• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.5 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda dan gejala trauma ginjal adalah :

Derajat III - Laserasi -< 1,0 cm kedalaman parenkim

korteks ginjal tanpa mengumpulkan sistem ruptur atau extravasasi kemih.

Derajat IV - Laserasi

- Vaskular

- Laserasi parenkim memperpanjangkan ..melalui korteks ginjal, medula dan ..sistem pengumpulan.

- Arteri ginjal atau cedera vena utama ..mengandungi pendarahan.

Derajat V -Laserasi

- Vaskular

- Ginjal terbelah sepenuhnya.

- Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi ..trombosis arteri renalis.

a) Hematuria : Hematuria merupakan manifestasi yang umum terjadi. Oleh karena itu, adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan kemungkinan cedera ginjal. Namun demikian,

hematuria mungkin tidak akan muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik.

b) Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas perut.

c) Syok atau tanda-tanda kehilangan darah.

d) Ekimosis pada daerah panggul atau kuadran atas perut.

e) Sebuah massa teraba mungkin merupakan retroperitoneal besar hematoma atau kemungkinan ekstravasasi kemih.

f) Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul (Summerton et al, 2014).

2.2.6 Komplikasi

Jika tidak mendapatkan perawatan cepat dan tepat, maka trauma mayor dan trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Terdapat beberapa komplikasi awal setelah cedera yaitu :

a) Delayed bleeding. b) Urinary leakage.

c) Abses perirenal.

Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan komplikasi lanjutan yaitu : a) Hidronefrosis. b) Pielonefritis kronis. c) Hipertensi. d) Fistula arteriovenosa. e) Urolithiasis (Purnomo, 2011).

2.2.7 Diagnosis

Penilaian awal pada pasien trauma ginjal harus meliputi jalan nafas, mengkontrol perdarahan yang tampak. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Apabila trauma ginjal dicurigai maka harus dilakukan evaluasi lebih lanjut:

1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi mekanisme deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan bermotor dengan kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank. Riwayat penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi organ sebelum terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya yang dapat memperberat trauma (Cachecho et al., 1994). Hidronefrosis, batu ginjal, kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan komplikasi yang berat (Sebastià et al., 1999).

Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien trauma. Stabilitas haemodinamik merupakan faktor utama dalam pengelolaan semua trauma ginjal. Vital sign harus dicatat untuk mengevaluasi pasien (Summerton et al., 2014).

Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus, panjang luka tidak menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan seperti hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah, atau distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal (Summerton et al., 2014).

Kecurigaan adanya cedera ginjal jika terdapat :

a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut ...bahagian atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada ...daerah tersebut.

b) Hematuria

d) Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.

e) Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas (Purnomo, 2011).

2) Pemeriksaan Laboratorium

Urinalisa, darah rutin dan kreatinin merupakan pemeriksaan laboratorium yang penting. Urinalisa merupakan pemeriksaan penting untuk mengetahui adanya cedera pada ginjal. Hematuria mikroskopis atau gross, sering terlihat tetapi tidak cukup sensitif dan spesifik untuk membedakan apakah suatu trauma minor atau mayor (Buchberger et al., 1993). Tambahan pula, untuk trauma ginjal yang berat seperti robeknya ureteropelvic junction, trauma pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat tampil tanpa disertai dengan hematuria (Eastham et al, 1992).

Hematokrit serial dan vital sign merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma. Penurunan hematokrit dan kebutuhan untuk transfusi darah merupakan tanda kehilangan darah dan respon terhadap resusitasi akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Peningkatan kreatinin dapat dikatakan sebagai tanda patologis pada ginjal. 3) Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)

Indikasi untuk melakukan pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal adalah gross hematuria, hematuria mikroskopik yang disertai syok, atau cedera pada organ lain. Pada luka tembus, setiap kecurigaan adalah luka yang mengarah pada ginjal maka perlu melakukan pemeriksaan radiologi tanpa memperhatikan derajat hematuria.

a) Pemeriksaan Intravenous Urografi (IVU) atau disebut sebagai Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelografi (IVP). Pemeriksaan IVP adalah foto yang dapat mengambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras( dengan menyuntikkan bahan kontras dosis tinggi ±2ml/kgBB) digunakan untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan menilai keadaan ginjal kontralateral. Pemeriksaan IVU dilakukan apabila diduga terdapat :

ii..Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria ...makroskopik.

iii. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria ...mikroskopik dan disertai syok (Purnomo, 2011).

b) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang apabila diduga cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda hematuria mikroskopik tanpa disertai syok. Pemeriksaan USG ini dapat menemukan adanya kontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler. Dengan pemeriksaan ini dapat juga diperlihatkan ada atau tidak robekan kapsul ginjal. Pemeriksaan USG pada ginjal dipergunakan :

i. Untuk mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefrosis, ....kista, massa, atau pengkerutan ginjal) yang menunjukkan non ....visualized pada pemeriksaan IVU.

ii. Sebagai penuntun pada saat melakukan pungsi ginjal, atau ...nefrostomi perkutan (Purnomo, 2011).

Pada color Droppler ginjal dan arteri renalis, dapat menentukan adanya penyempitan (stenosis) karena arteriosklerosis menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun (Purnomo, 2011).

c) Pemeriksaan Computed Tomography (CT) adalah teknik pencitraan non invasive, yang lebih superior daripada USG. Pemeriksaan CT scan ini dilakukan untuk menerangkan kelainan pada ginjal, arteri dan vena renalis, vena kava, dan massa di retroperitoneal. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, dan adanya nekrosis jaringan ginjal. Selain itu, pemeriksaan CT scan juga dapat mendeteksi adanya trauma pada organ yang lain. Alat CT scan ini dapat mendeteksi kelainan dalam waktu cepat (< 30 detik), sehingga dapat dipakai untuk menilai penyebab kolik ureter atau ginjal. Pemeriksaan CT scan merupakan pemeriksaan radiologi yang utama bagi pasien trauma ginjal dengan hemodinamik stabil (Purnomo, 2011).

2.2.8 Penatalaksanaan

Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera, kebutuhan transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera (Shariat et al., 2008). Namun, manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh keputusan untuk mengeksplorasi atau mengamati luka di abdominal.

Table 2.2. Indikasi pemeriksaan CT scan pada kelainan urologi

Gambar 2.5. Pencitraan CT scan pada trauma ginjal Sumber: Purnomo, 2011

Kecurigaan adanya massa di ginjal.

Penderajatan (staging) keganasan urologi.

Abses, urinoma, dan infeksi urogenitalia.

Kolik ureter atau ginjal.

Cedera pada urogenitalia (ginjal, buli-buli, ureter, dan uretra).

Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah : 1) Operasi dan Rekontruksi

Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debriment reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. Semakin banyak pihak menganut pendekatan konservatif untuk pasien trauma ginjal (Hammer dan Santucci, 2003). Pada trauma ginjal, mayoritas ahli menganjurkan pendekatan transperitoneal (Robert et al., 1996). Untuk menilai di tingkat acak secara prospektif nefrektomi, tingkat transfusi, kehilangan darah, dan waktu operasi dalam menembus pasien trauma ginjal acak kontrol vaskular atau tidak ada kontrol vascular adalah sebelum membuka fasia Gerota. (Gonzalez et al., 1999)

Secara keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan nefrektomi pada saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat (Davis et al., 2006). Pada luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi (Wright et al., 2006).

Secara keseluruhan, perbaikan berhasil dicapai pada 89 % dari unit ginjal dieksplorasi. Prinsip-prinsip manajemen operasi yang sukses termasuk kontrol vaskular awal dan berbagai teknik bedah. Penyelamatan ginjal setelah trauma utama dapat berhasil dilakukan dengan aman (McAninch et al., 1990). Pada semua kasus, direkomendasikan penggunaan drainase retroperitoneal untuk mengalirkan kebocoran urin.

2) Manajemen Non- Operatif / Konservatif

Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil dari ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan kemungkinan lebih tinggi dari cedera tumpul parah setelah senjata api dan luka tusuk (Vanni dan Wessels, 2011).

a) Cedera ginjal tumpul

Manejemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh pasien trauma ginjal. Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan suportif yaitu dengan istirahat dan observasi. Semua kasus trauma ginjal derajat 1 dan 2 dapat dirawat secara konservatif baik pada trauma tumpul ataupun trauma tembus. Tetapi pada trauma ginjal derajat 3 telah menjadi kontroversi selama bertahun-tahun (Alsikafi dan Rosenstein, 2006).

Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat 4 dan 5 datang dengan trauma penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan tingginya angka untuk melakukan nefrektomi (Santucci et al., 2001). Pada pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5 dapat dirawat secara konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil. Pendekatan klinis yang sistematis adalah berdasarkan pada temuan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang radiologi.

b) Penetrasi trauma ginjal

Luka tembus telah mendekati pembedahan secara tradisional. Namun, pendekatan sistematis berdasarkan evaluasi klinis, laboratorium dan radiologi untuk meminimalkan eksplorasi negatif tanpa meningkatkan morbiditas dari cedera terjawab (Armenakas et al., 1999). Selektif oleh manajemen non-operatif untuk luka tusuk perut umumnya diterima untuk meningkatkan proporsi pusat trauma (Jansen et al., 2013).

Perdarahan terus-menerus merupakan indikasi utama untuk eksplorasi dan rekonstruksi. Dalam semua kasus cedera parah, manajemen non-operatif harus mengambil langkah hanya setelah pementasan ginjal lengkap pada pasien hemodinamik stabil (Buckley dan McAninch, 2006).

Luka tembak harus dieksplorasi hanya jika melibatkan hilus atau disertai dengan tanda-tanda perdarahan terus, cedera ureter, atau laserasi pelvis ginjal (Velmahos et al., 1998). Tembak kecepatan rendah dan luka tusuk minor dapat dikelola secara konservatif dengan hasil yang diterima baik (Baniel dan Schein, 1994). Sebaliknya, jaringan kerusakan dari cedera tembak kecepatan tinggi bisa lebih luas dan nefrektomi diperlukan lebih sering.

Pada pasien hemodinamik stabil tanpa peritonitis mampu menjalani pemeriksaan klinis serial, cedera organ padat bukan kontra - indikasi untuk manajemen non - operatif. Dalam pengaturan yang sesuai, manajemen non - operatif cedera organ padat setelah tembak melukai dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan penyelamatan organ (DuBose et al., 2007). Jika situs penetrasi dengan luka tusukan adalah posterior ke garis aksila anterior, 88% dari cedera ginjal tersebut dapat dikelola dengan non-operatif (Bernath et al., 1983).

Dokumen terkait