• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.6 Manifestasi klinis

1) Menurut lamanya diare : a) Diare akut:

1) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.

2) Onset yang tak terduga dari BAB encer,rasa tidak enak,gas-gas dalam perut.

3) Nyeri pada kuadran kanan bawah di sertai kram dan bunyi pada perut. 4) Demam.

b) Diare kronik :

1) Penurunan BB dan nafsu makan. 2) Demam indikasi terjadi infeksi.

3) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut lemah. 2) Menurut dehidrasi :

a) Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-tandanya :

1) Berak cair 1-2 x sehari. 2) Nafsu makan berkurang.

3) Masih ada keinginan untuk bermain.

b) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau sedang, tanda-tandanya :

1) Berak cair 4-9 x sehari.

2) Kadang muntah 1-2 kali sehari. 3) Suhu tubuh kadang meningkat. 4) Haus.

5) Tidak nafsu makan. 6) Badan lesu lemas.

c) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat,tanda-tandanya : 1) Berak cari terus menerus.

2) Muntah terus menerus. 3) Haus mata cekung. 4) Bibir kering dan biru. 5) Tangan dan kaki dingin.

6) Sangat lemas tidak nafsu makan. 7) Tidak ada keinginan untuk bermain. 8) Tidak BAK selama 6 jam.

9) Kadang dengan kejang tau panas tinggi. (Titik Lestari, 2016)

Tabel 2.1 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab Gejala

klinik

Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + + + + + - + + -

Mual muntah

Sering Jarang sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus kramp Tenesmus kolik - Tenesmus kramp - Nyeri kepala - + + - - - Lamanya sakit

5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - Sering Kadang - + -

Bau Langu ± Busuk + Tidak Amis khas

Warna Kuning hijau Merah hijau Kehijauan Tak berwarna Merah hijau Seperti air cucian beras Leukosit - + + - - -

Lain-lain Anorexia Kejang demam ±

sepsis± meteorismus Infeksi sistemik

±

2.1.7 Komplikasi

1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik). 2) Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

3) Mal nutrisi energi ,protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

4) Renjatan atau syok hipovolemik. 5) Gangguan elektrolit.

a) Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang

cepat sangat berbahaya oleh krena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.

b) Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum dengan air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).

c) Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glikonas 10% 0,5 -1 ml/kgBB i.v. pelan - pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.

d) Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K jika kalium 2,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 Diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan selama 4 jam. Dosisnya: (3,5- kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5- kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq/kgBB).

2.1.8 Pemeriksaan penunjang atau diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik : 1) Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare.meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi atau bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.histolytica,B.coli dan T.trichiura.Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi E.histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis- garis darah pada tinja .Tinja yang berbau busuk didpatkan pada infeksi dengan salmonella , giardia cryposporidium dan strongiloides.

Selain itu juga melihat hasil leukosit juga dapat menentukan penyebab dari diare. Shohibaturrohmah, (2016) Leukosit mempertahankan tubuh dari serangan penyakit dengan cara memakan (fagositosis) penyakit tersebut. Begitu tubuh mendeteksi adanya infeksi maka sumsum tulang akan memproduksi lebih banyak sel-sel darah putih untuk melawan infeksi.

Tabel 2.2 Test labolatorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen

Test labolatorium Organisme atau identifikasi

Mikroskopik : lekosit pada tinja Invasive atau bakteri yang memproduksi sitotoksin

Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lambilia, E histolytica, cryptospsoridium, I. Belli, cylopspora

Rhabditiform lava Stongyloides

Spiral atau basil gram (-) berbentuk s Campylobacter jejuni

Kultur tinja: standart E.coli shigella, salmonella, campylobacter jejuni

Kultur tinja : spesial y. entero colitica, V.cholerae, V.

Parahaemolyticus, C. Difficile, E. coli, 0 157 : H7

Enzym imunoassy atau latex aglutinasi Rotavirus, G. Lambilia, enteric adenovirus, C. Difficile

Serotyping E.coli O 157 : H7, EHEC,EPEC

Latex aglutinasi setelah broth Salmonella, shigella

Test yang dilakukan dilabilatorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC, EAEC,PCR untuk genus yang virulen

Pemeriksaan mikroskopik:

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberi informasi tentang penyebab diarre, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang mnyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif ada pemeriksaan tinja yang menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti shigella , salmonella, C. Jejuni, EIEC, C. Difficile, Y.enterocolitica, V. Parahaemolyticus dan kemungkinan aeromonas atau P.shigelloides.lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. Typhii lekosit monokulear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi

dengan E. Histolytica pada umunya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah beresiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis,cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyenum bagian atas mungkin diperlukan, karna organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat dari pada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora E. Hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering menjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan sekresi antibodi juga tersedia. Serologis tes untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat hemolytic uremic syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita immmunocompromised. Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y. Enterocolitica, V. Cholerae, V.parahaemolyticus, Aeromonas, C. Difficile, E.coli 0157 : H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. Difficile sangat berguna untuk diagnosis anti mikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan labolatorium pendahuluan.

b) pH dan kadar gula dalm tinja

c) Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya, dengan melakukan pembiakan terhadap contoh tinja. d) Pemeriksaan labolatorium :

1) Darah meliputi : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

2) Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika. e) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. f) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad

renik atau parasit, secara kuantitatif, terutama pada pnderita diare kronik.

2.1.9 Penatalaksanaan 1) Terapi

Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,yaitu:

a) Rehidrasi dengan menggunkan oralit baru. b) Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut.

Zinc mengurangi lama dan berat diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.

Dosis zinc pada anak:

Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg(1/2 tablet) per hari Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg(1 tablet)per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.

Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutakn pada air matang, ASI, atau oralit.Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

c) ASI dan makanan tetap diteruskan.

sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu yang sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta mengganti nutrisi yang hilang.Pada diare berdarah mafsu makan akan berkurang.Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.

Kolostrum atau ASI mengandung zat kekebalan tubuh terutama ig A untuk melindungi bayi dari berbagai jenis penyakit infeksi terutama diare, segi aspek imunologik ASI mengandung zat anti infeksi yang kadarnya cukup tinggi, sektori ig A tidak dapat diserap tapi dapat melumpuhkan bakeri patogen E.Coli dan berbagai virus terutama di saluran cerna.Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang abru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada 6 bulan pertama kehidupannya, resiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI. Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai resiko lebih tinggi dibanding dengan bayi yang mendapat susus tambahan juga mendapat ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibanding dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan- bulan pertama kehidupan.

d) Antibiotik selektif.

Antibiotik jangan diberikankecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.

e) Nasihat kepada orang tua.

Nasehat pada ibu atau pengasuh : kembali jika demam, tinja berdarah, berulang makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Terapi menurut derajat dehidrasi :

a) Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan). Tindakan:

1) Untuk mencegahdehidrasi,beri anak minum lebih dari biasanya. 2) ASI (Air Susu Ibu) diteruskan – makanan diberikan seperti biasanya. 3) Bila keadaan ank bertambah berat, segera bawa ke puskesmas

terdekat.

b) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau sedang. Tindakan:

1) Berikan oralit

2) ASI (Air susu ibu) diteruskan 3) Teruskan pemberian makanan

4) Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang. 5) Bila tidak ada perubahan segera bawa ke puskesmas terdekat. c) Pada anak yang mengalami dehidrasi berat.

1) Segera bawa ke rumah sakit / puskesmas dengan fasilitas perawatan. 2) Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum.

Tabel 2.3 Komposisi oralit baru

Oralit baru osmolaritas rendah Mmol/liter

Natrium 75 Klorida 65 Glucose,anhydrous 75 Kalium 20 Sitrat 10 Total osmolaritas 245 Ketentuan

1) Beri ibu 2 bungkus oralit baru

2) Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam.

3) Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Untuk anak dibawah 1 tahun : 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0,5 gelas setiap kali mencret.

b) Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB. c) Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB.

d) Untuk anak diatas 1 tahun dan dewasa : 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret ( 1 gelas : 200 cc).

4) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.

Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terhadap beberapa pertimbangan terapi :

a) Terapi cairan dan elektrolit b) Terapi diit

c) Terapi non spesifik dengan anti diare d) Terapi spesifik dengan anti mikroba

2. Terapi medika mentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti : Antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obatan tersebiu tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.

a) Antibiotik

Antibiotika biasanya tidak dibutuhkan pada semua diare aku olehh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.

Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V.Cholera,shighella, entero toksigenik E. Coli, champylobacter dan sebagainya.

b) Terapi intra vena 1) KA-EN 1B

Dengan indikasi :

Sebagai larutan awal apabila status elektrolit pasien belum diketahui, misalnya ditemukan pada kasus emergensi (dehidrasi lantaran asupan oral tidak memadai, demam), Dosis lazim yang biasa diberikan adalah 500-1000 ml untuk sekali pemberian dengan cara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) & 50-100 ml/jam pada anak- anak.

Tabel 2.4 Antibiotik pada diare.

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline

12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari

Erythromicin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari Shigella dysentry Ciprofloxacin

15mg/kgBB

2x sehari selama 3 hari

Pivmecillinam 20 mg/kgBB

4x sehari selama 5 hari Ceftriaxon

50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari Amoebasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)

Giardiasis Metronidazole 5 mg/kg

3x sehari selama 5 hari

a) Obat antidiare 1) Adsorben

Contoh: kaolin, attapulgite,smectite, activated charcoal, cholestyramine). Obat-obatan ini dipromosikan untuk pengobtan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

2) Anti motilitas

(contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tinctura opii, paregoric, codein). Obat-obat ini dapat mengurani frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat

eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjafi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.

3) Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

4) Kombinasi obat

Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu tidak ada tempat untuk menggunakan obat ini untuk anak dengan diare.

b) Obat-obat lain : 1) Anti muntah

Termasuk obat ini seperti : prochlorperazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.

2) Cardiac stimulan

Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan hipovolemi. Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral

dengan elektrolit yang seimbang penggunaan cardiac stimulan dan obat vasoaktif seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan. Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara: 1) Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare

Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini.

Upaya penyegahan diare yang terbukti efektif meliputi: a) Pemberian ASI yang benar.

b) Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI. c) Penggunaan air bersih yang cukup.

d) Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.

e) Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.

f) Membuang tinja bayi yang benar.

2) Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu( host)

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menngkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:

a) Memberi ASI paling tidak usia 2 tahun.

b) Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makanan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.

c) Imunisasi campak.

Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik dan prebiotik dalam pencegahan diare.

Probiotik

Proboitik diberi batas sebagai mkoorganisme hidup dalam makan yang yang difermantasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intesinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama bayi yang tidak minum ASI

Prebiotik.

Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan. 2.2 Konsep cairan

2.2.1 Definisi cairan

Cairan kita terdiri terdiri atas air yang mengandung partikel – partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup (Asmadi,2008).

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (larut) dan zat tertentu (pelarut).

2.2.2 Batasan karakteristik

1) Perubahan status mental. 2) Penurunan TD.

4) Penurunan haluaran urine. 5) Membran mukosa kering. 6) Kulit kering.

7) Peningkatan suhu tubuh. 2.2.3 fungsi cairan

komponen yang paling besar dalam tubuh manusia adalah air yang mempunyai fungsi yang sangat besar.fungsi cairan antara lain :

a) transportasi : nutrien, partikel kimiawi,partikel darah, energi, dan lain-lain.

b) Pengatur suhu tubuh.

c) Memfasiitasi reaksi kimia dalam tubuh, misalnya metabolisme tubuh.

d) Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardio vaskuler. (Asmadi,2008).

Dokumen terkait