• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1.4. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut:

a. Adanya macam-macam output

Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran

efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas pada setiap sasaran yang dimilikinya.

Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh Steers (1985) yang dikutip oleh Starawaji (2009) yaitu bahwa kriteria tersebut dalam pengukuran efektivitas adalah: Adaptabilitas dan fleksibilitas, Produktivitas, keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, Keberhasilan pencapaian program, Pengembangan program.

b. Subjektivitas dalam penilaian

Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Untuk itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu masuk kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya.

Hal ini didukung oleh pendapat Steers (1985) yang dikutip oleh starawaji (2009) yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran

yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifivas program yang terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai dengan kebutuhan.

2.1.2. KIE

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, yaitu dari kata Communication Information, Education, (CIE). Istilah KIE mempunyai pengertian yang komplek karena dalam proses komunikasi terkandung unsur informasi dan informasi itu sendiri mempunyai unsur edukasi, yang mempunyai sifat dapat menggerakkan seseorang atau kelompok untuk melakukan sesuatu (Depkes RI, 1993). Tujuan KIE adalah peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku individu maupun kelompok (Depkes RI, 2002). Secara rinci pengertian KIE dapat diformulasikan sebagai berikut:

a) Komunikasi

Diartikan sebagai proses penyampaian berbagai informasi antara petugas KIE dengan masyarakat sehingga pada akhirnya tercapai suatu persepsi (pandangan) yang sama antara petugas dengan masyarakat.

Diartikan sebagai semua data, fakta, rumusan serta acuan yang perlu diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat dalam rangka melaksanakan suatu kegiatan.

c) Edukasi

Diartikan sebagai proses kegiatan yang teratur yang mendorong terjadinya proses perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang suatu kegiatan tersebut secara wajar, sehingga masyarakat melaksanakan kegiatan tersebut dan bertanggung jawab atas keberhasilannya (Depkes RI, 1993).

Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik KIE berdasarkan kebutuhan dan kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian KIE adalah perilaku dengan berbagai variabelnya, maka KIE ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.

Pengelolaan KIE dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu: 1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah: Mengumpulkan data, Mengembangkan strategi, Mengembangkan, menguji coba dan memproduksi bahan-bahan komunikasi, Membuat rencana pelaksanaan, Menyiapkan pelaksanaan (Triamanah, 2004).

2. Tahap Intervensi (Pelaksanaan)

Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit

berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan-perubahan ini harus dilakukan sebagai jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan (Triamanah, 2004).

3. Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan Penilaian)

Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan (Triamanah, 2004). Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu kegiatan KIE. Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 1993). Tahap Evaluasi dilakukan terhadap keluaran (output) program, dampak

primer, perubahan perilaku dan perubahan status dari sasaran yang perinciannya antara lain sebagai berikut:

Tahapan Indikator Keberhasilan

Keluaran (output) Frekuensi kegiatan KIE kelompok

Frekuensi kegiatan KIE perorangan

Frekuensi kegiatan KIE massa

Efek Primer Tingkat pengetahuan

Perubahan Perilaku Tingkat partisipasi dalam program

Tingkat kelestarian partisipasi

Perubahan Status Tingkat kesadaran

Kegiatan KIE dapat dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan pokok yakni: Kegiatan KIE kesepakatan dan Kegiatan KIE Perubahan Perilaku (Depkes RI, 1993)

1. Kegiatan KIE Kesepakatan

Seperti diketahui bahwa program KIE mengandung unsur inti yaitu proses peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku. Sebagai proses perubahan sikap, kita perlu menyiapkan terlebih dahulu lingkungan yang mendukung. Hal ini dapat berarti kesiapan, baik para pengelola program maupun masyarakat sasaran. Dapat dikatakan bahwa KIE-Kesepakatan adalah kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan serta kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat, baik politis maupun operasional dalam melaksanakan program tersebut.

2. Kegiatan KIE Perubahan Perilaku

Kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku dilaksanakan melalui 3 (tiga) bentuk kegiatan KIE yaitu:

a). KIE massa: Kegiatan KIE yang dilaksanakan melalui media elektronik dan cetak. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menyiapkan kondisi sebelum kegiatan KIE yang lain dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multimedia khususnya pada waktu melaksanakan kampanye program yang sifatnya masih inovatif/baru. Ide penggunaan pendekatan Multi media ini dimaksudkan agar penyampaian pesan dapat secara intensif dan sekaligus menghilangkan terjadinya distorsi informasi yang disampaikan oleh salah satu media.

b). KIE Wawan Muka (Interpersonal): kegiatan KIE yang dilaksanakan secara perorangan melalui kunjungan rumah. Kegiatan ini dilaksanakan secara kontinyu dan berkesinambungan baik oleh para petugas KIE maupun kader. Petugas KIE harus dengan sabar dan tekun mengadakan kunjungan ulang pada setiap sasaran, hingga akhirnya sasaran mau melakukan apa yang disarankan oleh petugas KIE maupun kader.

c). KIE Kelompok: Kegiatan KIE dilaksanakan secara berkelompok, untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan KIE. KIE kelompok dapat dilaksanakan dengan menggunakan forum komunikasi yang sudah melembaga (musyawarah desa), maupun forum komunikasi yang telah terbentuk seperti klompencapir.

Ketiga bentuk kegiatan dapat dilaksanakan sendiri-sendiri, tetapi terkoordinasi, khususnya dalam isi pesan yang mau di sampaikan pada sasaran (Depkes RI, 1993).

Dokumen terkait