yang pertama diperoleh kemudian dijual atau digunakan terlebih dulu sehingga yang tertinggal pada persediaan akhir yaitu barang yang diperoleh, lalu HPP dicatat pada saat transaksi penjualan terjadi.

Pencatatan saat terjadi penjualan :

15 Des 20x8 D. Kas Rp1.500.000

K. Penjualan Rp1.500.000

[= Rp1.500 x 1.000]

15 Des 20x8 D. HPP Rp1.000.000

K. Persediaan Rp1.000.000 [= Rp1.000 x 1.000]

b. Rumus Biaya Rata-Rata Tertimbang-Perpetual

Metode ini memperkirakan biaya tiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang persediaan awal periode dan persediaan yang dibeli atau diproduksi selama periode, serta HPP dicatat saat transaksi penjualan. menghitung HPP-nya. Nilai persediaan akhir yang digunakan bergantung pada rumus biaya yang digunakan. Dengan rumus MPKP maka nilai persediaan akhir diasumsikan adalah nilai pembelian terakhir. Sementara itu dengan rumus rata-rata, nilai persediaan akhir adalah nilai pembelian rata-rata. Untuk persediaan barang dagang, HPP dihitung dengan formula sebagai berikut:

Persediaan awal xxx

(+) Pembelian xxx

(-) Persediaan akhir (xxx)

(=) HPP xxx

Tabel 2. 1 Rumus Biaya MPKP - Periodik

(Sumber: (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016))

Tabel 2. 2 Rumus Biaya Rata-Rata Tertimbang – Periodik

(Sumber: (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016)) 5. Kartu Persediaan

Pada transaksi penerimaan kas dan pengeluaran kas, kartu persediaan sangat diperlukan. Kartu persediaan berfungsi untuk mengetahui harga pokok produksi yang telah dijual. Kartu persediaan digunakan untuk mengetahui perpindahan barang dan persediaan barang yang ada di gudang.

Tabel 2. 3 Kartu Persediaan

Tgl Masuk Keluar Saldo

Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah

2005 1 200 100 20.000

6. Harga Pokok Penjualan (HPP)

Menurut (Stice, Stice, 2009), pada suatu entitas, harga pokok barang yang dijual pada suatu periode harus dihitung. Nilai ini dapat merupakan pembelian (neto) dan pembelian lainnya, penjumlahan persediaan awal, beban angkut dan penyimpanan barang yang terkait dengan pembelian barang. Harga Pokok Penjualan setelah itu dihitung dengan mengurangkan persediaan akhir dari harga pokok barang tersedia dijual.

7. Harga Pokok Persediaan

“Harga pokok merupakan dasar utama yang digunakan dalam akuntansi persediaan dimana dihitung sebagai harga yang akan dikeluarkan atau dipertimbangkan untuk memperoleh aset.” (Baridwan, 2004)

8. Laporan Laba Rugi

Menurut SAK EMKM, akun yang tercakup dalam laporan laba rugi yaitu penjualan, beban pajak, dan beban keuangan. Pada laporan laba rugi terdapat seluruh penjualan dan beban yang ada pada suatu periode.

Di dalam laporan laba rugi dapat mengukur seberapa besar keuntungan

maupun kerugian yang diperoleh entitas dalam suatu periode. (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Adapun hasil-hasil penelitian yang dapat penulis dijadikan referensi tidak terlepas dari topik penelitian yaitu mengenai persediaan barang dagang.

Berikut ini adalah tabel dari hasil penelitian terdahulu : Tabel 2. 4 Hasil Penelitian Terdahulu

Aspek Dina Rachmatika (2019) Ulfi Taqwaning Bekti (2019) Periode Analisis 1 Januari – 31 Maret 2019 1 Januari – 31 Maret 2019 1 Februari – 28 Februari

2021 Permasalahan 1. Bagaimana pengakuan

dan pengukuran

Lanjutan

Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengakuan dan

Hasil Penelitian Hasi penelitian persediaan rumus biaya

Sumber : (Rachmatika, 2019) dan (Bekti, 2019)

15 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif, karena penulis akan mengumpulkan data transaksi pembelian, transaksi penjualan, dan persediaan awalnya. Menurut Muri Yusuf (Yusuf, 2014), penelitian kualitatif adalah jika ingin mengungkapkan sebuah keadaan ataupun suatu objek, atau mendapatkan pemahaman mengenai suatu masalah yang dihadapi. Data kualitatif ini seperti gambar, kata, ataupun kejadian.

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Menurut Sugiyono, metode deskripsitf ini adalah penelitian yang dilakukan dengan menganalisis suatu penelitian tetapi tidak dalam kesimpulan yang lebih luas. (Sugiyono, 2011). Dikarenakan penulis akan menyusun data yang telah diperoleh dan kemudian menganalisis data tersebut sehingga didapatkan informasi untuk masalah yang dihadapi.

B. Variabel Penelitian

Adapun beberapa variabel penelitian yang digunakan penulis yaitu sebagai berikut :

1. Pengakuan dan Pengukuran Persediaan Barang Dagang

Menurut SAK EMKM, entitas mengakui persediaan pada saat persediaan barang tersebut diperoleh, sebesar biaya perolehan persediaan barangnya. Dan untuk menentukan biaya perolehan persediaan barang, maka dari itu entitas dapat memilih antara dua rumus yaitu rata-rata tertimbang atau rumus biaya Masuk Pertama-Keluar Pertama (MPKP).

(Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016). Pengakuan persediaan pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru adalah persediaan yang

telah diperoleh dari jumlah harga beli dengan biaya-biaya lain yang terkait, sedangkan pengukuran persediaan tidak ada dilakukan.

2. Penyajian Persediaan Barang Dagang

Menurut SAK EMKM, akun persediaan disajikan ke dalam kelompok aset pada laporan posisi keuangan. Pada saat persediaan barang dijual, maka jumlah yang tercatat diterima sebagai beban pada periode di mana pendapatan yang terkait diterima. (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2016). Sedangkan Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak melakukan penyajian data persediaan barangnya.

C. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah : a. Data Kuantitatif

Pada buku Sugiyono tahun 2014, data kuantitatif adalah data yang hasil analisisnya dapat ditampilkan menggunakan statistik dan data yang didapat bersifat numerik atau angka. (Sugiyono, 2014).

Data yang digunakan oleh penulis yaitu persediaan awal, transaksi pembelian, dan transaksi penjualan pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru beserta 15 (lima belas) daftar barang yang akan diteliti.

b. Data Kualitatif

Menurut Sugiyono, data kualitatif adalah data yang dihasilkan dari penelitian ini tidak bersifat numerik atau berupa angka dan hasil yang didapat pun berupa gambaran yang ditemukan dari lapangan kerja. (Sugiyono, 2014).

Data kualitatif yang digunakan oleh penulis yaitu data-data mengenai sejarah Toko Bangunan Sumber Usaha II dan struktur organisasi dan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU).

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

a. Data Primer

Pada bukunya Kuncoro menjelaskan bahwa data primer ialah data yang dikumpulkan dan di dapat dari narasumber objek penelitian demi mencapai suatu tujuan. (Kuncoro, 2009).

Data primer dalam penelitian ini yaitu berupa wawancara langsung oleh penulis dengan pemilik Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tanpa perantara dan data mengenai transaksi pembelian dan transaksi penjualan serta persediaan awalnya.

b. Data Sekunder

Menurut Kuncoro, data sekunder merupakan data yang dibuat oleh orang lain dan penulis dapat mencari data tersebut melalui sumber lain dan masih berkaitan dengan informasi data yang ingin di cari. (Kuncoro, 2009).

Data sekunder yang penulis gunakan yaitu bukti transaksi pembelian, NPWP, dan SITU.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Metode Observasi

Metode Observasi yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan melakukan kunjungan langsung pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru untuk memperoleh informasi lebih banyak.

2. Metode Wawancara

Metode Wawancara yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan cara melakukan tanya jawab kepada pemilik toko untuk mengetahui seputar sejarah singkat Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru, struktur dan data lain yang berhubungan dengan transaksi penjualan dan pembelian serta persediaan.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu mengumpulkan bukti-bukti yang berhubungan dengan penelitian, seperti

nota pembelian dan nota penjualan yang ada pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru.

4. Studi Kepustakaan

Pada metode ini penulis membaca dan mempelajari literatur yang juga membahas tentang permasalahan pada penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Mengumpulkan data-data berupa data persediaan awal, pembelian, dan penjualan.

2. Membuat kartu persediaan menggunakan rumus biaya MPKP-Perpetual.

3. Mencatat dan menjurnal persediaan barang dagang dengan metode perpetual.

4. Membuat Perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) sebagian dan membuat Laporan Laba Rugi sebagian.

5. Menyajikan Laporan Posisi Keuangan sebagian.

19 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Sejarah Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru adalah suatu usaha dagang yang menjual berbagai macam jenis bahan dan alat bangunan.

Toko ini telah berdiri sejak 15 tahun yang lalu atau lebih tepatnya pada tahun 2006 yang didirikan oleh Bapak Jamalludin yang beralamat di Jalan A. Yani Km 30, Trikora, Banjarbaru. Berdirinya Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru yaitu untuk menyediakan berbagai jenis bahan dan alat-alat bangunan bagi masyarakat secara mudah dan dengan harga terjangkau.

2. Struktur Organisasi

“Struktur organisasi menspesifikasikan pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi atau aktivitas yang beraneka ragam yang dihubungkan sampai batas tertentu, juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktivitas kerja.” (Sastrohadiwiryo, 2005)

Struktur organisasi tidak hanya dibutuhkan dalam perusahaan besar, tetapi usaha yang kategorinya masih kecil pun harus memiliki struktur organisasi. Dalam struktur organisasi dapat dilihat setiap penempatan dan pembagian tiap karwayan yang telah ditentukan oleh pemilik perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi dalam suatu perusahaan maka tugas, wewenang, dan tanggung jawab setiap karyawan akan tertata dengan jelas. Dengan adanya struktur organisasi juga akan mempermudah dalam mencapai tujuan karena pekerjaan yang dilakukan lebih terfokus.

Berikut struktur organisasi pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru :

Bagan 4. 1 Struktur Organisasi Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru Sumber : Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

Berdasarkan bagan struktur organisasi diatas, berikut ini adalah uraian singkat mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru :

a. Pemilik toko

Pemilik toko merupakan pemilik dana yang ada pada toko, bertugas untuk mengatur dana yang masuk dan keluar, mengawasi dan bertanggung jawab atas kegiatan usaha, menerima laporan mengenai penjualan dan pembelian yang terjadi pada toko.

b. Kasir

Kasir bertugas mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dan membuat nota penjualan apabila pembeli memintanya.

c. Karyawan Toko

Karyawan toko bertugas untuk melayani pembeli dan memberikan informasi maksimal mengenai barang-barang yang dijual kepada pembeli.

d. Karyawan Pengiriman

Karyawan pengiriman memiliki tugas yaitu mengantarkan barang-barang yang telah dipesan oleh pembeli dalam jumlah yang banyak.

Karyawan Pengiriman Pemilik Toko

Kasir Karyawan Toko

3. Metode Pencatatan Transaksi Penjualan dan Pembelian pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru dalam setiap transaksi penjualan dan pembelian tidak melakukan pencatatan. Pada saat pembelian terjadi Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru biasanya akan mengumpulkan bukti transaksi dari supplier dan tidak dilakukan pencatatan, sedangkan pada saat transaksi penjualan Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak akan selalu membuatkan nota tetapi hanya akan membuatkan nota apabila pembeli memintanya.

Dibawah ini adalah nota penjualan dan pembelian pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru :

Gambar 4. 1 Nota Pembelian Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru Sumber : Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

Gambar 4. 2 Nota Penjualan Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru Sumber : Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

4. Metode Pencatatan pada Persediaan Barang Dagang pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

Mulai dari awal berdiri Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak pernah melakukan pencatatan terhadap persediaan barang dagang yang masuk ataupun keluar, sehingga Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak mengetahui berapa banyak stok yang tersisa. Untuk mengetahui sisa persediaan yang ada pada gudang, Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru hanya akan melihat jumlah barang yang ada dan apabila tersisa sedikit Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru akan melakukan pembelian pada supplier. Metode

seperti ini akan menimbulkan kecurangan atau terjadi salah perhitungan persediaan.

Pengakuan dan pengukuran persediaan pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru adalah ketika persediaan yang telah diperoleh sebesar harga beli dengan biaya-biaya yang terkait. Setelah melakukan pemesanan kepada supplier dan menerima nota pembelian, karyawan akan menyimpan persediaan ke dalam gudang dan untuk mengetahui jumlah persediaan biasanya akan dilakukan perhitungan fisik persediaan.

Cara untuk menghidari kecurangan atau terjadi salah perhitungan terhadap persediaan barang dagang pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru yaitu dengan mencatat setiap persediaan barang dagang yang masuk ataupun keluar, sehingga Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru lebih mudah mengetahui banyaknya jumlah persediaan dan dapat mengurangi adanya kecurangan dan kerugian pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru

Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru mulai dari awal berdirinya tidak melakukan pencatatan terhadap persediaannya sesuai dengan SAK EMKM karena Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak mengetahui bagaimana metode pencatatan persediaan yang tepat.Setiap ada terjadi transaksi pembelian atau penjualan Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru hanya akan mengumpulkan bukti-bukti tersebut dan setelah sebulan akan membuang bukti-bukti tersebut. Maka dari itu Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak dapat mengetahui banyak barang yang keluar ataupun masuk setiap adanya transaksi dan tidak dapat mengetahui berapa stok yang tersisa dalam gudang. Untuk mengetahui sisa persediaan Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru hanya akan melihat sisa barang yang

tersedia, apabila tersisa sedikit maka Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru akan melakukan pembelian.

2. Evaluasi Terhadap Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang pada Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjabaru

Berdasarkan evaluasi terhadap metode pencatatan Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak melakukan pencatatan terhadap keluar masuknya persediaan, sehingga sangat rentan terhadap kecurangan dan kerugian. Dengan demikian penulis menyarankan agar

Berdasarkan evaluasi terhadap metode pencatatan Toko Bangunan Sumber Usaha II Banjarbaru tidak melakukan pencatatan terhadap keluar masuknya persediaan, sehingga sangat rentan terhadap kecurangan dan kerugian. Dengan demikian penulis menyarankan agar

Dokumen terkait