• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI HUTAN MANGROVE SUWUNG KAUH DENPASAR I Gusti Ngurah Bagus Ary Eka Putra, Ni Ketut Ayu Juliasih, I Nyoman Arsana

Dalam dokumen 138435423 Kumpulan Jurnal Biologi (Halaman 45-56)

Program Studi Biologi FMIPA UNHI, Jl. Sangalangit, Tembau Denpasar, Bali

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Keanekaragaman Jenis burung Air di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar dengan tujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung air. Penelitian dilakukan dengan metode jelajah pada tiga jalur pengamatan. Sepanjang jalur pengamatan, diamati jenis burung air dengan membuat daftar seri jenis burung air yang tampak sepanjang jalur pengamatan. Setiap jenis baru dicatat hingga mencapai sepuluh jenis, kemudian dibuat daftar baru lagi. Jenis yang sama tidak boleh dicatat dua kali dalam satu daftar, tetapi dicatat dalam daftar jenis berikutnya. Dari hasil penelitian terdapat 21 jenis burung air yang termasuk ke dalam Famili Alcedinidae ada 4 jenis yaitu Alcedo coerulescens, Halcyon sancta, Halcyon chloris dan Halcyon cynoventris, Famili Ardeidae ada 8 jenis yaitu Ardeola speciosa,Ardea purpurea, Butorides striatus, Egretta garzetta, Egretta intermedia, Egretta alba, Bulbucus ibis dan Nycticorac nycticorax, Famili Anatidae, Phalacrocoracidae dan Rallidae masing-masing 1 jenis secara berurutan yaitu Anas superciliosa, Phalacrocorax melanoleucos dan Amaurornis phoenicurus, dan Famili Scolopacidae ada 6 jenis yaitu Actitis hypoleucos, Arenaria interpres, Tringa glareola, Tringa nebularia, Tringa totanus dan Xenus cinireus. Keanekaragaman jenis burung air tergolong rendah.Burung air didominasi oleh burung air pemakan ikan (piscivora), dengan aktivitas tertinggi yang dilakukan adalah mencari makan. Kata kunci : Keanekaragaman, Burung Air, Mangrove, Suwung Kauh.

ABSTRACT

A research was performed in Mangrove forest, located in Suwung Kauh Denpasar, to collect data on species of aquatic bird living or visiting the sites. Method employed was exploration in three observation pathways. Species of birds observed in the exploration pathways were documented using a list of serial bird species. A new observed species were collected until the number of species in the list was 10 new species. One species were not documented twice in one list of species, but were documented in the second list. This research found that total species of aquatic bird visiting the area was 21 and all of which were belong to 6 families i.e. Alcedinidae, Ardeidae, Anatidae, Phalacrocoracidae, Rallidae and Scolopacidae. The number of species found for each family was varied. There were 4 species belong to Alcedinidae; Alcedo coerulescens, Halcyon sancta, Halcyon chloris and Halcyon cynoventris, 8 species belong to Ardeidae; Ardeola speciosa, Ardea purpurea, Butorides striatus, Egretta garzetta, Egretta intermedia, Egretta alba, Bulbucus ibis and Nycticorac nycticorax. Only one species was found in each family of Anatidae, Phalacrocoracidae and Rallidae, i.e. Anas superciliosa, Phalacrocorax melanoleucos and Amaurornis phoenicurus. There were 6 species of birds found belong to Scolopacidae, i.e. Actitis hypoleucos, Arenaria interpres, Tringa glareola, Tringa nebularia, Tringa totanus and Xenus cinireus. This diversity of birds found in the sites is categorized as low, dominated by fish eating birds (piscivora) and it main activity was feeding.

PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megadiversitas burung bersama sembilan negara lainnya yaitu Kolombia, Peru, Brasil, Ekuador, Venezuela, Bolivia, India, Malaysia, dan Cina (Primack, 1998). Keanekaragaman jenis burung yang dimiliki Indonesia sebanyak 1519 jenis, merupakan negara urutan ke tiga di dunia (Primack, 1998), dan merupakan negara yang memiliki jenis burung endemik terbanyak di dunia yaitu 381 jenis (Sujatnika, 1995).

Salah satu jenis burung adalah burung air. Burung air merupakan sekelompok burung yang secara ekologis bergantung kepada kawasan perairan (lahan basah) sebagai tempat mereka mencari makan dan atau berbiak, berukuran kecil atau sedang dengan berbagai bentuk dan ukuran paruh yang disesuaikan dengan keperluannya untuk mencari dan memakan mangsanya (Howes et al., 2003).

Burung air dapat digunakan sebagai bioindikator perubahan kualitas lingkungan (Buckley & Buckley, 1976), karena burung air sangat peka terhadap polusi dan penurunan kondisi makanannya. Burung air memiliki peran ekologis yaitu berperan penting dalam pertukaran energi antara kehidupan daratan dan perairan, sehingga burung tersebut turut menentukan dinamika produktivitas pada lahan basah. Burung air menyediakan sejumlah pupuk alami bagi vegetasi pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi, dan vegetasi tersebut berfungsi sebagai stabilisator lingkungan pantai terhadap pengaruh erosi. Dengan cara demikian, kehadiran burung air tersebut juga dapat mempercepat suksesi yang terjadi di lahan basah.

Burung air banyak ditemukan di kawasan hutan mangrove Suwung Kauh Denpasar. Kawasan ini sering dimanfaatkan sebagai habitat untuk mencari makan, berkembang biak atau beristirahat. Burung-burung yang dapat dijumpai di hutan mangrove umumnya burung yang tinggal dan bersarang di hutan mangrove serta burung

Hutan mangrove Suwung Kauh, Pemogan Denpasar mempunyai luas sekitar 1.373,5 Ha dan telah ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya (Tahura) berdasarkan SK Menteri Kehutanan pada tahun 1993 dengan nama Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali. Tahura Ngurah Rai terletak pada muara sungai Tukad Badung dan Tukad Mati yang merupakan sungai utama di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Hutan mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali ini menjadi kawasan hutan mangrove terbaik di Indonesia, bahkan sekawasan Asia (BPDAS, 2011).

Namun demikian, kondisi hutan mangrove Tahura Ngurah Rai terus mengalami tekanan yang bersifat antropogenik seperti pemanfaatan kayu mangrove untuk keperluan kayu bakar masyarakat sekitar lokasi, alih fungsi lahan, adanya sampah (terutama sampah plastik) baik yang berasal dari pengunjung yang datang ke lokasi maupun sampah kiriman dari sungai Tukad Badung, serta polusi air terutama akibat aktivitas di Pelabuhan Benoa maupun Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Disamping itu sedimentasi yang dibawa bersama aliran sungai tukad badung dan Tukad Mati menjadikan kawasan ini terus mengalami tekanan.

Tekanan terhadap kawasan tersebut pada gilirannya akan bermapak pula pada keberadaan burung air yang aktif di kawasan tersebut. Kondisi tersebut perlu dipantau secara berkesinambungan untuk mengetahui keberadaan burung air tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung air di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar Bali. dari bulan Agustus sampai dengan September 2011. Pengamatan dilakukan pada waktu pagi hari dari pukul 06.00-08.00 WITA dan sore hari pada pukul 16.00-18.00 WITA.

mulai dari kantor MIC menuju Pond Heron,

kemudian menuju King Fisher Road sampai di Redshank Hut, dilanjutkan menuju Whimbrel Hut kembali ke kantor MIC melewati Mucronata Trail. Waktu yang dibutuhkan

sekitar 2 jam dan pada setiap titik dilakukan pengamatan selama 20 menit. Jalur II dimulai dari kantor MIC menuju Pond Heron Hut, kemudian

menuju Little Eggret Tower melalui Sesbania Road dan Lumnitzera Trail, kemudian kembali

ke kantor MIC melalui Mucronata Trail. Waktu

yang dibutuhkan sekitar 2 jam dan pada setiap titik dilakukan pengamatan selama 20 menit. Jalur III dimulai dari kantor MIC menuju Pond Heron Hut terus ke Mucronata Trail, Thespesia Trail, Aegiceras Trail, dan sampai di Tern Hut dan

kembali ke kantor MIC. Waktu yang dibutuhkan sekitar 2,5 jam dan pada setiap titik dilakukan pengamatan selama 25 menit.

Pada tiap jalur pengamatan, data diambil ketika dalam penjelahan pengamat milihat objek yang diamati dengan mendokumentasikan, mencatat jenis burung yang tampak serta jumlahnya. Pengamatan dilakukan serentak di ketiga jalur dengan melibatkan masing-masing 2 orang pengamat. Pencatatan hasil pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode sensus Mackinnon et al., (1994) yaitu dengan membuat

suatu seri daftar jenis burung air yang tampak/ berada di lokasi atau disepanjang jalan menuju lokasi berikutnya selama waktu pengamatan. Setiap jenis baru dicatat hingga mencapai 10 jenis, kemudian dibuat daftar baru lagi. Jenis yang sama tidak boleh dicatat dua kali dalam satu daftar, tetapi dicatat dalam daftar jenis berikutnya.

Identifikasi burung air merujuk pada Howes

et al. (2003) dan Mackinnon et al. (1994).

Pengamatan dilakukan meliputi morfologi burung air seperti; bentuk dan ukuran tubuh, paruh, dan kaki, warna bulu pada tubuh, paruh, dan kaki, ciri-ciri khas yang tampak, serta suara yang dihasilkan. Data yang dicatat meliputi jenis burung, jumlah individu dan aktivitas.

Data yang diperoleh kemudian dianlisis untuk menentukan komposisi jenis (melalui pendekatan jenis dominan, subdominan dan tidak dominan), status keberadaan jenis burung berdasarkan PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Indeks keanekaragaman jenis (H’) yang dihitung berdasarkan formula Shannon-Wiener ( Ludwig & Reynolds, 1988), indeks kemerataan (Index of Evennes) yang

dihitung menggunakan formula Pielou ( Ludwig & Reynolds,1988) dan Index dominansi yang dihitung dengan formula simpson’s (Odum, 1993). Kriteria dominansi yakni : dominansi 0 – 2% termasuk dalam katagori jenis tidak dominan, 2 – 5% katagori jenis sub-dominan, dan >5% termasuk dalam katagori jenis dominan.

Penggolongan burung berdasarkan jenis pakannya didasarkan pada MacKinnon (1993) yang menggolongkan jenis burung menjadi tujuh kelompok yaitu pemakan serangga (insectivora), pemakan buah (frugivora),

pemakan daging (carnivora), biji (granivora),

ikan (piscivora), nektar (nectarivora) dan

bagian tumbuhan lain seperti daun, kuncup, bunga dan/atau batang (herbivora).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ditemukan sebanyak 21 jenis burung air yang mencakup 6 famili di kawasan Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa 4 jenis yang termasuk dalam anggota Famili Alcedinidae, Famili Ardeidae ditemukan paling banyak yakni 8 jenis, enam jenis merupakan anggota Famili Scolopacidae sedangkan yang termasuk anggota Famili Anatidae, Phalacrocoracidae, Rallidae diwakili oleh masing-masing hanya satu jenis. Jenis-jenis burung air yang ditemukan di lokasi penelitian dicantumkan pada Tabel 1.

Famili Alcedinidae dan Ardeidae dari Genus Egretta merupakan burung yang dilindungi menurut PP No. 7 Tahun 1999, dan famili yang lain belum diketahui. Burung jenis Halcyon

sancta dari Famili Alcedinidae merupakan jenis

burung migran dari Australia (Sarwa et al., 2005) dan kelompok burung dari Famili Scolopacidae seluruhnya merupakan burung migran ( Howes et al., 2003; Hiroyuki & Trisia, 2003). Burung melakukan migrasi karena keadaan lingkungan sekitarnya yang tidak cocok. Pada musim dingin, selain suhu udara yang turun drastis juga makanan bagi burung-burung tersebut mulai habis dan menghilang. Untuk itu burung-burung tersebut harus mencari daerah baru jika ingin tetap bertahan hidup (Anonim, 2007).

Berdasarkan kehadirannya pada saat pengamatan, jenis burung air yang selalu dijumpai adalah anggota Famili Alcedinidae, Ardeidae, dan Scolopacidae (Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4). Burung tersebut merupakan burung air yang sering ditemukan di lokasi pengamatan, jenis

Egretta garzetta dari Famili Ardeidae

merupakan burung air dengan jumlah relatif lebih banyak dibandingkan jenis burung air lain yang terdapat di lokasi pengamatan. Anggota Famili Ardeidae dan Scolopacidae serta Rallidae umumnya dijumpai di sekitar aliran sungai hutan mangrove dan tepi pantai saat mencari makan. Sedangkan anggota Famili Alcedinidae, Phalacrocoracidae dijumpai saat bertengger (istirahat) di atas pohon mangrove.

Jenis burung yang hanya satu kali terlihat dari tiga kali pengamatan di seluruh jalur adalah Cangak Merah (Ardea purpurea), Itik Gunung

(Anas superciliosa) dan Cekakak Jawa

(Halcyon cynoventris). Ardea purpurea dan Halcyon cynoventris terlihat sedang bertengger

di atas pohon mangrove, masing-masing dijumpai pada lokasi yang berbeda, sedangkan Anas superciliosa sedang berenang di tepi pantai.

Jenis burung air terbanyak dari tiga jalur penelitian adalah dari jenis Egretta garzetta dengan jumlah

70 ekor dan terkecil adalah dari jenis Halcyon chloris dan Ardea purpurea masing-masing 1

ekor (Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4). Hal ini dikarenakan burung memiliki

diri saat mencari makan. Pembentukan kelompok pada saat makan bertujuan untuk mengusik mangsa yang bersembunyi di dalam lumpur (Sibuea et al., 1995). Ancaman yang paling besar terhadap keberadaan burung air adalah adanya konversi lahan atau pengalihfungsian habitat burung air menjadi tempat lain.

Sebagian kawasan hutan mangrove telah mengalami konversi lahan untuk pembangunan, misalnya di Pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai. Pengalihfungsian lahan akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan makanan serta perubahan fungsi ekosistem. Hilangnya habitat alami akan mengakibatkan hilangnya keanekaragaman makanan yang merupakan pendukung kehidupan burung air ( Howes et al., 2003).

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat penelitian, jumlah jenis burung air paling banyak adalah pada Jalur III, sebanyak 16 jenis burung air dari 6 famili, Jalur I sebanyak 11 jenis burung air dari 4 famili dan Jalur II sebanyak 9 jenis burung air dari 4 famili (Gambar 1).

Famili dengan jumlah jenis burung yang paling banyak adalah dari Famili Ardeidae sejumlah 8 jenis, kemudian Famili Scolopacidae ( 6 jenis ), Alcedinidae ( 4 jenis ), Anatidae, Rallidae dan Phalacrocoracidae masing-masing sebanyak 1 jenis (Gambar 2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) burung air tertinggi di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar adalah pada Jalur I sebesar 2,25 dan terkecil pada Jalur II sebesar 1,70. Sedangkan Indeks Kemerataan (E) tertinggi juga terdapat pada Jalur I sebesar 0,96 dan terendah pada Jalur III sebesar 0,77. Sedangkan nilai Indeks Dominansi tertinggi adalah pada Jalur II dengan nilai sebesar 0,3145 (Tabel 5). Tingginya nilai Indeks Keanekaragaman pada Jalur I, karena daerah ini memiliki spesies yang beragam dengan jumlah masing-masing spesies merata serta lingkungan

Gambar 1. Grafik Perbandingan Jumlah Jenis dan

masih tergenangi oleh dibandingkan 2 jalur yang lainnya. Menurut Barus (2004) menyatakan suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Menurut indeks keanekaragaman jenis Shannon- Wiener (Krebs, 1978) dengan katagori nilai indeks keanekaragaman 0<H’<2,302 adalah rendah, 2,302<H’<6,907 adalah sedang dan H’>6,907 adalah tinggi, maka keanekaragaman yang diperoleh pada tiga jalur penelitian yang berkisar antara 1,70 sampai 2,25 dapat digolongkan rendah. Rendahnya keanekaragaman jenis burung air pada ketiga

jalur karena kelimpahan individu tiap jenis tidak merata. Menurut Odum (1993) keanekaragaman jenis tidak hanya berarti banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan dari kelimpahan individu tiap jenis. Dari data pada Tabel 4.8, Indeks Kemerataan (E) tertinggi pada Jalur I sebesar 0,96 dan terendah pada Jalur III sebesar 0,77. Indeks kemerataan pada Jalur III terendah karena ditemukan spesies yang mendominasi yaitu Egretta garzetta sebesar

41,38%. Burung ini mendominasi pada Jalur I karena pada saat penelitian burung jenis Egretta garzetta sering ditemui mencari makan secara

berkelompok.

Indeks Kemerataan (E) yang diperoleh dari 3 jalur penelitian berkisar antara 0,77 sampai 0,96 dengan Indeks Kemerataan (E) tertinggi pada Jalur I sebesar 0,96 dan terendah pada Jalur III sebesar 0,77. Rendahnya nilai kemerataan pada Jalur III karena ditemukan spesies yang mendominansi yaitu Egretta garzetta. Menurut

Krebs (1985), menyatakan Indeks Kemerataan (E) berkisar 0 – 1. Indeks Kemerataan yang tinggi menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada masing-masing spesies merata dan sebaliknya jika Indeks Kemerataan semakin kecil maka kemerataan suatu populasi akan semakin kecil

Komposisi jenis burung yang termasuk dalam katagori dominan, sub-dominan dan tidak dominan pada setiap jalur penelitian ditunjukkan pada Tabel 6. Sedangkan jenis-jenis burung air yang termasuk dalam kategori dominan, sub- dominan dan tidak dominan dapat ditampilkan pada Tabel 7. Terlihat bahwa jenis yang paling dominan dari ketiga jalur adalah Kuntul Kecil (

Egretta garzetta) dari Famili Ardeidae.

Terdapat 7 kelompok burung berdasarkan jenis pakannya yaitu burung pemakan serangga (insectivora), pemakan biji (granivora),

pemakan daging (carnivora), pemakan buah

(frugivora), pemakan nektar (nectarivora),

pemakan ikan (piscivora) dan pemakan bagian

Secara umum jenis burung air dilokasi penelitian didominasi oleh jenis burung air pemakan ikan (piscivora) sebesar 85%, jenis lain yaitu

pemakan serangga (insectivora) sebesar 15%.

Adanya ketersediaan bahan makanan merupakan penyebab kemelimpahan burung air pada suatu lokasi penelitian. Beberapa kelompok burung air dapat hidup bersama dan lestari hingga saat ini disebabkan karena telah berhasil menciptakan relung yang khusus bagi dirinya sendiri untuk mengurangi kompetisi atas kebutuhan sumber daya dan sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi lingkungan. Pada lokasi yang sama tampak burung air dari jenis yang berbeda mencari makan bersama, ini dapat terjadi karena perbedaan pola dan cara memperoleh mangsa seperti Egretta alba yang mencari makan di

pantai ketika surut dengan cara berjalan mengamati mangsa lalu menangkapnya sedangkan Arenaria interpres mencari makan

ketika pantai surut dengan cara membalik- balikkan batu mencari mangsanya.

Kelompok burung dari Famili Alcedinidae memiliki kebiasaan tersendiri dalam hal mencari makan. Burung dari Famili Alcedinidae biasanya bertengger di akar, dahan atau ranting pohon mangrove dekat sungai mengawasi mangsanya, dan ketika mangsa terlihat, dengan cepat burung tersebut akan terbang dan menukik ke dalam air

sesuai dengan nama Inggrisnya Ruddy Tunrston mencari makan dengan membalik-balikan batu di tepi pantai.

Besarnya peranan Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar sebagai tempat mencari makan bagi berbagai jenis burung air, maka perlu adanya perlindungan atau usaha konservasi lainnya terhadap kawasan tersebut dari semua ancaman yang dapat mengganggu atau merusak kawasan ini.

KESIMPULAN

Terdapat 21 jenis burung air yang termasuk ke dalam Famili Alcedinidae, Ardeidae, Anatidae, Phalacrocoracidae, Rallidae dan Scolopacidae. Famili Alcedinidae ada 4 jenis yaitu Alcedo coerulescens, Halcyon sancta, Halcyon chloris

dan Halcyon cynoventris, Famili Ardeidae ada

8 jenis yaitu Ardeola speciosa,Ardea purpurea, Butorides striatus, Egretta garzetta, Egretta intermedia, Egretta alba, Bulbucus ibis dan Nycticorac nycticorax, Famili Anatidae ada 1

jenis yaitu Anas superciliosa, Famili

Phalacrocoracidae ada 1 jenis yaitu

Phalacrocorax melanoleucos, Famili Rallidae

ada 1 jenis yaitu Amaurornis phoenicurus, dan

Famili Scolopacidae ada 6 jenis yaitu Actitis hypoleucos, Arenaria interpres, Tringa glareola, Tringa nebularia, Tringa totanus dan Xenus cinireus.

Keanekaragaman jenis burung air di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar tergolong rendah. Burung air didominasi oleh burung air pemakan ikan (piscivora), dengan aktivitas

tertinggi yang dilakukan adalah mencari makan. UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak I Komang Sumerta dan Ibu Ida Ayu Komang Yuliasih dari staff Mangrove Information Center (MIC), yang telah membimbing pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Mengenal Satwa Migran.

Available at: http://www.slideshare.net/ khatulistiwa/ mengenal-satwa-migran. (Diakses tanggal 6 September 2011). Arifin.A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan

Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.

Balai Pengeloalaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS). 20011. Denpasar.

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang ekosistem Air Daratan. USU

Press. Medan.

Buckley, P.A, and Buckley, F.G. 1976.

Guidelines for Protection and Management of Colonially Nesting Waterbirds. Boston Massachusetts: North

Atlantic Regional Office National Park Service

Hiroyuki, H., dan Trisia W. 2003. Study on Bird in The Mangrove Information Center.

Mangrove Information Project. JICA Bali. Indonesia.

Howes, J., D. Bakewell, dan Y. Rusila-Noor. 2003. Panduan Studi Burung Pantai.

Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.

Krebs, C.J. 1978. Ecology: The experimental Analysis of Distribution and Abundance. Second Edition. Institute of Animal Resource Ecology. The Univercity of

Britrish Columbia.

Krebs, C.J. 1985. Ecology. Third Edition. New

York: Harper & Row Publisher. Hlm: 523. Ludwig, T.A. dan J.F. Reynolds. 1988.

Statistical Ecology. A Primer on Methods and Computing. John Wiley

and Sons. New York.

MacKinnon, J. 1993. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press.

MacKinnon, J.,K. Phillips dan B. van Ballen. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam) [LIPI-Seri Panduan

Lapangan]. Bogor: PuslitbangBiologi- LIPI.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi

Ketiga. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Primack, R.B. 1998. Essentials of Conservation Biology. ed. Sinauer

Associates, Sunderland: xii + 660 hlm.

Sarwa, I.Nym., I.A.Km.Yuliasih, I.Nym.Sumerta.I.Wyn.Suparta. 2005.

Pedoman Pengamatan Burung di MIC.

Penerbit MIC. Denpasar.

Sibuea, T.Th, Y. Rusila-Noor, M.J. Silvius, dan A. Susmianto. 1995. Burung Bangau, Pelatuk Besi dan Paruh Sendok di Indonesia. Panduan untuk Jaringan Kerja. Jakarta: PHPA & Wetlands

International-IndonesiaProgramme. Sujatnika, P. Jepson., T.R. Soehartono, M.J.

Crosby, Ani Mardiastuti. 1995. Conserving Indonesian Biodiversity: The Endemic Bird Area Approach. BirdLife International Indonesia Programme. Bogor.

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum)

Dalam dokumen 138435423 Kumpulan Jurnal Biologi (Halaman 45-56)