• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN 1. Kurun Waktu 1959 – 1965

122. ATURAN PERALIHAN Pasal I

B. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN 1. Kurun Waktu 1959 – 1965

Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi

terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.

2. Pandangan Umum :

Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.

Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.

Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.

Tugas Demokrasi terpimpin :

Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.

Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :

Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. #

Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin : # Kebebasan partai dibatasi

# Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. # Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.

Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional. #

182. Bentuk pmnuhan HAM masa orde baru untuk bidang poltik dan pendidikan Demikianlah rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang pada pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia vide Tap MPR No.XVII/MPR/1998 .

Salah satu agenda utama reformasi adalah penegakkan HAM, yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan. Dalam agenda itulah reformasi digulirkan hingga saat ini .

Rumusan Masalah

Melihat masih banyaknya kekerasan dan pelanggaran HAM pasca reformasi, secara

subjektif kita boleh berpendapat bahwa agenda reformasi tersebut masih jauh dari cita-cita. Bahkan, dalam beberapa aspek, tidak tampak adanya perubahan yang berarti dalam

kaitannya dengan penegakkan HAM. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijabarkan pelaksanaan penegakan HAM yang terjadi sejak masa reformasi dibandingkan dengan pelaksanaan penegakan HAM pada masa Orde Baru. Pertanyaannya adalah apakah terjadi perubahan yang berarti ke arah yang positif terhadap penegakan HAM di Indonesia. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak-hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia karena martabatnya sebagai manusia dan bukan diberikan oleh masyarakat atau negara. Semua manusia sebagai manusia memiliki martabat dan derajat yang sama dan dengan demikian memiliki hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang sama. Menurut Szabo tujuan hak asasi manusia adalah

memepertahankan hak-hak manusia dengan sarana kelembagaan terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat Negara dan pada waktu yang bersamaan mendorong perkembangan pribadi manusia yang multidimensional. ( Szabo, dlm. Vasak, Unesco

Courier, 1997, vol.1, hal 11.)

Dalam kaitannya dengan pengertian atau notion HAM dapat dibedakan antara an

mordefinisi yuridis, politis, ddalam deklarasi politik adalah Deklarasi umum hak-hak asasi yang diterima pada bulan Desember 1948. Tidak ada perbedaan hakiki antara UUD 1945, Ketetapan no.II/MPR/1978 disatu pihak dan Deklarasi Universal HAM, yang ditetapkan oleh PBB. Namun, secara de facto para pendiri bangsa ( Founding Father) yang

merumuskan UUD 1945 tidak mau memasukkan apa yang termuat dalam Deklarasi Universal karena apa yang termuat didalamnya dirasa tidak sesuai dengan watak ideologi bangsa Indonesia.

.

Secara eksplisit hak-hak asasi dalam UUD 1945 itu sebagai hak-hak warga Negara dalam pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan tentu saja dalam Pembukaan UUD 1945. Di masa orde baru, semangat dan jiwa yang bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen mendorong pengurus MPRS untuk mengadakan langkah-langkah guna membenahi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan oleh G 30 S/PKI.

Hak-hak warga Negara di Indonesia diakui dan dijunjung tinggi tetapi dalam kerangka solidaritas Indonesia, dalam konteks gotong royong. Masalah-masalah yang tumbuh berkisar

Menurut Prof. Padmo Wiyono suatu hak kemanusiaan sebenarnyja baru menjadi

permasalahan apabila seseorang berada dalam lingkungan manusia lainnya. Rumusan hak-hak manusia dikaitkan dengan hasrat bangsa Indonesia untuk membangun Negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan kemanusiaan. HAM oleh suatu Negara diakui secara hukum dapat dirumuskan dan dibagi menjadi dua kategori:

1. Hak-hak yang hanya dimiliki oleh para warga Negara dari Negara yang bersangkutan ( hak-hak warga Negara).

2. Hak- hak yang pada dasarnya dimiliki semua yang berdomisili di Negara yang bersangkutan.

Masa Orde Baru

Sejak PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Oleh karena itu presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru .

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Orde Baru tersebut berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek

korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Dalam beberapa aspek, HAM terjamin. Tetapi dalam beberapa aspek lainnya, HAM tidak dilindungi.

Penegakan HAM pada Orde Baru

Orde Baru membawa banyak perubahan positif pada penegakan HAM. Perubahan-perubahan tersebut antara lain menyangkut aspek politik, ekonomi, dan pendidikan. a. Politik

Salah satu kebijakan politik yang mendukung persamaan HAM terhadap masyarakat

Indonesia di dunia internasional adalah didaftarkannya Indonesia menjadi anggota PBB lagi pada tanggal 19 September 1966. Dengan mendaftarkan diri sebagai anggota PBB, hak asasi manusia Indonesia diakui persamaannya dengan warga negara di dunia. Ini menjadi langkah yang baik untuk membawa masyarakat Indonesia pada keadilan dan kemakmuran.

c. Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, masa Orde Baru menampilkan kinerja yang positif. Pemerintah Orde Baru bisa dianggap sukses memerangi buta huruf dengan beberapa program unggulan, yaitu gerakan wajib belajar dan gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA). Dengan

demikian, masyarakat Indonesia mendapatkan hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan. Pelanggaran HAM pada Orde Baru

a. kekuasaan pemerintah yang absolut

Suharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Suharto telah memenangkan sekitar enam kali pemilihan umum (Pemilu). Pada waktu itu, kekuasaan Suharto didukung oleh partai Golongan Karya yang dibayang-bayangi oleh Partai Demokasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan. Tampak jelas dalam pemerintahan Suharto di mana pemerintahan dijalankan secara absolut. Presiden Suharto mengkondisikan kehidupan politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan. Salah satu hak sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan menjadi hak yang sulit didapatkan tanpa melakukan kolusi dan nepotisme. b. rendahnya transparansi pengelolaan

Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi salah satu keburukan

pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk kredibilitas dan akuntabilitasnya. Suatu undang-undang tidak mengikat jika tidak diundangkan melalui lembaran negara. Suatu sidang pengadilan dianggap tidak sah apabila tidak dibuka untuk umum. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga peneliti yang menyangkut kepentingan masyarakat harus dipublikasikan. Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita televisi dan surat kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan pemerintahan, kritik terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. c. Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat

Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu keburukan Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal ini, aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah. Program-program pemerintah seperti LKMD, Inpres desa tertinggal, dan seterusnya, menjadi semacam program penjinakan yang

dilakukan oleh penguasa agar rakyat miskin tidak berteriak menuntut hak-hak mereka. Periode Reformasi

Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997 . Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis

keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

Periode Reformasi diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden Indonesia oleh gerakan reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

Penegakan HAM pada Masa Reformasi

Orde reformasi membawa banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Beberapa perubahan positif yang dibawa oleh reformasi pada periode jabatan presiden B.J. Habibie adalah: a. Kebijakan dalam bidang politik

Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.

• UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. • UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.

• UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR. b. Kebijakan dalam bidang ekonomi

Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perbankan menjadi sektor yang penting untuk menjaga stabilitas ekonomi. Masalah utang negara dan inflasi menyebabkan masyarakat tidak berdaya untuk memperoleh kehidupan yang layak. Bank Indonesia menjadi pusat keuangan negara untuk mengatur aliran uang demi stabilitas ekonomi rakyat.

c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers

Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers

dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). Dengan pers, masyarakat dapat menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk

mendapatkan informasi secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka. d. Pelaksanaan Pemilu

dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.

183. UUDS 50 ( lpa soalnya gmna)

-184. kabinet orde lama dan tugasnya Daftar Kabinet Indonesia

No Nama Kabinet Awal masakerja Akhir masakerja PimpinanKabinet Jabatan personelJumlah

1 Presidensial 2 September 1945 14 November 1945

Ir. Soekarno Presiden 21 orang

2 Sjahrir I 14 November 1945 12 Maret 1946 Sutan Syahrir Perdana Menteri 17 orang 3 Sjahrir II 12 Maret 1946 2 Oktober 1946 Sutan Syahrir Perdana Menteri 25 orang 4 Sjahrir III 2 Oktober 1946 3 Juli 1947 Sutan Syahrir Perdana Menteri 32 orang

5 Amir Sjarifuddin I 3 Juli 1947 11

November 1947

Amir Sjarifuddin Perdana Menteri 34 orang

6 Amir Sjarifuddin II 11 November 1947 29 Januari 1948 Amir Sjarifuddin Perdana Menteri 37 orang 7 Hatta I 29 Januari 1948 4 Agustus 1949 Mohammad Hatta Perdana Menteri 17 orang * Darurat 19 Desember 1948

13 Juli 1949 S. Prawiranegara Ketua PDRI 12 orang

8 Hatta II 4 Agustus 1949 20 Desember 1949 Mohammad Hatta Perdana Menteri 19 orang Era Demokrasi Parlementer

No Nama Kabinet Awal masa kerja Akhir masa kerja Pimpinan Kabinet Jabatan Jumlah personel

* RIS 20 Desember 1949 6 September 1950 Mohammad Hatta Perdana Menteri 17 orang 9 Susanto 20 Desember 1949 21 Januari

1950 Susanto Tirtoprodjo Pjs Perdana Menteri 10 orang

10 Halim 21 Januari 1950

6

September 1950

Abdul Halim Perdana

Menteri 15 orang 11 Natsir 6 September 1950 27 April 1951 Mohammad Natsir Perdana Menteri 18 orang 12 Sukiman-Suwirjo 27 April 1951 3 April 1952 Sukiman Wirjosandjojo Perdana Menteri 20 orang 13 Wilopo 3 April

1952 30 Juli 1953 Wilopo

Perdana

Menteri 18 orang 14 Ali Sastroamidjojo I 30 Juli 1953 12 Agustus 1955 Ali Sastroamidjojo Perdana Menteri 20 orang 15 Burhanuddin Harahap 12 Agustus 1955 24 Maret 1956 Burhanuddin Harahap Perdana Menteri 23 orang

16 Ali Sastroamidjojo II 24 Maret 1956 9 April 1957 Ali Sastroamidjojo Perdana Menteri 25 orang 17 Djuanda 9 April 1957 10 Juli 1959 Djuanda Perdana Menteri 24 orang

Era Demokrasi Terpimpin No Nama Kabinet Awal masa

kerja Akhir masa kerja Pimpinan Kabinet Jabatan Jumlah personel 18 Kerja I 10 Juli 1959 18 Februari

1960 Ir. Soekarno

Presiden / Perdana Menteri

33 orang

19 Kerja II 18 Februari 1960 6 Maret 1962 Ir. Soekarno

Presiden / Perdana

Menteri 40 orang 20 Kerja III 6 Maret 1962

13 November 1963 Ir. Soekarno Presiden / Perdana Menteri 60 orang 21 Kerja IV 13 November 1963 27 Agustus 1964 Ir. Soekarno Presiden / Perdana Menteri 66 orang

22 Dwikora I 27 Agustus 1964 22 Februari 1966 Ir. Soekarno

Presiden / Perdana

Menteri 110 orang 23 Dwikora II 24 Februari 1966 28 Maret 1966 Ir. Soekarno

Presiden / Perdana Menteri

132 orang 24 Dwikora III 28 Maret

Menteri 25 Ampera I 25 Juli 1966 17 Oktober

1967 Jend. Soeharto

Ketua

Presidium 31 orang 26 Ampera II 17 Oktober 1967 6 Juni 1968 Jend. Soeharto Pjs Presiden 24 orang

Era Orde Baru

No Nama Kabinet Awal masakerja Akhir masakerja PimpinanKabinet Jabatan personelJumlah 27 Pembangunan I 6 Juni 1968 28 Maret

1973 Jend. Soeharto Presiden 24 orang 28 Pembangunan II 28 Maret 1973 29 Maret 1978 Jend. Soeharto Presiden 24 orang 29 Pembangunan

III

29 Maret 1978

19 Maret

1983 Soeharto Presiden 32 orang

30 Pembangunan IV 19 Maret 1983 23 Maret 1988 Soeharto Presiden 42 orang 31 Pembangunan V 23 Maret 1988 17 Maret 1993 Soeharto Presiden 44 orang 32 Pembangunan

VI

17 Maret 1993

14 Maret

1998 Soeharto Presiden 43 orang

33 Pembangunan VII 14 Maret 1998 21 Mei 1998 Soeharto Presiden 38 orang Era Reformasi

No Nama Kabinet Awal masakerja Akhir masakerja PimpinanKabinet Jabatan personelJumlah 34 Reformasi

Pembangunan

21 Mei 1998

20 Oktober

1999 B.J. Habibie Presiden 37 orang 35 Persatuan Nasional 26 Oktober 1999 9 Agustus 2001 Abdurahman Wahid Presiden 36 orang 36 Gotong Royong 9 Agustus 2001 20 Oktober 2004 Megawati Soekarnoputri Presiden 33 orang 37 Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004 20 Oktober 2009 Susilo Bambang

Yudhoyono Presiden 37 orang 38 Indonesia Bersatu II 22 Oktober 2009 20 Oktober 2014 Susilo Bambang Yudhoyono Presiden 38 orang 39 Kerja 27 Oktober 2014 Petahana Joko Widodo Presiden 38 orang

185. pembukaan uud 1945

-186. negara pemrakarsa OPEC + 1. Arab Saudi

2. Iran 3. Irak

4. Kuwait 5. Venezuela

187. sekretaris OPEC

Fuad Rouhani Iran 21 Januari 1961 30 April 1964

Abdul Rahman al-Bazzaz Iraq 1 May 1964 30 April 1965

Ashraf Lutfi Kuwait 1 May 1965 31 Desember

1966

Muhammad Saleh Joukhdar Arabia Saudi 1 Januari 1967 31 Desember 1967 Francisco R. Parra Venezuela 1 Januari 1968 31 Desember 1968 Elrich Sanger Indonesia 1 Januari 1969 31 Desember

1969

Omar el-Badri Libya 1 Januari 1970 31 Desember 1970 Nadim Pachachi Iraq 1 Januari 1971 31 Desember 1972 Abderrahman Khène Algeria 1 Januari 1973 31 Desember

1974

M.O. Feyide Nigeria 1 Januari 1975 31 Desember 1976 Ali M. Jaidah Qatar 1 Januari 1977 31 Desember 1978

René G. Ortiz Ecuador 1 Januari 1979 30 Juni 1981

Marc Saturnin Nan Nguema Gabon 1 Juli 1981 30 Juni 1983 Fadhil J. al-Chalabi Iraq 1 Juli 1983 30 Juni 1988

Dr. Subroto Indonesia 1 Juli 1988 30 Juni 1994

Abdallah Salem el-Badri Libya 1 Juli 1994 31 Desember 1994 Rilwanu Lukman Nigeria 1 Januari 1995 31 Desember 2000 Alí Rodríguez Araque Venezuela 1 Januari 2001 30 Juni 2002 Álvaro Silva Calderón Venezuela 1 Juli 2002 31 Desember

2003

Purnomo Yusgiantoro Indonesia 1 Januari 2004 31 Desember 2004 Iin Arifin Takhyan Indonesia 1 Januari 2004 28 Februari 2004 Dr. Maizar Rahman Indonesia 28 Februari

2004

31 Desember 2004

Ahmed Fahad Ahmed

Al-Sabah Kuwait 1 Januari 2005 31 Desember 2005

Adnan Shihab-Eldin Kuwait 1 Januari 2005 31 Desember 2005 Edmund Daukoru Nigeria 1 Januari 2006 31 Desember

2006

2006 Abdallah Salem el-Badri Libya 1 Januari 2007

-188. mahkamah internasional

-189. pervectisme untuk yg hubungan international (ada pervectismenya gitu)

-190. UUDS 50

-191. sidang pertama bpupki Sidang resmi pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial

pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa

Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa

penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan

pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut : 1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato

mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.

2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.

3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut dia bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila:

“Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI

mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Naskah Asli "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" yang dihasilkan oleh "Panitia Sembilan" pada tanggal 22 Juni 1945

Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut :

1. Ir. Soekarno (ketua)

2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)

3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) 4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)

5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota) 6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)

7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)