• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manifestasi Klinik

Dalam dokumen Servisitis (Halaman 26-33)

Pada 50% wanita tidak memiliki gejala. Jika ada gejala bisanya berupa discharge dari vagina yang biasanya bewarna abu - abu atau kekuning – kuningan, bau yang tidak enak (bau amis), gatal disekitar dan diluar vagina, rasa terbakar pada saat berkemih. Gejala yang paling sering adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor) yang disebabkan oleh metabolit amine yang dihasilkan oleh bakteri anaerob. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, atau karena penyakit lain. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal dan rasa terbakar) lebih ringan dari pada yang disebabkan oleh Tricomonas vaginalis atau C. albicans. Bacterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik

2.3.6 Diagnose

Agen etiologi tunggal tidak dapat teridentifikasi pada bacterial vaginosis sehingga criteria klinis (Amsel criteria) digunakan untuk membuat diagnosis. Diagnosis klinis pada bacterial vaginosis berdasarkan pada tiga dari empat criteria Amsel yaitu : (1) abnormal gray discharge, (2) pH > 4.5, (3) positif amine test, dan (4) terdapat clue cells > 20% pada sediaan basah

Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama setelah berhubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor). Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi, dan rasa terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva.

b) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan secret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau abu – abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Secret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis tau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya secret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.

c) Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pH vagina

Pada pemeriksaan pH, kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandngkan dengan warna standart. pH normal vagina 3,8 – 4,2 pada 80 – 90 % bacterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.

2. Whiff test

Whiff test dikatakan positif bila muncul bau amine ketika cairan vaginal dicampur dengan satu tetes 10 – 20 % potassium hydroxide (KOH). Bau muncul sebagai pelepasan amine dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob.

3. Pemeriksaan Preparat basah

Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9 % pada secret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cell, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah memiliki sensitivitas 60 % dan spesifisitas 98% untuk mendeteksi bacterial vaginosis.

Gambar Clue Cells 4. Nugent Gram Stain test

Beberapa studi penelitian menggunakan quantitative Nugent Gram Stain test untuk mendiagnosa bacterial vaginosis, dimana nilai uji 0-3 normal (non-BV), 4-6 intermediate, dan 7-10 positif BV. Meskipun Nugent Gram Stain test cenderung subjektif, tetapi lebih sulit dipraktekkan pada penggunaan klinis rutin.

Gambar Gram Stain 5. Kultur Vagina

Kultur dari sampel vagina tidak terbukti berguna untuk mendiagnosa BV karena BV berhubungan dengan beberapa organisme seperti

normal flora vagina lain, dan juga ada beberapa organisme yang tidak dapat dikultur

6. Deteksi Hasil Metabolik

Tes proline aminopeptidase : G. vaginalis dan Mobilincus Spp menghasilkan proline aminopeptidase, dimana laktobasilus tidak menghasilkan enzim tersebut.

Suksinat / laktat : batang gram negative anaerob menghasilkan suksinat sebagai hasil metabolic. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam secret vagina ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan - gas meningkat pada bacterial vaginosis dan digunakan sebagai test screening untuk bacterial vaginosis dalam penelitian epidemiologi klinik.

7. Variety DNA Based Testing Methods

Penggunaan Variety DNA Based Testing Methods seperti Broad Range dan Quantitative PCR telah mengidentifikasi novel bacteria yang berhubungan dengan bacterial vaginosis, dan juga lebih objektif, dalam mengukur kuantitatif bakteri. itu juga memungkinkan pemahaman yang lebih kompleks terhadap perubahan mikroflora yang mendasari bacterial vaginosis dan untuk mengembangkan tes diagnostic.

Gambar Algoritma Vaginal Discharge

2.3.7 Penatalaksanaan

1) Pilihan untuk pengobatan oral dan topical metronidazole dan clindamycin. Oral metronidazole harus diberikan dalam dosis 500 mg dua kali sehari selama tujuh hari. Dosis tunggal 2 gram digunakan untuk trikomoniasis. Metronidazole dapat digunakan pada kehamilan trimester pertama. Clindamycin oral merupakan pilihan tambahan dengan dosis 300 mg dua kali sehari selama tujuh hari.

2) Pengobatan intravaginal berkhasiat untuk mengobati bacterial vaginosis dan tidak menghasilkan efek sistemik, meskipun efek samping seperti infeksi jamur pada vagina bisa terjadi. Pilihan obat untul intravaginal adalah metronidazole gel digunakan pada malam hari sebelum tidur selama lima hari. Cream clindamycin digunakan

selama tiga hari, dan sustained release clindamycin sebagai dosis tunggal. Ada pertimbangan bahwa agen topical mungkin merupakan terapi yang tidak adekuat untuk pasien yang hamil, karena kemungkinan terjadi upper tract colonization yang berhubungan dengan bacterial vaginosis.

3) Pemulihan flora vagina dengan laktobacillus eksogen telah disarankan sebagai tambahan untuk terapi antibiotic, meskipun ini membutuhkan penggunaan strain berasal manusia untuk kolonisasi efektif dan tidak tersedia secara komersial. Terapi dengan yogurt, lactobacilli suppocitories, atau acidifying agent tidak begitu memberikan manfaat. 4) Pengobatan pada bacterial vaginosis yang asimptomatik masih

merupakan kontroversi dan biasanya tidak direkomendasikan. Kejadian bacterial vaginosis yang berulang sering terjadi dan biasanya terjadi pada 50% kasus yang terjadi pada 6 bulan. Beberapa data tersedia untuk penggunaan profilaksis intravaginal metronidazole gel dua kali seminggu malam hari sebelum tidur untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis. Penggunaan kondom yang konsisten juga bermanfaat untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis. 2.3.8 Pemeriksaan Penunjang

a) Sitologi, dengan cara tes pap

Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.

b) Kolposkopi

c) Servikografi

d) Pemeriksaan visual langsung

f) Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)

2.3.9 Komplikasi

- Ascending genital tract infection pada bacterial vaginosis berhubungan dengan postabortion dan postpartum endometritis, pelvic inflammatory disease (PID), late foetal loss, kelahiran preterm, premature rupture of membranes, infection of the chorion and amnion. Selain itu bacterial vaginosis juga membuat wanita lebih rentan untuk terinfeksi Trichomonas vaginalis, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HSV-2 dan HIV-1.

- Prognosis pada bacterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih dari sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidazole dan clindamicin memceri angka kesembuhan yang tinggi (84 – 96 %).

Pathway Servisitis dan Bacterial vaginosis

Personal hygiene yang buruk dan douching vagiana

Klamidia, Herpes simplex, Trichomonas Vaginalis Ga. vaginalis, Mycoplasma hominis, dan bakteri anaerob Pathway Servisitis dan Bacterial

vaginosis

Hygiene yang buruk Robekan dan

luka pada serviks Persalinan G. vaginalis membentuk asam amino Benda asing/infeksi Hubungan seksual Perlukaan serviks Perdarahan post coitus Perlukaan daerah kemaluan Gangguan keseimbangan flora normal Infeksi daerah kemaluan Bakteri anaerob mengubah asam

amino  amin Peradangan vagina Perubahan Ph

BAB 3

KERANGKA KONSEP ASUHAN KEBIDANAN

Dalam dokumen Servisitis (Halaman 26-33)

Dokumen terkait