BAB II SAMBAS SEBELUM ISLAM MASUK
C. Pemerintahan Sebelum Masuknya I slam di Sambas
1. Masa Pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda
Ratu Anom Kesuma Yuda merupakan penerus tahta Kerajaan Sambas
setelah wafatnya Ratu Sepudak dan tetap mempertahankan pusat pemerintahan di
Kota Lama. Pada masa pemerintahannya, keluarga Kerajaan Sambas masih
42 Pangeran Aria Mangkurat adalah keponakan dari Ratu Sepudak, adik dari Ratu Anom
Kesuma Yuda, anak dari Pangeran Condong Paseban, saudara sekandung Ratu Sepudak, ibid.,
h.34.
43 Ansar Rahman, dkk., op. cit., h. 39.
menganut Hindu yang tetap menggunakan tata cara pemerintahan Kerajaan
Hindu. Selain itu, pada saat pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda ajaran Islam
semakin berkembang di Kerajaan Sambas. Hal ini dibuktikan dengan mulai
masuk dan berkembangnya Islam di keluarga kerajaan yang dilakukan oleh Raden
Sulaiman dan menyebar sampai ke masyarakat.
Dalam masa pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda tidak sepenuhnya
berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena adanya pertikaian antara Raden
Sulaiman dengan Pangeran Aria Mangkurat yang dilatarbelakangi oleh rasa iri
hati dari Pangeran Aria Mangkurat dalam melayani dan menghadapi rakyat.
Dalam melayani dan menghadapi rakyat, Raden Sulaiman lebih diunggulkan
karena dipatuhi dan dicintai oleh rakyat. Selain itu, dalam mengembangkan ajaran
Islam, Raden Sulaiman sangat giat bahkan semakin banyak rakyat yang menganut
Islam. Berbanding terbalik dengan Pangeran Aria Mangkurat yang mulai tidak
dihormati oleh rakyat45.
Faktor lain yang semakin membuat pertikaian antara Raden Sulaiman dan
Pangeran Aria Mangkurat meningkat adalah ketika Ratu Anom Kesuma Yuda
mengantar upeti berupa emas urai jamur dan kerang ke Johor bersama dengan
Petinggi Tambelan menerima surat yang berisi pengaduan fitnah dari Pangeran
Aria Mangkurat. Isi surat ini ialah tersiar kabar kalau Raden Sulaiman sedang
bersiap-siap untuk merebut kedudukan Ratu Sambas. Hal ini kemudian ditanggapi
dengan bijaksana oleh Ratu Anom Kesuma Yuda. Selain itu, yang membuat
keadaan semakin Buruk adalah dengan tidak ditanggapi dengan serius fitnah dan
45 Ibid.
hasutan oleh Ratu, membuat Pangeran Aria Mangkurat membunuh Kyai Satia
Bakti yang merupakan bawahan dari Raden Sulaiman karena dianggap telah
berkhianat dan mempengaruhi Ratu Anom Kesuma Yuda. Mendengar hal itu,
Raden Sulaiman beserta Kyai Dipa Sari menghadap Ratu Anom Kesuma Yuda
untuk melaporkan sekaligus meminta tindakan Ratu Anom Kesuma Yuda bagi
penyelesaian peristiwa ini46.
Setelah cukup lama peristiwa itu berlangsung, tanpa adanya penyelesaian
dan tindakan dari Ratu, menyebabkan kebencian rakyat kepada Pangeran Aria
Mangkurat semakin bertambah. Selain itu, dukungan dan simpati dari rakyat
terhadap Ratu Anom Kesuma Yuda juga semakin berkurang. Hal ini kemudian
mempengaruhi hubungan Ratu Anom Kesuma Yuda dan Pangeran Aria
Mangkurat dengan Raden Sulaiman tidak baik. Raden Sulaiman beserta anak dan
istri yang disertai Kyai Dipa Sari meninggalkan Kota Lama dan berlayar ke
daerah Kota Bangun47. Berita hijrahnya Raden Sulaiman di dengar oleh Petinggi
Nagur, Petinggi Bantilan, dan Petinggi Segerunding. Demi keutuhan kerajaan,
mereka bertiga menghadap Raden Sulaiman meminta untuk kembali ke Kota
Lama. Namun, usaha yang dilakukan mereka bertiga hanya sia-sia. Meskipun
berhasil menghubungi dan menyampaikan keadaan Raden Sulaiman kepada Ratu,
akan tetapi Ratu menitahkan mereka untuk menghadap Pangeran Aria Mangkurat
yang kemudian membuat mereka dihina karena dianggap membela orang yang
berdurhaka.
46 Ibid., h. 40.
Sekembalinya mereka, Raden Sulaiman beserta rombongan telah
meninggalkan Kota Bangun dan pergi mengarah ke Sungai Subah, yang kemudian
menetap di Kota Bandir. Di sinilah, Raden Sulaiman mendirikan pemukiman dan
berkembang menjadi sebuah negeri. Hal ini kemudian mendorong rakyat yang
berada di Kota Lama sebagian besar ikut pindah ke Kota Bandir. Di Kota Bandir,
masyarakat hidup aman dan tenteram di bawah kepemimpinan Raden Sulaiman.
Melihat hal ini, Ratu Anom Kesuma Yuda ingin pindah juga dari Kota Lama
dengan mempersiapkan 70 buah perahu beserta menteri, hulubalang, dan rakyat
yang masih setia pindah ke Balai Pinang yang terletak di di Sungai Barangan,
anak Sungai Selakau. Sebelum sampai di Balai Pinang, para Petinggi Nagur,
Petinggi Bantilan dan Petinggi Segerunding meminta Ratu Anom Kesuma Yuda
untuk dipertemukan dengan keluarga Raden Sulaiman48. Hal ini dilakukan di Kota
Bangun dengan merencanakan untuk saling bermaaf-maafan sekaligus
menyerahkan kekuasaan Sambas sebagai pengganti Kota Lama kepada Raden
Sulaiman. Setelah disepakati bersama, titah yang telah diberikan Ratu Anom
Kesuma Yuda dilaksanakan oleh para Petinggi Nagur, Bantilan, dan Segerunding.
Pertemuan ini kemudian berhasil dilaksanakan. Ratu Anom Kesuma Yuda dengan
para pengikutnya maupun keluarga Raden Sulaiman berpadu dalam keharuan,
mereka saling menangis dan berpelukan49.
Pada kesempatan ini, Ratu Anom Kesuma Yuda mengakui dan merestui
berdirinya Kota Bandir dan merelakan rakyat yang telah berpindah ke kota ini.
Selain itu, Ratu Anom Kesuma Yuda juga menyerahkan pemerintahan dan negeri
48 Ibid., h. 42.
Sambas kepada Raden Sulaiman dan istri. Dengan rasa hormat, Ratu Anom
Kesuma Yuda memberi nasihat kepada Raden Sulaiman dan memberikan dua
pasang meriang beserta dua pasang Lela dengan amunisinya. Setelah selesai
melakukan serah terima, Raden Sulaiman dan istrinya Mas Ayu Bungsu
berpamitan pulang ke Kota Bandar. Ratu Anom Kesuma Yuda dan istrinya Mas
Ayu Anom berpamitan sekaligus melanjutkan perjalanan ke arah muara sungai
Selakau dan berhenti di muara sungai Barangan. Di tempat inilah Ratu Anom
Kesuma Yuda membangun istana, rumah, benteng (kubu), dan parit-parit yang
kemudian daerah ini diberi nama negeri Balai Pinang. Di Balai Pinang ini, Ratu
Anom Kesuma Yuda dan istrinya, bersama Pangeran Aria Mangkurat, serta para
pengikutnya menghabiskan sisa hidup50.