• Tidak ada hasil yang ditemukan

Servisitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Servisitis"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit servisits masuk dalam golongan penyakit infeksi menular seksual (IMS). Infeksi menular seksual berupa masalah kesehatan umum yang bermakna di sebagian besar negara seluruh dunia. Angka kejadian IMS diperkirakan cukup tingi di banyak negara dan kegagalan untuk melakukan diagnosis serta pengolahan pada stadium awal dapat menyebabkan komplikasi dan gejala sisa yang serius (Prawirohardjo, 2005).

Servisits merupakan infeksi pada serviks uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubangan seksual (Manuaba, 2010). Jika serviks sudah terinfeksi maka akan mempermudahpula terjadinya infeksi pada alat genitalia yang lebih tingi lagi seperti uterus, tuba atau bahkan sampai ke ovarium dan karena itu fungsi genitalia sebagai alat reproduksi bias tergangu atau bahkan tidak bias difungsikan (Fauziyah, 2012).

Servisits disebabkan oleh infeksi menular seksual (IMS), jamur, dan bakteri (Morgan & Hamilton, 209 : 250). Pada beberapa penyakit kelamin, seperti gonore, sifils, ulkus mole dan granuloma inguinal, dan pada tuberculosis, dapat ditemukan radang pada serviks (Prawirohardjo, 2010).

Menurut WHO tahun 1999 diperkirakan 340 juta orang terinfeksi oleh IMS diantaranya, termasuk gonorea (62 juta), Klamidia (92 juta), sifils (12 juta), dan trikomoniasis (174 juta) (Prawirohardjo, 2005).

Kasus servisits menurut data hasil jumlah grafik penderita IMS yang berobat di rumah sakit kota semarang dari tahun 2005- 2010 berada pada peringkat pertama sebanyak 511 jiwa. Puskesmas Lebdosari Kota Semarang memilki kasus servisitis tertingi, pada tahun 2012 kasus servisits sebanyak 356 jiwa (6,9%) sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 129 jiwa (24,24%) (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011).

Bacterial Vaginosis (BV) adalah suatu kondisi perubahan ekologi vagina yang ditandai dengan pergeseran keseimbangan flora vagina dimana dominasi Lactobacillus digantikan oleh bakteri-bakteri anaerob, diantaranya Gardnerella

(2)

vaginalis, Mobiluncus, Prevotella, Bacteroides, dan Mycoplasma sp. Terminologi Bacterial Vaginosis sendiri digunakan karena gambaran kelainan ini lebih mengarah kepada bakteri dibandingkan protozoa ataupun jamur, juga karena tidak ditemukannya bakteri yang menjadi agen penyebab tungga serta tidak terdapatnya gambaran respon inflamasi yang nyata pada sebagian besar kasus. BV merupakan kondisi yang umum dijumpai pada wanita usia reproduktif. Prevalensi kejadian BV di seluruh dunia terbilang cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan Amsel dkk pada wanita yang mendatangi klinik ginekologi di pusat kesehatan Universitas Washington, Amerika mendapatkan prevalensi BV sebesar 25 % dan 50 % diantaranya asimtomatis.

1.2 Tujuan Penulisan

Mahasiswa Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

1.2.1 Tujuan Umum

Melalui laporan ini mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif pada kasus peradanagan pada serviks (servisitis) akibat kuman bacterial vaginosis.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Dapat melaksanakan pengkajian dan menganalisa data dasar pada kasus servisitis karena bacterial vaginosis.

2. Dapat mengidentifikasi masalah potensial dan kebutuhan segera pada kasus servisitis karena bacterial vaginosis.

3. Dapat melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi guna pemecahan masalah pada kasus servisitis karena bacterial vaginosis. 4. Dapat melaksanakan tindakan dalam asuhan kebidanan pada kasus

servisitis karena bacterial vaginosis.

5. Dapat merencanakan, memberikan, dan mengevaluasi asuhan sesuai kewenangan bidan terhadap pasien servisitis.

6. Dapat mendokumentasikan semua temuan dan tindakan dalam asuhan kebidanan pada kasus servisitis karena bacterial vaginosis.

(3)

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Tempat Pelayanan Kesehatan

Dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dalam pemberian pelayanan kesehatan reproduksi dalam kasus servisitis.

1.3.2 Program Studi S1 Kebidanan

Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagaimana pemberian pelayanan kesehatan reproduksi pada ibu dengan servisitis sesuai standar.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penulisan laporan pendahuluan ini mencakup asuhan kebidanan klien.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan Asuhan Kebidanan pada Ny. “I” P1001Ab000 dengan Servisitis akibat bacterial Vaginosis di Poli IMS Rumah Sakit Bersalin Pemerintah Kota Malang” adalah :

 Bab 1 Pendahuluan

Menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat, ruang lingkup dan sistematika penulisan.

 Bab II Tinjauan Pustaka

Menguraikan tentang anatomi serviks, histology serviks, fungsi serviks, definisi servisitis, epidemiologi, jenis dan karakteristik, tanda gejala, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnose, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, dan komplikasi .

 Bab III Kerangka Konsep Asuhan Kebidanan

 Bab IV Asuhan Kebidanan Ny. “I” P1001Ab000 dengan Servisitis akibat bacterial Vaginosis

Menguraikan pengkajian data secara subyektif dan obyektif, diagnose kebidanan, masalah, diagnosa potensial dan perencanaan.

(4)

 Bab V Pembahasan

Menguraikan analisis kasus dengan teori yang ada.

 Bab VI Penutup

Menguraikan tentang, kesimpulan dan saran Daftar Pustaka

BAB 2

TINJAUAN TEORI

(5)

2.1.1 Anatomi Serviks

Serviks uteri atau biasa disebut serviks terdapat di setengah hingga sepertiga bawah uterus, berbentuk silindris, dan menghubungkan uterus dengan vagina melalui kanal endoservikal.Serviks uteri terdiri dari portio vaginalis, yaitu bagian yang menonjol ke arah vagina dan bagian supravaginal. Panjang serviks uteri kira-kira 2,5 – 3cm dan memiliki diameter 2 - 2,5cm. Pada bagian anterior serviks berbatasan dengan kantung kemih.Pada bagian posterior, serviks ditutupi oleh peritoneum yang membentuk garis cul-de-sac (Snell, 2006).

Bagian - bagian serviks :

a) Endoserviks : sering disebut juga sebagai kanal endoserviks. b) Ektoserviks (eksoserviks) : bagian vaginal serviks.

c) Os Eksternal : pembukaan kanal endoserviks ke ektoserviks. d) Forniks : refleksi dinding vaginal yang mengelilingi ektoserviks. e) Os Internal: bagian batas atas kanal.

Pada serviks terdapat zona trasformasi (transformation zone), yaitu : area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks. Terdapat 2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan uterosakral. Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari segmen bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong serviks. Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan vagina dan memanjang hingga vertebra.Serviks memiliki sistem limfatik melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral (Tortora, 2009).

2.1.2 Histologi Serviks

Serviks adalah bagian inferior uterus yang struktur histologinya berbeda dari bagian lain uterus. Struktur histologi serviks terdiri dari:

a. Endoserviks : Epitel selapis silindris penghasil mucus.

b. Serabut otot polos polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat padat (85%).

(6)

c. Ektoserviks : Bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan memiliki lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi oleh sel epitel skuamos nonkeratin.

Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos eksoserviks disebut taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ). Epitel serviks mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak lahir hingga usia lanjut. Sehingga, letak taut skuamokolumnar ini juga berbeda pada perkembangannya.

a. Saat lahir, seluruh serviks yang “terpajan” dilapisi oleh epitel skuamos. b. Saat dewasa muda, terjadi pertumbuhan epitel silindris yang melapisi

endoserviks. Epitel ini tumbuh hingga ke bawah ektoserviks, sehingga epitel silindris terpajan dan letak taut berada di bawah eksoserviks.

c. Saat dewasa, dalam perkembangannya terjadi regenerasi epitel skuamos dan silindris. Sehingga epitel skuamos kembali melapisi seluruh ektoserviks dan terpajan, dan letak taut kembali ke tempat awal. Area tempat bertumbuhnya kembali epitel skuamos atau tempat antara letak taut saat lahir dan dewasa muda disebut zona transformasi ( Junqueira, 2007).

2.1.3 Fungsi Serviks

Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik bagi bakteri, kecuali selama masa menstruasi dan selama masa ovulasi (pelepasan sel telur). Saluran di dalam serviks adalah sempit, bahkan terlalu sempit sehingga selama kehamilan janin tidak dapat melewatinya. Tetapi pada proses persalinan saluran ini akan meregang sehingga bayi bisa melewatinya. Saluran serviks dilapisi oleh kelenjar penghasil lendir. Lendir ini tebal dan tidak dapat ditembus oleh sperma kecuali sesaat sebelum terjadinya ovulasi. Pada saat ovulasi, konsistensi lendir berubah sehingga sperma bisa menembusnya dan terjadilah pembuahan (fertilisasi). Selain itu, pada saat ovulasi kelenjar penghasil lendir di serviks juga mampu menyimpan sperma yang hidup selama 2 – 3 hari. Sperma ini kemudian dapat bergerak ke atas melalui korpus dan masuk ke tuba fallopii untuk membuahi sel telur. Oleh karena

(7)

itu, hubungan seksual yang dilakukan dalam waktu 1 -2 hari sebelum ovulasi bisa menyebabkan kehamilan.

2.2 Konsep Servisitis 2.2.1 Definisi

Serviks merupakan filter dan barier infeksi aseden yang berasal dari vagina dengan cara mengeluarkan lendir yang mengandung makrofag, antibodi dan dengan epitel bertatahnya (Manuaba,2004:285). Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman - kuman kedalam genetalia interna, dalam hubungan ini seorang nullipara dalam keadaan normal kanalis servikalis bebas kuman. Pada multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas keatas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri internum sehingga lebih rentan terjadinya infeksi oleh berbagai kuman yang masuk dari luar ataupun oleh kuman endogen itu sendiri (Fauziyah,2012:105).

Servisitis (radang serviks) merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seksual (Manuaba,2010: 553).

Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis.Karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir vagina.Terjadinya servisitis dipermudahkan oleh adanya robekan serviks, terutama yang menimbulkan ectropion.

Servisitis juga merupakan ; Infeksi non spesifik dari serviks, erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi folikuler (kistik), biasanya terjadi pada serviks bagian posterior (Fauziyah,2012).

Sedangkan menurut Bagian Obstetri dan Ginekologi tahun 2000, servisitis adalah radang dari selaput lendir canalis cervicalis.Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina (Sarwono, 2008).Servisitis merupakan

(8)

kelanjutan dari infeksi pada vagina yang di sebabkan oleh trichomonas, Chlamydia Trakhomatis, Gonorhoe dan virus Herpes Simplex (Fahmi, 2010).

Servisitis adalah infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorea, infeksi post abortus atau post partum yang di sebabkan oleh streptokokus, staphilokokus dan lain – lain (normawaddah, 2011). Servisitis adalah infeksi serviks yang sering terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum yang dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium (Saifuddin, 2004). Servisitis adalah inflamasi serviks yang mungkin akut atau kronik.Mungkin menjalar ke uterus dan parametrium (Sinclair, 2002).

Jadi dapat disimpulkan servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis dan juga merupakan infeksi non spesifik dari serviks, erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi folikuler (kistik) dan biasanya terjadi pada serviks bagian posterior yang disebabkan oleh kuman – kuman. Terjadinya servisitis biasanya di permudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang menimbulkan ectropion (Sarwono, 2008).

Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan, terdapat perlukaan ringan pada mulut Rahim.Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seksual).Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau sebelum hubungan seksual dimulai.Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.

2.2.2 Epidemiologi

Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) memperkirakan lebih dari 19 juta infeksi yang di tularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted infections/ STI) terjadi setiap tahun, hampir setengahnya terjadi pada usia 15 – 24 tahun. Penyebab STI yang tersering antara Chlamydia dan Gonorrhea.

(9)

2.2.3 Jenis dan Karateristik 1) Menurut Sanusi tahun 2008 :

a. Servisitis Gonokokus - Bersifat asimtomatik

- Gejala : dysuria dan sering kencing karena urethritis yang bersamaan. - Serviks dapat tampak eritematosa, secret serviksnya mukopurulen atau

purulen.

b. Servisitis Klamidia

- Ditularkan melalui hubungan seksual karena infeksi chlamydia trachomatis.

- Bersifat asimtomatik dan dapat menetap berbulan – bulan.

- Sekret serviks bersifat mukopurulen dan epitel endoserviksnya tampak hipertrofik.

c. Servisitis Herpetika

- Disebabkan oleh virus herpes simplex tipe 2 (HSV-2).

- Ditularkan melalui hubungan seksual dengan lama inkubasi berkisar antara 2 – 20 hari dengan rata – ratanya 6 hari.

- Gejala : sering mengeluh secret vagina, disuria dan dispareunia introitus.

d. Servisitis Kronika non spesifik - Sering ditemukan kista Naboth.

- Biasanya serviks menebal dan ostium cervicis uteri patulosa. Epitel endoserviks terevensi (Ektropion) dengan akibatnya secret mucus berlebihan.

2. Servisitis Kronik (Menahun) a. Pengertian

Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan.Luka – luka kecil atau besar pada serviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman – kuman kedalam endoserviks dan

(10)

kelenjar – kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun (Sarwono, 2010).

b. Gejala

Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan saat hubungan seksual (Manuaba, 2009:63).

c. Karena servisitis kronis merupakan infeksi menahun sehingga terdapat infiltrasi sel – sel plasma di dalam dan di bawah stroma endoserviks, dan terjadi penggantian epitel porsio uteri oleh epitel torak endoserviks. Dengan demikian terdapat di luar ostium uteri eksternum stroma endoserviks dengan epitel torak dan kelenjar – kelenjarnya (Sarwono, 2010).

d. Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal porsio uteri dengan tanda – tanda metaplasia mendesak epitel torak, tumbuh ke dalam stroma di bawah epitel dan menutup saluran kelenjar – kelenjar, sehingga terjadi kista kecil berisi cairan yang kadang – kadang keruh (ovula nabothi) (Sarwono, 2010).

e. Jika tidak segera ditangani penyakit ini dapat menjadi lebih parah sehingga sulit dibedakan dengan Carsinoma servicitis uteri dalam tingkat permulaan. Oleh sebab itu sebelum dilakukan pengobatan, perlu pemeriksaan apusan menurut Papanicolaou (pap smear) dan jika perlu diikuti oleh biopsy, untuk kepastian tidak ada karsinoma (Sarwono, 2010). f. Servisitis kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan kanalis

endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran kelenjar, yang menyebabkan kista retensi (nabothian. Secara klinis, servisitis kronis sering kali merupakan temuan kebetulan. Namun, servisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal, dan beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks dapat menyebabkan stenosis yang dapat menimbulkan infertilitas.

(11)

Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai.Pada mulut rahim luka lokal disembuhkan dengan cairan al-butil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura, dibakar dengan pisau listrik, termokauter, mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas (Manuaba,2009:63)

2.2.4 Tanda dan gejala

1. Menurut Sinclair 2002 :

a) Lendir purulen dan banyak.

b) Mungkin disertai dengan vulva vaginitis. c) Serviks edema dan merah.

d) Serviks nyeri tekan/ eksitasi serviks.

e) Gejala – gejala non spesifik seperti dyspareunia, nyeri punggung, gangguan kemih dan perdarahan saat melakukan hubungan seksual.

f) Pemeriksaan laboratorium : positif untuk kuman pathogen aerob dan anaerob.

2. Menurut Bagian Obstetri dan Ginekologi, 2000) :

a) Fluor albus/ keputihan berat biasanya kental/ purulent dan kadang- kadang berbau.

b) Sering menimbulkan erosi (erythroplaki) pada porsio, yang nampak sebagai daerah yang merah menyala.

c) Pada pemeriksaan spekulo kadang – kadang dapat dlihat fluor yang purulen keluar dari kanalis servikalis. Kalau porsio normal tidak ada ectropion, maka harus di ingat kemungkinan gonorrhea. d) Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.

(12)

e) Pada servisitis yang kronis kadang – kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik – bintik ini disebabkan oleh ovulonobothii dan akibat retensi oleh retensi kelenjar – kelenjar serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka servik/ karena peradangan

f) Gejala - gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan gangguan kemih.

g) Perdarahan saat melakukan hubungan seksual (Sarwono, 2008).

2.2.5 Faktor Resiko

Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya servisitis yaitu: a. Usia

b. Jumlah perkawinan c. Hygiene dan sirkumsisi d. Status sosial ekonomi e. Pola seksual

f. Terpajan virus terutama virus HIV g. Merokok

2.2.6 Etiologi

Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus . Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma. Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain. Servicitis dapat disebabkan oleh salah satu dari sejumlah infeksi, yang paling umum adalah :

(13)

a) Klamidia dan gonore, klamidia dengan akuntansi untuk sekitar 40% kasus. Gonorroe, sediaan hapus dari fluor cerviks terutama purulen.

b) Trichomonas vaginalis dan herpes simpleks adalah penyebab yang kurang umum dari cervicitis.

c) Peran Mycoplasma genitalium dan vaginosis bakteri dalam menyebabkan servisitis masih dalam penyelidikan.

d) Sekunder terhadap kolpitis. e) Tindakan intra dilatasi dll. f) Alat-alat atau obat kontrasepsi.

g) Robekan serviks terutama yang menyebabkan ectroption/ extropin

2.2.7 Patofisiologis

- Cerviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi endokopik dalam stroma endocerviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.

- Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahanyang tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret dikeluarkan terdiriatas mukus bercampur nanah. - Sobekan pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endoserviks

lebih dari luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah kena infeksi dari vagina karena radang menahhun, serviks bisa menjadi hipertropus dan mengeras: secret bertambah banyak.

2.2.8 Manifestasi Klinik

Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau puralen yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan, dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, terraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio

(14)

atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang diperoleh dari biopsi.

2.2.9 Diagnosa Banding

Diagnosis banding berupa gonorhea, clamidia, kanker serviks, salphangitis, sifilis, kankroid, venerum gnarunolama (Sinclair, 2010).

2.2.10 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut dr. Achmad Mediana, SpOG dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto, pemeriksaan diagnostik yang dapat di lakukan pada servisitis antara lain :

a. Inspekulo

Merupakan pemeriksaan dasar.Pemeriksaan ini menggunakan speculum cocor bebek yang di masukkan ke vagina.Gunanya untuk melihat keadaan permukaan di leher rahim.Dari pemeriksaan ini dapat di ketahui apakah permukaan leher rahim ada infeksi, jengger ayam/ kondiloma, varises, ataupun bila ada keganasan atau kanker leher rahim.

b. Pemeriksaan dalam/ colok vaginal

Dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan inspekulo.Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat besar rahim atau ukurannya.Untuk memantau keadaan serviks, vagina dan panggul.

c. Pemeriksaan Pap Smear

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi dini kelainan – kelainan yang ada di leher rahim atau untuk menilai sel – sel leher Rahim. Pemeriksaan ini di lakukan dengan cara mengambil getah serviks kemudian di periksa di laboratorium.

(15)

Dilakukan bila ada kecurigaan di daerah leher Rahim dengan cara di teropong. Alat kolposkopi terdiri atas dua alat pembesaran optik yang di tempatkan pada penyangga yang terbuat dari besi.Kolposkopi di lengkapi dengan layer teve, maka pasien bisa melihat hasil peneropongan tersebut dari layer teve.Pemeriksaan kolposkopi juga di sertai alat untuk mengambil jaringan yang dicurigai tersebut.

e. Biopsi

Adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan leher rahim untuk tujuan diagnosa.Jaringan di ambil dengan semacam alat/ jepitan, selanjutnya jaringan yang telah di ambil tersebut di kirim ke laboratorium.

f. Pemeriksaan BV (Bacterial Vaginosis) atau swab vagina

Dilakukan pada pasien – pasien yang terkena infeksi berulang, misalnya infeksi di leher rahim. Pemeriksaan di lakukan dengan cara mengambil cairan dari vagina pasien kemudian di periksa di laboratorium.

2.2.11 Penatalaksanaan

Luka yang terinfeksi seperti halnya luka bedah yang terinfeksi lainnya, harus diatasi dengan pemasangan brainase. Salah satu terapi kombinasi antibiotik berspektrum luas. Harus diberikan kepada keadaan ini. Rasa nyeri diringankan dengan penggunaan preparat analgesik yng efektif dan bila terjadi retensi urin, pemasangan indwelling catheter harus dilakukan.

Menurut Bagian Obstetri dan Ginekologi, 2002, penatalaksanaan dibagi menjadi: a. Servisitis Akut

Memberikan antibiotik dosis tepat antara lain doxycycline, azithromycin, erythromycin dan menjaga kebersihan daerah kemaluan.

b. Servisitis Kronis

(16)

 Pada servisitis yang tidak spesifik dapat di obati dengan AgNO3 10% dan irigasi.

 Servisitis kronik dapat di operasi dengan cara konisasi.

 Pada servisitis yang di sebabkan oleh etropion dapat di lakukan operasi plastik/ amputasi.

 Erosio dapat di sembuhkan dengan AgNO3 10% / albothyl yang menyebabkan nekrosis epitel silindris dengan harapan kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.

Menurut Sarwono tahun 2010 :

Pengobatan lokal dengan obat – obat tinktura jodii, larutan nitras argenti dan sebagainya tidak dapat menyembuhkan servisitis kronika, oleh karena tidak dapat mencapai kuman – kuman yang bersarang didalam kelenjar – kelenjar.Pengobatan yang baik ialah dengan jalan kauterisasi-radial dengan termokauter, atau dengan krioterapi.Sesudah kauterisasi atau krioterapi terjdi nekrosis jaringan yang meradang terlepas dalam kira – kira 2 minggu dan diganti lambat laun oleh jaringan sehat.

Jika radang menahun mencapai endoserviks jauh ke dalam kanalis servikalis, perlu dilakukan konisasi dengan mengangkat sebagian besar mukosa endoserviks.Pengangkatan tersebut sebaiknya di lakukan dengan pisau, supaya jaringan yang di keluarkan dapat diperiksa mikroskopis.Pada laserasi serviks yang agak luas perlu dilakukan trakhelorafia.Pinggir sobekan dan sedikit endoserviks diangkat, lalu luka – luka baru dijahit demikian rupa, sehingga bentuk serviks seperti semula. Jahitan secara Sturmdorf dapat mengatasi perdarahan yang akan timbul. Jika sobekan dan infeksi sangat luas, perlu dilakukan amputasi serviks.Akan tetapi perpendekan serviks dapat mengakibatkan abortus jika terjadi kehamilan, sehingga pembedahan yang akhir ini sebaiknya dilakukan pada wanita yang tidak ingin hamil lagi.

(17)

a. Sitologi, dengan cara tes pap

Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.

b. Kolposkopi

c. Servikografi

d. Pemeriksaan visual langsung

e. Gineskopi

f. Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)

2.2.13 Komplikasi

Komplikasi servisitis antara lain : 1. Endometritis

Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin karena perubahan PH, bisa menyebabkan peningkatan angka endometritis. 2. Salphingitis

Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks menyebar ke tuba uterin.

3. Infeksi saluran telur

Bisa menyebabkan nyeri, terjadinya kehamilan ektopik (diluar kandungan) dan kemandulan.

4. Pelvic inflammatory didease (PID)

Yang dapat mengakibatkan infertilitas, nyeri pelvic kronis dan kehamilan ektopik.Selain itu juga bisa mengakibatkan terjadinya aborsi spontan, rupture membrane premature dan persalinan preterm.

(18)

2.2.14 Pencegahan

Upaya pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit. Dikenal ada empat tingkat utama pencegahan penyakit, yaitu : pencegahan tingkat awal (priemordial prevention), pencegahan tingkat pertama (primary prevention), pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap pre patogenesis, sedangkan pencehan tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam keadaan patogenesis atau penyakit sudah tampak ( Bustan, 2006 :48 ).

a. Pencegahan tingkat awal (Priemordial prevention)

Pencegahan awal diarahkan untuk mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau resiko dapat berkembang atau memberi efek patologis dengan melindungi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatan yang sudah baik (Bustan, 2006 : 53).

b. Pencegahan tingkat pertama (Primary prevention)

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.Pencegahan umum dimaksud untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat umum sedangkan pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko dengan melakukan imunisasi.

2) Pencegahan tingkat kedua (Secondary prevention)

Pencegahan sekunder merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas

(19)

penyakit, menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidak mampuan.

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Deteksi penyakit secara dini dapat dilakukan dengan cara :

1. Penyaringan

2. Pengamatan epidemiologis 3. Survei epidemiologis

4. Memberi pelayanan kesehatan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan umum atau praktek dokter swasta.

3) Pencegahan tingkat ketiga ( Tertiary prevention)

Pencegahan ini dimaksud untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara :

1. Memaksimalkan fungsi organ yang cacat 2. Mendirikan pusat-pusat rehabilitas medik

3. Membuat protesa ekstermitas akibat amputasi (Budiarto dan Dewi Anggraeni : 26 - 27 ).

Pencegahan servisitis dapat dilakukan dengan cara melakukan upaya pencegahan :

a. Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia. b. Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual. c. Bila terinfeksi, mencari pengobatan bersama pasangan seksual.

d. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala (Widyastuti, Rahmawati dan Yuliasti Eka, 2009 : 40).

Servisitis dapat terjadi sebagai akibat dari :

a. Sisa kotoran yang tertinggal karena pembasuhan buang air besar yang kurang sempurna.

b. Kesehatan umum rendah.

c. Kurangnya kebersihan alat kelamin, terutama saat haid.

(20)

e. Hubungan seksual dengan penderita infeksi.

f. Perlukaan pada saat keguguran, melahirkan atau perkosaan.

g. Kegagalan pelayanan kesehatan dalam sterilisasi alat dan bahan dalam melakukan pemeriksaan / tindakan disekitar saluran reproduksi (Widyastuti, Rahmawati dan Yuliasti Eka, 2009 ).

2.3 Konsep Bacterial vaginosis

Lactobacillus merupakan bakteri predominan vagina wanita normal yang juga memiliki peran sebagai regulator flora normal vagina. Lactobacillus memproduksi asam laktat yang menjaga keasaman pH vagina (berkisar 3,8-4,5) dan hidrogen peroksida yang berperan menekan pertumbuhan bakteri-bakteri lain dalam vagina. Bacterial Vaginosis (BV) adalah suatu kondisi perubahan ekologi vagina yang ditandai dengan pergeseran keseimbangan flora vagina dimana dominasi Lactobacillus digantikan oleh bakteri-bakteri anaerob, diantaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Prevotella, Bacteroides, dan Mycoplasma sp. Terminologi Bacterial Vaginosis sendiri digunakan karena gambaran kelainan ini lebih mengarah kepada bakteri dibandingkan protozoa ataupun jamur, juga karena tidak ditemukannya bakteri yang menjadi agen penyebab tungga serta tidak terdapatnya gambaran respon inflamasi yang nyata pada sebagian besar kasus. BV merupakan kondisi yang umum dijumpai pada wanita usia reproduktif. Prevalensi kejadian BV di seluruh dunia terbilang cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan Amsel dkk pada wanita yang mendatangi klinik ginekologi di pusat kesehatan Universitas Washington, Amerika mendapatkan prevalensi BV sebesar 25 % dan 50 % diantaranya asimtomatis.

2.3.1 Definisi

Vaginosis bakterialis merupakan sindrom klinik akibat pergantian Bacillus Duoderlin yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti Bacteroides Spp, Mobiluncus Sp, Peptostreptococcus Sp

(21)

dan Gardnerella vaginalis bakterialis dapat dijumpai duh tubuh vagina yang banyak, Homogen dengan bau yang khas seperti bau ikan, terutama waktu berhubungan seksual.

2.3.2 Epidemiologi

Penyakit bacterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang memeriksakan kesehatannya daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi bergantung pada tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada pemakai AKDR dan 86 % bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.7 Pada wanita hamil, penelitian telah didokumentasikan mempunyai prevalensi yang hampir sama dengan populasi yang tidak hamil, berkisar antara 6%-32%.31 Kira-kira 10-30% dari wanita hamil akan mendapatkan Vaginosis bacterialis selama masa kehamilan mereka.28 Gardnerella vaginalis dapat diisolasi dari 15 % anak wanita prapubertas yang masih perawan, sehingga organisme ini tidak mutlak ditularkan lewat kontak seksual. Meskipun kasus bacterial vaginosis dilaporkan lebih tinggi pada klinik PMS, tetapi peranan penularan secara seksual tidak jelas. 6 Sebuah studi meta analisis meneliti hubungan vaginosis bakterialis dengan resiko persalinan preterm, dan didapatkan peningkatan resiko persalinan preterm ibu hamil sebanyak 60%.34

Bacterial vaginosis yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai

aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita berkulit hitam yang menggunakan kontrasepsi dan merokok. Bacterial vaginosis yang rekuren prevalensinya juga tinggi pada pasangan-pasangan lesbi, yang mungkin berkembang karena wanita tersebut berganti-ganti pasangan seksualnya ataupun yang sering melakukan penyemprotan pada vagina.6 Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella vaginosis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan uretritis.

(22)

Penyebab bacterial vaginosis bukan organisme tunggal. Organisme penyebab bacterial vaginosis antara lain Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan berbagai bakteri anaerob lainnya seperti Prefotella, Peptosterptococcus, Porphyromonas, dan Mobiluncus species.8,11

1. Gardnerella vaginalis

Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bacterial vaginosis. Organisme ini mula – mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negative atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negative. Kuman ini bersifat anerob vakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Untuk pertumbuhannya membutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin dan pirimidin.

Gambar Gardnerella Spp

2. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bakteriodes Spp

Bakteriodes Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada wanita dengan bacterial vaginosis. Pada wanita normal kedua tipe anerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat

(23)

pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole, bakterioides dan peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organic yang predominan dalam cairan vagina. Bakteri anaerob berinteraksi dengan G. vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan bacterial vaginosis mengandung organisme ini.

Gambar Mobilincus Species5

3. Mycoplasma Hominis

Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa Mycoplasma Hominis juga harus dipertimbangkan sebagai agen etiologic untuk bacterial vaginosis, bersama – sama dengan G. vaginalis dan bakteri anaerob lainnya. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada wanita dengan bacterial vaginosis. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 100 – 1000 kali lebih besar pada wanita yang mengalami bacterial vaginosis dibandingkan dengan wanita normal.

Pertumbuhan mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada bacterial vaginosis.

(24)

Gambar Mycoplasma Hominis5

2.3.4 Patofisiologis

Bacterial vaginosis disebabkan oleh faktor – faktor yang mengubah lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan berlebihan bakteri – bakteri penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di vagina dan membantu mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam. Faktor – faktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mucus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotic dan perubahan hormone saat hamil dan menopause. Faktor – faktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan bakteri anaerob. Metabolisme bakteri anaerob menyebabkan lingkungan menjadi basa yang menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria, keputihan, dan gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan pencucian vagina (douching), dilaporkan terjadi perubahan pH vagina dan berkurangnya konsentrasi mikroflora normal sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri pathogen yang oportunistik.

Secret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel – sel vagina yang terlepas dan

(25)

sekesi kelenjar bartolini. Pada wanita, secret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan diri dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, secret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau bewarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel – sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Tricomonas, dan tanpa clue sel.

Pada bacterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH secret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan bau tidak sedap keluar dari vagina . basil – basil anaerob yang menyertai bacterial vaginosis diantaranya Bakteriodes bivins, B. Capilosus, dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.

G. vaginalis melekat pada sel – sel epitel vagina invitro, kemudian menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi local yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam secret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bacterial vaginosis dan hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi trichomonas.

Rekurensi pada Bacterial vaginosis belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan, yaitu :

1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bacterial vaginosis. Laki – laki yang mitra seksualnya wanita terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki – laki (asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan bacterial vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung.

(26)

2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bacterial vaginosis yang hanya dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.

3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal yang berfungsi sebagai protector dalam vagina. 4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum teridentifikasi faktor

hostnya pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.

2.3.5 Manifestasi Klinik

Pada 50% wanita tidak memiliki gejala. Jika ada gejala bisanya berupa discharge dari vagina yang biasanya bewarna abu - abu atau kekuning – kuningan, bau yang tidak enak (bau amis), gatal disekitar dan diluar vagina, rasa terbakar pada saat berkemih. Gejala yang paling sering adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor) yang disebabkan oleh metabolit amine yang dihasilkan oleh bakteri anaerob. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, atau karena penyakit lain. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal dan rasa terbakar) lebih ringan dari pada yang disebabkan oleh Tricomonas vaginalis atau C. albicans. Bacterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik

2.3.6 Diagnose

Agen etiologi tunggal tidak dapat teridentifikasi pada bacterial vaginosis sehingga criteria klinis (Amsel criteria) digunakan untuk membuat diagnosis. Diagnosis klinis pada bacterial vaginosis berdasarkan pada tiga dari empat criteria Amsel yaitu : (1) abnormal gray discharge, (2) pH > 4.5, (3) positif amine test, dan (4) terdapat clue cells > 20% pada sediaan basah

(27)

Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama setelah berhubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor). Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi, dan rasa terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva.

b) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan secret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau abu – abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Secret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis tau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya secret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.

c) Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pH vagina

Pada pemeriksaan pH, kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandngkan dengan warna standart. pH normal vagina 3,8 – 4,2 pada 80 – 90 % bacterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.

2. Whiff test

Whiff test dikatakan positif bila muncul bau amine ketika cairan vaginal dicampur dengan satu tetes 10 – 20 % potassium hydroxide (KOH). Bau muncul sebagai pelepasan amine dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob.

3. Pemeriksaan Preparat basah

Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9 % pada secret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cell, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah memiliki sensitivitas 60 % dan spesifisitas 98% untuk mendeteksi bacterial vaginosis.

(28)

Gambar Clue Cells 4. Nugent Gram Stain test

Beberapa studi penelitian menggunakan quantitative Nugent Gram Stain test untuk mendiagnosa bacterial vaginosis, dimana nilai uji 0-3 normal (non-BV), 4-6 intermediate, dan 7-10 positif BV. Meskipun Nugent Gram Stain test cenderung subjektif, tetapi lebih sulit dipraktekkan pada penggunaan klinis rutin.

Gambar Gram Stain 5. Kultur Vagina

Kultur dari sampel vagina tidak terbukti berguna untuk mendiagnosa BV karena BV berhubungan dengan beberapa organisme seperti

(29)

normal flora vagina lain, dan juga ada beberapa organisme yang tidak dapat dikultur

6. Deteksi Hasil Metabolik

Tes proline aminopeptidase : G. vaginalis dan Mobilincus Spp menghasilkan proline aminopeptidase, dimana laktobasilus tidak menghasilkan enzim tersebut.

Suksinat / laktat : batang gram negative anaerob menghasilkan suksinat sebagai hasil metabolic. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam secret vagina ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan - gas meningkat pada bacterial vaginosis dan digunakan sebagai test screening untuk bacterial vaginosis dalam penelitian epidemiologi klinik.

7. Variety DNA Based Testing Methods

Penggunaan Variety DNA Based Testing Methods seperti Broad Range dan Quantitative PCR telah mengidentifikasi novel bacteria yang berhubungan dengan bacterial vaginosis, dan juga lebih objektif, dalam mengukur kuantitatif bakteri. itu juga memungkinkan pemahaman yang lebih kompleks terhadap perubahan mikroflora yang mendasari bacterial vaginosis dan untuk mengembangkan tes diagnostic.

(30)

Gambar Algoritma Vaginal Discharge

2.3.7 Penatalaksanaan

1) Pilihan untuk pengobatan oral dan topical metronidazole dan clindamycin. Oral metronidazole harus diberikan dalam dosis 500 mg dua kali sehari selama tujuh hari. Dosis tunggal 2 gram digunakan untuk trikomoniasis. Metronidazole dapat digunakan pada kehamilan trimester pertama. Clindamycin oral merupakan pilihan tambahan dengan dosis 300 mg dua kali sehari selama tujuh hari.

2) Pengobatan intravaginal berkhasiat untuk mengobati bacterial vaginosis dan tidak menghasilkan efek sistemik, meskipun efek samping seperti infeksi jamur pada vagina bisa terjadi. Pilihan obat untul intravaginal adalah metronidazole gel digunakan pada malam hari sebelum tidur selama lima hari. Cream clindamycin digunakan

(31)

selama tiga hari, dan sustained release clindamycin sebagai dosis tunggal. Ada pertimbangan bahwa agen topical mungkin merupakan terapi yang tidak adekuat untuk pasien yang hamil, karena kemungkinan terjadi upper tract colonization yang berhubungan dengan bacterial vaginosis.

3) Pemulihan flora vagina dengan laktobacillus eksogen telah disarankan sebagai tambahan untuk terapi antibiotic, meskipun ini membutuhkan penggunaan strain berasal manusia untuk kolonisasi efektif dan tidak tersedia secara komersial. Terapi dengan yogurt, lactobacilli suppocitories, atau acidifying agent tidak begitu memberikan manfaat. 4) Pengobatan pada bacterial vaginosis yang asimptomatik masih

merupakan kontroversi dan biasanya tidak direkomendasikan. Kejadian bacterial vaginosis yang berulang sering terjadi dan biasanya terjadi pada 50% kasus yang terjadi pada 6 bulan. Beberapa data tersedia untuk penggunaan profilaksis intravaginal metronidazole gel dua kali seminggu malam hari sebelum tidur untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis. Penggunaan kondom yang konsisten juga bermanfaat untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis. 2.3.8 Pemeriksaan Penunjang

a) Sitologi, dengan cara tes pap

Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.

b) Kolposkopi

c) Servikografi

d) Pemeriksaan visual langsung

(32)

f) Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)

2.3.9 Komplikasi

- Ascending genital tract infection pada bacterial vaginosis berhubungan dengan postabortion dan postpartum endometritis, pelvic inflammatory disease (PID), late foetal loss, kelahiran preterm, premature rupture of membranes, infection of the chorion and amnion. Selain itu bacterial vaginosis juga membuat wanita lebih rentan untuk terinfeksi Trichomonas vaginalis, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HSV-2 dan HIV-1.

- Prognosis pada bacterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih dari sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidazole dan clindamicin memceri angka kesembuhan yang tinggi (84 – 96 %).

Pathway Servisitis dan Bacterial vaginosis

Personal hygiene yang buruk dan douching vagiana

Klamidia, Herpes simplex, Trichomonas Vaginalis Ga. vaginalis, Mycoplasma hominis, dan bakteri anaerob Pathway Servisitis dan Bacterial

vaginosis

Hygiene yang buruk Robekan dan

luka pada serviks Persalinan G. vaginalis membentuk asam amino Benda asing/infeksi Hubungan seksual Perlukaan serviks Perdarahan post coitus Perlukaan daerah kemaluan Gangguan keseimbangan flora normal Infeksi daerah kemaluan Bakteri anaerob mengubah asam

amino  amin Peradangan vagina Perubahan Ph

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP ASUHAN KEBIDANAN 3.1 Pengertian Asuhan Kebidanan

Proses Asuhan Kebidanan adalah suatu proses pemecahan masalah untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk mengembalikan keputusan yang terfokus pada klien.

(Simatupang, E.J. 2008)

3.1.2 Tahapan Asuhan Kebidanan

Adapun tahapan-tahapan asuhan kebidanan menurut Varney Helen adalah :

I. Identifikasi Data Dasar

Dalam langkah pertama ini bidan harus mencari dan menggali data maupun fakta baik yang berasal dari pasien, keluarga, maupun anggota keluarga lainnya. Kegiatan berupa pengambilan data lengkap baik itu dari

Melepas sel epitel vagina ↑ pengeluaran

lender serviks

Bau tidak sedap Keputihan Snip Test Ph Clue test a. Tes Pap b. Kolposkopi c. Servikografi

d. Pemeriksaan visual langsung e. Gineskopi

f. Pap net

BACTERIAL VAGINOSIS

(34)

klien sendiri atau keluarga (data subjektif) maupun dari hasil pemeriksaan (data objektif) untuk menilai keadaan klien. Data ini termasuk riwayat kesehatan klien (melalui anamneses), pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta laporan dan keterangan lain yang berhubungan dengan kondisi klien.

A. Data Subyektif 1.

Biodata

a) Nama klien dan suami: untuk mengetahui identitas klien.

b) Usia klien: untuk mengetahui adanya faktor resiko yaitu semakin tua (mendekat menoepause / ≥ 45 th), maka akan semakin rentan terjadinya cervicitis akut.

c) Agama: mengetahui keyakinan klien.dan memberikan motivasi dan dorongan moril sesuai apa yang dialaminya (Ety, 2011). d) Suku/bangsa: Untuk mengetahui faktor bawaan atau Ras

(Nursalam, 2009).

e) Pendidikan: dasar dalam memberikan KIE. Pada kasus ibu dengan gangguan sistem reproduksi FlourAlbus biasanya ditemukan pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (Ety, 2011).

f) Pekerjaan: untuk mengetahui status sosial ekonomi

g) Alamat: untuk mengetahui lingkungan, tempat tinggal dan karakteristik masyarakat (Ety, 2011).

2.

Keluhan Utama

 Pada kasus servisitis, keluhan utama yang dirasakan ibu adalah keputihan yang banyak dan berbau, tidak gatal, bisa disertai adanya perdarahan post coitus atau perdarahan di luar siklus menstruasi.

Bisa juga disertai keluhan non spesifik, yaitu dispareuni, nyeri pinggang, dan gangguan kemih

Pada kasus Bacterial vaginosis gejala yang paling sering adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor), mengeluh gatal dan

(35)

rasa terbakar, dan timbul kemerahan dan edema pada vulva, nyeri abdomen, dan dispareunia.

3.

Riwayat Menstruasi

Meliputi umur menarche, frekuensi menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar, gangguan sewaktu menstruasi (Essawibawa, 2011).

- Menarche : normalnya 9 – 13 tahun - Siklus : normalnya 28/35 hari. - Lama : normalnya 5 – 7 hari.

- Banyaknya : normalnya 2 – 3 pembalut/hari

- Bau/warna :normalnya bau anyir dan warna merah kehitaman.

- Dysmenorrhoe : normalnya sebelum/ saat/ setelah haid. - Flour albus : normalnya tidak berbau, tidak berwarna

dan tidak gatal (pada kasus servisitis, fluor albus banyak, berbau, dan tidak gatal)

4.

Riwayat Pernikahan

Untuk mengetahui status perkawinan, lama perkawinan, berapa kali menikah dan pernikahan pertama pada usia berapa. Ibu yang menikah lebih dari satu kali, ibu yang berganti-ganti pasangan memiliki risiko lebih besar terkena servisitis.

5.

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Disajikan dalam bentuk tabel yang berisi tentang berapa kali ibu hamil, umur kehamilan selama hamil, tanggal lahir bayi, jenis persalinan, tempat persalinan, penolong persalinan dan penyulit. Keadaan anak dan nifas yang lalu berisi mengenai jenis kelamin putra puti ibu, berat badan waktu lahir, panjang bdan waktu lahir, keadaan anak sekarang, riwayat laktasi, perdarahan dan lamanya ibu nifas (Essawibawa, 2011).

6.

(36)

Untuk mengetahui alat kontrasepsi apa yang pernah digunakan ibu dan mungkin berpengaruh terhadap penyakitnya. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim/IUD meningkatkan risiko terjangkit servisitis (Winkjosastro, 2006).

7.

Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan yang lalu

Pada kasus servisitis dikaji lebih dalam apakah ibu pernah mengalami penyakit IMS sebelumnya seperti gonorea, kondiloma, bartolinitis, atau keputihan sebelumnya.

b. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah dalam keluarga ibu ada yang menderita penyakit menular seperti hepatitis, TBC, IMS, HIV AIDS.

8.

Pola Kebiasaan Sehari-hari

Untuk mengetahui kebiasaan sehari-hari dalam menjaga kebersihan dirinya dan pola makan sehari-hari apakah terpenuhi gizinya atau tidak (Ferer, 2001).

a. Pola nutrisi

Makan: normalnya 3x/hari dengan menu seimbang (nasi, sayur, lauk pauk, buah).

Minum: normalnya sekitar 8 gelas/hari (teh, susu, air putih). Nutrisi yang buruk dapat meningkatkan risiko adanya servisitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri non-spesifik b. Pola personal hygiene

Untuk mengetahui kebersihan tubuh yang meliputi frekuensi mandi, gosok gigi, ganti baju atau pakaian dalam, keramas, dan cara membersihkan alat genitalianya (Essawibawa, 2011). Pada kasus servisitis, biasanya ditemui pada ibu yang memiliki pola personal hygiene yang jelek (Purwantyastuti, 2004).

c. Pola eliminasi

Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu BAK dan BAB. Pada kasus servisitis terkadang ibu merasa nyeri saat berkemih (Abidin, 2009).

(37)

Untuk mengetahui aktivitas ibu sehari-hari. Ibu dengan servisitis dapat disertai dengan penurunan aktifitas (servisitis dapat disertai dengan keluhan mudah lelah).

e. Pola Hubungan Seksual

Untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan hubungan seksual dalam seminggu dan ada atau tidaknya keluhan (Essawibawa, 2011). Pada kasus servisitis bisa disertai dengan perdarahan post coitus.

9. Keadaan Psikologi

Digunakan untuk mengetahui perasaan ibu menghadapi gangguan reproduksi dengan keputihan sekarang ini (Nursalam, 2008). Pada kasus servisitis didapatkan data psikologisnya adalah ibu merasa cemas dengan keadaanya (Abidin, 2009).

B. Data Obyektif 1)

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang, buruk (pada kasus servisitis umumnya keadaan umum ibu baik)

Kesadaran : composmentis, apatis, somnolent, sopor, koma. Pada kasus servisitis didapatkan kesadaran ibu composmentis.

TD : Tekanan darah normal 110/80 mmHg sampai 130/90 mmHg. Umumnya pada kasus flour albus fisiologis didapatkan tekanan darah ibu dalam batas normal (Saifuddin, 2002).

Suhu : suhu normal 36,5 – 37,50C untuk mengetahui adanya tanda -tanda infeksi.  380C dianggap tidak normal dan ada tanda infeksi (Winkjosastro, 2006). Pada kasus keputihan yang patologis maka didapatkan suhu tubuh klien dalam batas normal. Nadi : normalnya 60 – 100 kali/menit. (reguler/ ireguler).

Pada kasus flour albus yang fisiologis didapatkan hasil nadi dalam batas normal.

(38)

2)

(39)

Muka : pucat/tidak, oedem/ tidak

Mata : konjungtiva anemis/ tidak, sklera putih/ikterik Telinga : adakah serumen/tidak.

Hidung : adakah sekret dan polip, ada lendir atau tidak (Ety, 2011)

Mulut dan Gigi

: lidah bersih atau kotor, ada stomatitis atau tidak, apakah gigi bersih atau ada karies (Nursalam, 2009). Leher : adakah pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan

vena jugularis.

Dada : adakah retraksi dada kanan, kiri saat bernafas dan apakah payudara kanan kiri simetris atau tidak (Nursalam, 2008).

Abdomen : adakah bekas luka operasi dan pembesaran abdomen yang tidak wajar

Genetalia : - Vulva dan vagina :

Bentuk genitalia, pengeluaran (warna, bau, jumlah dan karakter) ada kemerahan, nyeri tekan, pembesaran kelenjar bartolini. Pada kasus

servisitis didapatkan hasil pemeriksaan terlihat secret vagina berwarna putih seperti susu, berbau, namun tidak disertai dengan rasa gatal.

- Inspeculo :

Untuk mengetahui keadaan porsio dan serviks serta pengeluaran pervaginam. Pada servisitis, portio tampak kemerahan, ada erosi/luka sobekan pada serviks, dan terdapat pengeluaran fluor albus yang banyak.

Dilakukan pengambilan hapusan sel epitel serviks untuk pemeriksaan selanjutnya

(40)

3)

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan hapusan

Pada kasus ibu dengan servisitis, diambil 3 hapusan pada object glass.

- Hapusan 1 (eppitel serviks): difiksasi dengan KOH kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat adanya infeksi Kandida

- Hapusan 2 (epitel serviks): difiksasi dengan NaCl kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat adanya infeksi Tricomonas Vaginalis dan Clue Cell

- Hapusan 3 (dinding vagina): dikeringkan dengan api, dicat dengan methylen blue, kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat PMN dan Diplokokus

II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah (Interpretasi Data Dasar)

Pada tahap ini merupakan pengembangan dari interpretasi data dasar yang telah di kumpulkan sebelumnya ke dalam identifikasi yang lebih spesifik yang mengenai masalah atau diagnosa dan merupakan masalah yang berhubungan dengan apa yang dialami oleh klien. Diagnosa adalah hasil analisa dan perumusan masalah yang diputuskan, dalam menegakan diagnosa bidan dengan mengunakan pengetahuan profesional sebagai dasar atau arahan yang mengambil tindakan.

Langkah ini diambil berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada pasien.

Dx : diagnosa yang ditegakkan adalah P... Ab... umur.. th dengan servisitis

Ds : diperoleh dari keterangan dan keluhan ibu langsung.

Do : diperoleh dari hasil pemeriksaan secara keseluruhan yang mengarah ke

diagnosa.

Masalah : yang menyertai diagnosa dan keadaan pasien. Masalah yang sering timbul pada penderita servisitis adalah cemas dan gelisah dengan keadaannya (Jense, 2005).

(41)

Kebutuhan : kebutuhan yang diberikan sesuai masalah yang ada dan tidak harus segera dilakukan. Kebutuhan yang diperlukan untuk penderita servisitis adalah pemberian informasi terkait servisitis dan prognosis dan cara mengatasinya (Manuaba, 2008).

III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial

Langkah ini diambil berdasarkan diagnosa atau masalah yang telah ditemukan berdasarkan data yang ada kemungkinan menimbulkan keadaan yang gawat darurat.

Bidan diharapkan dapat waspada dan siap-siap mencegah diagnosa atau masalah potensial ini menjadi benar-bear terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman dan nyaman.

Diagnosa potensial yang terjadi pada ibu dengan servisitis apabila tidak segera mendapat penanganan yang tepat akan dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, misalnya Trichomonas, Gonorrhea, infeksi virus HPV (Egan, 2007).

IV. Identifikasi Kebutuhan Segera

Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera untuk melakukan tindakan, konsultasi kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dlam proses penatalaksanaan kebidanan (Ety, 2011). Pada kasus gangguan reproduksi servisitis dilakukan tindakan segera yaitu memberikan terapi obat sesuai kebutuhan seperti golongan Cefixin dan Azytromycin.

V. Intervensi

Ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya, langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau antisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi (Varney, 2004). Menurut Abidin (2009), rencana asuhan yang diberikan adalah :

1. Jelaskan pada klien tentang kondisinya 2. Berikan KIE tentang servisitis

3. Jelaskan bagaimana cara membersihkan daerah pribadi dan genitalnya agar tetap bersih dan kering

(42)

5. Jadwalkan kunjungan ulang 1 minggu

VI. Implementasi

Melaksanakan rencana tindakan secara efisien dan menjanin rasa aman. Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama dengan tim kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien karena akan mengurangi waktu perawatan dan biaya serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada klien.

Menurut Varney (2004), pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima, dilaksanakan secara efisien dan aman. Pelaksanaan asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan servisitis sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.

1. Menjelaskan pada klien tentang kondisinya 2. Memberikan KIE tentang servisitis

3. Menjelaskan bagaimana cara membersihkan daerah pribadi dan genitalnya agar tetap bersih dan kering

4. Memberikan terapi cefixin 100 mg IV dan Azytromycin 500 mg II

5. Menjadwalkan kunjungan ulang 1 minggu

VII. Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keaktifan dari asuhan yang sudah diberikan penemuan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam diagnose dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanannya, ada kemungkinan bahwa sebagaian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif (Ety, 2011).

Pada evaluasi kasus servisitis diharapkan dalam waktu 1 minggu sudah membaik, tidak ada infeksi lanjut, ibu sudah tidak merasa cemas dan merasa nyaman (Syaifudin, 2003).

Menurut Abidin (2009), evaluasi asuhan yang diberikan pada gangguan reproduksi dengan servisitis diantaranya :

(43)

a) Servisitis dapat sembuh dan telah diatasi dengan baik

b) Klien sudah mengerti bagaimana cara membersihkan daerah pribadi dan genitalnya agar tetap bersih dan kering

c) Ibu bersedia melaksanakan anjuran yang diberikan oleh bidan d) Ibu bersedia kembali jika ada keluhan

BAB 4

TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN

PADA NY.”I” P1001 Ab000 DENGAN SERVISITIS DAN BACTERIAL

VAGINOSIS Pengkajian

Nama Mahasiswa : Lita Andriani Tempat : Poli KIA RSB Pemkot Nim : 105070603111003 No. Reg : 09847

Tanggal :5 Maret 2015 Jam : 10.00 WIB

I. Pengkajian Data A. Data Subjektif

1. Biodata

Nama Ibu : Ny. I Nama Suami : Tn. A

Umur : 23 Tahun Umur : 26 Tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidkan : SMA Pendidikan : SMA Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh/Kuli Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa Status Perkawinan : Kawin Status Perkawinan : Kawin Alamat : Jl. Satria Barat 01/02 Arjosari

2. Alasan Datang

Ibu datang untuk melakukan pemeriksaan 3. Keluhan Utama Pasien

(44)

Ibu mengeluh semenjak 11 bulan terkakhir setiap kali berhubungan selalu mengeluarkan darah

4. Riwayat kesehatan

a) Penyakit yang diderita sekarang

Ibu mengatakan saat ini mengalami perdarahan setelah melakukan hubungan seksual

b) Penyakit yang pernah diderita

Ibu mengatakan tidak pernah punya riwayat penyakit infeksi pada alat kemaluannya.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Ibu mengatakan keluarganya tidak pernah menderita penyakit menular seksual, HIV atau AIDS.

5. Riwayat Obstetri

Menarche : 13 tahun Siklus : 30 hari Lama haid : 7 hari

Banyaknya : 2-3x ganti pembalut

Fluor albus : kadang-kadang ada, gatal, warna putih susu, tidak berbau

No Umur

Anak persalinanJenis persalinanTempat Komplikasiibu Bayi Penolong JK PB/BBBayi Keadaan Nifas Lahir

Keadaan Laktasi

1. 1

tahun

SC RS - - dokter L 47/3500 sehat Baik 6 bulan

6. Riwayat persalinan/kehamilan/nifas yang lalu

7. Riwayat Perkawinan

1 kali menikah, usia 19 tahun, dan lama pernikahan 4 tahun 8. Riwayat KB

Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan KB 9. Riwayat Kebiasaan Sehari-hari

(45)

1 Makan dan minum

3X sehari, nasi, sayur, dan lauk. Minum kira-kira 8 gelas sehari, air rutih, teh, dan kopi

2 Istirahat dan tidur

Malam hari 7-8 jam Siang hari 1 jam

3 Aktifitas dan

bekerja Ibu rumah tangga 4 Eliminasi BAB 1X sehari

BAK 5-6X sehari

5 Personal hygiene

Ibu mengatakan mandi 2x sehari. Dan bila cebok terbiasa membasuh dari belakang ke depan serta tidak pernah mengeringkan kemaluan setelah buang air. Setiap mandi ibu selalu mencuci vagina dengan sabun sirih.

6 Hubungan seks

3-4X/minggu

Ketika berhubungan suami ibu tidak pernah menggunakan kondom

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 80 X/menit Pernafasan : 22 X/menit Suhu : 36,5oC Berat Badan : 50 Kg 2. Pemeriksaan Fisik a. Kepala

Muka : muka tidak pucat

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus Mulut dan gigi: tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi

(46)

b. Leher : Tidak ada pembesaran kalenjar limfe, tidak ada

pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada pembendungan vena jugularis

c. Payudara

tidak ada massa, tidak ada pengeluaran cairan

d. Abdomen

Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan

e. Ekstermitas

Atas : tidak ada odema, tidak ada varises, tidak ada sianosis ujung jari, pergerakan aktif

Bawah : tidak ada odema, tidak ada varises, pergerakan aktif

f. Genitalia

Pengeluaran : keputihan banyak, tidak berbau, dan berwarna Putih susu

Varises : tidak ada Bekas luka : tidak ada Candiloma akuminata: tidak ada

Kelenjar bartolini : tidak ada pembengkakan

3. Pemeriksaan Inspekulo

Vagina : terdapat keputihan, tidak berbau

Serviks : ada lendir kental dan berwarna putih Seperti susu pada Serviks (keputihan)

Porsio : tidak ada erosi, warna merah, terdapat cairan menyerupai darah bewarna merah segar, tidak ada benjolan.

4. Pemeriksaan dalam

(47)

5. Palpasi

Kelenjar bartolini tidak ada pembenkakan dan tidak ada nyeri tekan 6. Hasil Laboratorium

Pemeriksaan Hasil

Sniff Test Positif

pH Positif : 4,6

PMN serviks Positif

Diplokokus Serviks Negative Trichomonas Vaginalis Negative Kandida Albican Negative

Clue Cell Negative

II. Intepretasi Data Dasar

 Dignosa

P1001 Ab000 dengan servisitis dan backerial vaginosis

 Data Subjektif

- Ibu mengatakan memiliki 1 orang anak dan masih hidup semua, tidak pernah keguguran

- Ibu mengatakan terdapat pengeluaran darah sejak 11 bulan terakhir. setiap kali berhubungan namun tidak nyeri

 Data objektif

- Keadaan umum : baik

- Kesadaran : composmentis - Tekanan Darah : 110/70 mmHg - Nadi : 80 X/menit - Pernafasan : 22 X/menit - Suhu : 36,5oC - Inspeksi Genitalia

a) Pengeluaran : keputihan banyak, tidak berbau, dan berwarna Putih susu

(48)

b) Varises : tidak ada c) Bekas luka : tidak ada d) Candiloma akuminata: tidak ada

- Pemeriksaan Inspekulo

Vagina : terlihat adanya keputihan, tidak berbau

Serviks : Ada lendir kental dan berwarna putih Seperti susu pada serviks (keputihan), tidak berbau

Porsio : tidak ada erosi, warna merah, terdapat cairan menyerupai darah bewarna merah segar, tidak ada benjolan.

Adeneksa : nyeri goyang adneksa tidak nyeri

- Pemeriksaan dalam

Adneksa : tidak ada nyeri goyang adneksa

- Palpasi

Kelenjar bartolini tidak ada pembenkakan dan tidak ada nyeri tekan

- Hasil Laboratorium

 Masalah : Tidak ada

Pemeriksaan Hasil

Sniff Test Positif

pH Positif : 4,6

PMN serviks Positif

Diplokokus Serviks Negative Trichomonas Vaginalis Negative Kandida Albican Negative

Referensi

Dokumen terkait

disebabkan oleh infeksi bakteri anaerob dan aerob pada umumnya, abses paru juga.. dapat dijumpai pada

Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat

Kandidiasis vaginalis adalah infeksi jamur pada dinding vagina yang disebabkan oleh spesies Candida albicans dan ragi (yeast) lain dari spesies Candida (Sobel,

mikroorganisme selama 2-3 minggu pada reaktor reaktor bermedia zeolit baik pada proses anaerob maupun aerob dengan cara mensirkulasi air limbah ke dalam tiap reaktor

Vaginitis karena kandida selalu disertai oleh vulvovaginitis. Hal ini disebabkan terjadi kontak langsung dari sekret-sekret vagina yang mengalami infeksi sehingga daerah

Vaginitis adalah penyakit reproduksi wanita dengan kondisi vagina yang mengalami infeksi.. Infeksi pada vagina disebabkan oleh beberapa jenis mikroorganisme, yaitu

Peradangan di uretra, rektum atau serviks yang disebabkan oleh mikroorganisme bukan kuman gonokok. URETRITIS

Kandidiasis vaginalis adalah infeksi jamur pada dinding vagina yang disebabkan oleh spesies Candida albicans dan ragi (yeast) lain dari spesies Candida (Sobel, 1999)..